SEBUAH JANJI 19
(Tien Kumalasari)
Sekar menatap ibu tirinya dengan mata menyala. Sungguh
kemarahannya sudah memuncak sampai hampir mendidihkan darahnya. Tapi sang ibu
tiri seperti tidak merasakan kemarahan pada tatapan itu.
“Sekar, kamu tidak menjawab pertanyaanku? Tahu tidak
kamu, tentang uang yang disimpan ayahmu ?”
“Teganya Ibu bertanya seperti itu saat ayah sedang berada
diantara hidup dan mati,” kata Sekar tajam, dengan bibir bergetar.
“Apa katamu? Aku tega? Aku bertanya seperti itu karena
aku tahu bahwa perawatan ayah kamu membutuhkan biaya. Aku tahu ayah kamu pernah
memiliki simpanan yang besar, tapi aku tidak melihatnya lagi sekarang. Buku
tabungannya telah kosong,” katanya setenang lautan tanpa ombak.
“Ibu tidak usah memikirkan biaya untuk Bapak. Biar
saya melakukannya,” katanya lalu memalingkan wajahnya. Tak tahan memandang
wajah iblis yang berwajah manusia itu di hadapannya.
“Apa kamu lupa bahwa aku ini istrinya?”
“Dan saya adalah anaknya.”
“Aku ingin tahu kemana semua uang ayah kamu itu?”
Sekar menatap wajah ibu tirinya dengan pandangan
sengit.
“Mengapa Ibu bertanya pada saya? Saya tahu Ibu tidak
peduli pada bapak. Baik saat masih di rumah, apalagi di rumah sakit, dan uang
itu lah ternyata yang Ibu pikirkan.”
“Sekar!”
“Saya tidak ingin bicara dengan Ibu.”
Lalu Sekar berdiri, tangannya menggamit lengan Barno,
yang kemudian mengikutinya pergi menjauh.
Tak bisa menahan kemarahannya, Yanti berteriak.
“Sekar!”
Tapi Sekar tak berhenti. Ia sudah semakin jauh dan
sebentar-sebentar mengusap wajahnya yang kuyup oleh air mata.
“Dasar anak setan! Aku tahu bahwa kamu pasti
mengetahuinya. Jangan-jangan kamu lah yang menyimpan uang itu. Ayahmu memang
sangat licik! Bicara tak punya uang ternyata menyembunyikannya,” omelnya sambil
keluar dari rumah sakit itu.
Yanti menaiki taksi yang memang disuruh menunggunya.
Langsung menyuruhnya kembali ke rumah.
Beruntung ia melihat bibik tampak sedang mengunci pintu,
bersiap untuk pergi sehingga dia bisa membuka rumahnya.
“Mau kemana kamu?” tanyanya pada bibik.
“Saya mau ke rumah sakit sebentar Bu.”
“Semua ke rumah sakit. Apa kamu lupa bahwa kamu punya
tugas di rumah ini?”
“Saya sudah menyelesaikan semua tugas saya. Saya sudah
memasak dan menatanya di meja makan. Apa Ibu mau makan sekarang?”
“Tidak. Buka kembali pintu itu, lalu pergilah kalau
kamu mau pergi.”
Bibik membuka kembali pintu yang semula sudah dikuncinya.
“Pergilah, mau apa lagi kamu? Katanya mau pergi?”
Bibik menahan kemarahannya karena dibentak-bentak,
lalu membalikkan tubuhnya, bergegas meninggalkan rumah majikannya.
Yanti tak peduli. Ia merasa bahwa lebih baik tak ada
orang di rumah itu karena ada yang ingin dikerjakannya.
Ia meletakkan tas tangannya di meja, lalu bergegas
menuju kamar Sekar. Untunglah kamar Sekar tidak dikunci. Mungkin karena tergesa-gesa
meninggalkan rumah saat mengurus ayahnya yang pingsan dan segera membawanya ke
rumah sakit.
Ia mencoba membuka almari Sekar.
“Kurangajar. Terkunci. Aku harus melihat buku tabungan
Sekar. Pasti ayahnya sudah menyimpannya di tabungan anaknya.
Yanti mencari-cari, lalu memanjat sebuah kursi pendek
untuk mencari kunci di atas almari.
“Tidak ada? Dimana dia menyembunyikan kunci almarinya?
Hm, sangat tersembunyi menyimpannya, pasti benar uang itu ada di dalam
tabungannya. Atau malah berujud uang tunai yang ditumpuk di almari ini?”
gumamnya geram.
Ia melihat ke sekeliling kamar. Hanya ada satu almari
pakaian yang terkunci, lalu almari kaca tempat menyusun banyak buku-buku.
Mungkin buku-buku saat dia kuliah. Atau buku-buku bacaan, entahlah. Dia hanya
ingin mencari kunci. Tekadnya, kalau kunci tidak ketemu maka dia akan
menjebolnya dengan paksa. Yanti mendekati almari kaca itu, membuka setiap celah
diantara satu buku dan lainnya, karena almari kaca itu tidak berkunci, hanya
tertutup dengan menariknya dari kiri atau kanan.
“Setan alas! Tidak ada, dimana dia menyembunyikannya?
Masa dia sempat membawanya pergi?
Yanti melihat lagi ke sekeliling ruangan. Lalu menuju
ke arah ranjang, membuka tumpukan bantal. Tak ada.
“Dimana? Dimana setan kecil itu menyembunyikannya?”
Yanti terus mencari-cari, lalu matanya melihat ke arah
nakas. Ada pot bunga plastik di meja itu. Yanti mengangkat pot itu, dan matanya
berbinar.
“Oo .. Dewa … ternyata ada di sini?” pekiknya.
Ia mengambil kunci itu dan kemudian dengan mudah dia
bisa membuka almarinya. Seperti almari suaminya, ditengah rak ada sebuah laci. Yanti
menarik laci itu, dan membongkar isinya.
“Walaupun aku tidak bisa mengambil uangnya, tapi kalau
aku tahu bahwa uang itu ada di sini, maka aku akan bisa memaksanya untuk
mengambilnya,” gumamnya sambil terus mengaduk-aduk isinya.
Ada lembaran-lembaran dengan kop mahasiswa di mana
Sekar kuliah, kartu mahasiswa yang kemudian disingkirkannya.
“Haa …” Yanti bersorak menemukan buku tabungan.
Ia membukanya.
“Bodoh! Hanya delapanpuluh tujuh ribu isinya?”
Yanti membanting buku tabungan itu, lalu ia menutup
kembali laci dan almarinya.
“Setan tua itu mengirimkan uangnya pada siapa? Mengapa
tidak ke tabungan anaknya?”
Yanti membuka kembali almari dan laci, mengaduknya
sekali lagi, barangkali ada buku tabungan yang lain. Tapi dia tak menemukan
lagi apa yang dicarinya. Ia menutupkan semuanya kembali, lalu keluar begitu saja
dari kamar itu.
Kemudian dia keluar rumah, dan duduk di teras dengan
perasaan bingung. Tampaknya walau wajahnya cantik tapi otaknya tidak bisa
bekerja dengan baik. Ia tidak tahu bahwa sebuah kiriman ke suatu rekening,
tidak serta merta bisa tertulis di buku tabungan kalau si pemilik tidak
mencetaknya di bank yang bersangkutan. Ia lupa pada pengalamannya sendiri saat
mengira tabungan suaminya penuh uang dan ternyata sudah hampir kosong setelah
pegawai bank yang dikenalnya membantu mencetakkannya.
Yanti menyandarkan tubuhnya dengan lemas. Bayangan
Samadi yang tersenyum penuh kemenangan melintas. Apa boleh buat. Hanya melayani
keinginan Samadi lah satu-satunya jalan untuk terlepas dari jeratan hutang.
Lagipula suaminya sudah sakit-sakitan, harta pun tak lagi punya. Bukankah
Samadi lebih segalanya?”
Tiba-tiba Yanti teringat pada sosok laki-laki yang
menemani Sekar di rumah sakit. Bukankah itu Barno? Laki-laki tinggi besar yang
berjalan di samping Sekar ketika menjauh darinya, bukankah seperti gambaran
yang dikatakan Samadi?
“Kurangajar! Pasti dia yang menghajar mas Samad.
Apakah dia mengikuti Sekar ketika aku memanggilnya? Karena sudah curiga?”
Yanti begitu geram mengingatnya. Ia ingin kembali ke
rumah sakit dan mendampratnya, tapi diurungkannya, ketika sebuah dering
terdengar dari ponselnya. Rupanya Minar menelponnya.
“Yanti, kamu di mana?”
“Oh, iya Minar, ini … aku masih di rumah,” jawabnya
sedikit gugup.
“Di rumah? Tadi Ari bilang kamu mengambil uang di
bank?”
“Iya … tap … tapi … ternyata … aku tidak … tidak bisa
mengambilnya … aku tertipu,” katanya dengan suara memelas.
“Tertipu ? Jadi kamu tidak bisa membayar hutang kamu
seperti katamu semalam?”
“Maaf Minar, aku sedang ada masalah …”
“Ya sudah, jadi kamu tidak bisa datang ke warung?”
“Aku … aku bisa … bisa kok, aku panggil taksi dulu …”
Yanti menutup sambungan telpon itu, lalu menghembuskan
napas kesal. Begitu malu oleh janji yang sudah diumbarnya sejak semalam. Uang
belum ada di tangan, janji sudah di sebarkan.
***
Sekar sudah kembali duduk di ruang tunggu, dan Barno
dengan setia selalu menemaninya. Mereka terkejut ketika bibik menyusulnya,
dengan membawa tas yang agak besar.
“Bibik kok kesini?”
“Iya Non, saya membawakan ganti untuk non dan juga
bapak. Sejak kemarin pastinya belum ganti baju.”
“Oh, iya Bik, terima kasih banyak.”
“Bibik juga membawa makanan untuk Non, dan untuk Barno.”
“Iya Bik. Terima kasih banyak, tadi Barno sudah
mengajak makan di kantin.”
“Makan dari rumah saja, supaya irit.”
Sekar mengangguk terharu. Bibik sangat perhatian dan
penuh kasih sayang, dan itu selalu membesarkan hatinya, serta membuatnya merasa
tidak sendiri.
“Ini untuk kamu No, hanya kaos dan celana kamu,
satu-satunya yang tertinggal di sana saat kamu datang beberapa tahun lalu dan
meninggalkannya.”
Barno mengangguk. Ia ingat pernah membawa baju ganti,
ketika ingin menginap di rumah keluarga Winarno, tapi akhirnya dia pulang
karena tidak suka pada sikap bu Yanti yang tidak bersahabat. Sudah lama sekali
kejadian itu. Barno khawatir bajunya sudah tidak muat untuk dipakainya.
Ia menerimanya dan membukanya, lalu tersenyum kecut.
“Sudah nggak cukup ya? Itu baju waktu kamu masih SMA
kan? Sudah lama sekali,” kata simboknya.
“Nggak apa-apa Mbok, bisa dipakai kok.”
“Non mandi dulu dan ganti baju ya, nanti yang kotor biar bibik bawa pulang.”
Sekar mengangguk. Ia membawa bungkusan baju dan
menitipkan tas nya pada bibik.
Barno masih duduk sambil memangku bungkusan baju,
belum beranjak ke kamar mandi. Simboknya duduk di sampingnya.
“Bagaimana keadaan bapak?”
“Belum ada kemajuan. Aku sedih, tampaknya dokter juga
tidak begitu memberikan harapan. Hanya meminta untuk terus berdoa,” kata Barno
sedih.
Simbok menitikkan air mata.
“Semoga yang terbaik untuk bapak,” lirih Barno.
“Tadi bu Yanti datang ke rumah. Tepat ketika simbok
mau berangkat ke sini dan sudah mengunci pintu.”
“Dia melarang simbok pergi?”
“Untungnya tidak. Dia menyuruh simbok membuka kembali
kuncinya dan menyuruh simbok pergi.”
“Pasti dia akan melakukan sesuatu di rumah.”
“Entahlah, aku tidak mempedulikannya lagi. Risih kuping
simbok mendengar omelan-omelannya. Simbok juga kesal dia seperti tak peduli
pada sakit suaminya.”
“Tadi dia juga kemari.”
“Kemari? Rupanya dia juga peduli pada suaminya? Atau
pura-pura peduli?”
“Tidak. Dia menanyakan uang sama non Sekar.”
“Uang? Uang apa?”
“Aku tidak tahu, dia bertanya, uangnya bapak di simpan
dimana, gitu. Tampaknya dia tahu bapak punya simpanan uang, tapi tidak tahu
disimpannya di mana.”
“O, simbok tahu. Non Sekar pernah cerita, bapak
menyuruh non Sekar pergi menjauhi ibu tirinya. Tapi bapak menyuruh non membeli
rumah.”
“Berarti bapak sudah menyiapkan uang untuk membeli
rumah?”
“Pastinya, aku tidak begitu jelas, dan sungkan
bertanya lebih lanjut.”
“Jangan-jangan dia ke rumah dan membiarkan Simbok
pergi, karena ingin mengobrak abrik rumah untuk mencari uang itu.”
“Waduh. Iya juga sih. Bagaimana ya?”
Lama bibik dan Barno memikirkan polah bu Yanti, sampai
kemudian Sekar sudah selesai, dan sudah berganti pakaian bersih. Barno
menatapnya tak berkedip. Walau wajahnya pucat, non cantiknya tetap saja
menarik. Simboknya menepuk pahanya, dan Barno baru sadar, kemudian mengalihkan
pandangannya ke arah lain.
“Kok Barno belum ganti pakaian? Tidak bisa memakai
baju yang kekecilan? Beli saja No, ini uangnya ada,” kata Sekar sambil menunjuk
ke arah tas yang dipangku bibik.
“Tidak Non, sepertinya masih bisa dipakai kok. Ini
tadi saya dan simbok lagi ngomongin bu Yanti.”
“Memangnya kenapa? Ibu tidak peduli pada sakitnya
bapak,” keluh Sekar sambil duduk di samping bibik.
“Kata simbok, tadi bu Yanti pulang ke rumah.”
“Oh ya?”
“Barno mengira, kan tadi bu Yanti kemari menanyakan
uang, jangan-jangan dia mencari uang di sekitar rumah,” kata bibik.
“Mana ada uang di rumah?” kata Sekar.
“Simbok teringat kata Non Sekar, bahwa bapak menyuruh Non
beli rumah. Barangkali ada uangnya di rumah, soalnya kan tadi bu Yanti kemari
menanyakan uang, kata Barno tadi, benarkah?” kata bibik.
“Oh, iya Bik. Itu benar. Bapak memang punya uang dan
sudah dipindahkan ke rekening Sekar. Tapi tidak berujud uang.”
“Jadi dirumah tidak ada uang cash kan Non?” tanya
Barno.
“Tidak ada No, aku juga belum melihat uang itu di
rekening aku. Aku masih sedih memikirkan sakitnya bapak.”
“Sabar Non. Kami semua bersama Non. Kita akan mendoakan
bapak bersama-sama. Non harus kuat ya,” kata bibik.
Sekar mengangguk, lalu merangkul simbok dengan erat
sambil berlinang air mata.
Barno berdiri sambil menahan rasa mirisnya melihat non
cantiknya tampak sedih dan pucat.
“Aku mandi dulu Mbok.”
***
Simbok sedang menata makanan yang dibawanya, disebuah
kursi. Ia juga membawa sendok dan piring. Simbok menyiapkan semuanya agar non
cantik dan anaknya bisa makan lebih nyaman.
Bibik melayani keduanya makan, dan senang non
cantiknya tampak berselera saat makan masakan bibik. Senyum simbok merekah,
berharap non cantiknya merasa lebih tenang.
“Enakkah masakan bibik?” tanya bibik bercanda.
“Enak dong Bik, masakan Bibik selalu enak,” kata Sekar
sambil tersenyum.
“Apakah Non sekar tidak ingin pulang sebentar dan
beristirahat di rumah? Biar bibik dan Barno menunggu di sini,” kata bibik
ketika menyadari non cantiknya hanya tidur bersandar di kursi.
“Tidak Bik, biar aku disini terus sampai bapak sembuh.
Bibik kan punya kewajiban di rumah, nanti ibu marah-marah kalau bibik tidak
pulang,” kata Sekar saat menyendokkan suapan terakhirnya.
Bibik cemberut. Baginya, sangat tidak penting melayani
bu Yanti. Yang penting adalah non cantik dan ayahnya.
Tiba-tiba ruang ICU terbuka, seorang perawat keluar.
“Adakah keluarga pak Winarno yang bernama Barno?”
Barno berhenti menyuap makanannya dan berdiri, lalu bergegas
mendekati perawat itu.
“Saya Barno.”
“Dan Sekar?”
Sekar berlari mendekat.
“Pak Winarno ingin bicara.”
***
Besok lagi ya
Alhamdulillah...
ReplyDeleteHoree mb Nani gantiin juara
DeleteLg di luar bersama Amancu...
Pek dewe,.... Juarane.
DeleteMatur nuwun bunda tayang GUASIK nganti ora ngira yen sesore ini wus tayang, biasane jam sanga munggah.
Tetap ADUHAI, sehat terus bunda
Ibu Tien cantiiik.... Terima kasih lanjutannya.... Sehat2, ya Bu....
Deletemanusang bu Tien, ceritanya makin bikin penasaran akankah. Aryanti salah jalan. kita tunggu Barno memegang *sebuah janji*
DeleteAlhamdulillah, mtrnwn mb Tien
ReplyDeleteMatur suwun bunda Tien
ReplyDeleteSalam Tahes Ulales dan tetap aduhai...
Alhamdulillah .....
ReplyDeleteYg ditunggu2 sdh datang, gasik
Matur nuwun bu Tien ...
Semoga sehat selalu....
Tetap semangat
Alhmdllh... terima kasih....
ReplyDeleteAlhamdulillah SEBUAH JANJI~19 sudah hadir.. maturnuwun & salam sehat kagem bu Tien 🙏
ReplyDeleteMatur nuwun, bu Tien
ReplyDeleteAlhamdulilah.. Sekar sdh hadir..
ReplyDeleteTerimakasih bunda Tien..
Salam sehat dan bahagia selalu ya bun..
Alhamdulillah ...
ReplyDeleteSyukron nggih Mbak Tien ... 🌹🌹🌹🌹🌹
Matur nuwun mbak Tien-ku Sebuah Janji telah tayang.
ReplyDeleteUangnya disimpan didalam kartu kecil, jadi tidak tampak.
Pak Winarno akan resmi menyerahkan Sekar kepada Barno ya...aduhai ahhh.
Salam sehat mbak Tien yang selalu ADUHAI.
Semoga ayahnya Sekar segera sembuh ya..jd bs menyerahkan Sekar ke Barno.. dan yanti ditinggal sm suaminya.. nunggu nanti mlm lg.. Tks bunda Tien..
DeleteHoooreeee gasik bwt sangu bobok....
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteTerimakasih bu tien
Semoga bu tien sehat2 selalu
Aamiin yra
Alhamdulillah sdh tayang trimakasih bu Tien
ReplyDeleteSemoga bu Tien sehat selalu
Alhamdulillah... Terimakasih Bu Tien, semoga sehat selalu.
ReplyDeleteWinarno kembali memanggil Barno mau bicara, ini naik pangkat nich satpam.
ReplyDeleteKeren berdua lagi, sama Sekar.
Biasanya ada kodok ngorek, sama glangsaran..
hah?!
Ha ha ha kåyå kowé waé glangsaran,
gangsaran
bèn gangsar mlakuné urip bebarengan gitu..
Oh
Syukurlah
Kan naik pangkat biasanya ada sumpah jabatan..
Yang pas ya cari pejabat penghulu biar tenang dan mantab mengucapkan sumpah jabatan.
Bukannya itu ijab kabul..
Ini maunya Winarno, agar Barno mau menjaga Sekar anak semata wayang yang cantik, cepat cari rumah yang kecil untuk ditinggali berdua.
Kok kåyå mendekati detik detik proklamasi memerdekakan nyawa.
Pesan coy cuma pesan jangan mikir yang macam-macam.
Terimakasih Bu Tien,
Sebuah janji yang ke sembilan belas sudah tayang,
Sehat sehat selalu doaku,
Sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
🙏
Mantab komennya dimas "TUKI" alias seTU KlIwon
Delete🙏
DeleteHihihi ... akan dijodohkan kale...
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteDari tadi tdk bisa masuk comen
Alhamdulillah, mtr nuwun, sehat selalu bunda Tien..
ReplyDeleteMatur nuwun bunda Tien...🙏
ReplyDeleteAlhamdulillah, sehat selalu bund
ReplyDeleteAlhamdulillah SJ 18 sudah tayang.
ReplyDeleteMatur nuwun bu Tien.
Salam sehat dari mBantul
Terima kasih mbak Tien, salam sejahtera,
ReplyDeletembak Tien selalu memunculkan kejutan yg membuat saya penasaran.
Alhamdulillah Maturnuwun
ReplyDeletealhamdulillah
ReplyDeleteAlhamdulillah, matur nuwun bu Tienku
ReplyDeleteMungkin mau dijodohkan tuh Sekar dg Barno ya,,,,
Salam sehat wal'afiat bu Tien sekeluarga 🤗🥰 🌸
Alhamdulillah Eps 19 sudah tayang.
ReplyDeleteMatur nuwun mbak Tien, salam sehat.
Makasih mba Tien.
ReplyDeleteSalam sehat dan semangat selalu.
Alhamdulillah SEBUAH JANJI 19 telah tayang, terima kasih bu Tien salam sehat n bahagia selalu bersama keluarga. Aamiin.
ReplyDeleteUR.T411653L
𝐇𝐞..𝐡𝐞 𝐁𝐚𝐫𝐧𝐨 𝐚𝐫𝐞𝐩 𝐝𝐢𝐚𝐦𝐛𝐢𝐥 𝐬𝐮𝐦𝐩𝐚𝐡 𝐬𝐞𝐩𝐞𝐫𝐭𝐢𝐧𝐲𝐚...𝐊𝐢𝐭𝐚 𝐭𝐮𝐧𝐠𝐠𝐮 𝐬𝐚𝐣𝐚 𝐢𝐬𝐢 𝐬𝐮𝐦𝐩𝐚𝐡𝐧𝐲𝐚...
ReplyDelete𝐒𝐚𝐥𝐚𝐦 𝐬𝐞𝐡𝐚𝐭 𝐮𝐧𝐭𝐮𝐤 𝐛𝐮 𝐓𝐢𝐞𝐧 𝐝𝐚𝐧 𝐤𝐞𝐥.🙏🙏🙏
Salam sehat selalu bu Tien
ReplyDeleteAlhamdulillah SJ 19 sdh hadir
ReplyDeleteTerima kasih Bu Tien, semoga Ibu sehst dsn bahagia bersama keluarga.
Aamiin
Puji Tuhan ibu Tien tetap sehat, semangat dan produktip sehingga SEBUAH JANJI 19 sudah hadir bagi kami para penggandrungnya..
ReplyDeleteTolong Sekar, gak usah print buku tabunganmu dulu biar bu Yanti tahunya saldo akhir sebelum ditambah sang ayah tercinta.
Pak Winarno manggil kaliyan berdua mau pesan agar kaliyan berjodoh, cepat beli rumah jangan terlalu takut dgn ibu Yanti yg kurang bisa dicontoh...
Buku tabungan jgn di print Sekar ambil aja dari ATM biar Yanti nggak bakalan tau saldomu cah ayu...semoga pak Winarno di beri panjang umur dan bisa melihat sekar bahagia....trims Bu tien
ReplyDeletePara pembaca cerbung ibunda Tien Kumalasari yang sampai saat ini belum bergabung di grup wa Pecinta Cerbung Tien Kumalasari ( PCTK ) apakah ingin berjumpa langsung dengan sang idola.
ReplyDeleteBulan Maret 2023, insya Allah tidak ada halangan wa grup Jabodetabek menjadi tuan rumah untuk mengadakan acara Jumpa Fans yang ke 4 dengan sang pengarang ibunda Tien Kumalasari di Jakarta.
Tgl. 26 - 27 Agustus 2022 yl. telah berlangsung acara Jumpa Fans ke 3 di Batu Malang dengan sukses dan sangat berkesan yang diselenggarakan oleh wa grup PCTK Malang Jawa Timur.
Adakah yang ingin jumpa dengan sang idola ?
Ayo bergabung di wa grup PCTK , bisa menghungi kakek Habi atau ibu Nuraini Siba.
Ayo jangan lewatkan acara jumpa dengan idola.
Setelah sekian berkomunikasi dalam dunia maya, wujudkan dalam dunia nyata.
Para pembaca cerbung ibunda Tien Kumalasari yang sampai saat ini belum bergabung di grup wa Pecinta Cerbung Tien Kumalasari ( PCTK ) apakah ingin berjumpa langsung dengan sang idola ?
ReplyDeleteBulan Maret 2023, insya Allah tidak ada halangan, wa grup PCTK Jabodetabek menjadi tuan rumah untuk mengadakan acara Jumpa Fans yang ke 4 dengan sang pengarang ibunda Tien Kumalasari di Jakarta.
Tgl. 26 - 27 Agustus 2022 yl. telah berlangsung acara Jumpa Fans ke 3 di Batu Malang dengan sukses dan sangat berkesan yang diselenggarakan oleh wa grup PCTK Malang Jawa Timur.
Adakah yang ingin jumpa dengan sang idola ?
Ayo bergabung di wa grup PCTK , bisa menghubungi kakek Habi atau ibu Nur'aini Siba.
Ayo jangan lewatkan acara jumpa dengan idola.
Setelah sekian lama berkomunikasi dalam dunia maya, wujudkan dalam dunia nyata.
Tks pa Hadi Sudjarwo.. boleh dong share no hp admin grup PCTK (penggemar cerbung Tien Kumalasari) .. ,,,,
DeleteKakek Habi ( Djoko Budi Santoso ) : 0851-0177-6038
DeleteIbu Nani Nur'ani Siba : 0816-677-789
Silahkan teman² yang ingin bergabung di grup PCTK ( Penggemar Cerbung Tien Kumalasari )
JF 4 ( Jumpa Fans ke 4 ) Jakarta, harap dicatat : Maret 2023
Hallow..
ReplyDeleteYustinhar. Peni, Datik Sudiyati, Noor Dwi Tjahyani, Caroline Irawati, Nenek Dirga, Ema, Winarni, Retno P.R., FX.Hartanti, Danar, Widia, Nova, Jumaani, Ummazzfatiq, Mastiurni, Yuyun, Jum, Sul, Umi, Marni, Bunda Nismah, Wia Tiya, Ting Hartinah, Wikardiyanti, Nur Aini, Nani, Ranti, Afifah, Bu In, Damayanti, Dewi, Wida, Rita, Sapti, Dinar, Fifi, Nanik. Herlina, Michele, Wiwid, Meyrha, Ariel, Yacinta, Dewiyana, Trina, Mahmudah, Lies, Rapiningsih, Liliek, Enchi, Iyeng Sri Setyawati , Yulie, Yanthi , Dini Ekanti, Ida, Putri, Bunda Rahma, Neny, Yetty Muslih, Ida, Fitri, Hartiwi DS, Komariah P., Ari Hendra, Tienbardiman, Idayati, Maria, Uti Nani, Noer Nur Hidayati, Weny Soedibyo, Novy Kamardhiani, Erlin, Widya, Puspita Teradita, Purwani Utomo, Giyarni, Yulib, Erna, Anastasia Suryaningsih, Salamah, Roos, Noordiana, Fati Ahmad, Nuril, Bunda Belajar Nulis, Tutiyani, Bulkishani, Lia, Imah P Abidin, Guru2 SMPN 45 Bandung, Yayuk, Sriati Siregar, Guru2 SMPN I Sawahlunto, Roos, Diana Evie, Rista Silalahi, Agustina, Kusumastuti, KG, Elvi Teguh, Yayuk, Surs, Rinjani, ibu2 Nogotirto, kel. Sastroharsoyo, Uti, Sis Hakim, Tita, Farida, Mumtaz Myummy, Gayatri, Sri Handay, Utami, Yanti Damay, Idazu, Imcelda, Triniel, Anie, Tri, Padma Sari, Prim, Dwi Astuti, Febriani, Dyah Tateki, kel. SMP N I Gombong, Lina Tikni, Engkas Kurniasih, Anroost, Wiwiek Suharti, Erlin Yuni Indriyati, Sri Tulasmi, Laksmie, Toko Bunga Kelapa Dua, Utie ZiDan Ara, Prim, Niquee Fauzia, Indriyatidjaelani,
Bunda Wiwien, Agustina339, Yanti, Rantining Lestari, Ismu, Susana Itsuko, Aisya Priansyah, Hestri, Julitta Happy, I'in Maimun, Isti Priyono, Moedjiati Pramono, Novita Dwi S, Werdi Kaboel, Rinta Anastya, r Hastuti, Taty Siti Latifah, Mastini M.Pd. , Jessica Esti, Lina Soemirat, Yuli, Titik, Sridalminingsih, Kharisma, Atiek, Sariyenti, Julitta Happy Tjitarasmi, Ika Widiati, Eko Mulyani, Utami, Sumarni Sigit, Tutus, Neni, Wiwik Wisnu, Suparmia, Yuni Kun, Omang Komari, Hermina, Enny, Lina-Jogya, mbah Put Ika, Eyang Rini ,Handayaningsih, ny. Alian Taptriyani, Dwi Wulansari, Arie Kusumawati, Arie Sumadiyono, Sulasminah , Wahyu Istikhomah, Ferrita Dudiana, SusiHerawati, Lily , Farida Inkiriwang, Wening, Yuka, Sri, Si Garet, ibu Wahyu Widyawati, Rini Dwi, Pudya , Indahwdhany, Butut, Oma Michelle, Linurhay, Noeng Nurmadiah, Dwi Wulansari, Winar, Hnur, Umi Iswardono , Yustina Maria Nunuk Sulastri Rahayu Hernadi , Sri Maryani, Bunda Hayu Hanin, Nunuk, Reni, Pudya, Nien, Swissti Buana, Sudarwatisri, Mundjiati Habib, Savero, Ida Yusrida, Nuraida, Nanung, Arin Javania. Ninik Arsini, Neni , Komariyah, Aisya Priansyah, Jainah Jan. Civiyo, Mahmudah, Yati Sri Budiarti, Nur Rochmah. Uchu Rideen
. Ninik Arsini, Endah. Nana Yang, Sari P Palgunadi, Echi Wardani, Nur Widyastuti, Gagida family, Trie Tjahjo Wibowo, Lestari Mardi, Susi Kamto, Rosen rina, Mimin NP, Ermi S, Ira, Nina, Endang Amirul, Wiwik Nur Jannah, Ibu Mulyono, Betty Kosasih, Nanik, Tita, Willa Sulivan, Mimin NP, Suprilina, Endang Mashuri, Rin, Amethys, Adelina,
Tks banyak sdh disapa bunda Tien..
DeleteAsiiik...
Salam Aduhai selalu bun..
Matur nuwun udh disapa mbakyu Tienkumalasari, salam aduhaai dari Lampung sehat selalu injih wassalam.
DeleteHallow Pejaten, Tuban, Sidoarjo, Garut, Bandung, Batang, Kuningan, Wonosobo, Blitar, Sragen, Situbondo, Pati, Pasuruan, Cilacap, Cirebon, Bengkulu, Bekasi, Tangerang, Tangsel,Medan, Padang, Mataram, Sawahlunto, Pangkalpinang, Jambi, Nias, Semarang, Magelang, Tegal, Madiun, Kediri, Malang, Jember, Banyuwangi, Banda Aceh, Surabaya, Bali, Sleman, Wonogiri, Solo, Jogya, Sleman, Sumedang, Gombong, Purworejo, Banten, Kudus, Ungaran, Pamulang, Nusakambangan, Purworejo, Jombang, Boyolali. Ngawi, Sidney Australia, Boyolali, Amerika, Makasar, Klaten, Klipang, JAKARTA...hai..., Mojokerto, Sijunjung Sumatra Barat, Sukabumi, Lamongan, Bukittinggi, Hongkong, El Segudo, California, Bogor, Tasikmalaya, Baturetno, Wonogiri, Salem, Boston Massachusetts, Bantul, Mataram, Terimakasih atas perhatian dan support yang selalu menguatkan saya. Aamiin atas semua harap dan do'a.
ReplyDeleteADUHAI.....
Apakah pak Winarno ingin meninggalkan pesan?
ReplyDeleteTerima kasih mbak Tien...
ReplyDeleteMaturnuwun mbak Tien.
ReplyDeleteWah makin bikin gregetan ulah Yanti. Gelap mata karena gegabah berhutang. Kapokmu kapan 😄
Itulah pentingnya antagonis Bu dosen, makin jahat makin menarik ceritanya.
DeleteSkrg bu yanti tinggal menuai hsl perilakunya yg jahat ke anak tirinya ya pa Latief..kita tunggu lanjutannya..
DeleteMungkin akan ada 'perang' dengan Minar.
DeleteHatur nuhun sanget bunda Tien SJ nya.. Slmseroja sll dri sy uni bunda🙏🥰🌹
ReplyDeleteMatur nuwun bu Tien
ReplyDeleteSoga sehat selalu
Dan tetap semangat
Met malam Mbak Tien semoga selalu sehat dan tetap semangat
ReplyDeleteMungkin baru repot 7 hari adiknya...
DeleteBuat penisirin saja, smoga yg jahat kena batunya eng i eng, istri durhaka itu astaqfirulloh
ReplyDeleteSalam Aduhai Bunda.semoga Selalu Sehat ,Sejahtera tetap Semangat.Maturnuwun
ReplyDeleteTrims bu Tien ..smg bu Yien sll sehat.
ReplyDeleteMakin mengena dihati
ReplyDeleteTerima kasih bu Tien
ReplyDelete