Sunday, September 4, 2022

SEBUAH JANJI 17

 

SEBUAH JANJI  17

(Tien Kumalasari)

 

Raung sirene ambulans malam itu bersaing dengan raung dihati Sekar, saat melihat ayahnya terkulai tak berdaya. Ia duduk terpaku di samping ayahnya yang terbaring di dalam mobil ambulans, sambil terus mengalirkan air mata.

Sementara itu Aryanti yang tiba-tiba bingung, tak mampu berbuat apa-apa. Ia bukannya mengikuti ke rumah sakit, tapi malah masuk ke dalam rumah.

Dilihatnya bibik terpekur di meja dapur, sambil berkali-kali mengusap air matanya.

“Sudah, jangan menangis. Yang sakit sudah dibawa ke rumah sakit, berarti sudah ditangani oleh ahlinya,” kata Yanti tanpa beban. Ia masuk ke ruang makan dan membuka tudung saji yang ada di atasnya.

“Kok tidak ada makanan Bik? Apa bibik belum menyiapkan makan malam?” tegurnya dengan wajah kesal.

Bibik berdiri,  mengusap air matanya sambil mengumpat dalam hati. Apakah wanita berparas cantik di hadapannya ini adalah iblis yang menyaru sebagai manusia? Seperti tak punya perasaan. Bahkan ketika melihat suaminya di usung dengan tandu ke dalam mobil ambulans, seperti tak ada yang membebaninya. Sedih? Khawatir? Cemas? Sepertinya tak ada. Sekarang bahkan memikirkan makan malam dengan menegurnya tanpa belas.

“Aku belum makan sejak siang,” omelnya sambil duduk di kursi makan, menunggu bibik menyiapkan makannya.

“Kok lama sih Bik?”

“Baru saya panasi sayurnya Bu,” jawab bibik dari arah dapur. Wajahnya muram. Tapi tak ada yang bisa dilakukannya kecuali menyediakan apa yang diminta majikannya.

Tiba-tiba Yanti berdiri, dan bergegas masuk ke dalam kamar suaminya. Dilihatnya ranjang yang masih berantakan, selimut yang terserak dilantai, karena mungkin tadi sang suami bangun dengan tergesa-gesa. Tapi tak ada keinginan untuk membereskannya.

Yanti menuju ke arah almari. Terkunci. Tapi dia tahu di mana suaminya menyembunyikan kuncinya. Ia berjinjit dan meraba ke atas almari, dan senyumnya mengembang ketika dia mendapatkannya. Dia tak pernah membuka almari suaminya, karena mereka masing-masing punya almari yang berbeda.  Yanti melihat tumpukan pakaian yang masih rapi, karena Sekar selalu merapikannya. Di rak bagian tengah almari itu, ada sebuah laci. Ia membukanya dengan mudah karena memang tidak terkunci.

Ada tumpukan surat-surat yang semuanya berhubungan dengan  pensiun suaminya. Ia membuka map bagian bawah, dan menemukan sebuah buku tabungan. Yanti membuka buku itu, dan seketika wajahnya cerah, secerah langit tanpa mendung. Matanya terbelalak melihat angka-angka yang menunjukkan saldo terakhir yang tertera. Yanti melonjak kegirangan.

“Ya ampuun, laki-laki itu ternyata begitu pelitnya. Ia menyembunyikan uang ratusan juta di sini?”

Berkali-kali angka itu dibacanya, lalu dia yakin bahwa angka itu benar. Limaratus juta lebih sedikit.

Dengan sigap Yanti memasukkan buku tabungan itu ke dalam sakunya, lalu kembali merapikan surat-surat yang tadi di aduk-aduknya, kemudian menutup laci itu, sekalian mengunci almari dan mengembalikan kunci di atasnya.

Yanti melenggang keluar dari kamar, masuk kedalam kamarnya sendiri, dan menyembunyikan buku tabungan itu ke dalam tasnya.

Senandung kecil keluar dari mulutnya, membuat bibik yang berdiri di tengah pintu tertegun. Suaminya dilarikan ke rumah sakit, dan sang istri bersenandung begitu riang?

“Bik, kok kamu berdiri disitu?” tegur Yanti tak senang. Jangan-jangan si bibik melihat saat ia memasukkan buku tabungan itu ke dalam tasnya. Ah, tidak, pikirnya. Tas di mana dia memasukkan buku itu berada didepannya, dan ia memunggungi pintu saat memasukkannya. Jadi ia yakin bahwa bibik tak melihatnya.

“Saya mau bilang, makan malam sudah siap, Bu,” kata bibik masih dengan wajah muram.

“Oh iya, terima kasih Bik,” katanya riang sambil mengikuti bibik dari belakang.

Ketika dia duduk dan mulai menyantap makanannya, ia masih bisa berteriak pada bibik.

“Jangan sedih Bik, dokter pasti akan menyelamatkannya,” katanya sambil mengunyah makanan sehingga beberapa butir nasi tersembur keluar.

Bibik tak menjawab. Ia masuk ke kamarnya dan menuliskan pesan untuk Barno. Ia tak mau menelpon, takut sang nyonya mendengarnya. Ia hanya menuliskan pesan singkat, bahwa pak Winarno ada di rumah sakit, dan jangan menelpon karena bu Yanti ada di rumah.

Lalu bibik keluar, dan kembali duduk di kursi dapur. Mulutnya komat kamit melantunkan doa, untuk kesembuhan sang majikan yang baik hatinya.

***

Malam itu Minar sedang duduk di ruang tengah bersama suaminya. Ia melihat wajah suaminya tampak murung, dan luka-luka lebam di wajahnya masih terlihat semakin biru.

“Kok dari tadi diam saja sih Mas?” tanya Minar.

“Nggak apa-apa,” jawab Samadi singkat.

“Memikirkan kerja sama yang gagal?”

“Iya lah, namanya gagal, tentu saja membuat aku kecewa.”

“Ya sudah, tidak usah dipikirkan, pikirkan saja luka Mas itu, apa sekarang ke dokter saja? Lihat, pasti itu nyeri sekali.”

“Memang nyeri, dan kepalaku terasa pusing.”

“Ayo ke dokter saja.”

“Nggak mau, kamu kan tahu bahwa aku nggak suka ke dokter?”

“Tapi kalau sakit kan harus ke dokter juga? Dari tadi dibiarkan saja, pasti terasa semakin sakit.”

“Ambilkan saja obat penghilang rasa sakit di almari obat.”

“Dari tadi diobati sendiri.”

“Sudah, jangan banyak bicara. Aku sedang kesal Minar!”

Minar terpaksa berdiri dengan wajah kesal.

Saat itulah ponsel  Samadi berdering. Samadi terkejut. Dari Yanti? Sungguh berani dia menelpon malam-malam, dan pastinya Minar ada di rumah. Tapi Samadi mengangkatnya.

“Hallo, ada apa? Ini sudah malam,” tegurnya pelan.

“Saya cuma mau bilang, bahwa saya sudah mendapatkan uangnya,” suara Yanti dari seberang. Tampaknya saking senangnya dia terburu-buru mengabari Samadi tentang penemuan angka di buku tabungan suaminya.

“Apa? Begitu cepat?”

“Iya, maaf saya tidak bisa melayani ajakan Bapak.”

“Dari siapa Pak?” kata Minar yang tanpa ba bi bu langsung merebut ponsel suaminya.

“Minar! Apa sih kamu nih?”

“Oh, dari Yanti? Ada apa menelpon suami aku Yanti?” tegur Minar dengan nada tak senang.

“Oh, ya ampun Minar, maaf aku tidak bilang sama kamu. Aku hanya ingin bertanya kepada pak Samadi, berapa sisa hutang aku.”

“Mengapa malam-malam bertanya soal hutang? Apa tidak bisa besok saja?”

“Soalnya aku harus menghitung-hitung uangku dulu.”

“O, begitu ya?  Apa saat ini mas Samad sudah bisa menghitung uang yang dipinjam Yanti?” tanyanya kemudian kepada suaminya.

“Belum bisa, besok saja, katakan aku sedang pusing,” kata Samadi kesal. Kesal karena kalau Yanti benar-benar bisa mengembalikan uangnya, maka ia tak jadi berhasil menikmati si cantik yang membuatnya gemas sejak lama.

“Tuh, kamu dengar Yanti? Mas Samad belum bisa menghitungnya sekarang.”

“Ya sudah, baiklah kalau begitu. Besok saja,” kata Yanti yang kemudian juga buru-buru menutup ponselnya.

“Alasan saja. Jangan-jangan dia mau mengejak kencan Mas,” gerutu Minar sambil meletakkan ponsel suaminya.

“Kamu ada-ada saja. Bukankah dia bilang mau menanyakan hutangnya?”

“Aku kok tidak percaya. Mana mungkin dia bisa begitu cepat mengembalikan uangnya. Penghasilan dari warung saja belum memadai.”

“Ya sudah, mana obat yang aku suruh ambilkan, akan aku minum sekarang,” kesal Samadi.

Minar memberikan obatnya, dan segelas minuman.

Setelah minum, Samadi segera bangkit dan masuk ke kamarnya. Minar mengikutinya. Agak kesal juga dia, karena biasanya kalau dia mencemburuinya, maka dia akan merayunya dengan manis.

Tapi Minar tak mengucapkan apapun. Barangkali karena suaminya sedang merasakan sakit di tubuhnya sehingga melupakan dirinya.

***

Aryanti masuk ke dalam kamarnya. Hatinya begitu merasa senang, seakan terlepas dari sebuah jeratan yang akan membuatnya tersiksa. Dengan uang yang dimilikinya nanti, ia bisa melakukan apa saja. Membayar hutangnya kepada Samadi berikut bunganya, tanpa perlu melayaninya seperti yang diinginkan laki-laki itu. Kemudian ie menelpon Ari dengan kegembiraan yang meluap, untuk meralat permintaannya meminjam uang. Ia harus tampak tidak seperti pengemis. Ia mampu melakukannya sendiri.

“Ya, Yanti. Tumben malam-malam menelpon?” suara Ari dari seberang.

“Iya, maaf Ari. Aku hanya ingin mengatakan, bahwa aku menyesal telah membuat kamu kepikiran,” kata Yanti riang.

“Ini soal apa ya?”

“Tadi kan aku mengatakan sama kamu bahwa aku ingin meminjam uang.”

“Ya, tapi kan aku sudah mengatakan bahwa_”

“Tidak, tidak … lupakan soal itu, aku menyesal telah membuat kamu kepikiran soal permintaanku itu. Sekarang aku ingin mengatakan bahwa aku sudah mendapatkan uangnya, dan tidak perlu merepotkan kamu.”

“Oh, syukurlah, senang mendengarnya. Jadi kamu sudah mendapatkan uangnya?”

“Ya, suamiku yang memberiku.”

“Oh, akhirnya.”

“Tadinya aku mengira suamiku tidak punya uang lagi. Tapi setelah tahu bahwa aku membutuhkannya, maka dia bilang bahwa akan memberiku sejumlah uang.”

“Nah, akhirnya kamu mendapatkan jalan keluar. Aku ikut senang Yanti.”

“Terima kasih telah menjadi sahabatku yang paling baik.”

“Apa-apaan kamu ini. Mengapa malam ini kamu sedikit aneh, dan tampak sangat bergembira?”

“Ya karena aku sudah akan mendapatkan uangnya, Ari.”

“Oh, kamu belum pegang uangnya?”

“Tapi dia sudah menjanjikannya, aku sudah merasa lega, dan itu pula sebabnya aku merasa sangat gembira malam Ini.”

“Ya sudah, sekarang istirahatlah, besok kita ketemu dan kamu bisa bercerita lebih banyak.”

“Tentu Ari, bahkan aku janji kalau uangnya sudah diberikan, maka aku akan mentraktirmu makan apa saja.”

“Waduuh, belum-belum aku sudah merasa senang nih, dijanjiin traktiran.”

“Iya dong, kamu kan sahabatku. Ya sudah, selamat malam.”

Aryanti mengakhiri pembicaraan dengan bibir masih tersenyum senang. Lalu ia sedang mencari akal, bagaimana caranya agar bisa mengambil uang yang ada didalam bank tersebut. Tadi dia tidak menemukan kartu ATM, jadi dia harus ke bank, dan memalsu tanda tangan suaminya. Ah ya, ia sudah hafal tanda tangan suaminya, gampang kok. Ia sudah sering melihatnya. Bahkan di buku tabungan juga tertera tanda tangannya. Lalu ia keluar, mencari ballpoint dan selembar kertas. Ia mencorat coret di kertas itu, sampai benar-benar menemukan coretan yang mirip tanda tangan suaminya.

“Hm, bagus. Besok saja aku ke bank. Akan aku ambil saja dulu sebagian,” gumamnya sambil tersenyum.

Ketika ia menutup pintu depan, ia melihat bayangan seseorang memasuki pintu samping.

“Siapa?” tegurnya.

“Saya Bu,” jawab orang itu.

“Siapa?”

“Barno Bu.”

“Ngapain malam-malam kamu kemari?”

“Saya … mendengar bahwa bapak sakit. Saya ingin menengoknya.”

“Huh, rupanya bibik sudah mengabari kamu? Ya sudah, terserah kamu saja,” kata Yanti sambil menutupkan pintunya.

Barno melangkah ke belakang, langsung masuk ke dapur, karena sudah mengabari simboknya bahwa dia akan datang.

Ketika Yanti mau masuk ke kamarnya, dilihatnya bibik sedang mendekatinya.

“Bu, saya minta ijin mau ke rumah sakit.”

“O, sama Barno tadi?”

“Iya Bu.”

“Ya sudah, terserah kamu. Orang baru masuk rumah sakit, semuanya jadi heboh,” gumamnya sambil masuk ke dalam kamarnya. Tapi dia tak banyak bicara karena sebenarnya hatinya sedang senang.

Bibik mengelus dada sambil beranjak ke belakang, lalu berangkat bersama Barno ke rumah sakit.

***

Hati Barno teriris melihat Sekar sedang duduk di ruang tunggu sambil menutupi wajahnya. Tangisnya terdengar pelan.

Simbok mendekat dan merangkulnya.

“Non.”

Sekar melepaskan tangannya, terkejut melihat bibik ada didepannya bersama Barno.

“Bik …” isak Sekar sambil merangkul bibik.

“Sabar ya Non, bapak kan sudah dirawat. Semoga semuanya berjalan baik. Ini uang yang non titipkan juga bibik bawa.”

“Terima kasih Bik,” katanya sambil menatap Barno.

“Simbok mengabari saya Non, lalu saya memerlukan datang,” kata Barno menerangkan tanpa ditanya.

“Terima kasih Barno.”

“Saya bawa sepeda motor yang ada di garasi.”

“Tidak apa-apa, itu kan milik kamu.”

“Bagaimana keadaan bapak?”

“Masih di ICU, bapak belum sadar,” jawab Sekar sambil mengusap air matanya.

“Non harus tenang, dan selalu berdoa. Bapak sudah mendapat penanganan, dokter akan melakukan yang terbaik.”

“Iya Non, jangan menangis terus, lebih baik berdoa.”

Barno mengulurkan kembali sapu tangan dari saku bajunya. Sekar menerimanya, dan mengusap wajahnya yang kuyup oleh air mata.

“Saya temani Non, menunggu disini, sama simbok,” kata Barno sambil duduk di samping non cantiknya.

“Tapi kalau ibu bangun, pasti mencari Bibik.”

“Nanti pagi-pagi sekali bibik pulang dulu. Biar Barno menemani Non di sini.”

Sekar mengangguk. Hatinya sedikit tenang karena ada yang ikut memikul beban deritanya.

***

Pagi hari itu Aryanti berangkat sebelum Ari menjemput. Ia bahkan tidak sarapan walau bibik menyiapkannya di meja makan.

Ia langsung pergi ke bank dengan membawa buku tabungan suaminya, dan bersiap mencoretkan tanda tangan palsu suaminya, di selembar kertas pengambilan uang tunai.

“Aku ambil seratus juta saja dulu. Itu cukup dan masih banyak sisa untuk aku bersenang-senang,” gumamnya sambil menyerahkan kertas bertanda tangan palsu itu, berikut nominal yang akan diambilnya.

Yanti tersenyum senang karena tampaknya petugas bank tidak curiga pada tanda tangan palsunya.

Ia tersenyum-senyum ketika petugas bank menatap wajahnya. Tapi tatapan itu tampak aneh, lalu senyuman itu lenyap tiba-tiba.

***

Besok lagi ya.

***

52 comments:

  1. Replies
    1. Alhamdulillah SJ 17 sdh tayang
      Matur nuwun mbk Tien walaupun masih dlm suasana berduka tp tetep menyempatkan waktu untuk tetap menulis,demi menghibur penggemarnya

      Delete
  2. Replies
    1. Terima kasih, Ibu Tien cantiiik... Semoga Ibu sehat terus...

      Delete
  3. Alhamdulillah yang kita tunggu telah hadir ....…

    Terima kasih bu Tien, salam SEROJA, sehat selalu dan selalu sehat *TETAP ADUHAI*

    ReplyDelete
  4. Alhamdullilah....SDH tayang matur suwun mbakyu Tien

    ReplyDelete
  5. Matur nuwun mbak Tien-ku Sebuah Janji telah tayang.

    ReplyDelete
  6. Terimakasih bunda Tien SJ 17 sudah tayang ,ayooo Sekar kamu harus berani menolak ke inginan ibu Yanti ,yang mau menukar kamu dengan hutangnya

    ReplyDelete
  7. Trimakasih Bu Tien ...
    Semoga bu Tien selalu sehat

    ReplyDelete
  8. Alhamdulillah SEBUAH JANJI 17 telah tayang, terima kasih bu Tien salam sehat n bahagia selalu bersama keluarga. Aamiin.
    UR.T411653L

    ReplyDelete
  9. Alhamdulillah SEBUAH JANJI~17 sudah hadir.. maturnuwun & salam sehat kagem bu Tien 🙏

    ReplyDelete
  10. Terima kasih SEBUAH JANJI udah tayang kembali

    ReplyDelete
  11. Apa mudah ambil uang dari buku tabungan yang bukan miliknya??? Bisa" dianggap pencuri, kalau sial bisa dilaporkan ke polisi.
    Salam sehat mbak Tien yang selalu ADUHAI.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Mudah mudahan terjadi eyel-eyelan dg petugas bank, mungkin mau menyuap, yang justru makin menyudutkan Yanti.
      He he he he...mangkel aku.

      Delete
    2. Benar pa Latief..kemungkinan dia lupa ga bw KTP suaminya..
      Semoga aja KTPnya tdk ketemu krn disimpan suaminya

      Delete
  12. 𝐊𝐚𝐩𝐨𝐤𝐦𝐮 𝐤𝐚𝐩𝐚𝐧 𝐩𝐞𝐠𝐚𝐰𝐚𝐢 𝐛𝐚𝐧𝐤 𝐜𝐮𝐫𝐢𝐠𝐚 ...𝐡𝐞..𝐡𝐞. 𝐒𝐞𝐦𝐨𝐠𝐚 𝐘𝐚𝐧𝐭𝐢 𝐭𝐢𝐝𝐚𝐤 𝐛𝐞𝐫𝐡𝐚𝐬𝐢𝐥 𝐚𝐦𝐛𝐢𝐥 𝐮𝐚𝐧𝐠 𝐭𝐚𝐛𝐮𝐧𝐠𝐚𝐧 𝐬𝐮𝐚𝐦𝐢𝐧𝐲𝐚.
    𝐒𝐚𝐥𝐚𝐦 𝐬𝐞𝐡𝐚𝐭 𝐬𝐞𝐥𝐚𝐥𝐮 𝐁𝐮 𝐓𝐢𝐞𝐧..🙏🙏🙏

    ReplyDelete
  13. Trims bu tien, menyempatkn di hari minggu.

    ReplyDelete
  14. Sebuah Janji yg ditunggu sdh tayang.. terima kasih mbu Tien... sehat trs bersama keluarga....

    ReplyDelete
  15. Matur nuwun jeng Tien sehat nggih salam Aduhai
    Bong ,,,obong ,,,obong

    ReplyDelete
  16. Alhamdulillah SJ 17 sdh hadir
    Terima kasih Bu Tien, semoga Ibu sehat dan bahagia selalu.
    Aamiin
    Salam Aduhai selalu

    ReplyDelete
  17. Alhamdulillah sdh kembali tayang SEBUAH JANJI.
    Matur nuwun bunda Tien, sehat selalu njih bun dan tetep ADUHAI...

    ReplyDelete
  18. Alhamdulillah.
    Syukron nggih Mbak Tien ..Jazaakillah khoiron katsiiron 🌹🌹🌹🌹🌹

    ReplyDelete
  19. Maturnuwun bu Tien 🙏
    Salam sehat selalu...💪
    Salam aduhai ...
    Berkah Dalem Gusti 🙏🛐😇

    ReplyDelete
  20. Alhamdulillah SJ 17 sudah hadir...matur nuwun bu Tien
    salam sehat n salam aduhai

    ReplyDelete
  21. Sehat selalu Bu Tien 💪
    Berkah Dalem Gusti 🙏🛐😇

    ReplyDelete
  22. Alhamdulillah
    Terimakasih bu tien *SEBUAH JANJI* sdh kembali mengorbit ..... semoga bu tien selalu sehat2 n senantiasa dlm lindungan Allah SWT .... Aamiin yra

    ReplyDelete
  23. Terima kasih bu tien, yg ditunggu tunggu sdh tayang ...salam sehat bu tien

    ReplyDelete
  24. Puji syukur ibu Tien tetap sehat, semangat dan produktip, walau belum lama berduka karena berpisah untuk selamanya dgn adinda tercinta, tetap menyajikan SEBUAH JANJI 17 bagi kami para penggandrungnya.

    Rupanya ibu Yanti belum biasa ambil uang di bank sehingga menganggap gampang hanya modal tanda tangan palsu. Kalaupun jadi urusan dgn keamanan semoga membuar Yanti sadar dan menjadi orang yg lebih baik.
    Semoga ayah Sekar tabah kuat dlm derita sakitnya dan cepat sembuh.

    Monggo ibu, dilanjut aja dalem tetap penasaran.
    Matur nuwun, Berkah Dalem.

    ReplyDelete
  25. Alhamdulillah, terimakasih bu Tien, Salam sehat dari mBantul

    ReplyDelete
  26. Betapa bahagianya Yanti mendapatkan harta karun, di alam pikiran nya seolah running text; lunas lunas lunas, mondar-mandir bahkan ada tempat pariwisata yang terbayang, asesorisnya bakal di update yang enyu enyu yang lagi ngetrend.

    Lha ini kalau bayangannya saja sudah terbang jauh tinggi, ya lupa segalanya, nanti bakalan menggenggam setumpuk uang, yang recehan buat beli sarapan direstoran saja, cari makanan yang enak-enak, hari ini nggak ada hutang lagi.

    Ngguya ngguyu déwé kåyå wong gêmblung, petugas bank ngeprint buku tabungan ternyata nggak sesuai harapan, sudah habis di transfer ke rekening lain orang, kok semaput tå, ya enggaklah malah nyusul ke rumah sakit, teriak teriak; yå ditangkap satpam, harusnya dirumah sakit harus tenang ini malah datang datang teriak² kaya orang kesurupan.
    ADUHAI kasihan dèh lu.



    Terimakasih Bu Tien,

    Sebuah janji yang ke tujuh belas sudah tayang,
    Sehat sehat selalu doaku, sejahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
    🙏

    ReplyDelete
  27. Trims Bu Tien....udah Incang inceng alhamdulilah udah tayang

    ReplyDelete
  28. Alhamdulillah .....
    Yg ditunggu2 sdh muncul.
    Matur nuwun bu Tien ...
    Semoga sehat selalu....
    Tetap semangat

    ReplyDelete
  29. Makasih mbak Tien.
    Salam sehat selalu

    ReplyDelete
  30. Alhamdulilah sdh tayang..
    Terimakasih bunda Tien..
    Semoga sehat selalu..

    ReplyDelete
  31. biasanya senin gak tayang, karena biasanya minggu libur tik tik, trima kasih mbak tien sekti

    ReplyDelete
  32. Trima ksih bunda SJ 17 nya.. Slmsht sll unk bunda.. 🙏🥰🌹

    ReplyDelete
  33. Innalillahi wa innailaihi roji'uun
    Turut berduka bu Tien atas meninggalnya adik tercinta R. Ayu Agustini M,,
    Allahumaghfirlaha waramha fa'afihi wa fu'anha aamiin

    Matur nuwun bu Tien untuk SJnya
    Salam sehat wal'afiat 🤗🥰

    ReplyDelete
  34. Alhamdulillah, matursuwun bu Tien.
    Salam sehat selalu

    ReplyDelete
  35. Sabaar ..sambil menunggu MST (monggo siap tayang) di pctk..
    Ngintip dulu Sekar disini sdh hadir blm...
    Tambah seru dan tambah penasaran aja bun.. Matur sembah suwun.. Hatur nuhun

    ReplyDelete
  36. Nwn mb Tien sekalipun msh dalam suasana berduka.. msh meluangkan wkt menulis menghibur para pctk. Lemah teles Gusti Allah yg balas kelonggaran mb Tien menghibur kita semua. Aamiin YRA🤲🙏

    ReplyDelete

KETIKA BULAN TINGGAL SEPARUH 02

  KETIKA BULAN TINGGAL SEPARUH  02 (Tien Kumalasari)   Arumi menyandarkan tubuhnya, menikmati rasanya naik mobil bagus nan halus hampir tak ...