SEBUAH JANJI 17
(Tien Kumalasari)
Raung sirene ambulans malam itu bersaing dengan raung
dihati Sekar, saat melihat ayahnya terkulai tak berdaya. Ia duduk terpaku di
samping ayahnya yang terbaring di dalam mobil ambulans, sambil terus
mengalirkan air mata.
Sementara itu Aryanti yang tiba-tiba bingung, tak
mampu berbuat apa-apa. Ia bukannya mengikuti ke rumah sakit, tapi malah masuk
ke dalam rumah.
Dilihatnya bibik terpekur di meja dapur, sambil
berkali-kali mengusap air matanya.
“Sudah, jangan menangis. Yang sakit sudah dibawa ke
rumah sakit, berarti sudah ditangani oleh ahlinya,” kata Yanti tanpa beban. Ia
masuk ke ruang makan dan membuka tudung saji yang ada di atasnya.
“Kok tidak ada makanan Bik? Apa bibik belum menyiapkan
makan malam?” tegurnya dengan wajah kesal.
Bibik berdiri,
mengusap air matanya sambil mengumpat dalam hati. Apakah wanita berparas
cantik di hadapannya ini adalah iblis yang menyaru sebagai manusia? Seperti tak
punya perasaan. Bahkan ketika melihat suaminya di usung dengan tandu ke dalam
mobil ambulans, seperti tak ada yang membebaninya. Sedih? Khawatir? Cemas?
Sepertinya tak ada. Sekarang bahkan memikirkan makan malam dengan menegurnya
tanpa belas.
“Aku belum makan sejak siang,” omelnya sambil duduk di
kursi makan, menunggu bibik menyiapkan makannya.
“Kok lama sih Bik?”
“Baru saya panasi sayurnya Bu,” jawab bibik dari arah
dapur. Wajahnya muram. Tapi tak ada yang bisa dilakukannya kecuali menyediakan
apa yang diminta majikannya.
Tiba-tiba Yanti berdiri, dan bergegas masuk ke dalam
kamar suaminya. Dilihatnya ranjang yang masih berantakan, selimut yang terserak
dilantai, karena mungkin tadi sang suami bangun dengan tergesa-gesa. Tapi tak
ada keinginan untuk membereskannya.
Yanti menuju ke arah almari. Terkunci. Tapi dia tahu
di mana suaminya menyembunyikan kuncinya. Ia berjinjit dan meraba ke atas
almari, dan senyumnya mengembang ketika dia mendapatkannya. Dia tak pernah
membuka almari suaminya, karena mereka masing-masing punya almari yang berbeda. Yanti melihat tumpukan pakaian yang masih
rapi, karena Sekar selalu merapikannya. Di rak bagian tengah almari itu, ada
sebuah laci. Ia membukanya dengan mudah karena memang tidak terkunci.
Ada tumpukan surat-surat yang semuanya berhubungan
dengan pensiun suaminya. Ia membuka map bagian bawah, dan menemukan sebuah
buku tabungan. Yanti membuka buku itu, dan seketika wajahnya cerah, secerah langit
tanpa mendung. Matanya terbelalak melihat angka-angka yang menunjukkan saldo terakhir
yang tertera. Yanti melonjak kegirangan.
“Ya ampuun, laki-laki itu ternyata begitu pelitnya. Ia
menyembunyikan uang ratusan juta di sini?”
Berkali-kali angka itu dibacanya, lalu dia yakin bahwa
angka itu benar. Limaratus juta lebih sedikit.
Dengan sigap Yanti memasukkan buku tabungan itu ke
dalam sakunya, lalu kembali merapikan surat-surat yang tadi di aduk-aduknya, kemudian
menutup laci itu, sekalian mengunci almari dan mengembalikan kunci di atasnya.
Yanti melenggang keluar dari kamar, masuk kedalam
kamarnya sendiri, dan menyembunyikan buku tabungan itu ke dalam tasnya.
Senandung kecil keluar dari mulutnya, membuat bibik
yang berdiri di tengah pintu tertegun. Suaminya dilarikan ke rumah sakit, dan
sang istri bersenandung begitu riang?
“Bik, kok kamu berdiri disitu?” tegur Yanti tak
senang. Jangan-jangan si bibik melihat saat ia memasukkan buku tabungan itu ke
dalam tasnya. Ah, tidak, pikirnya. Tas di mana dia memasukkan buku itu berada
didepannya, dan ia memunggungi pintu saat memasukkannya. Jadi ia yakin bahwa bibik
tak melihatnya.
“Saya mau bilang, makan malam sudah siap, Bu,” kata
bibik masih dengan wajah muram.
“Oh iya, terima kasih Bik,” katanya riang sambil
mengikuti bibik dari belakang.
Ketika dia duduk dan mulai menyantap makanannya, ia
masih bisa berteriak pada bibik.
“Jangan sedih Bik, dokter pasti akan menyelamatkannya,”
katanya sambil mengunyah makanan sehingga beberapa butir nasi tersembur keluar.
Bibik tak menjawab. Ia masuk ke kamarnya dan
menuliskan pesan untuk Barno. Ia tak mau menelpon, takut sang nyonya
mendengarnya. Ia hanya menuliskan pesan singkat, bahwa pak Winarno ada di rumah
sakit, dan jangan menelpon karena bu Yanti ada di rumah.
Lalu bibik keluar, dan kembali duduk di kursi dapur.
Mulutnya komat kamit melantunkan doa, untuk kesembuhan sang majikan yang baik
hatinya.
***
Malam itu Minar sedang duduk di ruang tengah bersama
suaminya. Ia melihat wajah suaminya tampak murung, dan luka-luka lebam di
wajahnya masih terlihat semakin biru.
“Kok dari tadi diam saja sih Mas?” tanya Minar.
“Nggak apa-apa,” jawab Samadi singkat.
“Memikirkan kerja sama yang gagal?”
“Iya lah, namanya gagal, tentu saja membuat aku
kecewa.”
“Ya sudah, tidak usah dipikirkan, pikirkan saja luka
Mas itu, apa sekarang ke dokter saja? Lihat, pasti itu nyeri sekali.”
“Memang nyeri, dan kepalaku terasa pusing.”
“Ayo ke dokter saja.”
“Nggak mau, kamu kan tahu bahwa aku nggak suka ke
dokter?”
“Tapi kalau sakit kan harus ke dokter juga? Dari tadi
dibiarkan saja, pasti terasa semakin sakit.”
“Ambilkan saja obat penghilang rasa sakit di almari
obat.”
“Dari tadi diobati sendiri.”
“Sudah, jangan banyak bicara. Aku sedang kesal Minar!”
Minar terpaksa berdiri dengan wajah kesal.
Saat itulah ponsel
Samadi berdering. Samadi terkejut. Dari Yanti? Sungguh berani dia
menelpon malam-malam, dan pastinya Minar ada di rumah. Tapi Samadi
mengangkatnya.
“Hallo, ada apa? Ini sudah malam,” tegurnya pelan.
“Saya cuma mau bilang, bahwa saya sudah mendapatkan
uangnya,” suara Yanti dari seberang. Tampaknya saking senangnya dia terburu-buru
mengabari Samadi tentang penemuan angka di buku tabungan suaminya.
“Apa? Begitu cepat?”
“Iya, maaf saya tidak bisa melayani ajakan Bapak.”
“Dari siapa Pak?” kata Minar yang tanpa ba bi bu
langsung merebut ponsel suaminya.
“Minar! Apa sih kamu nih?”
“Oh, dari Yanti? Ada apa menelpon suami aku Yanti?”
tegur Minar dengan nada tak senang.
“Oh, ya ampun Minar, maaf aku tidak bilang sama kamu.
Aku hanya ingin bertanya kepada pak Samadi, berapa sisa hutang aku.”
“Mengapa malam-malam bertanya soal hutang? Apa tidak
bisa besok saja?”
“Soalnya aku harus menghitung-hitung uangku dulu.”
“O, begitu ya? Apa saat ini mas Samad sudah bisa menghitung
uang yang dipinjam Yanti?” tanyanya kemudian kepada suaminya.
“Belum bisa, besok saja, katakan aku sedang pusing,”
kata Samadi kesal. Kesal karena kalau Yanti benar-benar bisa mengembalikan
uangnya, maka ia tak jadi berhasil menikmati si cantik yang membuatnya gemas
sejak lama.
“Tuh, kamu dengar Yanti? Mas Samad belum bisa
menghitungnya sekarang.”
“Ya sudah, baiklah kalau begitu. Besok saja,” kata
Yanti yang kemudian juga buru-buru menutup ponselnya.
“Alasan saja. Jangan-jangan dia mau mengejak kencan
Mas,” gerutu Minar sambil meletakkan ponsel suaminya.
“Kamu ada-ada saja. Bukankah dia bilang mau menanyakan
hutangnya?”
“Aku kok tidak percaya. Mana mungkin dia bisa begitu
cepat mengembalikan uangnya. Penghasilan dari warung saja belum memadai.”
“Ya sudah, mana obat yang aku suruh ambilkan, akan aku
minum sekarang,” kesal Samadi.
Minar memberikan obatnya, dan segelas minuman.
Setelah minum, Samadi segera bangkit dan masuk ke
kamarnya. Minar mengikutinya. Agak kesal juga dia, karena biasanya kalau dia
mencemburuinya, maka dia akan merayunya dengan manis.
Tapi Minar tak mengucapkan apapun. Barangkali karena suaminya
sedang merasakan sakit di tubuhnya sehingga melupakan dirinya.
***
Aryanti masuk ke dalam kamarnya. Hatinya begitu merasa
senang, seakan terlepas dari sebuah jeratan yang akan membuatnya tersiksa.
Dengan uang yang dimilikinya nanti, ia bisa melakukan apa saja. Membayar
hutangnya kepada Samadi berikut bunganya, tanpa perlu melayaninya seperti yang
diinginkan laki-laki itu. Kemudian ie menelpon Ari dengan kegembiraan yang
meluap, untuk meralat permintaannya meminjam uang. Ia harus tampak tidak
seperti pengemis. Ia mampu melakukannya sendiri.
“Ya, Yanti. Tumben malam-malam menelpon?” suara Ari
dari seberang.
“Iya, maaf Ari. Aku hanya ingin mengatakan, bahwa aku
menyesal telah membuat kamu kepikiran,” kata Yanti riang.
“Ini soal apa ya?”
“Tadi kan aku mengatakan sama kamu bahwa aku ingin
meminjam uang.”
“Ya, tapi kan aku sudah mengatakan bahwa_”
“Tidak, tidak … lupakan soal itu, aku menyesal telah
membuat kamu kepikiran soal permintaanku itu. Sekarang aku ingin mengatakan
bahwa aku sudah mendapatkan uangnya, dan tidak perlu merepotkan kamu.”
“Oh, syukurlah, senang mendengarnya. Jadi kamu sudah
mendapatkan uangnya?”
“Ya, suamiku yang memberiku.”
“Oh, akhirnya.”
“Tadinya aku mengira suamiku tidak punya uang lagi.
Tapi setelah tahu bahwa aku membutuhkannya, maka dia bilang bahwa akan
memberiku sejumlah uang.”
“Nah, akhirnya kamu mendapatkan jalan keluar. Aku ikut
senang Yanti.”
“Terima kasih telah menjadi sahabatku yang paling
baik.”
“Apa-apaan kamu ini. Mengapa malam ini kamu sedikit
aneh, dan tampak sangat bergembira?”
“Ya karena aku sudah akan mendapatkan uangnya, Ari.”
“Oh, kamu belum pegang uangnya?”
“Tapi dia sudah menjanjikannya, aku sudah merasa lega,
dan itu pula sebabnya aku merasa sangat gembira malam Ini.”
“Ya sudah, sekarang istirahatlah, besok kita ketemu
dan kamu bisa bercerita lebih banyak.”
“Tentu Ari, bahkan aku janji kalau uangnya sudah
diberikan, maka aku akan mentraktirmu makan apa saja.”
“Waduuh, belum-belum aku sudah merasa senang nih,
dijanjiin traktiran.”
“Iya dong, kamu kan sahabatku. Ya sudah, selamat
malam.”
Aryanti mengakhiri pembicaraan dengan bibir masih
tersenyum senang. Lalu ia sedang mencari akal, bagaimana caranya agar bisa
mengambil uang yang ada didalam bank tersebut. Tadi dia tidak menemukan kartu
ATM, jadi dia harus ke bank, dan memalsu tanda tangan suaminya. Ah ya, ia sudah
hafal tanda tangan suaminya, gampang kok. Ia sudah sering melihatnya. Bahkan di buku tabungan juga tertera tanda tangannya. Lalu ia
keluar, mencari ballpoint dan selembar kertas. Ia mencorat coret di kertas itu,
sampai benar-benar menemukan coretan yang mirip tanda tangan suaminya.
“Hm, bagus. Besok saja aku ke bank. Akan aku ambil
saja dulu sebagian,” gumamnya sambil tersenyum.
Ketika ia menutup pintu depan, ia melihat bayangan
seseorang memasuki pintu samping.
“Siapa?” tegurnya.
“Saya Bu,” jawab orang itu.
“Siapa?”
“Barno Bu.”
“Ngapain malam-malam kamu kemari?”
“Saya … mendengar bahwa bapak sakit. Saya ingin menengoknya.”
“Huh, rupanya bibik sudah mengabari kamu? Ya sudah,
terserah kamu saja,” kata Yanti sambil menutupkan pintunya.
Barno melangkah ke belakang, langsung masuk ke dapur,
karena sudah mengabari simboknya bahwa dia akan datang.
Ketika Yanti mau masuk ke kamarnya, dilihatnya bibik
sedang mendekatinya.
“Bu, saya minta ijin mau ke rumah sakit.”
“O, sama Barno tadi?”
“Iya Bu.”
“Ya sudah, terserah kamu. Orang baru masuk rumah sakit, semuanya jadi heboh,” gumamnya sambil masuk ke dalam kamarnya. Tapi dia tak
banyak bicara karena sebenarnya hatinya sedang senang.
Bibik mengelus dada sambil beranjak ke belakang, lalu
berangkat bersama Barno ke rumah sakit.
***
Hati Barno teriris melihat Sekar sedang duduk di ruang
tunggu sambil menutupi wajahnya. Tangisnya terdengar pelan.
Simbok mendekat dan merangkulnya.
“Non.”
Sekar melepaskan tangannya, terkejut melihat bibik ada
didepannya bersama Barno.
“Bik …” isak Sekar sambil merangkul bibik.
“Sabar ya Non, bapak kan sudah dirawat. Semoga
semuanya berjalan baik. Ini uang yang non titipkan juga bibik bawa.”
“Terima kasih Bik,” katanya sambil menatap Barno.
“Simbok mengabari saya Non, lalu saya memerlukan
datang,” kata Barno menerangkan tanpa ditanya.
“Terima kasih Barno.”
“Saya bawa sepeda motor yang ada di garasi.”
“Tidak apa-apa, itu kan milik kamu.”
“Bagaimana keadaan bapak?”
“Masih di ICU, bapak belum sadar,” jawab Sekar sambil
mengusap air matanya.
“Non harus tenang, dan selalu berdoa. Bapak sudah
mendapat penanganan, dokter akan melakukan yang terbaik.”
“Iya Non, jangan menangis terus, lebih baik berdoa.”
Barno mengulurkan kembali sapu tangan dari saku
bajunya. Sekar menerimanya, dan mengusap wajahnya yang kuyup oleh air mata.
“Saya temani Non, menunggu disini, sama simbok,” kata
Barno sambil duduk di samping non cantiknya.
“Tapi kalau ibu bangun, pasti mencari Bibik.”
“Nanti pagi-pagi sekali bibik pulang dulu. Biar Barno
menemani Non di sini.”
Sekar mengangguk. Hatinya sedikit tenang karena ada
yang ikut memikul beban deritanya.
***
Pagi hari itu Aryanti berangkat sebelum Ari menjemput.
Ia bahkan tidak sarapan walau bibik menyiapkannya di meja makan.
Ia langsung pergi ke bank dengan membawa buku tabungan
suaminya, dan bersiap mencoretkan tanda tangan palsu suaminya, di selembar kertas
pengambilan uang tunai.
“Aku ambil seratus juta saja dulu. Itu cukup dan masih
banyak sisa untuk aku bersenang-senang,” gumamnya sambil menyerahkan kertas bertanda
tangan palsu itu, berikut nominal yang akan diambilnya.
Yanti tersenyum senang karena tampaknya petugas bank
tidak curiga pada tanda tangan palsunya.
Ia tersenyum-senyum ketika petugas bank menatap wajahnya.
Tapi tatapan itu tampak aneh, lalu senyuman itu lenyap tiba-tiba.
***
Besok lagi ya.
***
Yes
ReplyDeleteJuara 1
DeleteAlhamdulillah SJ 17 sdh tayang
DeleteMatur nuwun mbk Tien walaupun masih dlm suasana berduka tp tetep menyempatkan waktu untuk tetap menulis,demi menghibur penggemarnya
Alhamdulillah
ReplyDeleteTerima kasih, Ibu Tien cantiiik... Semoga Ibu sehat terus...
DeleteMatur nuwun, bu Tien.
ReplyDeleteAlhamdulillah yang kita tunggu telah hadir ....…
ReplyDeleteTerima kasih bu Tien, salam SEROJA, sehat selalu dan selalu sehat *TETAP ADUHAI*
Alhamdullilah....SDH tayang matur suwun mbakyu Tien
ReplyDeleteMatur nuwun mbak Tien-ku Sebuah Janji telah tayang.
ReplyDeleteTerimakasih bunda Tien SJ 17 sudah tayang ,ayooo Sekar kamu harus berani menolak ke inginan ibu Yanti ,yang mau menukar kamu dengan hutangnya
ReplyDeleteTrimakasih Bu Tien ...
ReplyDeleteSemoga bu Tien selalu sehat
Alhamdulillah SEBUAH JANJI 17 telah tayang, terima kasih bu Tien salam sehat n bahagia selalu bersama keluarga. Aamiin.
ReplyDeleteUR.T411653L
Alhamdulillah SEBUAH JANJI~17 sudah hadir.. maturnuwun & salam sehat kagem bu Tien 🙏
ReplyDeleteTerima kasih SEBUAH JANJI udah tayang kembali
ReplyDeleteMbsay ku....🥰🥰
DeleteAlhamdulillah Maturnuwun
ReplyDeleteApa mudah ambil uang dari buku tabungan yang bukan miliknya??? Bisa" dianggap pencuri, kalau sial bisa dilaporkan ke polisi.
ReplyDeleteSalam sehat mbak Tien yang selalu ADUHAI.
Mudah mudahan terjadi eyel-eyelan dg petugas bank, mungkin mau menyuap, yang justru makin menyudutkan Yanti.
DeleteHe he he he...mangkel aku.
Benar pa Latief..kemungkinan dia lupa ga bw KTP suaminya..
DeleteSemoga aja KTPnya tdk ketemu krn disimpan suaminya
𝐊𝐚𝐩𝐨𝐤𝐦𝐮 𝐤𝐚𝐩𝐚𝐧 𝐩𝐞𝐠𝐚𝐰𝐚𝐢 𝐛𝐚𝐧𝐤 𝐜𝐮𝐫𝐢𝐠𝐚 ...𝐡𝐞..𝐡𝐞. 𝐒𝐞𝐦𝐨𝐠𝐚 𝐘𝐚𝐧𝐭𝐢 𝐭𝐢𝐝𝐚𝐤 𝐛𝐞𝐫𝐡𝐚𝐬𝐢𝐥 𝐚𝐦𝐛𝐢𝐥 𝐮𝐚𝐧𝐠 𝐭𝐚𝐛𝐮𝐧𝐠𝐚𝐧 𝐬𝐮𝐚𝐦𝐢𝐧𝐲𝐚.
ReplyDelete𝐒𝐚𝐥𝐚𝐦 𝐬𝐞𝐡𝐚𝐭 𝐬𝐞𝐥𝐚𝐥𝐮 𝐁𝐮 𝐓𝐢𝐞𝐧..🙏🙏🙏
Kan sdh di transfr ke sekar pak.
DeleteTrims bu tien, menyempatkn di hari minggu.
ReplyDeleteSebuah Janji yg ditunggu sdh tayang.. terima kasih mbu Tien... sehat trs bersama keluarga....
ReplyDeleteMatur nuwun jeng Tien sehat nggih salam Aduhai
ReplyDeleteBong ,,,obong ,,,obong
Bunda yanik..apa kabar? sehat y bun..
DeleteAlhamdulillah SJ 17 sdh hadir
ReplyDeleteTerima kasih Bu Tien, semoga Ibu sehat dan bahagia selalu.
Aamiin
Salam Aduhai selalu
Alhamdulillah sdh kembali tayang SEBUAH JANJI.
ReplyDeleteMatur nuwun bunda Tien, sehat selalu njih bun dan tetep ADUHAI...
Makadih bunda
ReplyDeleteAlhamdulillah.
ReplyDeleteSyukron nggih Mbak Tien ..Jazaakillah khoiron katsiiron 🌹🌹🌹🌹🌹
Maturnuwun bu Tien 🙏
ReplyDeleteSalam sehat selalu...💪
Salam aduhai ...
Berkah Dalem Gusti 🙏🛐😇
Alhamdulillah SJ 17 sudah hadir...matur nuwun bu Tien
ReplyDeletesalam sehat n salam aduhai
Sehat selalu Bu Tien 💪
ReplyDeleteBerkah Dalem Gusti 🙏🛐😇
Alhamdulillah
ReplyDeleteTerimakasih bu tien *SEBUAH JANJI* sdh kembali mengorbit ..... semoga bu tien selalu sehat2 n senantiasa dlm lindungan Allah SWT .... Aamiin yra
Terima kasih bu tien, yg ditunggu tunggu sdh tayang ...salam sehat bu tien
ReplyDeletealhamdulillah
ReplyDeletePuji syukur ibu Tien tetap sehat, semangat dan produktip, walau belum lama berduka karena berpisah untuk selamanya dgn adinda tercinta, tetap menyajikan SEBUAH JANJI 17 bagi kami para penggandrungnya.
ReplyDeleteRupanya ibu Yanti belum biasa ambil uang di bank sehingga menganggap gampang hanya modal tanda tangan palsu. Kalaupun jadi urusan dgn keamanan semoga membuar Yanti sadar dan menjadi orang yg lebih baik.
Semoga ayah Sekar tabah kuat dlm derita sakitnya dan cepat sembuh.
Monggo ibu, dilanjut aja dalem tetap penasaran.
Matur nuwun, Berkah Dalem.
Alhamdulillah
ReplyDeleteAlhamdulillah, terimakasih bu Tien, Salam sehat dari mBantul
ReplyDeleteBetapa bahagianya Yanti mendapatkan harta karun, di alam pikiran nya seolah running text; lunas lunas lunas, mondar-mandir bahkan ada tempat pariwisata yang terbayang, asesorisnya bakal di update yang enyu enyu yang lagi ngetrend.
ReplyDeleteLha ini kalau bayangannya saja sudah terbang jauh tinggi, ya lupa segalanya, nanti bakalan menggenggam setumpuk uang, yang recehan buat beli sarapan direstoran saja, cari makanan yang enak-enak, hari ini nggak ada hutang lagi.
Ngguya ngguyu déwé kåyå wong gêmblung, petugas bank ngeprint buku tabungan ternyata nggak sesuai harapan, sudah habis di transfer ke rekening lain orang, kok semaput tå, ya enggaklah malah nyusul ke rumah sakit, teriak teriak; yå ditangkap satpam, harusnya dirumah sakit harus tenang ini malah datang datang teriak² kaya orang kesurupan.
ADUHAI kasihan dèh lu.
Terimakasih Bu Tien,
Sebuah janji yang ke tujuh belas sudah tayang,
Sehat sehat selalu doaku, sejahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
🙏
Trims Bu Tien....udah Incang inceng alhamdulilah udah tayang
ReplyDeleteMatur nuwun, bu Tien
ReplyDeleteAlhamdulillah .....
ReplyDeleteYg ditunggu2 sdh muncul.
Matur nuwun bu Tien ...
Semoga sehat selalu....
Tetap semangat
Makasih mbak Tien.
ReplyDeleteSalam sehat selalu
Alhamdulilah sdh tayang..
ReplyDeleteTerimakasih bunda Tien..
Semoga sehat selalu..
Terima kasih mbak Tien...
ReplyDeletebiasanya senin gak tayang, karena biasanya minggu libur tik tik, trima kasih mbak tien sekti
ReplyDeleteTrima ksih bunda SJ 17 nya.. Slmsht sll unk bunda.. 🙏🥰🌹
ReplyDeleteInnalillahi wa innailaihi roji'uun
ReplyDeleteTurut berduka bu Tien atas meninggalnya adik tercinta R. Ayu Agustini M,,
Allahumaghfirlaha waramha fa'afihi wa fu'anha aamiin
Matur nuwun bu Tien untuk SJnya
Salam sehat wal'afiat 🤗🥰
Alhamdulillah, matursuwun bu Tien.
ReplyDeleteSalam sehat selalu
Sabaar ..sambil menunggu MST (monggo siap tayang) di pctk..
ReplyDeleteNgintip dulu Sekar disini sdh hadir blm...
Tambah seru dan tambah penasaran aja bun.. Matur sembah suwun.. Hatur nuhun
Nwn mb Tien sekalipun msh dalam suasana berduka.. msh meluangkan wkt menulis menghibur para pctk. Lemah teles Gusti Allah yg balas kelonggaran mb Tien menghibur kita semua. Aamiin YRA🤲🙏
ReplyDeleteMakasih bu Tien
ReplyDelete