SEBUAH JANJI 13
(Tien Kumalasari)
Sekar meletakkan ponselnya ke atas meja. Wajahnya
muram dan tampak sangat kesal, bahkan matanya kembali berlinang.
“Ada apa?” tanya Barno dengan tatapan prihatin.
“Sangat mengherankan ibu ini.”
“Apa yang mengherankan?”
“Dia menemui temannya, seperti yang dikatakan tadi,
dan sudah ada di sana, Tapi mengapa aku disuruh menjemputnya, sementara dia
bisa memesan taksi online.”
“Iya, kok aneh … biasanya juga naik taksi,” sambung
bibik.
“Tadi alasannya adalah lama menunggu taksi tapi tidak
segera datang, sementara ibu sudah sangat lelah.”
“Tapi tetap saja aneh. Tampaknya non Sekar harus
berhati-hati. Jangan-jangan sebenarnya non Sekar mau dipertemukan dengan
laki-laki yang mau dijodohkan itu,” kata bibik lagi.
Sekar menutup mulutnya.
“Benarkah begitu? Tapi bagaimana aku bisa menolak
kemauan ibu ini? Dia pasti menunggu, karena dia sudah bilang aku harus
menjemputnya. Nah, ini dia sudah mengirim alamatnya,” kata Sekar ketika membuka
ponselnya setelah ada dering kiriman pesan singkat.
Barno meraih ponsel tersebut.
“Wah, ini jauh.”
“Apa yang harus aku lakukan?” Sekar tampak panik.
“Nggak usah dijemput saja Non, paling nanti dia hanya
marah.”
“Aduh, aku takut kalau ibu marah.”
“Begini saja. Non berangkat menjemput, saya kira tidak
apa-apa.”
“Jadi aku tetap harus menjemput ibu?”
“Saya akan mengikuti Non dari belakang. Kalau ada hal
yang membuat Non tidak suka, Non langsung pergi saja. Saya akan ada di dekat
tempat di mana ibu menyuruh Non menjemputnya.”
Bibik mengangguk lega, mendengar Barno ingin mengikuti
non cantiknya.
“Aku kok jadi khawatir mendengar kata-kata bibik tadi.”
“Maaf Non, bibik hanya mengira-ira. Jangan cemas.
Semoga tidak terjadi apa-apa.
Sekar mengangguk, kemudian berganti baju untuk bersiap
berangkat. Ada rasa lega ketika Barno ingin mengawalnya.
“Simbok membuat non Sekar takut,” tegur Barno setelah
Sekar masuk ke kamarnya.
“Simbok tidak bermaksud menakut-nakuti. Kan simbok
bilang ‘jangan-jangan’.”
“Tapi itu membuat Non jadi takut.”
“Ya, maaf, simbok kelepasan bicara.”
“Ya sudah mbok, saya bersiap di depan ya. Semoga tidak
terjadi hal-hal yang mengkhawatirkan.”
“Aamiin. Hati-hati ya Nak.”
***
Ketika bibik mengantarkan teh hangat ke kamar pak
Winarno, dilihatnya majikannya sudah terjaga.
“Kamu bik ?”
“Iya, Pak. Ini tehnya, apa mau diminum sekarang?
Sambil tiduran tidak apa-apa. Saya bawa sedotan ini Pak.”
“Iya, baiklah.”
Bibik membantu pak Winarno meminum teh hangatnya.
“Anakmu masih ada di sini?”
“Mm … masih Pak.”
“Mana Sekar?”
“Non Sekar … sedang menjemput ibu.”
“Menjemput? Tak biasanya dia minta dijemput.”
“Saya juga tidak tahu, tadi telpon non Sekar, minta
dijemput, begitu.”
“Aku kasihan sama Sekar.”
Bibik menatap majikannya, yang menatap ke arah
langit-langit kamar.
“Ibunya terlalu menekan dia.”
Bibik tak menjawab. Itu memang benar. Tapi bibik
sungkan mengomentari. Dia kan hanya pembantu.
“Tapi Sekar itu kan selalu menutupi apa yang
dirasakannya. Aku tahu dia tertekan, tapi pura-pura bahagia.”
Pak Winarno diam sejenak.
“Aku sedih memikirkannya.”
“Bapak jangan sedih. Non Sekar sudah besar. Sudah
dewasa. Kalau Bapak sedih, non Sekar pasti juga akan sedih,” akhirnya bibik
bersuara.
“Apa kamu menyayangi anakku?”
“Mengapa Bapak meragukannya? Saya menyayangi non Sekar seperti anak saya
sendiri.”
“Benarkah?”
“Dengan sepenuh hati saya. Bapak tidak usah khawatir.”
“Terima kasih Bik. Berarti dia tidak kekurangan kasih
sayang.”
“Tentu saja Pak. Kita semua menyayangi non Sekar. Non
Sekar gadis yang baik. Hatinya sungguh mulia, penuh kasih sayang kepada siapa
saja.”
“Dia kebanggaanku. Aku berharap dia akan bisa
melanjutkan kuliahnya.”
“Semoga bisa Pak.”
“Tapi aku tidak lagi punya uang yang cukup untuk itu.
Yanti selalu merasa kurang. Aku hanya mengambil sedikit untuk uang saku.”
Bibik menghela napas prihatin. Ia juga kesal atas
sikap majikannya yang satu itu.
“Keinginan yang baik dan mulia, pasti akan diridhoi
oleh Allah Yang Maha Pengasih.”
“Aamiin,” kata pak Winarno dengan suara gemetar.
“Bapak ingin makan apa? Ada roti pisang kesukaan
Bapak. Tadi non Sekar membelinya.”
“Tidak sekarang bik, nanti saja kalau Sekar sudah
pulang.”
“Baiklah Pak.”
“Barno mana?”
“Barno … “ bibik ragu-ragu mengatakannya. Ia tak ingin
majikannya khawatir, mengapa Barno harus mengawalnya, seperti Sekar benar-benar
dalam bahaya saja.
“Belum pulang kan? Kamu bilang belum pulang.”
“Benar, tadi pamit keluar sebentar, entah kemana dia.
Nanti kalau datang saya suruh ketemu Bapak.”
Pak Winarno mengangguk.
“Ya sudah, tinggalkan saja aku. Jangan lupa Barno
suruh menemui aku sebelum pulang.”
“Baiklah Pak.”
***
“Minar, kamu tidak pulang?” tanya Ari yang bersiap mau
pulang.
“Aku menunggu mas Samad dulu.”
“Lhoh, bukannya mas Samad mau pulang malam?”
“Oh, ya ampuun….”
Minar menepuk jidatnya sendiri karena lupa.
“Aku lupa … ya udah, aku cari taksi dulu.”
“Nggak usah, aku antar aja Minar.”
“Biasanya kamu ngantar Yanti?”
“Yanti udah pulang dari tadi, ada urusan katanya.”
“Oh ya?” jawab Minar tampak tak suka.
“Iya, katanya ada urusan, begitu.”
***
“Aku kok merasa aneh ya. Kenapa kalau Yanti ada
urusan, kebetulan suami aku juga pas ada urusan?”
“Ya ampun, kamu curiga?”
"Iya lah, apa pun … di mana mas Samad ada urusan,
pasti Yanti juga pasti tidak pulang bersama kamu. Yang ada urusan lah, yang apa
lah.”
“Mungkin hanya kebetulan saja. Bukan masalah kan?”
“Kalau memang tidak ada apa-apa, memang bukan masalah.
Tapi kalau ada apa-apa?”
“Minar, sebaiknya tidak mengisi hatimu dengan segala
macam kecurigaan. Yanti juga kan punya suami. Masa sih dia mau macam-macam?”
“Suami kan hanya status. Apa benar dia sungguh-sungguh
setia kepada suaminya? Setia dan menjaga perkawinannya?”
“Maksudku, jangan kamu menyakiti diri kamu dengan rasa
curiga. Sementara semua itu belum tentu benar. Apalagi Yanti kan teman kita juga.”
“Kamu bisa menyalahkan aku, karena kamu tidak tahu
siapa mas Samad.”
“Ayo lah Minar, jangan lagi berpikir yang tidak-tidak.
Aku kira Yanti begitu karena suaminya sakit.”
“Kemarin kamu bilang bahwa sebenarnya nggak sakit.”
“Aku curiga, dia bohong.”
“Mengapa suami sakit bilang enggak?”
“Bisa jadi karena nggak mau merepotkan aku.”
Minar terdiam. Wajah cantik Yanti lah sebenarnya yang
membuat dia khawatir. Bukankah suaminya seorang penggemar wajah cantik? Lagipula
Yanti terlihat sangat akrab dengan suaminya. Begitu juga suaminya, selalu
menampakkan sikap manis di depan Yanti.
“Sudah, ini sudah sampai rumah kamu. Jangan
berpikir yang tidak-tidak,” kata Ari sambil menghentikan mobilnya, sementara
Ari terus saja berlalu.
Minar melangkah ke rumah dengan langkah gontai. Ia
ingin percaya pada suaminya, tapi sikap manis sang suami kepada Yanti sangat
membuatnya tidak senang.
Begitu masuk ke dalam rumah, Minar segera menelpon
suaminya. Semenit lebih dia menunggu, baru ada jawaban, dan tampaknya dengan
nada kesal.
“Ada apa sih Minar?”
“Mas lagi ngapain?”
“Ini lagi ada rapat penting, jangan mengganggu supaya
konsentrasiku tidak buyar.”
Minar menutup ponselnya. Nada suara suaminya tidak
semanis biasanya, seperti setiap kali dia sedang merajuk.
Kesal, Minar mencoba menelpon lagi, tapi ponsel
suaminya sudah mati.
***
Bibik bolak balik melangkah ke depan rumah, tapi
dengan kecewa dia masuk kembali ke belakang. Ia heran Sekar perginya lama
sekali. Apa yang sebenarnya terjadi?
Lalu Bibik menelpon Barno.
Ketika ponsel Barno dibuka, bibik mendengar suara hiruk
pikuk lalu lintas. Tapi Barno menjawab diantara hiruk pikuk itu.
“Ya Mbok? Ada apa? Bapak tidak apa-apa kan?”
“Tidak, simbok menunggu, kok lama sekali non Sekar
perginya?”
“Barno juga sedang menunggu, entah mengapa lama sekali
mereka tidak muncul.”
“Jangan-jangan ibu sudah pulang.”
“Tidak, sepertinya ada, tadi aku melihat sekilas ada
di teras sebuah rumah, lalu masuk bersama non Sekar.”
“Bukankah tadi bilang mau dijemput dan ingin segera
pulang?”
“Entahlah. Coba simbok telpon non Sekar, aku juga
sudah capek menunggu ini mbok.”
“Kenapa bukan kamu saja yang menelpon? Bukankah kamu
sudah tahu berapa nomor telponnya?”
“Jangan aku mbok, sungkan aku. Apalagi kalau nanti ibu
tahu bahwa aku lah yang menelponnya.”
“Baiklah, simbok akan menelponnya.”
Lalu simbok beranjak ke belakang untuk mengambil ponselnya.
Tapi begitu panggilan itu diangkat, ternyata yang
mengangkat adalah Aryanti.
“Ini kamu Bik?”
“Oh, iya Bu, mana Non Sekar?”
“Untuk apa kamu nanya-nanya Sekar?”
“Tadi itu non Sekar kan pamit untuk menjemput Ibu,
tapi kok lama sekali tidak pulang, apalagi Ibu bilang ingin segera pulang.”
“Kamu itu tahu apa? Memang benar tadi Sekar aku suruh
menjemput karena aku kelamaan menunggu taksi, tapi ternyata temanku masih
meminta aku kembali karena ada yang harus dibicarakan.”
“Oh, begitu ya? Apakah Ibu pulangnya masih lama?”
“Bik, kamu itu kan hanya pembantu, jadi tidak berhak
mengurus apa keperluan majikan. Mengerti?”
“Soalnya Bapak kan sedang sakit Bu, jadi_”
“Stop, dan jangan menelpon lagi. Bilang saja pada
Bapak kalau Sekar sedang menjemput ibunya.”
“Tapi_”
Bibik tak sempat mengucapkan apapun, karena Yanti
langsung menutup ponselnya.
Simbok semakin gelisah. Sepertinya ada yang tak beres.
Lalu ia menelpon kembali anaknya.
“Bagaimana Mbok?”
“Sepertinya ada yang tidak beres.”
“Tidak beres kenapa Mbok?”
“Aku menelpon non Sekar, tapi yang menerima adalah bu
Yanti. Dia marah-marah karena aku menanyakan non Sekar.”
“Apa Simbok tidak menanyakan, bukankah tadi ingin
buru-buru pulang?”
“Sudah, jawabnya adalah simbok ini hanya pembantu,
tidak pantas ikut mengurusi majikan, begitu antara lain yang dikatakannya.”
“Ada apa ya?”
“Kamu tidak masuk saja ke dalam dan menanyakannya?”
“Aku menunggu di jalan, tidak tepat di depan rumahnya,
tertutup pohon besar, kalau seandainya ada yang keluar dari sana, tak mungkin
bisa melihat aku.
“Tapi perasaanku nggak enak No.”
“Sebentar Mbok, itu bu Yanti sepertinya sudah keluar.”
“Syukurlah kalau begitu, berarti non Sekar juga segera
keluar. Ya sudah, hati-hati di jalan No.”
“Sebentar mbok … sebentar ….”
“Ada apa No?”
“Itu, bu Yanti ternyata sudah memesan taksi, sekarang
dia naik taksi.”
“Lha non Sekar?”
“Tidak keluar Mbok.”
“Waduh, tidak bisa dibiarkan No, kamu harus mencarinya
ke rumah itu.”
“Baiklah, sekarang, mau tidak mau aku harus masuk,
perasaanku juga tidak enak mbok.”
“Aduuh, iya … cepatlah le.”
Bibik menutup ponselnya, tapi tiba-tiba dilihatnya
sebuah mobil berhenti. Simbok urung masuk kedalam rumah.
“Itu seperti mobil teman ibu yang setiap pagi
menjemput.
Dan memang benar, Ari turun dari mobil dan melangkah
mendekati bibik yang masih berdiri di depan teras.
“Selamat sore Bik.”
“Sore Bu.”
“Bu Yanti ada?”
“Oh, bu Yanti belum pulang.”
“Oh, belum ya. Kemana dia?”
“Saya tidak tahu Bu, semenjak pagi tadi pergi bersama
ibu, sampai sekarang belum pulang juga.”
“Oh, begitu ya. Bagaimana keadaan bapak?”
“Bapak masih sakit Bu.”
“Jadi bapak sakit?”
“Sudah tiga hari ini bapak sakit.”
“Lho, Yanti bilang tidak apa-apa, katanya hanya masuk
angin?”
“Masuk angin bagaimana Bu, sampai dibawa ke dokter
segala sama non Sekar, sekarang juga masih terbaring di kamar.”
“Ya ampun, mengapa Yanti membohongi aku ya. Dan
sekarang malah pergi kemana dia? Padahal pulang dari warung sudah lama, aku
kira sudah sampai di rumah.”
“Belum Bu.”
“Memangnya pak Winarno sakit apa?”
“Beberapa hari yang lalu sempat panas, lalu sesak
napas juga. Sudah dibawa ke dokter, tapi belum kelihatan berkurang sakitnya.”
“Yanti kok begitu ya,” gumam Ari.
“Bu Yanti seperti tidak memikirkan sakitnya bapak, non
Sekar yang kebingungan setiap hari.”
“Baiklah Bik, aku mau pulang dulu. Setelah istirahat
aku mau ke sini lagi, syukur-syukur bu Yanti sudah pulang.”
“Baiklah Bu.”
Ari melangkah pergi dengan penuh tanda tanya.
Bibik yang kebingungan karena belum mendapat kabar
lagi dari Barno, ingin kembali menelponnya. Tapi tiba-tiba sebuah taksi
berhenti. Bibik melihat Yanti turun dari taksi sendirian. Persis seperti yang
dikatakan Barno, bahwa bu Yanti pulang sendiri dengan naik taksi. Tapi bibik
pura-pura tidak tahu.
“Mengapa kamu berdiri di situ?” tegur Yanti tak
senang.
“Barusan ada tamu.”
“Tamu siapa?”
“Teman Ibu yang sering menjemput Ibu kalau pagi.”
“Oh, bu Ari? Ngomong apa dia?”
“Tidak ngomong apa-apa, hanya menanyakan Ibu, saya
jawab kalau belum pulang.”
Yanti terus masuk ke dalam rumah.
“Bu, non Sekar mana?”
Yanti menghentikan langkahnya.
“Bukankah tadi menjemput ibu?”
“Tadi sudah aku suruh pulang lebih dulu karena kamu
menelpon dia. Apa belum sampai?”
Simbok tertegun. Wajahnya mendadak pucat pasi.
***
Besok lagi ya.
Hooreee....
ReplyDeleteAlhamdulillah....walaupun mbk Tien posisi di Batu,Malang tetep tayang,Matur nuwun mbk Tien
DeleteTerima kasih Mbak Tien, meski posisi di Malang, tetap tayang. Sampai ketemu di Malang Mbak ku sayang.
DeleteBesuk berrangkat jam brp mb?
DeleteAlhamdulillah SEBUAH JANJI 13 telah tayang, terima kasih bu Tien salam sehat n bahagia selalu bersama keluarga. Aamiin.
ReplyDeleteUR.T411653L
Alhamdulillah sudah tayang....sehat selalu Bu Tien
ReplyDeleteLho ya Non Cantiknya hadir...😍
ReplyDeleteMatur nuwun bunda Tien..🙏
Ibu aini bener2 jogo gawang hehehe
ReplyDeleteIya Pak....
DeleteAduh, ceritanya seru....
ReplyDeleteTerima kasih mbak Tien...
matur nuwun bu Tien ...
ReplyDeleteMatur nuwun nu Tien SJ13 sudah tayang...salam Aduhai
ReplyDeletealhamdulilah sdh tayang
ReplyDeleteYang ditunggu² sudah hadir. Matur nuwun sanget Bu Tien....
ReplyDeleteAlhamdulillah sudah tayang....
ReplyDeleteMatur nuwun bunda Tien cantik.
Sehat selalu Buncan 😘❤😘❤😘❤
Alhamdulillah sdh tayang ... trimakasih bu Tien ... semoga seldlu sehat
ReplyDeleteMudah²an bu tien buat adegan aduhai, samad kena bogem barno. Bug bag bug ...
ReplyDeletetp deg degan juga ini... krn ibu tirinya sdh lama pulang naik taxi..
Deletemenyerahkan Sekar sendirian dg kucing garong.. tega sekali
Semoga Barno bs menyelamatkan Sekar..
Alhamdulillah SEBUAH JANJI~13 sudah hadir.. maturnuwun & salam sehat kagem bu Tien 🙏
ReplyDeleteAlhamdulillah, matursuwun bu Tien SJ 13 sdh tayang, semoga sehat selalu. Aamiin
ReplyDeleteMatur nuwun mbak Tien-ku Sebuah Janji telah tayang.
ReplyDeleteJadi berdebar ni jantung, dibawa kemana non yang baik.
Tunggu besok lagi ya...
Salam sehat mbak Tien yang selalu ADUHAI.
Alhamdulillah Maturnuwun
ReplyDeleteAlhamdulillah..
ReplyDeleteBacanya di kereta menuju Malang in Sya Alloh
Terima kasih nggih Mbak Tien 🌷🌷🌷🌷🌷
Alhamdulillah
ReplyDeleteMatur nuwun bu Tien
Semoga sehat selalu
Matur nuwun, bu Tien
ReplyDeleteNih seru, mulai menggiring kemana dia mau, kelihatan Tante lega setelah merampas hape Sekar, switch off.
ReplyDeleteSekar terlalu takut sama Tante Yanti, biasa ajaran moyang, kualat kalau berani sama orang tua.
Nah lho, ketuk pintu kapten muslihat yang nampak ditanya mana Sekar, mungkir dia nerobos masuk terdengar suara sesenggukan.
Nah benar kata simbok, kali ini nggak takut dicubit simbok yang bukan maen sakitnya, Barno pede aja karena iramanya sama kawatir,
simbok dan Barno.
Pakai berantem nggak ya, asyik kalau pakai berantem kaya suporter bola, Barno pasti yang disalahin kalau sampai kalah dia kan penjaga gawang,
Tante Yanti sewot ngedenger pertanyaan simbok, karena Sekar menjemput Yanti tapi kok pulang sendiri, terus Sekar nggak pulang².
Nah tuh Sekar sudah sampai rumah, datang sama Barno pas Ari sudah ada disana ketemuan sama Yanti, heboh donk, iya biasalah emak² ngerumpi jadi Ari tahu Yanti bohong dan sadis sama suami dan anak tiri nya, apa yang diimpikan dari Yanti.
Kerèn nya lagi kalau Barno berani langsung laporan pandangan mata didepan Ari; sang Tante Yanti mengurung Sekar dengan orang setengah baya di sebuah rumah.
Gempa bumi dah, tapi Winarno kan sakit.
Ah kurang seru, nanti aja di take berikutnya, ini bagian mua sudah siap belum; biar kelihatan pahlawan, muka Barno dikasih warna biru biru disana sini.
Biar kelihatan heboh.
ADUHAI
Mantap deh dihati Sekar, ini nich pahlawan hatiku.
Terimakasih Bu Tien,
Sebuah janji yang ke tiga belas sudah tayang,
Sehat sehat selalu doaku,
Sejahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
🙏
Ya Alloh selamatkan lah Sekar semoga TDK terjadi apa2.....trims Bu tien
ReplyDeleteSemoga Yanti selamat.
ReplyDeleteMakasih mba Tien.
Salam sehat selalu
alhamdulillah.... Terima kasih Bu Tien.
ReplyDeleteAlhamdulillah Sebuah Janji Eps 13 sudah tayang.
ReplyDeleteMatur nuwun mbak Tien dan salam sehat.
Semoga mbak Tien selalu dalam lindungan Allah SWT. Aamiin Aamiin YRA
Alhamdullilah ahkirnya tayang jg SJ 13..trima ksih bunda.. Slmsht sll🙏🥰🌹
ReplyDeleteAduuuuh! Apakah yang terjadi padamu sekar?
ReplyDeleteAduh di kasih u bayar ke pak Samadi ..dasar ibu tiri sinting..di talak aja oleh bpk Sekar ..sinting..hahahah Makasih Bu Tien Gemes
ReplyDeleteBelum nongol SJ-14 ya?
ReplyDeleteMudah²an mbak Tien sehat-sehat saja
Sambil menunggu Bu Tien pulang dari batu mari kita doakan semoga bu Tien selalu dalam keadaan sehat walafiat dan dalam lindungan Allah SWT...Aamiin YRA. Insyaallah Sekar pasti selamat kan ada Barno..
ReplyDeleteAmin.....
Deletesemoga Bu Tien sehat selalu....
sekar jg aman...ada Barno
Menunggu dari tadi malam
ReplyDeleteTerimakasih Bunda Tien cerbung SJ 13 dah tayang dan semakin seruuuuu
ReplyDeletesehat-sehat selalu Bun....🙏🥰🌹
Esje 14 ditunggu
ReplyDeleteNgrapel...14 + 15....
ReplyDelete😂
Met malam bu tien , semoga bu tien sehat sehat ya bun... salam ...
ReplyDeleteSelamat malam semua, bunda Tien masih capai, sampai jumpa hari Senin.
ReplyDeleteAlhamdulilah.. serasa mimpi sy bs bertemu & bersapa dg sang idola kita bunda Tien Kumalasari.. dlm acr Jumpa Fans WAG pctk.. yg mepersatukan para penggemar cerbung bu Tien Kumalasari menjadi suatu komunitas yg berbeda suku, pendidikan, agama, umur dll
ReplyDeleteTerimakasih bunda Tien. sdh .berkenan hadir di JF ke 3 di Batu-Malang 26-27 Agustus 2022 dan memberikan kuis utk para penggemarnya sambil wisata alam.. Serrruuu ..
Mohon izin ya pa Hadi Sujarwo.. utk share kesan" yg bp ungkapkan di WAG pctk di blog bunda Tien..
ReplyDelete*Kesan dan kenangan Jumpa Fans 3 PCTK -* *Batu, Malang 26 - 27 Agustus 2022*
*Luwar biasa*
Luar biasa, ini suatu keunikan yang luar biasa.
Sebuah pertemanan yang direkatkan oleh karena suatu hobby yang sama. Karena memiliki idola yang sama.
Dimulai dengan canda dan tawa, melepaskan rasa lelah dan kejenuhan akibat rutinitas se hari². Lambat laun rasa kebersamaan saling bertaut. Walaupun ber beda², namun merasa menjadi satu dan menghapus perbedaan yang sifatnya duniawi.
Yang senada dan seirama semakin terekat, yang memiliki perbedaan dan bisa jadi merasa berbeda mengeleminasikan diri.
Suatu pertemanan yang terasa unik karena masing² individu saling tidak mengenal satu sama lain sebelumnya, tidak mengetahui latar belakang kehidupan serta semua yang melekat besertanya.
Namun disaat pertemuan itu tiba, seakan terasa perjumpaan para sahabat lama yang sekian lama tak bersua.
Luar biasa ....hanya itu satu kata yang mampu terucap dengan seribu arti dan makna.
Kita seakan berada dalam lingkaran cakrawala penuh makna.
Terasa terekat bagaikan saudara. Semua perbedaan terabaikan, lebur dalam satu komunitas baru. Komunitas yang berangkat dari hobby membaca yang sama.
Ternyata mampu terekat erat bagai saudara, sesuai dengan tema dan jargon kita semua *SÊDULURAN SAKLAWASÉ*
Semoga pertemanan ini membawa kehangatan dan manfaat dalam menghabiskan sisa usia yang tidak selamanya kita hidup didunia fana.
Sekaligus apreasi dan ucapan terima kasih atas pelayanan para saudara dari Malang, yang telah mencurahkan waktu, tenaga, pikiran dan segalanya, demi terselenggaranya pertemuan luar biasa ini.
Hanya Yang Maha Kuasa yang bisa membalas semua kebaikan ini.
Tak lupa juga kami ucapkan selamat atas julukan baru untuk saudara kita mbak Lina Pratikni yang mendapat gelar baru *Lini O A* yang siap meng obong acara . ..🤪🤪🤪🤭
Nuwun 🙏
***
Batu, 27 Agustus 2022.
🙏🙏
This comment has been removed by the author.
ReplyDeleteBu Tien kenapa ya.... semoga sehat2 selalu. Aamiin yra
ReplyDeleteAamiin.. bunda Tien kemarin sehat" bugar dan tetap ceria.. ada bersama kami di acara Jumpa Fans WAG PCTK (penggemar cerbung Tien Kumalasari) di Batu-Malang 26-27 Agustus 2022
DeleteBoleh ngga gabung wag pctk
DeleteAyo mbak Iswatun Purwanto, kirim data ke mb. Nur 'aini , ditunggu.
ReplyDeleteNomor: 082116677789.
DeleteKalo boleh saya juga mau bergabung ke WAG pctk
ReplyDeleteBoleh monggo ke No WA 082116677789
DeleteTidak ketemu 3 hari dengan neng Sekar, sdh kangen berat hik 🤭
ReplyDelete