BUKAN MILIKKU
39
(Tien Kumalasari)
Retno dan Sapto serentak menatap Wahyudi, yang berdiri
agak jauh.
“Mas Yudi?” sapa Sapto sambil berdiri dan menjabat tangan
Wahyudi dengan hangat.
“Aku ingin agar anakku segera kembali. Kasihan dia,
kami harus berkorban, itu satu-satunya jalan.” Isak Retno.
“Tidak perlu, Qila sudah kembali.”
Keduanya menatap Wahyudi tak berkedip.
“Mas Yudi, tidak bercanda kan?” tanya Sapto sambil
memegangi kedua lengan Wahyudi.
“Saya bersungguh-sungguh. Saya menemukannya dan membawanya
kembali ke rumah sakit ini.”
“Qila, anakku … sudah kembali? Aku mau melihatnya,”
pekik Retno sambil bangkit.
“Jangan Retno. Lihat, nanti infus kamu terlepas lagi,”
tegur Sapto.
“Tapi aku ingin melihat anakku. Apa itu benar?”
“Percayalah, itu benar. Dan kamu harus tenang.”
“Ya Allah … terima kasih …” dan Retno kembali
menangis, kali ini tangis penuh rasa syukur.
“Apakah dia sehat?” tanya Sapto sambil menarik lengan
Wahyudi, diajaknya duduk di sofa.”
“Dia dalam perawatan. Tadi agak kurang sehat.”
“Tentu saja, dia lahir prematur, bagaimana mungkin
dibawa sampai dua hari dan pasti tanpa pengaman apapun?” kata Retno agak keras,
sambil mengusap air matanya.
“Kamu harus tenang, dia sudah dirawat dengan baik.
Tadi badannya panas, tapi ketika aku mau kemari, keadaannya sudah membaik. Aku
mengabari ini juga menunggu dulu bagaimana keadaannya, supaya kamu dan mas
Sapto tidak terlalu khawatir,” kata Wahyudi menerangkan.
“Baiklah, bagaimana ceritanya nih. Aduh, bahagia
banget mendengarnya,” kata Sapto sumringah. Wahyudi menatapnya lekat-lekat.
Pria tampan ini jauh bedanya saat ketemu pertama kalinya di bandara waktu itu.
Matanya tetap saja tajam tapi tampak teduh. Ia juga bisa tersenyum dengan
ramah.
“Tunggu, aku juga ingin tahu ceritanya,” tiba-tiba Budi
sudah ada di dalam ruangan itu, dan langsung duduk diantara mereka sambil
meletakkan tas bawaannya yang berisi baju-baju ganti Sapto.
“Ya ampun, nih orang ngagetin saja,” tegur Sapto.
“Ini gara-gara Wuri kecelakaan,” kata Wahyudi membuka
ceritanya.
“Oh iya, bagaimana Wuri?” tanya Sapto menahan sejenak
keingin tahuannya tentang penemuan anaknya.
“Dia harus dirawat. Kakinya patah, atau retak, besok
baru ada pemeriksaan yang lengkap.”
“Semoga dia baik-baik saja.”
“Baiklah, gara-gara Wuri kecelakaan itu, saya melihat
wanita penculik yang sebelumnya saya sudah mengenalinya,” kata Wahyudi
melanjutkan ceritanya.
Lalu dia bercerita dari awal Qila yang harus dibawa ke
rumah sakit lebih besar karena kesehatannya, sampai dia melaporkannya kepada
polisi.
Retno yang masih berbaring mendengarkannya dengan
seksama. Air matanya bercucuran, penuh rasa syukur. Ia agak terkejut ketika
Budi mengatakan bahwa Kori sudah ditangkap polisi.
“Sudah aku duga, Kori melakukannya,” geram Sapto.
“Aku ingin melihat anakku,” kata Retno pelan.
“Nanti aku bicara sama dokter. Kalau memang boleh, aku
akan mengantarmu melihatnya,” hibur Sapto.
Begitu selesai bercerita, Sapto pamit untuk mandi dan
berganti pakaian, sementara Budi segera mengingatkan Wahyudi, bahwa Wuri pasti
menunggunya.
“Aduh, sampai lupa mas, aku juga belum mengabari
ibunya,” kata Wahyudi yang segera beranjak berdiri lalu mendekati Retno untuk
berpamitan.
“Retno, aku meninggalkan Wuri tanpa mengatakan apa-apa
tadi, jadi aku pamit dulu ya.”
“Mas, aku sangat berterima kasih pada Mas, yang telah
berbuat banyak untuk hidupku, sementara aku pernah melukai Mas,” lirih Retno.
“Lupakan saja. Aku bahagia kalau kamu juga bahagia.”
“Semoga Mas segera mendapatkan ganti yang lebih baik
dari aku.”
“Terima kasih Retno. Aku hanya ingin kamu bahagia,
walau kamu bukan milikku,” lirih Wahyudi.
Wahyudi bergegas keluar dari ruangan itu, dan sekuat tenaga
menahan seluruh perasaan yang sulit diungkapkan. Ada sedih, ada haru, ada luka
yang belum tersembuhkan.
Wahyudi berhenti melangkah, ketika mendengar seseorang
memanggilnya.
“Tunggu, mas Yudi,” kata Sapto yang setengah berlari
mengejarnya.
“Ya? Tadi sudah masuk kamar mandi kan?"
“Saya mau minta maaf.”
“Untuk apa Mas?”
“Saya tahu mas Yudi dulunya adalah pacar Retno.”
“Ah, itu kan masa lalu, lupakan saja.”
“Mungkin ini bukan saat yang tepat untuk bicara, tapi
saya tak tahan lagi untuk tidak mengucapkannya.”
“Tidak usah menengok ke masa lalu, hiduplah
berdampingan dengan penuh bahagia. Aku juga akan bahagia untuk kalian.”
“Saya melakukan banyak kesalahan. Menikah tanpa cinta
hanya untuk menuntut dilahirkannya seorang anak bagi keluarga saya. Terlebih
ayah saya yang ingin menyenangkan Kori dengan upaya itu. Tapi dengan
berjalannya waktu, saya kemudian menyayangi dia. Kebaikannya, kelembutannya,
meluruhkan hati saya yang keras bagai batu. Saya sangat mencintainya,” katanya
panjang lebar.
Wahyudi merasa teriris. Walau bagaimanapun, ia masih
mencintai Retno.
“Retno bukan lagi milikku,” katanya dalam hati.
“Apakah Mas Yudi membenci saya?”
“Tidak, tentu saja tidak. Bukankah orang yang membenci
kelihatan dari sikapnya?”
“Benar, saya melihat, Mas Yudi sangat berbesar hati,
rela berkorban untuk anak saya dan tentunya juga isteri saya. Saya ingin
bersimpuh untuk mengucapkan rasa terima kasih saya,” katanya
bersungguh-sungguh.
“Ya Tuhan.”
Wahyudi memeluk Sapto. Itupun dengan segenap rasa
tulus.
“Mengapa Mas Sapto bersikap begini? Saya melakukannya
karena saya manusia. Siapapun akan melakukan hal yang sama kalau melihat situasi
seperti itu.”
“Saya merasa bersalah. Saya merasa kecil di hadapan
Mas Yudi. Saya berpikir, apakah mas Yudi masih mencintai Retno? Kalau ….”
“Sudah … sudah. Bukankah tadi mas Sapto bicara ingin
mandi? Kembalilah kesana dan segera
mandi biar segar di hadapan isteri,” kata Wahyudi sambil menepuk bahu Sapto.
“Sampaikan salam dan doa saya untuk Wuri,” kata Sapto
sambil berlinang air mata.
“Jaga Retno dan berbahagialah selamanya,” kata Wahyudi
sambil berlalu.
Sapto menatap punggung Wahyudi dengan perasaan
mengharu biru. Lalu tiba-tiba ia teringat mimpinya beberapa pekan yang lalu,
tentang seorang laki-laki yang memberikan gadis kecil berkepang dua
kepadanya, dan dia seperti mengenali wajahnya. Wahyudi, itulah laki-laki itu.
“Ya, benar dia, laki-laki dalam mimpiku. Gadis kecil
itu Qila?” gumamnya lalu membalikkan tubuhnya dan berlari ke arah ruangan bayi,
dimana Qila dirawat.
Qila berada di dalam sebuah ruangan khusus, dia tak
bisa mendekat, tapi bisa melihatnya. Bayi kecil itu tertidur pulas dan tampak
nyaman, lalu wajah gadis berkepang dua itu kembali terbayang.
“Kelak kalau rambutmu sudah tumbuh panjang, aku akan
meminta agar ibumu mengepangnya menjadi dua,” bisiknya sambil tersenyum.
***
“Mas Sapto dari mana? Tadi bilang mau mandi.” Kata Budi
menegur Sapto ketika Sapto baru saja masuk.
“Bicara sebentar sama mas Yudi. Lalu melihat Qila. Sekarang
aku mau mandi.”
“Mas Yudi melihat Qila?”
“Iya, sebentar. Tidak boleh masuk, dia ada disebuah
ruangan, sendiri.”
“Kasihan, bagaimana keadaannya?”
“Sedang tidur nyenyak sekali. Wajahnya berseri
kemerahan, cantik seperti kamu.”
“Aku mau melihatnya,” rengek Retno.
“Baiklah, aku mandi dulu, nanti aku temui dokternya
dulu,” katanya sambil beranjak ke kamar mandi.
“Mbak Retno sekarang tidurlah, kok malah nggak tidur?”
tegur Budi.
“Aku ingin melihat Qila. Mas Sapto
curang, mengapa melihatnya sendiri,” sungut Retno.
“Nanti kalau Mas Sapto sudah selesai mandi, biar minta
ijin dokter, barangkali Mbak Retno sudah boleh bangun.”
“Padahal aku sudah merasa kuat.”
“Iya, aku percaya. Setelah mendengar bahwa Qila sudah ketemu,
Mbak Retno pasti langsung merasa kuat dan sehat. Tuh, wajahnya juga sudah
berseri-seri dan tidak pucat.”
“Benarkah?” kata Retno sambil tersenyum.
“Iya, mungkin dalam sehari dua hari Mbak Retno sudah
boleh pulang.”
“Tidak, aku tidak mau pulang sendiri, aku mau menunggu
Qila sembuh dan boleh dibawa pulang.”
“Baiklah, itu bisa diatur kan. Setelah ini aku mau
pamit dulu ya.”
“Mau pulang?”
“Ada yang harus aku lakukan.”
“Kalau memang perlu, pulang saja sana, aku tidak
apa-apa kok sendirian. Sebentar lagi mas Sapto pasti sudah selesai.”
“Baiklah kalau begitu, aku pamit dulu ya.”
***
“Mas Yudi gimana sih… lama sekali baru kembali, aku
sedih nih kakiku nyeri sekali,” kata Wuri ketika Wahyudi datang.
“Maaf Wuri.”
“Maaf … maaf … tak ada maaf bagimu !” kata Wuri kesal.
“Hei, jangan marah-marah dong, nanti tambah sakit lho.”
“Sudah tahu aku sakit, ditinggalin begitu lama. Aku
pulang saja kalau begitu.”
Wahyudi tertawa.
“Kan aku sudah minta maaf.”
“Kan tak ada maaf bagimu?”
“Itu kan lagu … “
“Jahat Mas Yudi, jahat.”
“Waduh, jangan dong. Masa sih kakaknya sendiri dibilang
jahat?”
“Habis … sudah tahu aku kesakitan dibiarkan sendirian.”
“Maaf. Dengar, jangan marah dulu. Aku lama
meninggalkan kamu karena aku menemukan Qila.”
“Qila ketemu?” teriak Wuri.
“Ssst, kamu kok teriak sih? Tuh, mbak perawat sampai
menoleh kemari.”
“Itu benar, Qila ketemu?” tanyanya agak pelan.
“Ketika itu aku keluar dari sini kan, nah di depan
ruang UGD aku melihat wanita mencurigakan yang kita lihat disana, pas kita mau
bezoek Retno itu.”
“Oh, dia ada disini?”
“Qila sakit dan dia membawanya kemari.”
“Terus … terus …?”
Lalu Wahyudi menceritakan semuanya dengan gamblang,
membuat Wuri melupakan sejenak rasa sakitnya. Matanya berbinar, merasa ikut senang.
“Syukurlah Mas, aku ikut senang. Pasti Mbak Retno
sudah nggak sedih lagi kan?”
“Iya benar.”
“Tapi kalau dipikir-pikir, ketemunya Qila itu, kenapa
harus aku kecelakaan dulu ya Mas. Coba enggak, kita nggak akan datang kemari,
dan tak bakal melihat wanita penjahat itu, yang ternyata suruhan Kori.”
“Yah, iya juga ya. Kamu lah yang jadi perantara
ketemunya Qila. Allah mengatur segalanya dengan baik."
“Kalau begitu aku tidak menyesal deh. Aku ditabrak
orang, tapi Qila bisa ketemu. Tapi aduuh, sakitnya terasa lagi nih mas,” kata
Wuri sambil meringis.
“Sabar ya, nanti aku bilang sama dokter biar diberi
obat pengurang rasa sakit.”
“Tapi apakah Mas sudah mengabari Ibu?”
“Belum, aku tidak berani mengatakannya dalam telepon,
aku mau pulang saja, lalu mengajak ibumu langsung kemari dengan naik taksi.”
“Tidak usah Mas, ini Bu Mantri sudah disini.”
“Wuri dan Wahyudi terkejut, dilihatnya Budi datang
dengan mengajak serta bu Mantri, ibunya Wuri.
“Ibuuu ?” rengek Wuri.
Bu Mantri segera menubruk anaknya.
“Kamu itu kenapa? Kan Ibu sudah bilang, kalau naik
motor jangan ngebut?” tegur bu Mantri sambil memeluk anaknya.
“Wuri tuh nggak ngebut Bu, penabrak itu yang ngebut.
Habis nabrak terus kabur.”
“Ya ampuun, ini kakimu juga kenapa?”
“Tidak apa-apa Bu, besok mau di rontgen dulu. Ibu
jangan khawatir,” kata Wuri sambil menahan sakit, untuk menjaga agar ibunya
tidak khawatir.
“Untunglah nak Budi datang menjemput Ibu.”
“Saya baru mau berangkat menjemput, ternyata sudah
keduluan mas Budi,” kata Yudi sambil menoleh ke arah Budi yang senyum-senyum
sendiri melihat ulah Wuri, yang tadi banyak mengeluh, sekarang didepan ibunya
bersikap seakan tidak merasakan apa-apa.
“Bu, siapa yang besok belanja untuk Ibu?”
“Sudah, jangan memikirkan Ibu. Besok Ibu nggak jualan
dulu, nungguin kamu di sini.”
“Saya mau ketemu perawat dulu, biar disampaikan sama
dokternya, agar diberi obat pengurang rasa sakit,” kata Wahyudi pelan kepada
Budi.
“Baiklah Mas. Setelah ini saya mau pulang dulu. Tadi
Ibu menelpon, bahwa beliau ingin menjenguk mbak Retno dan cucunya.”
“Oh, ya sudah Mas, sebaiknya Mas pulang saja dulu. Ibunya
Wuri kan sudah ada di sini?”
***
Sesampai Budi di rumah, bu Siswanto sudah menunggu.
“Ibu mau ke rumah sakit sekarang?” tanya Budi.
“Iya, Ibu ingin melihat Retno, dan juga cucu Ibu.”
“Tapi Budi mau makan dulu ya Bu, dari pagi belum makan
nih,” kata Budi sambil memegangi perutnya.
“Ya ampun nak, mengapa tadi tidak makan dulu?”
“Nggak kepikiran makan Bu, macam-macam yang harus
diselesaikan,” kata Budiono sambil beranjak ke belakang.
“Yu Asiiiih, aku mau makan Yu,” teriak Budi dari arah
ruang makan.
Bu Siswanto geleng-geleng kepala.
“Ibu mau kemana?” tanya pak Siswanto yang baru keluar
dari kamar.
“Bapak sudah bangun?”
“Tadi kepala pusing sekali, sekarang sudah agak
mendingan. Kamu mau ke rumah sakit?”
“Iya, tadi hampir saja Ibu naik taksi karena nggak
sabar nungguin Budi.”
“Aku ikut ya.”
Bu Siswanto menatap suaminya.
“Benarkah Bapak mau ikut ke rumah sakit?”
“Sejak lahir aku belum pernah melihat Qila. Aku juga
ingin melihat menantuku.”
“Menantu Bapak yang di dalam tahanan?”
“Tidak Bu, menantuku sekarang adalah Retno.”
“Syukur alhamdulillah. Ibu senang Bapak mau mengakui
Retno sebagai menantu.”
“Tentu saja Bu, dia kan isteri sah Sapto?”
“Bukankah Bapak ingin agar mereka bercerai?”
“Tidak, aku salah menilai menantu-menantuku. Aku harus
minta maaf pada Retno.”
“Bagaimana dengan Kori?”
“Aku tidak mengira dia sejahat itu. Aku pikir dia
benar-benar membutuhkan seorang anak dan aku ingin memenuhinya, ternyata dia
tidak menginginkannya, malah melakukan hal jahat yang hampir merenggut nyawa
bayi tak berdosa itu. Aku salah … aku salah ….”
“Ya sudah, orang yang bisa mengakui kesalahannya
adalah orang yang berjiwa besar. Sekarang bapak ganti pakaian dulu, lalu kita
sama-sama pergi ke rumah sakit.”
“Mana Budi?”
“Baru makan. Tadi bilang lapar karena seharian belum
makan.”
“Ya sudah, biarkan dia makan dulu.”
Tapi tiba-tiba ponsel pak Siswanto berdering.
***
Besok lagi ya
Alhamdulillah
ReplyDeleteAlhamdulillah BeeM-39 sdh tayang, senajan rada mundur sithik.
DeleteTerima kasih bu Tien, salam sehat rohani & jasmani dan tetap menghibur kami semua. Salam ADUHAI dari mBandung.
Kok cuma pendamping kie piye om Kakek? Bu Tien, jangan the end dulu ya?
DeleteAlhamdulillah BM 39 tayang
ReplyDeleteBgmn kelanjutan antara Kartomo..Semi dan Kori
Yuk kita ikutin ceritanya
Mksh bunda Tien yg jelas ttp ADUHAI
Horeeee👏👏👏
kalau ngebet pengen tau kartomo semi dan kori, minta bunda tien tayangin bm 40 sekarang juga 🤣
DeleteSusi ketinggalan bunda...
DeleteMau masuk susah sekali..😭😭
Salam sehat bu tien
DeleteSy sangat sangat menyukai cerbung bu tien ❤👉🍯😘
OK
ReplyDeleteSehat kan mas, koq cuma ok. Biasane nggedabrus. Dukani bu tien mengko yen mung sithik nulise. 😃
DeleteHé hé hé hé
DeleteIya Ya pak Siswanto pasti di interogasi juga, apa benar atas kemauan Siswanto; mendapatkan bayi Retno untuk Kori, dan memberikan bayi itu pada Kori, kemudian Retno dicerai Sapto.
DeleteRombongan tonilnya Kori kan melakukan ini karena ingin mensukseskan angan sang boos.
Tuh kan..
Wuah Iki mikiré jian bayi padaké kuthuk, baboné di umbar.
Kasihan Wahyudi, kembali dapat pesaing lagi, bisa jadi jokolot(Joko kolot alias bujang lapuk), pesaingnya lebih muda cakep gesit lagi.
Wahyudi jadi pamomong sedjati nich, hé hé hé hé.
Bu Siswanto juga biså melèdèk mau menengok mantu yang jadi tahanan polisi?
Asik perubahan ada pada sikap Sapto yang kini lebih supel, tidak kaku lagi akan membuatnya lebih wajar dan berwibawa dalam memegang kendali perusahaan warisan dari orang tuanya.
Bu Kartomo yang belum tampak kelihatan menunggu di ruang rawat Retno.
Mengirim makanan buat mas bojo ndéan. Kayané
Terimakasih Bu Tien,
Bukan milikku yang ke tiga puluh sembilan sudah tayang.
Sehat sehatlah selalu doaku,
Sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
🙏🏻
Nah ini baru komen pak Nanang 🤩
DeleteTerimakasih bu Tien. Salam seroja, aduhai.
Hallo Bu Nur Dyah,
DeleteSelalu dalam do'aku semoga kêng garwå enggal ndangan, sembuh seperti sediakala.
🙏🏻
Alhamdulillah
ReplyDeleteMatur nuwun mbak Tien-ku Bukan Milikku sudah tayang
ReplyDeleteMtnuwun mbk Tien....
ReplyDeleteMakasih Bunda
ReplyDeleteAlhamdulillah. Mtr nuwun bunda Tien.
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteBM 39 sdh hadir
Matur nuwun bu Tien
Salam Aduhai
Alhamdulillah udah tayang
ReplyDeleteYerima kasih bunda Tien
Alhamdulilah...suwun bunda Tien...BM 39 dah hadir..
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteMasuk 10 tercepat
Alhamdulillah.... maturnuwun bu
ReplyDeleteAlhamdulillah BM 39 telah tayang, terima kasih bu Tien sehat n bahagia selalu. Aamiin.
ReplyDeleteUR.T411653L
Alhamdulillah, matur nuwun mbak Tien BM Eps 39 sudah hadir menghibur..
ReplyDeleteSalam sehat dan sugeng Shaun Ramadhan
Alhamdulillah, maturnuwun Bu Tien 🙏, smoga sehat beserta keluarga dan tetap ADUHAI
ReplyDeletealhamdulillah🙏
ReplyDeleteTerima kasih Bunda, semoga slalu sehat dan tetap semangat, salam.aduhai dari Pasuruan
ReplyDeleteAlhamdullilah BM 39 sudah bisa d baca....trims bu Tien
ReplyDeleteAlhamdulillah, terima kasih mbak Tien, semakin penasaran saja. Tapi lega karena penjahatnya sudah tertangkap, salam sehat dan bahagia mbak Tien...
ReplyDeleteTrims Bu Tien sudah menghibur
ReplyDeleteSiswanto pasti terlibat, dia kan penyandang dana, langsung maupun tidak langsung. Nah...sang 'lakon' sudah mulai tampak kemenangannya.
ReplyDeleteSalam sehat dari Sragentina mbak Tien yang selalu ADUHAI.
Alhamdulillah BM sdh tayang trm kasih bu Teim sehat dan semangat selalu
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteTerharu.... menghibur sekali... terima kasih....
ReplyDeleteMatur nuwun, bu Tien. Salam ADUHAI
ReplyDeleteTurnuwun Mbak
ReplyDeleteAlhamdulillah.. yg ditunggu sdh tayang, mksh bunda Tien, salam sehat selalu dan aduhaii..
ReplyDeleteAlhamdulilah sdh tayang.
ReplyDeleteQila sdh ketemu dan sekarangbpeesaimgan.yudi dan budi ..salam sehat bu tien
Rasanya mas yudi kalah lagi, terlalu lugu.
DeleteMtnw mbak Tien.. sehat sll
ReplyDeleteMakin seru ya... makin aduhai, salam hangat bwt bwt bu Tien sehat sllu
ReplyDeleteTop markotop Bu cantik..hem.. mantab.. salam sehat selalu Bu cantik Amin YRA 🙏 mr wien
ReplyDeleteAlhamdulillah BM 39 sudah hadir , terimakasih bunda Tien
ReplyDeleteAlhamdulillah...BM 39 dah tayang mksh bu Tien heem rasanya dah plong si Qila cantik ditemukan Wahyudi
ReplyDeleteNi tggl nunggu nasib yu Semi...
Selamat malam bu Tien selamat beristirahat
Salam sehat dan ADUHAI sll
Yudi terlihat iklas demi kebahagiaan Retno, walaupun dia terluka...😭😭😭
ReplyDeleteWuri n Budi .. jika dua hati mereka saling terpaut, bagaimana dengan Wahyudi??😭😭😭
BeeM,, jangan2 sudah nau cuthel?😭😭 semoga sampi lebih dari 100 episode..
Aduhai Bunda salam dari Kuta Bali 🥰🥰🙏🏻
Kalau dalam klrg sdh tdk uring2an jd adem baca,n ngliatnya. P Siswanto sdh tahu mana ug menjadi menantu sesungguhnya... Karena kesabaran. Kelemah lembutan dalam berperilaku dan beetutur kata.
ReplyDeleteMatur nuwun M Tien sabar menanti BM selanjutnya...
.
Terimakasih mbak Tien...
ReplyDeleteTelah tayang BM 39...
Mantep pak Siswanto skrg sadar dg perlakuannya terhadap menantunya yg bernama Retno
Tapi kori berdalih yg mau ngasih anak itu pak Sis , jadi biang keladinya pak Sis, bapak Retno juga berdalih yg berkeras ne maksa Retno cerai itu pak Sis … jadi gimana bu Tien yg ngarang cerita Ini
DeleteHehehehe
Complicated
Pak Sis punya alasan, demi Kori.
DeleteMbak Tien kan yg ngarang, aku ikut2 an nebak arah nya, aku share di group yg semua teman2 Putri, mereka nebak2 terusnya rame jadinya…. Suwun mbak Tien, tiap malam mereka tereakkk : cerbunggg ndi cerbungggg
DeleteNanti ada cerita Wahyudi me cari cinta
ReplyDeleteKlo Retno udah tamat
Alhamdulillah..... Terima kasih Bu Tien, semoga sehat selalu.
ReplyDeleteAlhamdulillah bu Tien ..semua beres ya a jgn selesai dulu bu Tien..sehat selalu ..makasih yaa
ReplyDeleteMatur nuwun bunda Tien..🙏
ReplyDeleteSalam ADUHAI...tetep
Alhamdulillah, matur nuwun bu Tien untuk BMnya 🤗💖
ReplyDeleteSenang nya mereka,,,tp blm tamat 🤭
Salam Sehat wal'afiat semua ya bu Tien
Allhamdulillah yg di tunggu sdh hadir..
ReplyDeleteTerima kasih Bu Tien..
Sehat dan sukses selalu
Salam *ADUHAI*
Alhamdullilah bm 39 sdh hadir..bcnya adem banget..waduuh kayaknya dah mau tamat nih..dan semua sdh ada kebahagian..cm Mksih penasaran dg Yudi.Wuri n budi..sutradara hebat sp lgi klw bkn bunda Tien Kumalasari aduhai banget..salam seroja dri skbmi bundaqu 🙏🙏🥰🥰🌹🌹
ReplyDeleteMaturnuwun bu Tien BM39nya..
ReplyDeleteYg nelp p Sis siapa ya..jgn2 polisi....waduuh..
Bsk lagii..
Salam sehat dan aduhaii bu Tien..🙏🌷
Alhamdulillah BM 39nya sdh tayang. Matur suwun bu Tien
ReplyDeleteADUHAI Salam sehat selalu
Terima kasih mbak Tien...
ReplyDeleteHallow mas2 mbak2 bapak2 ibu2 kakek2 nenek2 ..
ReplyDeleteWignyo, Opa, Kakek Habi, Bambang Soebekti, Anton, Hadi, Pri , Sukarno, Giarto, Gilang, Ngatno, Hartono, Yowa, Tugiman, Dudut Bambang Waspodo, Petir Milenium (wauuw), Djuniarto, Djodhi55, Rinto P. , Yustikno, Dekmarga, Wedeye, Teguh, Dm Tauchidm, Pudji, Garet, Joko Kismantoro, Alumni83 SMPN I Purwantoro, Kang Idih, RAHF Colection, Sofyandi, Sang Yang, Haryanto Pacitan, Pipit Ponorogo, Nurhadi Sragen, Arni Solo, Yeni Klaten, Gati Temanggung, Harto Purwokerto, Eki Tegal dan Nunuk Pekalongan, Budi , Widarno Wijaya, Rewwin, Edison, Hadisyah,
Wo Joyo, Tata Suryo, Mashudi, B. Indriyanto, Nanang, Yoyok, Faried, Andrew Young, Ngatimin, Arif, Eko K, Edi Mulyadi, Rahmat, MbaheKhalel, Aam M, Ipung Kurnia, Yayak, Trex Nenjap, Sujoko, Gunarto, Latif, Samiadi, Alif, Merianto Satyanagara, Rusman, Agoes Eswe, Muhadjir Hadi, Robby, Gundt, Nanung, Roch Hidayat, Yakub Firman, Bambang Pramono, Gondo Prayitno , Zimi Zaenal M. , Alfes, Djoko Bukitinggi, Arinto Cahya Krisna , HerryPur, Djoni August. Gembong. Papa Wisnu, Djoni, Entong Hendrik, Dadung Sulaiman, Wirasaba, Boediono Hatmo, R.E. Rizal Effendy, Tonni, Koko Hermanto, Radieska51, Henrinurcahyo, Subagyo, Bam's, Tjoekherisubiyandono,
Hallow..
ReplyDeleteYustinhar. Peni, Datik Sudiyati, Noor Dwi Tjahyani, Caroline Irawati, Nenek Dirga, Ema, Winarni, Retno P.R., FX.Hartanti, Danar, Widia, Nova, Jumaani, Ummazzfatiq, Mastiurni, Yuyun, Jum, Sul, Umi, Marni, Bunda Nismah, Wia Tiya, Ting Hartinah, Wikardiyanti, Nur Aini, Nani, Ranti, Afifah, Bu In, Damayanti, Dewi, Wida, Rita, Sapti, Dinar, Fifi, Nanik. Herlina, Michele, Wiwid, Meyrha, Ariel, Yacinta, Dewiyana, Trina, Mahmudah, Lies, Rapiningsih, Liliek, Enchi, Iyeng Sri Setyawati , Yulie, Yanthi , Dini Ekanti, Ida, Putri, Bunda Rahma, Neny, Yetty Muslih, Ida, Fitri, Hartiwi DS, Komariah P., Ari Hendra, Tienbardiman, Idayati, Maria, Uti Nani, Noer Nur Hidayati, Weny Soedibyo, Novy Kamardhiani, Erlin, Widya, Puspita Teradita, Purwani Utomo, Giyarni, Yulib, Erna, Anastasia Suryaningsih, Salamah, Roos, Noordiana, Fati Ahmad, Nuril, Bunda Belajar Nulis, Tutiyani, Bulkishani, Lia, Imah P Abidin, Guru2 SMPN 45 Bandung, Yayuk, Sriati Siregar, Guru2 SMPN I Sawahlunto, Roos, Diana Evie, Rista Silalahi, Agustina, Kusumastuti, KG, Elvi Teguh, Yayuk, Surs, Rinjani, ibu2 Nogotirto, kel. Sastroharsoyo, Uti, Sis Hakim, Tita, Farida, Mumtaz Myummy, Gayatri, Sri Handay, Utami, Yanti Damay, Idazu, Imcelda, Triniel, Anie, Tri, Padma Sari, Prim, Dwi Astuti, Febriani, Dyah Tateki, kel. SMP N I Gombong, Lina Tikni, Engkas Kurniasih, Anroost, Wiwiek Suharti, Erlin Yuni Indriyati, Sri Tulasmi, Laksmie, Toko Bunga Kelapa Dua, Utie ZiDan Ara, Prim, Niquee Fauzia, Indriyatidjaelani,
Bunda Wiwien, Agustina339, Yanti, Rantining Lestari, Ismu, Susana Itsuko, Aisya Priansyah, Hestri, Julitta Happy, I'in Maimun, Isti Priyono, Moedjiati Pramono, Novita Dwi S, Werdi Kaboel, Rinta Anastya, r Hastuti, Taty Siti Latifah, Mastini M.Pd. , Jessica Esti, Lina Soemirat, Yuli, Titik, Sridalminingsih, Kharisma, Atiek, Sariyenti, Julitta Happy Tjitarasmi, Ika Widiati, Eko Mulyani, Utami, Sumarni Sigit, Tutus, Neni, Wiwik Wisnu, Suparmia, Yuni Kun, Omang Komari, Hermina, Enny, Lina-Jogya, mbah Put Ika, Eyang Rini ,Handayaningsih, ny. Alian Taptriyani, Dwi Wulansari, Arie Kusumawati, Arie Sumadiyono, Sulasminah , Wahyu Istikhomah, Ferrita Dudiana, SusiHerawati, Lily , Farida Inkiriwang, Wening, Yuka, Sri, Mbah Wi, Si Garet, ibu Wahyu Widyawati, Rini Dwi, Pudya , Indahwdhany, Butut, Oma Michelle, Linurhay, Noeng Nurmadiah, Dwi Wulansari, Winar, Hnur, Umi Iswardono , Yustina Maria Nunuk Sulastri Rahayu Hernadi , Sri Maryani, Bunda Hayu Hanin, Nunuk, Reni, Pudya, Nien, Swissti Buana, Sudarwatisri, Mundjiati Habib, Savero, Ida Yusrida, Nuraida, Nanung, Arin Javania. Ninik Arsini, Neni , Komariyah, Aisya Priansyah, Jainah Jan. Civiyo, Mahmudah, Yati Sri Budiarti, Nur Rochmah. Uchu Rideen
. Ninik Arsini, Endah. Nana Yang, Sari P Palgunadi, Echi Wardani, Nur Widyastuti, Gagiga family, Trie Tjahjo Wibowo, Lestari Mardi, Susi Kamto, Rosen rina, Mimin NP, Ermi S, Ira, Nina, Endang Amirul, Wiwik Nur Jannah, Ibu Mulyono, Betty Kosasih, Nanik, Tita, Willa Sulivan, Mimin NP, Suprilina, Endang Mashuri, Rin, Amethys,
Hallow Pejaten, Tuban, Sidoarjo, Garut, Bandung, Batang, Kuningan, Wonosobo, Blitar, Sragen, Situbondo, Pati, Pasuruan, Cilacap, Cirebon, Bengkulu, Bekasi, Tangerang, Tangsel,Medan, Padang, Mataram, Sawahlunto, Pangkalpinang, Jambi, Nias, Semarang, Magelang, Tegal, Madiun, Kediri, Malang, Jember, Banyuwangi, Banda Aceh, Surabaya, Bali, Sleman, Wonogiri, Solo, Jogya, Sleman, Sumedang, Gombong, Purworejo, Banten, Kudus, Ungaran, Pamulang, Nusakambangan, Purworejo, Jombang, Boyolali. Ngawi, Sidney Australia, Boyolali, Amerika, Makasar, Klaten, Klipang, JAKARTA...hai..., Mojokerto, Sijunjung Sumatra Barat, Sukabumi, Lamongan, Bukittinggi, Hongkong, El Segudo, California, Bogor, Tasikmalaya, Baturetno, Wonogiri, Salem, Boston Massachusetts, Bantul, Mataram, Terimakasih atas perhatian dan support yang selalu menguatkan saya. Aamiin atas semua harap dan do'a.
ReplyDeleteADUHAI.....
Jelas sudah Retno tidak akan menjadi milik Wahyudi karena Sapto tidak aksn menceraikannya semua berakhir happy kecuali Wahyudi yg masih mencintsi Retno tapi tidak bisa memiliki diakhir cerita Budi sepertinya jatuh cinta sama Wuri.Wahyudi berjiwa besar apa yg diperbuatnya selalu dg tulus.
ReplyDeleteTerima kasih bu Tin cerita yg menghibur kami semua.
Assalamualaikum wr wb. Wah, mungkinkah dari kantor polisi... Tunggu saja, dari pada penasaran. Maturnuwun Bu Tien, semoga senantiasa dikaruniai kesehatan lahir dan batin. Aamiin Yaa Robbal'alamiin... Salam sehat dari Pondok Gede..
ReplyDeleteBenarkah pak Siswanto TDK terlibat?
ReplyDeleteSetia menunggu lanjutannya .
Makasih mba Tien.
Salam hangat selalu. Aduhai
Monggo besuk Qila,,💪💪
ReplyDeleteQila kamu bisaaa
Menunggu
ReplyDelete