BUKAN MILIKKU 25
(Tien Kumalasari)
Bu Kartomo mengembalikan kotak uang ke dalam almari,
lalu keluar dari kamarnya. Ia mencari suaminya ke seluruh rumah, tapi tidak
ditemukannya. Ia masuk ke dapur, mencari segelas air dingin untuk menenangkan
hatinya. Ditariknya napas dalam-dalam, mencoba bersabar dalam menerima cobaan
demi cobaan. Kata-kata tetangga yang membantunya kemarin kembali terngiang di
telinganya. Suaminya pacaran dengan yu Semi penjual makanan itu? Lalu dia
mengambil uang yang ada didalam kotak simpanannya, untuk bersenang-senang
dengan perempuan itu? Sejak kapan suaminya mengetahui bahwa dia menyimpan uang
di kotak itu?
Bu Kartomo kembali meneguk segelas air dingin.
“Setiap pagi dia pergi. Terkadang mentraktir
tetangga-tetangga untuk menunjukkan bahwa dirinya ber uang, sejak menjadi besan
pengusaha kayu yang terkenal. Apakah dia sering meminta uang kepada pak Siswanto?
Pura-pura rumah bagian mana lagi yang bocor, atau apa? Lalu ketika uangnya
habis lalu mengambil uang simpananku? Tidak, aku tidak rela, karena uang itu hanya untuk bersenang-senang, apalagi
dengan perempuan lain.
Bu Kartomo keluar rumah, menuju warung yu Semi yang
letaknya di gang sebelah. Saat itu pembeli masih sepi. Biasanya rame saat makan
siang, lebih-lebih karena yu Semi membuka warungnya didekat pabrik batik yang
pada saat istirahat para karyawannya pasti makan di situ. Bu Kartomo mendekat,
yu Semi menyambutnya dengan wajah cerah.
“Ya ampun, kaget saya, bu Kartomo. Kok tumben nih, mau
makan apa?” tanyanya ramah, memperlihatkan gigi emas yang berkilat saat
mulutnya terbuka.
“Apa saja, gorengan barangkali,” jawab bu Kartomo
sekenanya.
“Gorengan apa? Tahu, tempe, lele? Ini juga ada pisang
goreng.”
“Pisang goreng saja. Dua.”
“Sudah? Lainnya apa Bu?”
“Sudah, cukup.”
Bu Kartomo mengulurkan uangnya.
“Pak Kartomo baru saja dari sini, mentraktir pak RT
sama isterinya saat sarapan pagi.
“Oh ya? Bagus lah,” kata bu Kartomo dingin.
“Ini pisangnya, dan ini kembaliannya Bu.”
“Terima kasih. Tapi ada satu yang ingin saya katakan
ya Yu Semi, bahwa uang yang dihambur-hamburkan suami saya itu adalah uang saya,”
kata bu Kartomo yang kemudian berlalu.
Yu Semi tertegun. Ia tak mengira bu Kartomo akan
bersikap dingin dan mengutarakan kata-kata yang membuatnya terkejut.
“Apa ya maksudnya? Apa dia tahu kalau pak Kartomo
sering memberi aku uang dan membelikan aku pakaian juga?” gumamnya.
Hal itu ditanyakannya ketika pada sore harinya,
setelah warungnya tutup, dan seperti biasa pak Kartomo pasti datang dan
mengajaknya jalan-jalan.
“Kok belum siap?” tanya pak Kartomo ketika melihat yu
Semi belum juga mandi apalagi berganti pakaian.
“Nanti dulu Mas, aku mau tanya sama sampeyan.”
“Tanya soal apa? Katanya sore ini kamu mau beli sandal
baru untuk ke kondangan besok Minggu?”
“Iya, tapi aku mau ngomong dulu.”
“Baiklah, ngomong saja.”
“Tadi isterimu datang kemari.”
“Isteriku?”
“Iya.”
“Beli sesuatu?”
“Hanya beli pisang goreng dua biji.”
“Kok tumben.”
“Ya itulah yang aku pikirkan. Tapi bukan pisang goreng
itu yang mengganjal pikiranku. Sebelum pergi, dia bilang, katanya uang yang mas
pakai itu uangnya dia. Maksudnya ya uang yang mas pakai untuk aku itu .. ya kan? Pasti itu.”
“Apa? Dia bilang begitu?”
“Iya, hanya bilang begitu, lalu pergi. Aku jadi nggak
enak. Tampaknya dia sudah curiga tentang hubungan kita.”
“Apa Wahyudi ya yang bilang?”
“Wahyudi siapa?”
“Yang ketemu pas kita jalan-jalan di taman itu. Tapi
kapan dia ketemu Wahyudi?”
“Kalau dia tahu tentang hubungan kita, aku nggak
masalah mas, tapi tentang uang yang mas pakai, yang katanya uangnya dia, itu
yang jadi pikiran aku,” sungut yu Semi.
“Owalah Mi, kamu itu kok gampang sekali dibohongi.
Isteriku itu suka bicara ngawur. Mosok aku memakai uangnya dia, sedangkan
besanku selalu memberi aku uang yang buanyaaaak. Sudah, nggak usah dipikirkan.
Nanti akan aku marahi dia.”
“Jadi apa yang dia bilang itu tidak benar?”
“Ya tidak dong Mi, yang bener saja. Aku itu punya uang
sendiri, dan itu hanya untuk kamu, Semi yang cantik, yang molek,” rayu pak
Kartomo sambil menowel pipi yu Semi.
“Bener ?”
“Isteriku ngomong begitu itu kan karena cemburu saja.
Entah dari mana dia tahu tentang hubungan kita, yang penting kita harus jalan
terus. Aku sangat sayang lho Mi, sama kamu. Kamu itu cantik dan tidak ada
duanya didunia ini.”
Dipuji begitu senyum yu Semi merekah, dan lagi-lagi
menampakkan gigi emasnya yang hanya sebiji. Dan senyum berhiaskan gigi emas itu
yang membuat Kartomo tergila-gila.
“Ya sudah, cepat dandan, aku tunggu disini.”
Yu Semi mengangguk, lalu bergegas masuk ke rumah dan
mandi.
Pak Kartomo menyandarkan tubuhnya di kursi, agak kesal
dengan kelakuan isterinya yang mengatakan bahwa uang yang dipakai adalah
uangnya dia.
“Dasar perempuan, aku cuma mengambil beberapa ratus
saja. Lagian salah dia, kenapa punya uang disembunyikan,” gumamnya tanpa merasa
bersalah.
Tapi sesungguhnya duit pak Kartomo memang sudah
menipis. Sambil menunggu, ia mencari jalan agar bisa merogoh kantong
pak Siswanto dengan sebuah alasan yang sedang dipikirkannya.
***
“Budi, aku ingin ke rumah Ibu, bolehkah aku ikut bersamamu?”
tanya Retno ketika Budi bersiap akan ke kantor.
“Boleh Mbak, kemana saja Mbak mau, akan saya antarkan.
Tapi Mbak tidak lupa bukan, bahwa nanti sore saatnya kontrol kandungan?”
“Iya aku ingat, nanti aku pulang agak siangan.”
“Mbak tunggu aku saja, nanti aku jemput.”
“Terima kasih Budi, baiklah, sekarang aku ganti
pakaian sebentar, lalu pamit sama Ibu.”
“Aku tunggu di depan ya Mbak,” kata Budi sambil
melangkah ke depan, lalu duduk menunggu di teras.
Budi selalu ingat kapan Retno harus periksa ke dokter.
Dan dia juga selalu dengan setia menemaninya.
“Selamat pagi, nak Budi.”
Budi terkejut, tiba-tiba pak Kartomo sudah berdiri diteras.
“Selamat pagi. Masuk Pak. Mau ketemu Mbak Retno?”
“Tidak, saya mau ketemu bapak.”
“Sayang sekali, bapak sedang ke luar kota. Mungkin
beberapa hari.”
“Oh, gitu ya,” jawab pak Kartomo kecewa.
“Tapi Mbak Retno ada, sebentar saya panggilkan, Bapak
duduklah dulu,” kata Budi sambil berdiri.
“Ada apa?” tiba-tiba Retno sudah muncul di teras, siap
berangkat bersama Budi.
“Retno,” sapa pak Kartomo.
“Pagi-pagi sekali Bapak sudah sampai di sini?” kata Retno
“Iya, sebenarnya … aku mau ketemu pak Siswanto.
“O, Pak Siswanto tidak ada di rumah, dan sekarang
Retno mau ketemu Ibu.”
“Bagus, kalau begitu ayo sama Bapak sekalian. Kamu mau
naik apa?”
“Mau bareng Budi, sekalian mau ke kantor.”
“Kebetulan kalau begitu, saya boleh ikut sekalian
bukan?”
“Boleh saja Bapak, kalau begitu ayo sekarang saja kita
berangkat.”
Retno mengangguk. Entah mengapa rasa kesal terhadap ayahnya
belum juga hilang sampai sekarang. Ia menduga ayahnya ingin ketemu pak Siswanto
pasti karena uang.
Ia diam dan tak banyak bicara di sepanjang perjalanan.
Tapi tiba-tiba ditengah jalan pak Kartomo minta berhenti.
“Nak, tolong aku berhenti disini saja.”
Budi menghentikan mobilnya.
“Disini Pak? Kan sudah dekat rumah?”
“Iya, Bapak mau beli sesuatu. Terima kasih ya nak.”
Pak Kartomo turun, lalu Budi melanjutkan menjalankan
mobilnya.
“Kenapa Bapak turun disitu ya?”
“Entahlah, mungkin ada perlu.”
“Mbak Retno kok kelihatan nggak suka sama ayah
sendiri? Masih kesal karena dipaksa menikah dengan mas Sapto?”
Retno menghela napas.
“Banyak hal yang membuat aku kecewa sama bapak.”
“Tapi nggak boleh begitu sama orang tua, Sejelek
apapun kan dia juga ayahnya Mbak Retno. Jadi Mbak Retno harus bisa memaafkan
kesalahan yang sudah diperbuatnya.”
Retno terdiam, banyak hal yang membuatnya kecewa
terhadap ayahnya. Ayahnya sesekali datang ke rumah pak Siswanto, dan itu
membuat Retno malu. Sepertinya ayahnya tidak punya rasa sungkan untuk
mengatakan bahwa dia butuh uang, entah untuk apa. Ia juga tahu ketika ayahnya
datang dan berbincang agak lama dengan pak Siswanto. Ia tahu saat itu pak
Siswanto keluar dari kamarnya dan membawa segenggam uang. Saat itu Retno baru
mau masuk ke kamarnya setelah membantu yu Asih di dapur. Retno menyimpan rasa
malunya dengan bersembunyi di kamar. Lalu ketika dia pergi menemui ibunya, bu
Siswanto juga bercerita bahwa paginya ayahnya juga datang menemui pak Siswanto.
Pasti juga karena uang.
“Mbak Retno mengerti bukan apa yang aku katakan tadi?
Bahwa seorang anak tidak boleh dendam kepada orang tuanya?" lanjut Budi ketika
melihat Retno hanya terdiam.
“Ya, tentu aku mengerti. Tapi ada banyak hal yang
membuat aku malu. Bapak sering datang dan pak Siswanto pasti memberinya uang.”
“Pasti karena bapak butuh uang.”
“Entahlah.”
Retno menghela napas.
“Aku mengerti apa yang Mbak Retno rasakan. Tapi jangan
sampai membenci orang tua sendiri ya. Aku juga banyak merasa kecewa atas sikap bapak,
tapi aku tidak bisa membencinya. Aku hanya berdoa agar pada suatu hari nanti
bapak sadar akan kesalahannya. Aku harap demikian juga untuk Mbak Retno.”
Retno mengangguk. Budi memang lebih tua dari padanya,
dan tutur katanya selalu tampak matang dan dewasa.
Ketika akhirnya Budi harus menghentikan mobilnya
karena sudah sampai di depan rumah Retno, Retno masih tampak terdiam. Tapi
ketika saatnya Retno turun dari mobil, diucapkannya kata terima kasih untuk
adik iparnya yang baik itu,
“Terima kasih Budi,” katanya sambil tersenyum.
“Maaf kalau aku terlalu lancang dengan memberi nasehat
untuk kakak iparku.”
“Aku harus berterima kasih Bud, kamu tidak perlu minta
maaf. Kamu benar.”
***
Retno melangkah perlahan ke arah rumah. Ia langsung
masuk karena pintunya tidak dikunci. Tapi Retno tertegun melihat ibunya tampak
melamun di ruang tengah.
“Ibu,” sapanya lembut.
Bu Kartomo terkejut, tapi kemudian senyumnya
mengembang ketika melihat siapa yang datang.
“Retno?”
Keduanya berpelukan sangat erat, Retno heran melihat
ibunya berlinang air mata saat pelukan itu terurai.
Retno duduk disamping ibunya.’
“Ada apa Bu? Ibu tampak sedih.”
“Ibu tak ingin membawa kesedihan ini untuk kamu,”
katanya pelan.
“Tidak Bu, Ibu harus mengatakan apa yang terjadi.
Kesedihan itu adalah kesedihan Retno juga,” kata Retno sambil mengelus punggung
ibunya.
Bu Kartomo menghela napas panjang, lalu menceritakan
apa yang terjadi. Tentu saja Retno sangat terkejut. Baru saja Budi
menasehatinya agar dia bisa memaafkan kesalahan ayahnya, sekarang ia mendengar
kelakuan ayahnya yang dianggapnya sangat keterlaluan. Berselingkuh dan malah
berani mencuri uang ibunya?
“Ya Allah,” keluh Retno.
“Bapakmu dari kemarin malah tidak pulang,” sambung bu
Kartomo.
“Tidak pulang? Tadi malah Retno bareng bapak.”
“Bareng bagaimana maksudnya?”
“Bapak ke rumah pak Siswanto, saat Retno mau berangkat
kemari dengan diantar Budi. Tapi pak Siswanto tidak ada di rumah, jadi tadi
bersama Retno juga, tapi nggak tahu kenapa, bapak minta diturunkan di jalan,
katanya mau beli sesuatu.”
“Mungkin yu Semi sudah mengatakan pada ayahmu bahwa
aku datang ke warungnya. Tapi nggak apa-apa kalau bapakmu nggak mau pulang, aku
merasa lebih tenang.”
“Doakan saja agar bapak segera bisa menyadari
kesalahannya ya Bu,” kata Retno sedikit mengutip petuah Budi saat dalam
perjalanan tadi.
Bu Kartomo mengangguk.
“Retno beri Ibu uang lagi, tapi disimpan baik-baik,
jangan sampai bapak bisa mengambilnya lagi.”
“Tidak usah Ret, ibu masih punya, dan ibu juga tidak
butuh apa-apa.”
“Nggak apa-apa Bu, ini, simpan saja. Atau ibu mau saya
antarkan ke bank? Ibu simpan uang ibu di bank, ya?”
“Nggak usah Ret, nanti kalau ibu butuh malah susah
mengambilnya. Ibu itu orang bodoh, tidak pernah berurusan dengan bank. Jadi
kalau menyimpan uang ya di rumah saja.
“Ya sudah, terserah ibu saja. Tapi jangan menolak
pemberian Retno, agar Retno lega bisa memberi sesuatu untuk Ibu.”
“Baiklah, akan Ibu simpan lebih baik.”
***
“Mas tadi pergi kemana? Katanya mau mengambil uang di
bank, kok malah kembali dengan lesu?” tanya Semi ketika pak Kartomo datang.
Sudah sejak kemarin dia tidak pulang ke rumah.
“Aku lupa, kartu ATM ku hilang,” kata pak Kartomo
berbohong.
“Kalau hilang kok tidak segera di urus, nanti tidak
bisa belanja-belanja dong.”
“Besok saja aku urus ke bank,” bohong lagi dia.
“Bank apa? Memangnya dia punya uang di bank?” sebuah suara mengejutkan keduanya.
Pak Kartomo terkejut, demikian juga yu Semi. Di depan
warung, bu Kartomo dan Retno berdiri dan mengawasi mereka.
“Bu Kartomo?” sapa Semi dengan terkejut.
Pak Kartomo memandang bengong ke arah isteri dan
anaknya.
“Aku menunggu Bapak, kok lama tidak segera sampai di
rumah, lalu mengajak Ibu mencari. Ternyata Bapak ada disini,” kata Retno.
“Iya nak, baru mau makan siang, tapi masih menunggu,
lauk yang dipilih belum matang,” jawab yu Semi.
“Ya sudah, ayo kita pulang Ret, sudah ketahuan orangnya
dimana, jadi kita tidak perlu mencari lagi,” kata bu Kartomo sambil menggandeng
lengan Retno.
“Ya sudah, pulang sana, memangnya aku tidak tahu apa
yang kamu pikirkan? Dengar, aku tidak akan pulang ke rumah,” kata pak Kartomo
keras-keras.
Bu Kartomo terus berlalu bersama Retno.
“Mas, mengapa sampeyan bilang kalau tidak mau pulang?
“Aku kesal sama mereka. Aku disini lebih senang dan
nyaman, jadi biarkan aku tinggal disini terus ya Mi.”
“Tidak mas, aku tidak mau kamu tinggal disini terus.”
***
Besok lagi ya.
Horeee
ReplyDeleteHoreeee
DeleteJuara lagi Jeng Iyeng...
DeleteSelamat jeng Iyeng Juara 1 lagi
DeleteBukan bu Tien Kumalasari namanya, jika ora gawe sing maca cerbung kemropok, getem² kudu njabuti ulu sing nang jempole Kartomo utowo jiwit cuilik nang dadane.....
Sabar Retno, sabar mboke....
Lagi kena ujian.
Iiyyeeesssss. 💪
DeleteAsyiiik
ReplyDeleteAlhamdulillah dah tayang
ReplyDeleteyes
ReplyDeleteAlhamdulillah sdh tayang.... Tks Bu Tien
ReplyDeleteAlhamdulillah... sdh tayang yg ditunggu2
ReplyDeleteMatur nuwun Bu Tien, semoga tetap sehat...
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteAlhamdulillah sdh BM , manusang bu Tien
ReplyDeletesalam Aduhai
Alhamdulillah BM 25 telah tayang, terima kasih bu Tien sehat n bahagia selalu. Aamiin.
ReplyDeleteUR.T411653L
BM 25 sudah hadir aduhai ... terimakasih bunda Tien ,terus sehat dan terus berkarya.
ReplyDeleteP kartomo lagi masa puber ,jadi lupa diri ,yang ada di kepalanya hanya uang ,uang ,dan uang .
Alhamdulillah, yg kangen mas Budi terobati 😍😍
ReplyDeleteMatur suwun Bunda Tien...
ReplyDeleteBukanMiliku 25 sdh hadir..
smoga Allah limpahkan kesehatana ..kebahagiaan utk bunda n kel.besar ...aamiin
.
salam Seroja dr Semarang
Alhamdulillah BM~25 sudah hadir.. maturnuwun sanget bu Tien..🙏
ReplyDeleteAlhamdulilah....akhirnya hadir BM25...asyiiik
ReplyDeleteAlhamdulillah. Matur nuwun bunda Tien.
ReplyDeleteThis comment has been removed by the author.
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteAlhamdulillah... maturnuwun bu Tien
ReplyDeleteaduhai...
semoga selalu sehat
Matur nuwun bunda Tien...🙏
ReplyDeleteAlhamdulillah....BM 25 dah tayang mksh bunda Tien
ReplyDeleteSalam sehat semangat dan aduhai sll..
Alhamdulillah
ReplyDeleteMatur nuwun bu Tien
Alhamdulillah.... Terima kasih bunda Tien.Semiga selalu sehat dan cerita BM semakin Aduhai
ReplyDeleteHayoooh.. pk kartomo baru tau rasa nich.. tefima kasih Mbu Tien... sehat² trs...
ReplyDeleteMatur nuwun mbak Tien-ku Bukan Milikku sudah tayang.
ReplyDeleteIni dia pak Kartomo jadi bintang, tokoh dari kelompok orang culas. Tidak tahu berterima kasih, alias serakah. Pasti ada balasannya.
Salam sehat dari Sragentina mbak Tien yang selalu ADUHAI.
Terimakasih mbak Tien .. salam swhat bahagia Aduhai
ReplyDeleteAssalamualaikum wrwb ,, aduhai bunda Iyeng juara lagi ,,,
ReplyDeleteSalam sehat bunda Tien salam Aduhai...
ReplyDeleteMantab Bu cantik.. salam sehat selalu dan bahagia bersama keluarga Amin YRA 🙏 mr wien
ReplyDeleteMaturnuwun, mb Tien.
ReplyDeleteKartomo2
Salam manis nan aduhai mb Tien. Yuli Semarang
Alhamdulillah, salam sehat buat mbak Tien dan salam ADUHAI....
ReplyDeleteTrimakasih bu Tien BM25nya...
ReplyDeleteNah loo...yu Semi jg ga mau nampung pak Kartomo...mau kmn lagi nii..uang idh nipis..owalah paak...pakk..kelakuaan..😠😠
Salam sehat selalu bu Tien..dan aduhaiiii...🙏🌷
Maturnuwun mug sdh sampe bandung dgn selamat..🙏👍😘
Tayang. Matur suwun bu Tien. Sehat selalu
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteTerimakasih bunda Tien
Salam sehat dan aduhai
Alhamdulillah sudah tayang, terimakasih bu Tien.
ReplyDeleteSalam sehat dan aduhayy
Bam's
Koq banyak lagi ya yang UNKNOWN
ReplyDeleteSengaja tidak mau diketahui identitasnya, koq bunda
Yo wis tok-e wae bunda sdh 3 episode berturut-turut olehku ngajari edit profil, ning ya kuwi, mung diwaca thok.
Alhamdulillah.. Trm ksh bu Tien cerbungnya...
ReplyDeleteMatur nuwun , bu Tien. Sehat selalu Dan Salam ADUHAI
ReplyDeleteAlhamdulillah... Matursuwun bu Tien BM nya yang semakin ADUHAI
ReplyDeleteSalam sehat selalu
Alhamdulillah..ya ketahuan gak punya uang to laki2 ini gak usah di kasih Hati biar kan pergi tak usah balik..yaa Robb...salam sehat ya bu Tien..semoga selalu dlm lindungan Allah
ReplyDeleteAlhamdulillah,
ReplyDeleteTerima kasih Bu Tien,BM 25 sdh hadir
semoga Ibu sehat dan sukses selalu
Salam ADUHAI
Terima kasih utk MK 25 hu Lartomo dan Retno org yg sabar menghadapi pa Kartomo keduanya tetap dg emosi yg terkendali tidak.membuat keributan dirumah yu Semi.Semoga pa Kartomo mendapat pelajaran akibat perbuatannya mau kemana dia yu Semi menolak utk tinggal dirumahnya.
ReplyDeleteTks bu tien, pak kartomo bingung he he he ...biar dirasain akibat kelakuannya .... salam sehat bu tien
ReplyDeleteAssalamualaikum wr wb. Diacungi dua jempol kpd yu Semi, yg menolak Kartomo yg mau tinggal di rumah yu Semi...Kartomo suami, ayah yg egois, kena batunya...kapok nggak ya... Maturnuwun Bu Tien ditunggu lanjutannya yg semakin menarik. Semoga Bu Tien tansah pinaringan karahayon wilujeng ing sadoyonipun, Aamiin Yaa Robbal'alamiin.... Salam sehat dari Pondok Gede...
ReplyDeleteDiacungi dua jempol untuk yu Semi yg menolak Kartomo tinggal di rumahnya. Kartomo ayah dan suami yg egois, kini kena batunya...Maturnuwun Bu Tien, ditunggu lanjutannya yg semakin menarik. Semoga Bu Tien tansah pinaringan karahayon wilujeng ing sadoyonipun. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
ReplyDeleteSalam sehat dari Pondok Gede..
Dasar ya... Kartomo.
ReplyDeleteMakasih mba Tien.
Salam sehat selalu aduhai
Alhamdulillah, matur nuwun bu Tien untuk BMnya 🤗💖
ReplyDeleteRasakan sendiri ,Semi ngak mau terima Pak Kartomo,,,jadilah gelandangan,,
Sehat wal'afiat semua ya bu Tien 🤗
Salam ADUHAAII
𝘛𝘦𝘳𝘪𝘮𝘢 𝘬𝘢𝘴𝘪𝘩 𝘮𝘣𝘢𝘬 𝘛𝘪𝘦𝘯...
ReplyDeleteMatur nuwun bu Tien. Episode ini milik p Kartomo yg sok dan mata duitan, lupa kalau uang yag diperoleh akibat *menjual anak dan cucu*. Yu Semi jelas tidak mau ditempati..wong p Kartomo sdh tdk punya uang..janji ke ATM ya ternyata p Sis sbg ATM nya tdk di rumah. Semoga kesabaran bu Kartomo dan Retno memberi hikmah..p Kartomo menjadi sadar. Aamiin. Salam sehat selalu
ReplyDeleteTerimakasih bunda Tien..
ReplyDeleteTambah penasaran Retno & Sapto bgmn selanjutnya yaa...
Sabaar menanti BM 26
Salam hormat utk bunda..
Semoga bunda sehat selalu & berbahagia
Salam kangeen..
Aduhaiii...
Keren ceritanya menyentuh ,semangat bu tien lanjutannya ditunggu
ReplyDelete