Wednesday, March 30, 2022

BUKAN MILIKKU 25

 

BUKAN MILIKKU  25

(Tien Kumalasari)

 

Bu Kartomo mengembalikan kotak uang ke dalam almari, lalu keluar dari kamarnya. Ia mencari suaminya ke seluruh rumah, tapi tidak ditemukannya. Ia masuk ke dapur, mencari segelas air dingin untuk menenangkan hatinya. Ditariknya napas dalam-dalam, mencoba bersabar dalam menerima cobaan demi cobaan. Kata-kata tetangga yang membantunya kemarin kembali terngiang di telinganya. Suaminya pacaran dengan yu Semi penjual makanan itu? Lalu dia mengambil uang yang ada didalam kotak simpanannya, untuk bersenang-senang dengan perempuan itu? Sejak kapan suaminya mengetahui bahwa dia menyimpan uang di kotak itu?

Bu Kartomo kembali meneguk segelas air dingin.

“Setiap pagi dia pergi. Terkadang mentraktir tetangga-tetangga untuk menunjukkan bahwa dirinya ber uang, sejak menjadi besan pengusaha kayu yang terkenal. Apakah dia sering meminta uang kepada pak Siswanto? Pura-pura rumah bagian mana lagi yang bocor, atau apa? Lalu ketika uangnya habis lalu mengambil uang simpananku? Tidak, aku tidak rela,  karena  uang itu hanya untuk bersenang-senang, apalagi dengan perempuan lain.

Bu Kartomo keluar rumah, menuju warung yu Semi yang letaknya di gang sebelah. Saat itu pembeli masih sepi. Biasanya rame saat makan siang, lebih-lebih karena yu Semi membuka warungnya didekat pabrik batik yang pada saat istirahat para karyawannya pasti makan di situ. Bu Kartomo mendekat, yu Semi menyambutnya dengan wajah cerah.

“Ya ampun, kaget saya, bu Kartomo. Kok tumben nih, mau makan apa?” tanyanya ramah, memperlihatkan gigi emas yang berkilat saat mulutnya terbuka.

“Apa saja, gorengan barangkali,” jawab bu Kartomo sekenanya.

“Gorengan apa? Tahu, tempe, lele? Ini juga ada pisang goreng.”

“Pisang goreng saja. Dua.”

“Sudah? Lainnya apa Bu?”

“Sudah, cukup.”

Bu Kartomo mengulurkan uangnya.

“Pak Kartomo baru saja dari sini, mentraktir pak RT sama isterinya saat sarapan pagi.

“Oh ya? Bagus lah,” kata bu Kartomo dingin.

“Ini pisangnya, dan ini kembaliannya Bu.”

“Terima kasih. Tapi ada satu yang ingin saya katakan ya Yu Semi, bahwa uang yang dihambur-hamburkan suami saya itu adalah uang saya,” kata bu Kartomo yang kemudian berlalu.

Yu Semi tertegun. Ia tak mengira bu Kartomo akan bersikap dingin dan mengutarakan kata-kata yang membuatnya terkejut.

“Apa ya maksudnya? Apa dia tahu kalau pak Kartomo sering memberi aku uang dan membelikan aku pakaian juga?” gumamnya.

Hal itu ditanyakannya ketika pada sore harinya, setelah warungnya tutup, dan seperti biasa pak Kartomo pasti datang dan mengajaknya jalan-jalan.

“Kok belum siap?” tanya pak Kartomo ketika melihat yu Semi belum juga mandi apalagi berganti pakaian.

“Nanti dulu Mas, aku mau tanya sama sampeyan.”

“Tanya soal apa? Katanya sore ini kamu mau beli sandal baru untuk ke kondangan besok Minggu?”

“Iya, tapi aku mau ngomong dulu.”

“Baiklah, ngomong saja.”

“Tadi isterimu datang kemari.”

“Isteriku?”

“Iya.”

“Beli sesuatu?”

“Hanya beli pisang goreng dua biji.”

“Kok tumben.”

“Ya itulah yang aku pikirkan. Tapi bukan pisang goreng itu yang mengganjal pikiranku. Sebelum pergi, dia bilang, katanya uang yang mas pakai itu uangnya dia. Maksudnya ya uang yang mas pakai untuk aku itu .. ya kan? Pasti itu.”

“Apa? Dia bilang begitu?”

“Iya, hanya bilang begitu, lalu pergi. Aku jadi nggak enak. Tampaknya dia sudah curiga tentang hubungan kita.”

“Apa Wahyudi ya yang bilang?”

“Wahyudi siapa?”

“Yang ketemu pas kita jalan-jalan di taman itu. Tapi kapan dia ketemu Wahyudi?”

“Kalau dia tahu tentang hubungan kita, aku nggak masalah mas, tapi tentang uang yang mas pakai, yang katanya uangnya dia, itu yang jadi pikiran aku,” sungut yu Semi.

“Owalah Mi, kamu itu kok gampang sekali dibohongi. Isteriku itu suka bicara ngawur. Mosok aku memakai uangnya dia, sedangkan besanku selalu memberi aku uang yang buanyaaaak. Sudah, nggak usah dipikirkan. Nanti akan aku marahi dia.”

“Jadi apa yang dia bilang itu tidak benar?”

“Ya tidak dong Mi, yang bener saja. Aku itu punya uang sendiri, dan itu hanya untuk kamu, Semi yang cantik, yang molek,” rayu pak Kartomo sambil menowel pipi yu Semi.

“Bener ?”

“Isteriku ngomong begitu itu kan karena cemburu saja. Entah dari mana dia tahu tentang hubungan kita, yang penting kita harus jalan terus. Aku sangat sayang lho Mi, sama kamu. Kamu itu cantik dan tidak ada duanya didunia ini.”

Dipuji begitu senyum yu Semi merekah, dan lagi-lagi menampakkan gigi emasnya yang hanya sebiji. Dan senyum berhiaskan gigi emas itu yang membuat Kartomo tergila-gila.

“Ya sudah, cepat dandan, aku tunggu disini.”

Yu Semi mengangguk, lalu bergegas masuk ke rumah dan mandi.

Pak Kartomo menyandarkan tubuhnya di kursi, agak kesal dengan kelakuan isterinya yang mengatakan bahwa uang yang dipakai adalah uangnya dia.

“Dasar perempuan, aku cuma mengambil beberapa ratus saja. Lagian salah dia, kenapa punya uang disembunyikan,” gumamnya tanpa merasa bersalah.

Tapi sesungguhnya duit pak Kartomo memang sudah menipis. Sambil menunggu,  ia mencari jalan agar bisa merogoh kantong pak Siswanto dengan sebuah alasan yang sedang dipikirkannya.

***

“Budi, aku ingin ke rumah Ibu, bolehkah aku ikut bersamamu?” tanya Retno ketika Budi bersiap akan ke kantor.

“Boleh Mbak, kemana saja Mbak mau, akan saya antarkan. Tapi Mbak tidak lupa bukan, bahwa nanti sore saatnya kontrol kandungan?”

“Iya aku ingat, nanti aku pulang agak siangan.”

“Mbak tunggu aku saja, nanti aku jemput.”

“Terima kasih Budi, baiklah, sekarang aku ganti pakaian sebentar, lalu pamit sama Ibu.”

“Aku tunggu di depan ya Mbak,” kata Budi sambil melangkah ke depan, lalu duduk menunggu di teras.

Budi selalu ingat kapan Retno harus periksa ke dokter. Dan dia juga selalu dengan setia menemaninya.

“Selamat pagi, nak Budi.”

Budi terkejut, tiba-tiba pak Kartomo sudah berdiri diteras.

“Selamat pagi. Masuk Pak. Mau ketemu Mbak Retno?”

“Tidak, saya mau ketemu bapak.”

“Sayang sekali, bapak sedang ke luar kota. Mungkin beberapa hari.”

“Oh, gitu ya,” jawab pak Kartomo kecewa.

“Tapi Mbak Retno ada, sebentar saya panggilkan, Bapak duduklah dulu,” kata Budi sambil berdiri.

“Ada apa?” tiba-tiba Retno sudah muncul di teras, siap berangkat bersama Budi.

“Retno,” sapa pak Kartomo.

“Pagi-pagi sekali Bapak sudah sampai di sini?” kata Retno

“Iya, sebenarnya … aku mau ketemu pak Siswanto.

“O, Pak Siswanto tidak ada di rumah, dan sekarang Retno mau ketemu Ibu.”

“Bagus, kalau begitu ayo sama Bapak sekalian. Kamu mau naik apa?”

“Mau bareng Budi, sekalian mau ke kantor.”

“Kebetulan kalau begitu, saya boleh ikut sekalian bukan?”

“Boleh saja Bapak, kalau begitu ayo sekarang saja kita berangkat.”

Retno mengangguk. Entah mengapa rasa kesal terhadap ayahnya belum juga hilang sampai sekarang. Ia menduga ayahnya ingin ketemu pak Siswanto pasti karena uang.

Ia diam dan tak banyak bicara di sepanjang perjalanan. Tapi tiba-tiba ditengah jalan pak Kartomo minta berhenti.

“Nak, tolong aku berhenti disini saja.”

Budi menghentikan mobilnya.

“Disini Pak? Kan sudah dekat rumah?”

“Iya, Bapak mau beli sesuatu. Terima kasih ya nak.”

Pak Kartomo turun, lalu Budi melanjutkan menjalankan mobilnya.

“Kenapa Bapak turun disitu ya?”

“Entahlah, mungkin ada perlu.”

“Mbak Retno kok kelihatan nggak suka sama ayah sendiri? Masih kesal karena dipaksa menikah dengan mas Sapto?”

Retno menghela napas.

“Banyak hal yang membuat aku kecewa sama bapak.”

“Tapi nggak boleh begitu sama orang tua, Sejelek apapun kan dia juga ayahnya Mbak Retno. Jadi Mbak Retno harus bisa memaafkan kesalahan yang sudah diperbuatnya.”

Retno terdiam, banyak hal yang membuatnya kecewa terhadap ayahnya. Ayahnya sesekali datang ke rumah pak Siswanto, dan itu membuat Retno malu. Sepertinya ayahnya tidak punya rasa sungkan untuk mengatakan bahwa dia butuh uang, entah untuk apa. Ia juga tahu ketika ayahnya datang dan berbincang agak lama dengan pak Siswanto. Ia tahu saat itu pak Siswanto keluar dari kamarnya dan membawa segenggam uang. Saat itu Retno baru mau masuk ke kamarnya setelah membantu yu Asih di dapur. Retno menyimpan rasa malunya dengan bersembunyi di kamar. Lalu ketika dia pergi menemui ibunya, bu Siswanto juga bercerita bahwa paginya ayahnya juga datang menemui pak Siswanto. Pasti juga karena uang.

“Mbak Retno mengerti bukan apa yang aku katakan tadi? Bahwa seorang anak tidak boleh dendam kepada orang tuanya?" lanjut Budi ketika melihat Retno hanya terdiam.

“Ya, tentu aku mengerti. Tapi ada banyak hal yang membuat aku malu. Bapak sering datang dan pak Siswanto pasti memberinya uang.”

“Pasti karena bapak butuh uang.”

“Entahlah.”

Retno menghela napas.

“Aku mengerti apa yang Mbak Retno rasakan. Tapi jangan sampai membenci orang tua sendiri ya. Aku juga banyak merasa kecewa atas sikap bapak, tapi aku tidak bisa membencinya. Aku hanya berdoa agar pada suatu hari nanti bapak sadar akan kesalahannya. Aku harap demikian juga untuk Mbak Retno.”

Retno mengangguk. Budi memang lebih tua dari padanya, dan tutur katanya selalu tampak matang dan dewasa.

Ketika akhirnya Budi harus menghentikan mobilnya karena sudah sampai di depan rumah Retno, Retno masih tampak terdiam. Tapi ketika saatnya Retno turun dari mobil, diucapkannya kata terima kasih untuk adik iparnya yang baik itu,

“Terima kasih Budi,” katanya sambil tersenyum.

“Maaf kalau aku terlalu lancang dengan memberi nasehat untuk kakak iparku.”

“Aku harus berterima kasih Bud, kamu tidak perlu minta maaf. Kamu benar.”

***

Retno melangkah perlahan ke arah rumah. Ia langsung masuk karena pintunya tidak dikunci. Tapi Retno tertegun melihat ibunya tampak melamun di ruang tengah.

“Ibu,” sapanya lembut.

Bu Kartomo terkejut, tapi kemudian senyumnya mengembang ketika melihat siapa yang datang.

“Retno?”

Keduanya berpelukan sangat erat, Retno heran melihat ibunya berlinang air mata saat pelukan itu terurai.

Retno duduk disamping ibunya.’

“Ada apa Bu? Ibu tampak sedih.”

“Ibu tak ingin membawa kesedihan ini untuk kamu,” katanya pelan.

“Tidak Bu, Ibu harus mengatakan apa yang terjadi. Kesedihan itu adalah kesedihan Retno juga,” kata Retno sambil mengelus punggung ibunya.

Bu Kartomo menghela napas panjang, lalu menceritakan apa yang terjadi. Tentu saja Retno sangat terkejut. Baru saja Budi menasehatinya agar dia bisa memaafkan kesalahan ayahnya, sekarang ia mendengar kelakuan ayahnya yang dianggapnya sangat keterlaluan. Berselingkuh dan malah berani mencuri uang ibunya?

“Ya Allah,” keluh Retno.

“Bapakmu dari kemarin malah tidak pulang,” sambung bu Kartomo.

“Tidak pulang? Tadi malah Retno bareng bapak.”

“Bareng bagaimana maksudnya?”

“Bapak ke rumah pak Siswanto, saat Retno mau berangkat kemari dengan diantar Budi. Tapi pak Siswanto tidak ada di rumah, jadi tadi bersama Retno juga, tapi nggak tahu kenapa, bapak minta diturunkan di jalan, katanya mau beli sesuatu.”

“Mungkin yu Semi sudah mengatakan pada ayahmu bahwa aku datang ke warungnya. Tapi nggak apa-apa kalau bapakmu nggak mau pulang, aku merasa lebih tenang.”

“Doakan saja agar bapak segera bisa menyadari kesalahannya ya Bu,” kata Retno sedikit mengutip petuah Budi saat dalam perjalanan tadi.

Bu Kartomo mengangguk.

“Retno beri Ibu uang lagi, tapi disimpan baik-baik, jangan sampai bapak bisa mengambilnya lagi.”

“Tidak usah Ret, ibu masih punya, dan ibu juga tidak butuh apa-apa.”

“Nggak apa-apa Bu, ini, simpan saja. Atau ibu mau saya antarkan ke bank? Ibu simpan uang ibu di bank, ya?”

“Nggak usah Ret, nanti kalau ibu butuh malah susah mengambilnya. Ibu itu orang bodoh, tidak pernah berurusan dengan bank. Jadi kalau menyimpan uang ya di rumah saja.

“Ya sudah, terserah ibu saja. Tapi jangan menolak pemberian Retno, agar Retno lega bisa memberi sesuatu untuk Ibu.”

“Baiklah, akan Ibu simpan lebih baik.”

***

“Mas tadi pergi kemana? Katanya mau mengambil uang di bank, kok malah kembali dengan lesu?” tanya Semi ketika pak Kartomo datang. Sudah sejak kemarin dia tidak pulang ke rumah.

“Aku lupa, kartu ATM ku hilang,” kata pak Kartomo berbohong.

“Kalau hilang kok tidak segera di urus, nanti tidak bisa belanja-belanja dong.”

“Besok saja aku urus ke bank,” bohong lagi dia.

“Bank apa? Memangnya dia punya uang di bank?” sebuah suara mengejutkan keduanya.

Pak Kartomo terkejut, demikian juga yu Semi. Di depan warung, bu Kartomo dan Retno berdiri dan mengawasi mereka.

“Bu Kartomo?” sapa Semi dengan terkejut.

Pak Kartomo memandang bengong ke arah isteri dan anaknya.

“Aku menunggu Bapak, kok lama tidak segera sampai di rumah, lalu mengajak Ibu mencari. Ternyata Bapak ada disini,” kata Retno.

“Iya nak, baru mau makan siang, tapi masih menunggu, lauk yang dipilih belum matang,” jawab yu Semi.

“Ya sudah, ayo kita pulang Ret, sudah ketahuan orangnya dimana, jadi kita tidak perlu mencari lagi,” kata bu Kartomo sambil menggandeng lengan Retno.

“Ya sudah, pulang sana, memangnya aku tidak tahu apa yang kamu pikirkan? Dengar, aku tidak akan pulang ke rumah,” kata pak Kartomo keras-keras.

Bu Kartomo terus berlalu bersama Retno.

“Mas, mengapa sampeyan bilang kalau tidak mau pulang?

“Aku kesal sama mereka. Aku disini lebih senang dan nyaman, jadi biarkan aku tinggal disini terus ya Mi.”

“Tidak mas, aku tidak mau kamu tinggal disini terus.”

***

Besok lagi ya.

55 comments:

  1. Replies
    1. Selamat jeng Iyeng Juara 1 lagi
      Bukan bu Tien Kumalasari namanya, jika ora gawe sing maca cerbung kemropok, getem² kudu njabuti ulu sing nang jempole Kartomo utowo jiwit cuilik nang dadane.....

      Sabar Retno, sabar mboke....
      Lagi kena ujian.

      Delete
  2. Alhamdulillah sdh tayang.... Tks Bu Tien

    ReplyDelete
  3. Alhamdulillah... sdh tayang yg ditunggu2

    ReplyDelete
  4. Matur nuwun Bu Tien, semoga tetap sehat...

    ReplyDelete
  5. Alhamdulillah sdh BM , manusang bu Tien
    salam Aduhai

    ReplyDelete
  6. Alhamdulillah BM 25 telah tayang, terima kasih bu Tien sehat n bahagia selalu. Aamiin.
    UR.T411653L

    ReplyDelete
  7. BM 25 sudah hadir aduhai ... terimakasih bunda Tien ,terus sehat dan terus berkarya.
    P kartomo lagi masa puber ,jadi lupa diri ,yang ada di kepalanya hanya uang ,uang ,dan uang .

    ReplyDelete
  8. Alhamdulillah, yg kangen mas Budi terobati 😍😍

    ReplyDelete
  9. Matur suwun Bunda Tien...
    BukanMiliku 25 sdh hadir..
    smoga Allah limpahkan kesehatana ..kebahagiaan utk bunda n kel.besar ...aamiin
    .

    salam Seroja dr Semarang

    ReplyDelete
  10. Alhamdulillah BM~25 sudah hadir.. maturnuwun sanget bu Tien..🙏

    ReplyDelete
  11. Alhamdulilah....akhirnya hadir BM25...asyiiik

    ReplyDelete
  12. Alhamdulillah. Matur nuwun bunda Tien.

    ReplyDelete
  13. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  14. Alhamdulillah... maturnuwun bu Tien
    aduhai...
    semoga selalu sehat

    ReplyDelete
  15. Alhamdulillah....BM 25 dah tayang mksh bunda Tien
    Salam sehat semangat dan aduhai sll..

    ReplyDelete
  16. Alhamdulillah.... Terima kasih bunda Tien.Semiga selalu sehat dan cerita BM semakin Aduhai

    ReplyDelete
  17. Hayoooh.. pk kartomo baru tau rasa nich.. tefima kasih Mbu Tien... sehat² trs...

    ReplyDelete
  18. Matur nuwun mbak Tien-ku Bukan Milikku sudah tayang.
    Ini dia pak Kartomo jadi bintang, tokoh dari kelompok orang culas. Tidak tahu berterima kasih, alias serakah. Pasti ada balasannya.
    Salam sehat dari Sragentina mbak Tien yang selalu ADUHAI.

    ReplyDelete
  19. Terimakasih mbak Tien .. salam swhat bahagia Aduhai

    ReplyDelete
  20. Assalamualaikum wrwb ,, aduhai bunda Iyeng juara lagi ,,,

    ReplyDelete
  21. Salam sehat bunda Tien salam Aduhai...

    ReplyDelete
  22. Mantab Bu cantik.. salam sehat selalu dan bahagia bersama keluarga Amin YRA 🙏 mr wien

    ReplyDelete
  23. Maturnuwun, mb Tien.
    Kartomo2
    Salam manis nan aduhai mb Tien. Yuli Semarang

    ReplyDelete
  24. Alhamdulillah, salam sehat buat mbak Tien dan salam ADUHAI....

    ReplyDelete
  25. Trimakasih bu Tien BM25nya...

    Nah loo...yu Semi jg ga mau nampung pak Kartomo...mau kmn lagi nii..uang idh nipis..owalah paak...pakk..kelakuaan..😠😠


    Salam sehat selalu bu Tien..dan aduhaiiii...🙏🌷

    Maturnuwun mug sdh sampe bandung dgn selamat..🙏👍😘

    ReplyDelete
  26. Tayang. Matur suwun bu Tien. Sehat selalu

    ReplyDelete
  27. Alhamdulillah
    Terimakasih bunda Tien
    Salam sehat dan aduhai

    ReplyDelete
  28. Alhamdulillah sudah tayang, terimakasih bu Tien.
    Salam sehat dan aduhayy
    Bam's

    ReplyDelete
  29. Koq banyak lagi ya yang UNKNOWN
    Sengaja tidak mau diketahui identitasnya, koq bunda
    Yo wis tok-e wae bunda sdh 3 episode berturut-turut olehku ngajari edit profil, ning ya kuwi, mung diwaca thok.

    ReplyDelete
  30. Alhamdulillah.. Trm ksh bu Tien cerbungnya...

    ReplyDelete
  31. Matur nuwun , bu Tien. Sehat selalu Dan Salam ADUHAI

    ReplyDelete
  32. Alhamdulillah... Matursuwun bu Tien BM nya yang semakin ADUHAI
    Salam sehat selalu

    ReplyDelete
  33. Alhamdulillah..ya ketahuan gak punya uang to laki2 ini gak usah di kasih Hati biar kan pergi tak usah balik..yaa Robb...salam sehat ya bu Tien..semoga selalu dlm lindungan Allah

    ReplyDelete
  34. Alhamdulillah,
    Terima kasih Bu Tien,BM 25 sdh hadir
    semoga Ibu sehat dan sukses selalu
    Salam ADUHAI

    ReplyDelete
  35. Terima kasih utk MK 25 hu Lartomo dan Retno org yg sabar menghadapi pa Kartomo keduanya tetap dg emosi yg terkendali tidak.membuat keributan dirumah yu Semi.Semoga pa Kartomo mendapat pelajaran akibat perbuatannya mau kemana dia yu Semi menolak utk tinggal dirumahnya.

    ReplyDelete
  36. Tks bu tien, pak kartomo bingung he he he ...biar dirasain akibat kelakuannya .... salam sehat bu tien

    ReplyDelete
  37. Assalamualaikum wr wb. Diacungi dua jempol kpd yu Semi, yg menolak Kartomo yg mau tinggal di rumah yu Semi...Kartomo suami, ayah yg egois, kena batunya...kapok nggak ya... Maturnuwun Bu Tien ditunggu lanjutannya yg semakin menarik. Semoga Bu Tien tansah pinaringan karahayon wilujeng ing sadoyonipun, Aamiin Yaa Robbal'alamiin.... Salam sehat dari Pondok Gede...

    ReplyDelete
  38. Diacungi dua jempol untuk yu Semi yg menolak Kartomo tinggal di rumahnya. Kartomo ayah dan suami yg egois, kini kena batunya...Maturnuwun Bu Tien, ditunggu lanjutannya yg semakin menarik. Semoga Bu Tien tansah pinaringan karahayon wilujeng ing sadoyonipun. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
    Salam sehat dari Pondok Gede..

    ReplyDelete
  39. Dasar ya... Kartomo.
    Makasih mba Tien.
    Salam sehat selalu aduhai

    ReplyDelete
  40. Alhamdulillah, matur nuwun bu Tien untuk BMnya 🤗💖
    Rasakan sendiri ,Semi ngak mau terima Pak Kartomo,,,jadilah gelandangan,,

    Sehat wal'afiat semua ya bu Tien 🤗
    Salam ADUHAAII

    ReplyDelete
  41. 𝘛𝘦𝘳𝘪𝘮𝘢 𝘬𝘢𝘴𝘪𝘩 𝘮𝘣𝘢𝘬 𝘛𝘪𝘦𝘯...

    ReplyDelete
  42. Matur nuwun bu Tien. Episode ini milik p Kartomo yg sok dan mata duitan, lupa kalau uang yag diperoleh akibat *menjual anak dan cucu*. Yu Semi jelas tidak mau ditempati..wong p Kartomo sdh tdk punya uang..janji ke ATM ya ternyata p Sis sbg ATM nya tdk di rumah. Semoga kesabaran bu Kartomo dan Retno memberi hikmah..p Kartomo menjadi sadar. Aamiin. Salam sehat selalu

    ReplyDelete
  43. Terimakasih bunda Tien..
    Tambah penasaran Retno & Sapto bgmn selanjutnya yaa...
    Sabaar menanti BM 26
    Salam hormat utk bunda..
    Semoga bunda sehat selalu & berbahagia
    Salam kangeen..
    Aduhaiii...

    ReplyDelete
  44. Keren ceritanya menyentuh ,semangat bu tien lanjutannya ditunggu

    ReplyDelete

M E L A T I 45

  M E L A T I    45 (Tien Kumalasari)   Melati merasa gelisah. Dia tahu, Nurin bersikap baik kepadanya, tapi ia mengkhawatirkan sikap ibunya...