MEMANG KEMBANG JALANAN
29
(Tien Kumalasari)
Haryo menghirup kopi pahitnya dengan santai.
“Mas, apa maksudnya ini ?” Nina masih memekik.
“Bukankah kamu butuh uang belanja?”
“Tapi mana bisa uang sejuta buat belanja?”
“Belanja apa sejuta tidak cukup? Coba kamu tulis
dengan rinci, kebutuhan sehari kamu berapa, aku mau tahu. Ingat, aku selalu
minta agar kamu berhemat.”
“Biar berhemat, mana bisa sejuta cukup sebulan?”
“Baiklah, tulis dengan rinci, berapa kebutuhan pokok
kamu setiap hari, aku tunggu.”
“Ini keterlaluan. Apa mas memberikan uang Mas kepada
anak Mas yang mau ke luar negri? Ia minta uang kan pada akhirnya? Atau Mas
memberikannya tanpa dia memintanya?”
“Ada hak apa kamu mengurusi kebutuhan aku?”
“Kok Mas bilang begitu? Mas sudah mengambil aku
sebagai isteri, walaupun siri, jadi Mas harus bertanggung jawab dong.”
“Menurut kamu, aku kurang bertanggung jawab apa? Aku
kontrakkan rumah, aku beri kamu makan dan uang berlimpah sebelumnya, aku
sekolahkan anak-anakmu, sementara itu bukan kewajibanku. Masih kurang apa,
katakan.” Kata Haryo mulai dengan nada tinggi.
“Tapi kemudian memberi uang sejuta, apakah cukup?”
“Aku akan bayar listrik dan PAM, kamu hanya mencukupi
makan. Kalau kurang, katakan berapa, dan mengapa kurang, mana perhitungannya.
Hanya itu yang aku minta.”
“Mengapa Mas tiba-tiba perhitungan sekali? Apa
penyebabnya?”
“Penyebabnya adalah mengajari kamu untuk berhemat.
Kebutuhan lain tidak bisa diabaikan. Kontrak rumah itu mahal, dan aku harus
menabung.”
“Bagaimana dengan anak-anak yang terlanjur kuliah?”
“Ajari mereka mencari uang, bukan menghambur-hamburkan
uang.”
“Apa maksud Mas?”
“Bukankah anak-anak kamu sudah dewasa? Mereka harus
tahu keadaan orang tuanya, Kalau belum tahu, tolong kasih tahu. Jangan hanya
meminta. Jaman sekarang banyak anak-anak kuliah sambil bekerja.”
Nina membanting-banting kakinya dengan keras. Haryo
menghabiskan kopinya, kemudian beranjak pergi ke kamarnya.
“Maaas, bener nih tega memberi uang belanja sejuta?”
teriak Nina.
“Akan aku tambah, tapi aku minta rinciannya.
Serinci-rincinya,” kata Haryo tandas, kemudian menutup pintu kamarnya.
“Keterlaluan mas Haryo. Bagaimana aku harus mengembalikan
uang Siska? Besok dia pasti datang untuk menagih, dan pasti juga dia akan
marah-marah kalau aku tidak bisa mengembalikannya. Dia itu kan hanya baik pada
lahirnya, sesungguhnya dia itu sangat perhitungan. Bagaimana ini … bagaimana?”
Lalu Nina menangis menggerung-gerung, dan lari ke
kamar anaknya.
Endah terkejut melihat ibunya menangis begitu rupa.
“Ada apa Bu?”
“Lihat ini, pak Haryo hanya memberi uang belanja
sebanyak satu juta, lihat ini, apa cukup,coba?” tangisnya sambil duduk di
lantai begitu saja, membuat Endah dan Ana terkejut.
“Berapa biasanya pak Haryo memberi uang belanja?”
“Banyak lah, bisa untuk bayar sekolah kalian, untuk
makan, untuk belanja baju.”
“Apa alasan pak Haryo hanya memberi uang sejuta?”
“Dia selalu minta agar Ibu berhemat … berhemat … sebel
aku. Sehemat-hematnya, mana cukup uang satu juta untuk makan?”
“Ya sudah lah bu, pergunakan uang itu untuk belanja
secukupnya, kalau habis ya sudah, bilang habis, untuk makan kita semua.”
“Enak saja kamu ngomong. Dia minta aku merinci semua
kebutuhan, kalau mau minta uang tambah.”
“Ya sudah, tulis saja kebutuhan ibu, lalu tunjukkan.”
Nina mengangkat wajahnya yang basah oleh air mata.
“Dengar ya, sebenarnya Ibu punya hutang satu juta
tigaratus ribu pada tante Siska.”
“Apa?” teriak Ana dan Endah hampir bersamaan.
“Dan dia bilang besok mau menagih kemari. Bagaimana
ini? Apa yang harus aku lakukan?”
“Mengapa Ibu tidak bilang saja sama pak Haryo kalau
punya hutang sama tante Siska?”
“Woadhuuhh, bilang bagaimana? Bisa-bisa dihabisi aku.”
“Gimana sih Ibu?”
“Itu tidak sepengetahuan dia.”
“Nah, itu salah Ibu,” kata Ana seenaknya.
“Kamu itu tidak membantu, malah menyalahkan Ibu.
Gimana sih? Sekarang coba Ibu mau tahu, apa kalian punya tabungan?”
“Tabungan ?” jawab mereka serentak.
“Iya, kalau ada, tolong kasihkan ke Ibu dulu, nanti Ibu ganti. Yang penting urusan dengan Siska harus selesai dulu.”
“Kamu punya nggak?” tanya Endah kepada Ana.
“Kamu punya?”
“Hanya sedikit, nggak sampai duaratus.”
“Biar Ibu pinjam dulu ya, berapapun. Ana punya
berapa?”
“Nggak banyak Bu, sudah Ana ambil kemarin buat beli …
bakso,” katanya sambil cemberut.
“Dasar kalian itu.”
Tiba-tiba ponsel Nina berdering.
“Aduh, ini dia … sudah menelpon.”
“Nggak usah diangkat,” usul Endah.
“Enak saja, malah datang kemari nanti dia.”
Nina mengangkat ponselnya sambil mengusap air matanya.
“Hallo Sis.”
“Nin, uangnya sudah ada kan? Aku ambil sekarang atau
besok?”
“Aduh Sis, kasihanilah aku … “ kata Nina memelas.
“Apa katamu? Jangan bilang kamu akan mundur lagi
dengan seribu satu alasan.”
“Dengar Sis, suamiku kan lagi sakit, belum bisa
memberi uang belanja.”
“Tidak bisa Nin, aku juga punya kebutuhan, uang itu
mau aku pakai sekarang.”
“Tolonglah Sis, aku cicil saja ya?”
“Jangan, aku nggak mau dicicil. Semuanya,” kata Siska
bengis.
“Sis, tolong kasihanilah aku, besok aku bayar
limaratus ribu dulu ya,” Nina semakin memelas.
“Enak saja. Itu tidak ada separonya. Gimana sih,
katanya suami kamu orang kaya. Masa uang satu juta lebih sedikit saja tidak
bisa membayar.”
“Tolong Sis, bener aku sedang sedih karena kekurangan
uang. Banyak hal yang tidak aku ceritakan ke kamu. Aku butuh pengertianmu Sis.”
“Aku tidak mau tahu. Pokoknya besok pagi aku akan
datang kemari.”
“Sis ….”
Siska menutup ponselnya, dan Nina dengan lemas
bersandar di tembok kamar anaknya. Air matanya kembali menetes.
“Nggak mau ya dicicil?”
“Dia itu sahabat yang kejam. Sangat kejam,” umpat Nina
sambil terus menangis.
“Bilang terus terang saja sama pak Haryo Bu.”
“Tidak. Habis aku nanti. Pak Haryo itu sekarang juga
sangat kejam. Aku belum cerita ke kamu kan? Dia tampaknya tidak mau lagi
membiayai kuliah kalian.”
“Apa?”
“Dia minta agar kamu berusaha sendiri.”
“Berusaha bagaimana Bu?”
“Cari pekerjaan.”
“Ya ampuuun, pekerjaan apa?”
“Rupanya pak Haryo sudah dipengaruhi oleh
keluarganya,” kata Endah.
“Betul, menurutku juga begitu.”
“Laporkan saja ke kantornya pak Haryo Bu, biar di
dipecat sekalian karena punya isteri lagi.”
“Aduh, kalau dipecat aku malah nggak dapat apa-apa
dong.”
“Sama saja nggak dapat apa-apa, lebih baik hancur
semuanya,” kata Ana.
“Tidak … tidak, jangan itu dulu, aduh, ibu pusing
sekali. Bagaimana besok … bagaimana ?”
Nina kembali tenggelam dalam tangis, sementara Endah
dan Ana bingung mendapat saran untuk bekerja dan harus membiayai sendiri
kuliahnya. Aduhai.
***
“Pak Haryo, mengapa kontrol baru sekarang? Harusnya
kemarin kan?” tanya dokter Linda.
“Iya dok, maaf. Kemarin ketiduran,” kata Haryo memberi
alasan.
“Bapak tensinya masih tinggi. Apa masih terus bekerja,
dan tidak mau istirahat?”
“Sebenarnya sudah cuti seminggu ini dok, baru hari ini
masuk.”
“Tapi belum ada perubahan yang signifikan. Obatnya
saya tambah ya. Bagaimana kalau besok Bapak ke rumah sakit untuk rekam
jantung?”
“Jantung saya kenapa dok?”
“Tidak apa-apa, hanya ingin melihat, apakah jantung
bapak baik-baik saja. Kalau pemeriksaan lengkap, penanganannya juga lebih mudah
kan?”
“Baiklah.”
“Nanti kalau ibu Tindy kontrol kemari, saya akan
bilang bahwa beliau harus lebih memperhatikan Bapak.”
“Jangan dok.”
“Kok jangan? Kalau suami sakit, isteri harus tahu
dong, demikian pula sebaliknya.”
“Saya hanya tidak ingin dia khawatir.”
“Tidak apa-apa kan Pak, supaya Ibu juga ikut menjaga.”
“Jangan dok, tolong jangan katakan apapun tentang
sakit saya sama dia.”
“Baiklah, tapi Bapak Haryo ini aneh.”
“Maaf.”
“Saya tuliskan surat untuk rekam jantung, dan ini
resep yang harus Bapak minum. Awas ya Pak, jaga kesehatan baik-baik.”
“Baiklah dok, terima kasih.”
***
“Hallo, dokter muda yang cantik,” sapa Danarto riang,
ketika melihat Desy di rumah sakit.
Desy tersenyum merekah, lalu mengikuti Danarto yang
mengajaknya ke ruangannya.
“Kamu belum mau praktek Mas? Sepertinya pasien sudah
mengantre,” tegur Desy ketika dipersilakan duduk.
“Laporan pasien belum masuk, jadi aku menyambut dokter
muda ini dulu dong.”
“Ah … “
“Hm, senangnya, pagi-pagi sudah dapat ‘ah’ ,”
“Aku mulai co-ass disini minggu depan. Tadi bersama
teman-teman aku menyelesaikan semua yang diperlukan.”
“Bagus, tapi sayangnya bulan depan aku sudah berangkat
ke Jakarta.”
“Syukurlah.”
“Kok syukurlah sih? Seneng ya, jauh-jauh dari aku ?”
“Bukan seneng jauhnya, seneng karena Mas bersemangat
mengejar karier yang lebih baik, ya kan?”
“Tapi rindu dong,” Danarto tersenyum menggoda, membuat
Desy tersipu.
“Ah … “
“Aku yang rindu, pastinya bukan kamu.”
“Ah ….”
“Tuh, belum semenit sudah ‘ah’ tiga kali.”
Desy tersenyum lebar, lalu dia melihat ke arloji
tangannya.
“Temanku pasti mencari aku, aku pamit dulu ya.”
“Sebentar, menunggu kalau pembantu aku memberikan
daftar pasien, baru boleh pergi.”
“Ih, norak. Mana ada saatnya praktek malah dokternya
ngobrol?”
“Kan belum saatnya.”
“Dokter, ini daftar pasiennya,” tiba-tiba pembantu
dokter meletakkan tumpukan berkas yang berisi daftar pasien yang harus
diperiksa.
“Tuh, aku pamit sekarang, selamat betugas, dok,” kata
Desy sambil berdiri. Ia mengangguk ke arah perawat itu dan beranjak keluar,
“Baiklah, hati-hati di jalan,” pesan Danarto sambil
melambaikan tangannya, dibalas dengan manis oleh Desy, sebelum menutup
pintunya.
“Cantik,” celetuk sang perawat.
“Cantik ya?” Danarto menimpali.
“Pacar dokter?”
“Doakan ya?” kata Danarto sambil tersenyum. Perawat
itu mengacungkan jempolnya tanda setuju, lalu pergi ke arah pintu untuk
memanggil pasien.
***
Siska turun dari mobilnya, menuju ke arah rumah Nina.
Keningnya berkerut, karena melihat rumah itu tertutup rapat.
“Awas ya, kalau kamu melarikan diri,” gumamnya sambil
terus melangkah mendekati pintu.
Ia mengetuk pintunya dengan keras, tapi tak ada
jawaban. Ia melongok ke arah dalam, melalui kaca yang kordennya sedikit
tersingkap. Gelap. Siska menggedor pintu, kemudian duduk di kursi teras.
“Kurangajar dia. Pergi kemana sepagi ini? Awas ya
kalau sampai ingkar,” geramnya.
Sementara itu Nina sedang bersama Endah, untuk
mengambil uang Endah yang sedikit tersisa.
“Aku tidak punya lagi Bu, hanya itu uangku, untuk
jaga-jaga kalau aku membutuhkan sesuatu yang mendadak,” kata Endah.
“Iya, Ibu tahu, kamu itu membantu Ibumu saja seperti
tidak ikhlas begitu.”
“Tapi segera dikembalikan ya.”
“Iya, crewet.”
“Lalu uang kuliahku bagaimana Bu? Masih dua tahun
lagi, dan sekarang sudah harus bayar semester ini.”
“Cari kerja.”
“Beneran nih Bu?”
“Kalau kamu ingin kuliah kamu selesai, kamu harus cari
uang sendiri. Pak Haryo tampaknya sudah tidak mau lagi mengurusi kalian. Ia
menyarankan kalian untuk bekerja.”
“Aduh, bekerja apa ya Bu.”
“Terserah kamu, masa Ibu yang harus bekerja. Sudah
setua Ibu bisa bekerja apa? Pembantu rumah tangga? Ogah.”
Endah mengantarkan ibunya pulang dengan mulut
cemberut. Dia tak bisa membayangkan apa yang harus dikerjakannya.
“Semoga perempuan galak itu tidak mencari ke rumah
pagi ini. Uangnya belum cukup walau aku berikan semua,” gumam Nina dalam
perjalanan pulang.
“Kenapa sih tidak boleh mencicil?”
“Kalau uang Ibu diberikan semua, nanti Ibu belanja
pakai apa?”
“Entahlah, pusing Ibu memikirkannya.”
“Salah Ibu sendiri,” gumam Endah.
“Kok menyalahkan Ibu sih, kamu kan juga suka ketika Ibu pulang bawa makanan enak,” sentak Nina yang membuat Endah terdiam.
Namun ketika mereka sampai di rumah, dilihatnya Siska
duduk di teras sambil menampakkan wajah masam. Rupanya dia sudah menunggu cukup
lama.
Nina turun dengan berdebar, tapi ia mencoba tersenyum
lebar menyambut tamunya.
“Sudah lama Sis?” sapanya ramah, sementara Endah
langsung masuk kedalam, dengan wajah yang lebih masam.
“Lumayan lama, sampai-sampai sopirku aku suruh pulang
karena harus mengantarkan suamiku ke luar kota.
“Maaf, aku baru mencari-cari uang untuk mengembalikan
uang kamu.”
“Bagus dong, jadi sekarang bisa mengembalikan.”
“Sis, kita kan bersahabat sudah lama, ijinkan aku
mencicilnya. Ya,”
“Tidak bisa Nin, aku juga bisa dimarahi suami aku
kalau pengeluaranku tidak terkontrol. Dia memang royal, tapi kalau aku sama
sekali tidak memegang uang, dia juga menegur aku.”
“Tapi Sis, sungguh aku belum punya cukup. Aku cicil
setengahnya dulu ya?”
“Enak saja, tidak bisa dong Nin, janjinya tanggal dua,
ini sudah tanggal sepuluh dan kamu masih mau mencicilnya?”
“Bagaimana kalau tujuhratus limapuluh ribu dulu?”
“Aduh, menyesal aku meminjamkan uang sama kamu Nin,
dulu itu karena aku kasihan sama kamu yang kecopetan, sekarang kamu malah
membuat aku susah.”
“Tolong Sis, sisanya pasti akan aku kembalikan bulan
depan.”
“Baiklah, tapi harus ada pegangan untuk aku.”
“Apa?”
“Kamu punya cincin bagus tuh, biar aku bawa dulu, sama
uang yang tujuhratus limapuluh ribu, nanti kalau sisanya sudah kamu bayar,
cincin itu aku kembalikan.”
“Ya ampun Sis,” rintih Nina sambil melepaskan
cincinnya.
***
Besok lagi ya.
Yeees....
ReplyDeleteYes mb Nani
DeleteJuara 1 Alhamdulillah
Matur nuwun bunda Tien, sdh gasik menyapa 😍
DeleteAlhamdulillah sdh tayang gasik
DeleteSelamat Sragen lagi juara 1-nya
Kemarin pak Latief, sekarang boss Optic Aini Sragen.
Matur nuwun bunda Tien
Salam sehat
Begitulah para pengawal MKJ, yes...
DeleteTerima kasih bu Tien #29 tayang, ah...
Matur nuwun mbak Tien....
ReplyDeleteSehat selalu nggih mbk
Sami2 jeng Nani
DeleteAamiin
Maturnuwun bu Tien ....
ReplyDeleteSami2 ibu Nunuk
DeleteAlhamdulillah
ReplyDeletesudah tayang MKJ
terima kasih...💕
smoga Ibu Tien Slalu sehat bersama keluarga
Salam aduhaiii dr Semarang 🤩,
Sami2 ibu Agustina
DeleteAamiin
Alhamdulillah...
ReplyDeleteSelamat Bu Nani...
Maturnuwun Ibu Tien...
Alhamdulillahsfh tayng
DeleteTrmksh mb Tien smg sll sehat bahagia brsm kelg tercinta
Sami2 ibu Tri
DeleteSami2 Yangti
ADUHAI
Aamiin
Yessss ....tks bu tien ...sehat selalu dan salam aduhai utk bundaku sayang
ReplyDeleteSami2 ibu Sri
DeleteAamiin
ADUHAI sayang
Hore tayang gasik sebelum jam 20.00 berarti bisa tidur gasik juga.
ReplyDeleteSalsm ADUHAI bu Tien.....
Salam ADUHAI mas kakek
Deletealhamdulillah ...
ReplyDeletematur nuwun bu Tien
salam sehat dan aduhai
b Nanik Baturetno
Sami2 bu Nanik
DeleteADUHAI
Wah, mb Nani no satu
ReplyDeleteCerita semakin asyik... Kita diajak berhemat.
Maturnuwun mb Tien
Salam sehat nan aduhai
Yuli Semarang
Sami2 ibu Yuli
DeleteSalam sehat nan ADUHAI
Alhamdulillah, Terima kasih mbak Tien semoga mbak Tien sehat dan selalu dlm lindungan Allah SWT Aamiin YRA
ReplyDeleteSalam ADUHAI...
Sami2 ibu Nanung
DeleteAamiin
ADUHAI
Alhamdulillah, matur nuwun bunda Tien
ReplyDeleteSemangat sehat
Salam aduhai dari Yogya
Sami2 ibu Ermi
DeleteSalam semangat sehat dan ADUHAI
Alhamdulillah... terima kasih... mantap.... sehat² sllu Mbu Tie
ReplyDeleteSami2 pak Zimi
DeleteAamiin
Sugeng dalu mb Tien ....
ReplyDeleteKangen gak pernah komen .....
Makasih MKJ nya ....
Salam Aduhai dari Malang .....
Sugeng dalu
DeleteLagi tak batin
ADUHAI
Asyik sudah terbit ..terima kasih Bunda Tien
ReplyDeleteSalam sehat n semangat dan Aduhai
Alhamdulillah, maturnuwun Bu Tien 🙏,salam sehat semangat dan ADUHAI..lbh awal... Sugeng istirahat Bu Tien...
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteTerimakasih bunda Tien
Aduhai
Matur nuwun mbak Tien-ku MKJ sudah tayang.
ReplyDeleteHe he he Nina kena batunya, mulai benar" harus mengerem laju pengeluaran.
Dokter muda Desy sudah mulai menghadapi pasien ya, semoga sukses saja.
Salam sehat mbak Tien yang selalu ADUHAI.
Alhamdulilah.. MKJ sdh tayang..
ReplyDeleteAsiiik... lg seruu nih..
Terimakasih bunda..
Semoga sehat selalu & selamat beristirahat ya bunda..
Salam aduhai dari sukabumi.. 🙏🙏❤❤
Alhamdulillah MKJ 29 telah tayang, terima kasih bu Tien sehat n bahagia selalu. Aamiin.
ReplyDeleteUR.T411653L
Alhamdulillah sudah tayang.
ReplyDeleteMatur nuwin bu Tien
Sami2 ibu Prana
DeleteMatur nuwun
Jos gandos..makin seru.. salam sehat selalu Bu cantik Amin YRA 🙏 mr wien
ReplyDeleteAlhamdulilah sudah tayang..Matur nuwun Ibu Tien..mugi tansah sehat..
ReplyDeleteMakin seru...Nina..disuruh hemat...mumet pasti...
Haryo sadar mau pensiun....mulai pelit...kata Nina...
Selalu menunggu...episode2 ...berikutnga
Alhamdulillah sdh tayang. Trimakasih bu Tien. Semoga bu Tien selalu sehat. Aamiin
ReplyDeleteSalam dr jember
Hallow mas2 mbak2 bapak2 ibu2 kakek2 nenek2 ..
ReplyDeleteWignyo, Opa, Kakek Habi, Bambang Soebekti, Anton, Hadi, Pri , Sukarno, Giarto, Gilang, Ngatno, Hartono, Yowa, Tugiman, Dudut Bambang Waspodo, Petir Milenium (wauuw), Djuniarto, Djodhi55, Rinto P. , Yustikno, Dekmarga, Wedeye, Teguh, Dm Tauchidm, Pudji, Garet, Joko Kismantoro, Alumni83 SMPN I Purwantoro, Kang Idih, RAHF Colection, Sofyandi, Sang Yang, Haryanto Pacitan, Pipit Ponorogo, Nurhadi Sragen, Arni Solo, Yeni Klaten, Gati Temanggung, Harto Purwokerto, Eki Tegal dan Nunuk Pekalongan, Budi , Widarno Wijaya, Rewwin, Edison, Hadisyah,
Wo Joyo, Tata Suryo, Mashudi, B. Indriyanto, Nanang, Yoyok, Faried, Andrew Young, Ngatimin, Arif, Eko K, Edi Mulyadi, Rahmat, MbaheKhalel, Aam M, Ipung Kurnia, Yayak, Trex Nenjap, Sujoko, Gunarto, Latif, Samiadi, Alif, Merianto Satyanagara, Rusman, Agoes Eswe, Muhadjir Hadi, Robby, Gundt, Nanung, Roch Hidayat, Yakub Firman, Bambang Pramono, Gondo Prayitno , Zimi Zaenal M. , Alfes, Djoko Bukitinggi, Arinto Cahya Krisna , HerryPur, Djoni August. Gembong. Papa Wisnu, Djoni, Entong Hendrik, Dadung Sulaiman, Wirasaba, Boediono Hatmo, R.E. Rizal Effendy, Tonni, Koko Hermanto, Radieska51,
Hallow..
ReplyDeleteYustinhar. Peni, Datik Sudiyati, Noor Dwi Tjahyani, Caroline Irawati, Nenek Dirga, Ema, Winarni, Retno P.R., FX.Hartanti, Danar, Widia, Nova, Jumaani, Ummazzfatiq, Mastiurni, Yuyun, Jum, Sul, Umi, Marni, Bunda Nismah, Wia Tiya, Ting Hartinah, Wikardiyanti, Nur Aini, Nani, Ranti, Afifah, Bu In, Damayanti, Dewi, Wida, Rita, Sapti, Dinar, Fifi, Nanik. Herlina, Michele, Wiwid, Meyrha, Ariel, Yacinta, Dewiyana, Trina, Mahmudah, Lies, Rapiningsih, Liliek, Enchi, Iyeng Sri Setyawati , Yulie, Yanthi , Dini Ekanti, Ida, Putri, Bunda Rahma, Neny, Yetty Muslih, Ida, Fitri, Hartiwi DS, Komariah P., Ari Hendra, Tienbardiman, Idayati, Maria, Uti Nani, Noer Nur Hidayati, Weny Soedibyo, Novy Kamardhiani, Erlin, Widya, Puspita Teradita, Purwani Utomo, Giyarni, Yulib, Erna, Anastasia Suryaningsih, Salamah, Roos, Noordiana, Fati Ahmad, Nuril, Bunda Belajar Nulis, Tutiyani, Bulkishani, Lia, Imah P Abidin, Guru2 SMPN 45 Bandung, Yayuk, Sriati Siregar, Guru2 SMPN I Sawahlunto, Roos, Diana Evie, Rista Silalahi, Agustina, Kusumastuti, KG, Elvi Teguh, Yayuk, Surs, Rinjani, ibu2 Nogotirto, kel. Sastroharsoyo, Uti, Sis Hakim, Tita, Farida, Mumtaz Myummy, Gayatri, Sri Handay, Utami, Yanti Damay, Idazu, Imcelda, Triniel, Anie, Tri, Padma Sari, Prim, Dwi Astuti, Febriani, Dyah Tateki, kel. SMP N I Gombong, Lina Tikni, Engkas Kurniasih, Anroost, Wiwiek Suharti, Erlin Yuni Indriyati, Sri Tulasmi, Laksmie, Toko Bunga Kelapa Dua, Utie ZiDan Ara, Prim, Niquee Fauzia, Indriyatidjaelani,
Bunda Wiwien, Agustina339, Yanti, Rantining Lestari, Ismu, Susana Itsuko, Aisya Priansyah, Hestri, Julitta Happy, I'in Maimun, Isti Priyono, Moedjiati Pramono, Novita Dwi S, Werdi Kaboel, Rinta Anastya, r Hastuti, Taty Siti Latifah, Mastini M.Pd. , Jessica Esti, Lina Soemirat, Yuli, Titik, Sridalminingsih, Kharisma, Atiek, Sariyenti, Julitta Happy Tjitarasmi, Ika Widiati, Eko Mulyani, Utami, Sumarni Sigit, Tutus, Neni, Wiwik Wisnu, Suparmia, Yuni Kun, Omang Komari, Hermina, Enny, Lina-Jogya, mbah Put Ika, Eyang Rini ,Handayaningsih, ny. Alian Taptriyani, Dwi Wulansari, Arie Kusumawati, Arie Sumadiyono, Sulasminah , Wahyu Istikhomah, Ferrita Dudiana, SusiHerawati, Lily , Farida Inkiriwang, Wening, Yuka, Sri, Mbah Wi, Si Garet, ibu Wahyu Widyawati, Rini Dwi, Pudya , Indahwdhany, Butut, Oma Michelle, Linurhay, Noeng Nurmadiah, Dwi Wulansari, Winar, Hnur, Umi Iswardono , Yustina Maria Nunuk Sulastri Rahayu Hernadi , Sri Maryani, Bunda Hayu Hanin, Nunuk, Reni, Pudya, Nien, Swissti Buana, Sudarwatisri, Mundjiati Habib, Savero, Ida Yusrida, Nuraida, Nanung, Arin Javania. Ninik Arsini, Neni , Komariyah, Aisya Priansyah, Jainah Jan. Civiyo, Mahmudah, Yati Sri Budiarti, Nur Rochmah. Uchu Rideen
. Ninik Arsini, Endah. Nana Yang, Sari P Palgunadi, Echi Wardani, Nur Widyastuti, Gagiga family, Trie Tjahjo Wibowo, Lestari Mardi, Susi Kamto, Rosen rina, Mimin NP, Ermi S, Ira, Nina, Endang Amirul
Sepertinya bu tien ikutan berhemat. Nina, berhemat supaya bisa makan. Bikin endah n ana cari kerjaan. Bu tien hemat tulisan bikin pembaca penasaran. Ah.... Duhai
DeleteBesok lagi ya....
Bentar lagi cerita percintaan Danarto dan Desy ya mb Tien .....
ReplyDeleteSo sweet .....
Aduhai ......
ADUHAI ibu Laksmi
DeleteAduh jahat banget ya siska .. Kasian juga nina... Buat pelajaran biar intropeksi diri...
ReplyDeleteADUHAI Ibu Winarni
DeleteAlhamdulillah, akhirnya tayang awal Matur nuwun bu Tien. Ceritanya makin seru, jatah 1 juta dari Haryo sudah berkurang untuk bayar hutang 750 ribu,. padahal sebagian uang poinjam Endah apalagi cincin Nina untuk jaminan. Bisa bisa Haryo curiga sewaktu Nina tidak pakai cincin. Makin runyam..Anak anak Nina tidak siap untuk kerja padahal Haryo sudah tidak mau membiayai kuliah. Rasain deh..tidak mau berhemat sih. Salam sehat selalu ..ditunggu lanjutan ceritanya
ReplyDeleteSami2 Ibu Noor
DeleteADUHAI
Terima kasih bu Tien ..sehat dan semangat selalu
ReplyDeleteMonggo disimak cerbungnya aduhai... bwt sangu bobok. Salam sehat b bugar bwt bu Tien... matur nuwun
ReplyDeleteSami2 ibu Wiwik
DeleteSalam bugar dan ADUHAI
alur crita nya makin seru...
ReplyDeletesemoga bu Tien..tetap sehat bahagia bersama kelg....salam aduhai
Terimakasih ibu Atiek
DeleteADUHAI
Mbak Tien sayang, maturnuwun MKJnya. Cerita mengalir lancar...ya nggemeske, ya bikin trenyuh, juga bikin pinisirin.
ReplyDeleteNina baru tahu rasa ya...
Haryo mulai pusing kan...lha uang nafkah haknya Tindy dan anak-anak kok diabul-abul untuk perempuan lain. Awas bisa kena serangan jantung atau stroke lho kalau tensi nggak turun-turun..
Haryo baru sadar, kalau selama ini Nina dan kedua anaknya hanya jadi benalu?
Telat pak dosen...telat...hidupmu tidak mendapat berkah karena mengkhianati isteri dan anak sendiri.
Makin seru saja nih mbak Tien...
Semoga lancar berkarya ya mbakyuku sayang...
Salaam
Jeng Iyeng sayang, kangen nih
DeleteHanya satu kata Aduhai
Alhamdulillah..... Terima kasih Bu Tien, semoga sehat selalu.
ReplyDeleteSami2 ibu Yeti
DeleteAamiin
Matur nuwun, mbak Tien.
ReplyDeleteADUHAI....
Salam sehat selalu ....
Sami2 Ibu Purwani
DeleteSehat dan ADUHAI
Alhamdulillah MKJ29 sdh tayang. Terimakasih mbak Tien. Semoga sehat dan bahagia selalu. Aamiin
ReplyDeleteSalam dari Malang
Sami2 Ibu Pudya
DeleteAamiin
Alhamdulillah tayang lebih cepat
ReplyDeleteMakin seru bunda
Bagus tuh siska dan mas haryo beri pelajaran sama nina
ADUHAI Ibu Engkas
DeleteAlhamdulillah....
ReplyDeleteMtur nuwun Bun....
Mugi2 tansah pinaringan rahayu wilujeng samudayanipun
Selamat malam Bunda sehat selalu bersama keluarga tercinta.
ReplyDeleteMakasih untuk MKJ29 yg pasti selalu ditunggu karena ceritanya yg mengasyikan.
Sukses buat Bunda dan salam ADUHAI
Selamat pagi mas Bambang
DeleteSami2
ADUHAI
Alhamdulillah,terima kasih Bu Tien..
ReplyDeleteSehat dan bahagia selalu,Aamiin.
Sami2 Ibu Rini
DeleteSalam sehat bahagia dan ADUHAI
Alhamdulillah MKJ29 sdh terbit, salam sehat, semangat dan aduhai teruntuk bu Tien...
ReplyDeleteSalam sehat semangat dan ADUHAI ibu Komariyah
DeleteTerima kasih mbak Tien. Salam sehat selalu.
ReplyDeleteSami2 pak Andrew
DeleteAamiin
Wah bu Nina terjerat utang baru rasa sekarang jatah nya di batasi,jadi pengin cepat2 tahu bagaimana nasib bu Nina yg akan datang nih.
ReplyDeleteSalam Ah,Ah,Ah buat mbak Tien dari Tegal.He he he
Salam AH .. AH .. AH.. buat ibu Neni
DeleteTerima kasih Bu tien
ReplyDeleteSami2 pak Koko
DeleteSenengnya Danarto ada kesempatan ketemuan sama idaman hati ditempat kerja, mulai Minggu depan, walau cuma menghabiskan bulan ini lumayan, bisa lebih agresif lagi rayuannya.
ReplyDeleteTerlihat mereka saling support.
Adem banget bacanya.
Nina dikejar kejar dept kolektor bingung menghindar, pilihan yang ada; pahit semua.
Tapi enak aja Haryo minum kopi pahitnya, dinegeri ini masih belum dan susah menerima pekerja magang paruh waktu.
Tuh kemaren ada aturan ketenagakerjaan baru, siapa tahu disana ada aturan tentang pekerja magang paruh waktu dan bisa bekerja pada waktu tertentu dengan perjanjian. Ah(ikutan kaya Desy).. mudah-mudahan aturan itu ada, dan bisa mengurangi do. Siapa tahu; aku juga nggak tahu.
Ha ha jangan jangan dapat kerjaan cleaning servis di rumah sakit. Teller donk, apa mabook
ADUHAI
Terimakasih Bu Tien;
Memang Kembang Jalanan yang ke dua puluh sembilan sudah tayang.
Sehat sehat selalu doaku, sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta 🙏
Sami2 Nananh
DeleteADUHAI deh
Sugeng dalu mbak Tien..
ReplyDeleteMaturnuwun MKJ29nyaa..
Bagus pelajaran buat Nina n anak2nya..
Haryoo...haryoo...suruh siapa urus anak orang...anak sendiri cantik2 n berprestasi..nyesal yaa..😏😏
Lanjuut besok lagiii...
Salam sehat selalu dan aduhaii banget mbak Tien..🙏💟🌹
Sugeng enjing Ibu Maria
DeleteSami2
Salam sehat dan ADUHAI
Kangen koment dah lama cuti.
ReplyDelete'ah'mbak Tien,ketawa sedih,lucu, gemes,bikin penasaran jadi satu. Ah.
Sehat selalu mb.Tien, salam aduhai.
Aamiin
DeleteMatur nuwun Mbah Ti
𝑵𝒊𝒏𝒂 𝒔𝒆𝒌𝒂𝒓𝒂𝒏𝒈 𝒃𝒂𝒓𝒖 𝒕𝒂𝒖 𝒓𝒂𝒔𝒂. ..
ReplyDelete𝑻𝒆𝒓𝒊𝒎𝒂 𝒌𝒂𝒔𝒊𝒉 𝒎𝒃𝒂𝒌 𝑻𝒊𝒆𝒏. ..
Sami2 KP LOVER
DeleteAlhamdulillah...
ReplyDeleteSalam sehat selalu...
Salam sehat dan ADUHAI ibu Umi
DeleteHasil karya ibu Tien selalu penuh pesan moral yg luar biasa.
ReplyDeleteSeandainya pak Haryo sang dosen yg profesor itu sejak muda pandai mengatur keuangannya, pastilah diusia pensiunnya tidak ada masalah dgn uang, apalagi ditambah setia dlm perkawinannya.
Berapapun penghasilanmu pasti cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupmu, tetapi berapapun penghasilanmu tdk akan cukup untuk memenuhi gaya hidupmu.
ReplyDeleteADUHAI ibu Yustinhar
DeleteTerimakasih bu Tien, semoga sehat selalu.
ReplyDeleteSami2 ibu Sri
DeleteAamiin
Alhamdulillah... Terima kasih Bu Tien... Selamat pagi selamat beraktifitas semoga Bu Tien selalu sehat, semangat dalam berkarya... Barokah tuk semuanya... Salam... 🙏🙏🙏
ReplyDeleteSami2 ibu Sri
ReplyDeleteSelamat pagi
Aamiin
Assalamualaikum wr wb. Nina dan anak-2nya mendapatkan pelajaran yg berharga dari Haryo. Sebenarnya Haryo juga ikutan membentuk karaktet Istri siri dan anak2nya begitu menggerogoti uang Haryo, seorang yg berstatus dosen, tapi tdk tahu diri. Sekarang baru nyahok akibatnya. Wah semakin menarik ceritanya... Maturnuwun Bu Tien, semoga Bu Tien beserta keluarga tansah pinaringan karahayon wilujeng ing sadoyonipun. Aamiin Yaa Robbal'alamiin... Salam sehat dari Pondok Gede..
ReplyDeleteHaryo itu Dosen, tapi kok pikirannya cetek, cupet, shg masuk jeratan cinta palsu seorang janda beranak dua. Haryo tega meninggalkan keluarga besarnya yg begitu menghormati dan memcintai Haryo... Tapi kini semua hancur karena perilaku Haryo sendiri....Dugaan saya, selain sakit tekanan darah tinggi, disusul sakit jantung... Akibatnya stroke.. Ambyar kabeh. Saya tunggu lanjutan ceritanya. Maturnuwun Bu Tien...
ReplyDeleteMakasih mba Tien.
ReplyDeleteSalamm sehat selalu.
Aduhai
Salam sehat dan aduhai ..dari kota Sawahlunto... Semangat bunda Tien .. 🙏🙏
ReplyDeleteNina bobo lagi, disuruh berhemat pusing diaaa...
ReplyDeleteBikin pakspak Haryo suaminya darting....
Ceritanya bisa tuk cermin keluarga.👍
Moga2 Bu Tien Kumasari selalu sehat walafiat dan semangat untuk terus berkarya. Aamiin Allahumma Aamiinn.🙏
Alhamdulillah....
ReplyDeleteDeasy memang aduhai....
Salam sehat Bu Tien, terima kasih MBK nya....,Ups 🤭
MKJ maksudnya...😊🙏
Alhamdulillah..kan Siska nagih uang 1 juta ya tdk cukup 🤲😢ya istri Sirih tp sok ..3 putri yg pintar ..dah sakit dah biarkan Aja si Nina tinggal deh.tp malu u balik ke Tindy istri soleha ..wes wes bu Tien ini pintar buat kita seubel .senang ..trima kasih bu Tien
ReplyDelete