Wednesday, February 2, 2022

MEMANG KEMBANG JALANAN 29

 

MEMANG KEMBANG JALANAN  29

(Tien Kumalasari)

 

Haryo menghirup kopi pahitnya dengan santai.

“Mas, apa maksudnya ini ?” Nina masih memekik.

“Bukankah kamu butuh uang belanja?”

“Tapi mana bisa uang sejuta buat belanja?”

“Belanja apa sejuta tidak cukup? Coba kamu tulis dengan rinci, kebutuhan sehari kamu berapa, aku mau tahu. Ingat, aku selalu minta agar kamu berhemat.”

“Biar berhemat, mana bisa sejuta cukup sebulan?”

“Baiklah, tulis dengan rinci, berapa kebutuhan pokok kamu setiap hari, aku tunggu.”

“Ini keterlaluan. Apa mas memberikan uang Mas kepada anak Mas yang mau ke luar negri? Ia minta uang kan pada akhirnya? Atau Mas memberikannya tanpa dia memintanya?”

“Ada hak apa kamu mengurusi kebutuhan aku?”

“Kok Mas bilang begitu? Mas sudah mengambil aku sebagai isteri, walaupun siri, jadi Mas harus bertanggung jawab dong.”

“Menurut kamu, aku kurang bertanggung jawab apa? Aku kontrakkan rumah, aku beri kamu makan dan uang berlimpah sebelumnya, aku sekolahkan anak-anakmu, sementara itu bukan kewajibanku. Masih kurang apa, katakan.” Kata Haryo mulai dengan nada tinggi.

“Tapi kemudian memberi uang sejuta, apakah cukup?”

“Aku akan bayar listrik dan PAM, kamu hanya mencukupi makan. Kalau kurang, katakan berapa, dan mengapa kurang, mana perhitungannya. Hanya itu yang aku minta.”

“Mengapa Mas tiba-tiba perhitungan sekali? Apa penyebabnya?”

“Penyebabnya adalah mengajari kamu untuk berhemat. Kebutuhan lain tidak bisa diabaikan. Kontrak rumah itu mahal, dan aku harus menabung.”

“Bagaimana dengan anak-anak yang terlanjur  kuliah?”

“Ajari mereka mencari uang, bukan menghambur-hamburkan uang.”

“Apa maksud Mas?”

“Bukankah anak-anak kamu sudah dewasa? Mereka harus tahu keadaan orang tuanya, Kalau belum tahu, tolong kasih tahu. Jangan hanya meminta. Jaman sekarang banyak anak-anak kuliah sambil bekerja.”

Nina membanting-banting kakinya dengan keras. Haryo menghabiskan kopinya, kemudian beranjak pergi ke kamarnya.

“Maaas, bener nih tega memberi uang belanja sejuta?” teriak Nina.

“Akan aku tambah, tapi aku minta rinciannya. Serinci-rincinya,” kata Haryo tandas, kemudian menutup pintu kamarnya.

“Keterlaluan mas Haryo. Bagaimana aku harus mengembalikan uang Siska? Besok dia pasti datang untuk menagih, dan pasti juga dia akan marah-marah kalau aku tidak bisa mengembalikannya. Dia itu kan hanya baik pada lahirnya, sesungguhnya dia itu sangat perhitungan. Bagaimana ini … bagaimana?”

Lalu Nina menangis menggerung-gerung, dan lari ke kamar anaknya.

Endah terkejut melihat ibunya menangis begitu rupa.

“Ada apa Bu?”

“Lihat ini, pak Haryo hanya memberi uang belanja sebanyak satu juta, lihat ini, apa cukup,coba?” tangisnya sambil duduk di lantai begitu saja, membuat Endah dan Ana terkejut.

“Berapa biasanya pak Haryo memberi uang belanja?”

“Banyak lah, bisa untuk bayar sekolah kalian, untuk makan, untuk belanja baju.”

“Apa alasan pak Haryo hanya memberi uang sejuta?”

“Dia selalu minta agar Ibu berhemat … berhemat … sebel aku. Sehemat-hematnya, mana cukup uang satu juta untuk makan?”

“Ya sudah lah bu, pergunakan uang itu untuk belanja secukupnya, kalau habis ya sudah, bilang habis, untuk makan kita semua.”

“Enak saja kamu ngomong. Dia minta aku merinci semua kebutuhan, kalau mau minta uang tambah.”

“Ya sudah, tulis saja kebutuhan ibu, lalu tunjukkan.”

Nina mengangkat wajahnya yang basah oleh air mata.

“Dengar ya, sebenarnya Ibu punya hutang satu juta tigaratus ribu pada tante Siska.”

“Apa?” teriak Ana dan Endah hampir bersamaan.

“Dan dia bilang besok mau menagih kemari. Bagaimana ini? Apa yang harus aku lakukan?”

“Mengapa Ibu tidak bilang saja sama pak Haryo kalau punya hutang sama tante Siska?”

“Woadhuuhh, bilang bagaimana? Bisa-bisa dihabisi aku.”

“Gimana sih Ibu?”

“Itu tidak sepengetahuan dia.”

“Nah, itu salah Ibu,” kata Ana seenaknya.

“Kamu itu tidak membantu, malah menyalahkan Ibu. Gimana sih? Sekarang coba Ibu mau tahu, apa kalian punya tabungan?”

“Tabungan ?” jawab mereka serentak.

“Iya, kalau ada, tolong kasihkan ke Ibu dulu, nanti Ibu ganti. Yang penting urusan dengan Siska harus selesai dulu.”

“Kamu punya nggak?” tanya Endah kepada Ana.

“Kamu punya?”

“Hanya sedikit, nggak sampai duaratus.”

“Biar Ibu pinjam dulu ya, berapapun. Ana punya berapa?”

“Nggak banyak Bu, sudah Ana ambil kemarin buat beli … bakso,” katanya sambil cemberut.

“Dasar kalian itu.”

Tiba-tiba ponsel Nina berdering.

“Aduh, ini dia … sudah menelpon.”

“Nggak usah diangkat,” usul Endah.

“Enak saja, malah datang kemari nanti dia.”

Nina mengangkat ponselnya sambil mengusap air matanya.

“Hallo Sis.”

“Nin, uangnya sudah ada kan? Aku ambil sekarang atau besok?”

“Aduh Sis, kasihanilah aku … “ kata Nina memelas.

“Apa katamu? Jangan bilang kamu akan mundur lagi dengan seribu satu alasan.”

“Dengar Sis, suamiku kan lagi sakit, belum bisa memberi uang belanja.”

“Tidak bisa Nin, aku juga punya kebutuhan, uang itu mau aku pakai sekarang.”

“Tolonglah Sis, aku cicil saja ya?”

“Jangan, aku nggak mau dicicil. Semuanya,” kata Siska bengis.

“Sis, tolong kasihanilah aku, besok aku bayar limaratus ribu dulu ya,” Nina semakin memelas.

“Enak saja. Itu tidak ada separonya. Gimana sih, katanya suami kamu orang kaya. Masa uang satu juta lebih sedikit saja tidak bisa membayar.”

“Tolong Sis, bener aku sedang sedih karena kekurangan uang. Banyak hal yang tidak aku ceritakan ke kamu. Aku butuh pengertianmu Sis.”

“Aku tidak mau tahu. Pokoknya besok pagi aku akan datang kemari.”

“Sis ….”

Siska menutup ponselnya, dan Nina dengan lemas bersandar di tembok kamar anaknya. Air matanya kembali menetes.

“Nggak mau ya dicicil?”

“Dia itu sahabat yang kejam. Sangat kejam,” umpat Nina sambil terus menangis.

“Bilang terus terang saja sama pak Haryo Bu.”

“Tidak. Habis aku nanti. Pak Haryo itu sekarang juga sangat kejam. Aku belum cerita ke kamu kan? Dia tampaknya tidak mau lagi membiayai kuliah kalian.”

“Apa?”

“Dia minta agar kamu berusaha sendiri.”

“Berusaha bagaimana Bu?”

“Cari pekerjaan.”

“Ya ampuuun, pekerjaan apa?”

“Rupanya pak Haryo sudah dipengaruhi oleh keluarganya,” kata Endah.

“Betul, menurutku juga begitu.”

“Laporkan saja ke kantornya pak Haryo Bu, biar di dipecat sekalian karena punya isteri lagi.”

“Aduh, kalau dipecat aku malah nggak dapat apa-apa dong.”

“Sama saja nggak dapat apa-apa, lebih baik hancur semuanya,” kata Ana.

“Tidak … tidak, jangan itu dulu, aduh, ibu pusing sekali. Bagaimana besok … bagaimana ?”

Nina kembali tenggelam dalam tangis, sementara Endah dan Ana bingung mendapat saran untuk bekerja dan harus membiayai sendiri kuliahnya. Aduhai.

***

“Pak Haryo, mengapa kontrol baru sekarang? Harusnya kemarin kan?” tanya dokter Linda.

“Iya dok, maaf. Kemarin ketiduran,” kata Haryo memberi alasan.

“Bapak tensinya masih tinggi. Apa masih terus bekerja, dan tidak mau istirahat?”

“Sebenarnya sudah cuti seminggu ini dok, baru hari ini masuk.”

“Tapi belum ada perubahan yang signifikan. Obatnya saya tambah ya. Bagaimana kalau besok Bapak ke rumah sakit untuk rekam jantung?”

“Jantung saya kenapa dok?”

“Tidak apa-apa, hanya ingin melihat, apakah jantung bapak baik-baik saja. Kalau pemeriksaan lengkap, penanganannya juga lebih mudah kan?”

“Baiklah.”

“Nanti kalau ibu Tindy kontrol kemari, saya akan bilang bahwa beliau harus lebih memperhatikan Bapak.”

“Jangan dok.”

“Kok jangan? Kalau suami sakit, isteri harus tahu dong, demikian pula sebaliknya.”

“Saya hanya tidak ingin dia khawatir.”

“Tidak apa-apa kan Pak, supaya Ibu juga ikut menjaga.”

“Jangan dok, tolong jangan katakan apapun tentang sakit saya sama dia.”

“Baiklah, tapi Bapak Haryo ini aneh.”

“Maaf.”

“Saya tuliskan surat untuk rekam jantung, dan ini resep yang harus Bapak minum. Awas ya Pak, jaga kesehatan baik-baik.”

“Baiklah dok, terima kasih.”

***

“Hallo, dokter muda yang cantik,” sapa Danarto riang, ketika melihat Desy di rumah sakit.

Desy tersenyum merekah, lalu mengikuti Danarto yang mengajaknya ke ruangannya.

“Kamu belum mau praktek Mas? Sepertinya pasien sudah mengantre,” tegur Desy ketika dipersilakan duduk.

“Laporan pasien belum masuk, jadi aku menyambut dokter muda ini dulu dong.”

“Ah … “

“Hm, senangnya, pagi-pagi sudah dapat ‘ah’ ,”

“Aku mulai co-ass disini minggu depan. Tadi bersama teman-teman aku menyelesaikan semua yang diperlukan.”

“Bagus, tapi sayangnya bulan depan aku sudah berangkat ke Jakarta.”

“Syukurlah.”

“Kok syukurlah sih? Seneng ya, jauh-jauh dari aku ?”

“Bukan seneng jauhnya, seneng karena Mas bersemangat mengejar karier yang lebih baik, ya kan?”

“Tapi rindu dong,” Danarto tersenyum menggoda, membuat Desy tersipu.

“Ah … “

“Aku yang rindu, pastinya bukan kamu.”

“Ah ….”

“Tuh, belum semenit sudah ‘ah’ tiga kali.”

Desy tersenyum lebar, lalu dia melihat ke arloji tangannya.

“Temanku pasti mencari aku, aku pamit dulu ya.”

“Sebentar, menunggu kalau pembantu aku memberikan daftar pasien, baru boleh pergi.”

“Ih, norak. Mana ada saatnya praktek malah dokternya ngobrol?”

“Kan belum saatnya.”

“Dokter, ini daftar pasiennya,” tiba-tiba pembantu dokter meletakkan tumpukan berkas yang berisi daftar pasien yang harus diperiksa.

“Tuh, aku pamit sekarang, selamat betugas, dok,” kata Desy sambil berdiri. Ia mengangguk ke arah perawat itu dan beranjak keluar,

“Baiklah, hati-hati di jalan,” pesan Danarto sambil melambaikan tangannya, dibalas dengan manis oleh Desy, sebelum menutup pintunya.

“Cantik,” celetuk sang perawat.

“Cantik ya?” Danarto menimpali.

“Pacar dokter?”

“Doakan ya?” kata Danarto sambil tersenyum. Perawat itu mengacungkan jempolnya tanda setuju, lalu pergi ke arah pintu untuk memanggil pasien.

***

Siska turun dari mobilnya, menuju ke arah rumah Nina. Keningnya berkerut, karena melihat rumah itu tertutup rapat.

“Awas ya, kalau kamu melarikan diri,” gumamnya sambil terus melangkah mendekati pintu.

Ia mengetuk pintunya dengan keras, tapi tak ada jawaban. Ia melongok ke arah dalam, melalui kaca yang kordennya sedikit tersingkap. Gelap. Siska menggedor pintu, kemudian duduk di kursi teras.

“Kurangajar dia. Pergi kemana sepagi ini? Awas ya kalau sampai ingkar,” geramnya.

Sementara itu Nina sedang bersama Endah, untuk mengambil uang Endah yang sedikit tersisa.

“Aku tidak punya lagi Bu, hanya itu uangku, untuk jaga-jaga kalau aku membutuhkan sesuatu yang mendadak,” kata Endah.

“Iya, Ibu tahu, kamu itu membantu Ibumu saja seperti tidak ikhlas begitu.”

“Tapi segera dikembalikan ya.”

“Iya, crewet.”

“Lalu uang kuliahku bagaimana Bu? Masih dua tahun lagi, dan sekarang sudah harus bayar semester ini.”

“Cari kerja.”

“Beneran nih Bu?”

“Kalau kamu ingin kuliah kamu selesai, kamu harus cari uang sendiri. Pak Haryo tampaknya sudah tidak mau lagi mengurusi kalian. Ia menyarankan kalian untuk bekerja.”

“Aduh, bekerja apa ya Bu.”

“Terserah kamu, masa Ibu yang harus bekerja. Sudah setua Ibu bisa bekerja apa? Pembantu rumah tangga? Ogah.”

Endah mengantarkan ibunya pulang dengan mulut cemberut. Dia tak bisa membayangkan apa yang harus dikerjakannya.

“Semoga perempuan galak itu tidak mencari ke rumah pagi ini. Uangnya belum cukup walau aku berikan semua,” gumam Nina dalam perjalanan pulang.

“Kenapa sih tidak boleh mencicil?”

 “Entahlah, nanti Ibu akan mencoba merayunya lagi,” kata Nina dengan perasaan gundah.

“Kalau uang Ibu diberikan semua, nanti Ibu belanja pakai apa?”

“Entahlah, pusing Ibu memikirkannya.”

“Salah Ibu sendiri,” gumam Endah.

“Kok menyalahkan Ibu sih, kamu kan juga suka ketika Ibu pulang bawa makanan enak,” sentak Nina yang membuat Endah terdiam.

Namun ketika mereka sampai di rumah, dilihatnya Siska duduk di teras sambil menampakkan wajah masam. Rupanya dia sudah menunggu cukup lama.

Nina turun dengan berdebar, tapi ia mencoba tersenyum lebar menyambut tamunya.

“Sudah lama Sis?” sapanya ramah, sementara Endah langsung masuk kedalam, dengan wajah yang lebih masam.

“Lumayan lama, sampai-sampai sopirku aku suruh pulang karena harus mengantarkan suamiku ke luar kota.

“Maaf, aku baru mencari-cari uang untuk mengembalikan uang kamu.”

“Bagus dong, jadi sekarang bisa mengembalikan.”

“Sis, kita kan bersahabat sudah lama, ijinkan aku mencicilnya. Ya,”

“Tidak bisa Nin, aku juga bisa dimarahi suami aku kalau pengeluaranku tidak terkontrol. Dia memang royal, tapi kalau aku sama sekali tidak memegang uang, dia juga menegur aku.”

“Tapi Sis, sungguh aku belum punya cukup. Aku cicil setengahnya dulu ya?”

“Enak saja, tidak bisa dong Nin, janjinya tanggal dua, ini sudah tanggal sepuluh dan kamu masih mau mencicilnya?”

“Bagaimana kalau tujuhratus limapuluh ribu dulu?”

“Aduh, menyesal aku meminjamkan uang sama kamu Nin, dulu itu karena aku kasihan sama kamu yang kecopetan, sekarang kamu malah membuat aku susah.”

“Tolong Sis, sisanya pasti akan aku kembalikan bulan depan.”

“Baiklah, tapi harus ada pegangan untuk aku.”

“Apa?”

“Kamu punya cincin bagus tuh, biar aku bawa dulu, sama uang yang tujuhratus limapuluh ribu, nanti kalau sisanya sudah kamu bayar, cincin itu aku kembalikan.”

“Ya ampun Sis,” rintih Nina sambil melepaskan cincinnya.

***

Besok lagi ya.

 

 

 

 

102 comments:

  1. Replies
    1. Yes mb Nani
      Juara 1 Alhamdulillah

      Delete
    2. Matur nuwun bunda Tien, sdh gasik menyapa 😍

      Delete
    3. Alhamdulillah sdh tayang gasik

      Selamat Sragen lagi juara 1-nya
      Kemarin pak Latief, sekarang boss Optic Aini Sragen.

      Matur nuwun bunda Tien
      Salam sehat

      Delete
    4. Begitulah para pengawal MKJ, yes...
      Terima kasih bu Tien #29 tayang, ah...

      Delete
  2. Matur nuwun mbak Tien....
    Sehat selalu nggih mbk

    ReplyDelete
  3. Alhamdulillah 
    sudah tayang MKJ
    terima kasih...💕
    smoga Ibu Tien Slalu sehat bersama keluarga
    Salam aduhaiii dr Semarang 🤩,

    ReplyDelete
  4. Alhamdulillah...
    Selamat Bu Nani...
    Maturnuwun Ibu Tien...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Alhamdulillahsfh tayng

      Trmksh mb Tien smg sll sehat bahagia brsm kelg tercinta

      Delete
    2. Sami2 ibu Tri
      Sami2 Yangti
      ADUHAI
      Aamiin

      Delete
  5. Yessss ....tks bu tien ...sehat selalu dan salam aduhai utk bundaku sayang

    ReplyDelete
  6. Hore tayang gasik sebelum jam 20.00 berarti bisa tidur gasik juga.
    Salsm ADUHAI bu Tien.....

    ReplyDelete
  7. alhamdulillah ...
    matur nuwun bu Tien
    salam sehat dan aduhai
    b Nanik Baturetno

    ReplyDelete
  8. Wah, mb Nani no satu
    Cerita semakin asyik... Kita diajak berhemat.
    Maturnuwun mb Tien
    Salam sehat nan aduhai
    Yuli Semarang

    ReplyDelete
  9. Alhamdulillah, Terima kasih mbak Tien semoga mbak Tien sehat dan selalu dlm lindungan Allah SWT Aamiin YRA
    Salam ADUHAI...

    ReplyDelete
  10. Alhamdulillah, matur nuwun bunda Tien
    Semangat sehat
    Salam aduhai dari Yogya

    ReplyDelete
  11. Alhamdulillah... terima kasih... mantap.... sehat² sllu Mbu Tie

    ReplyDelete
  12. Sugeng dalu mb Tien ....
    Kangen gak pernah komen .....
    Makasih MKJ nya ....
    Salam Aduhai dari Malang .....

    ReplyDelete
  13. Asyik sudah terbit ..terima kasih Bunda Tien

    Salam sehat n semangat dan Aduhai

    ReplyDelete
  14. Alhamdulillah, maturnuwun Bu Tien 🙏,salam sehat semangat dan ADUHAI..lbh awal... Sugeng istirahat Bu Tien...

    ReplyDelete
  15. Alhamdulillah
    Terimakasih bunda Tien
    Aduhai

    ReplyDelete
  16. Matur nuwun mbak Tien-ku MKJ sudah tayang.
    He he he Nina kena batunya, mulai benar" harus mengerem laju pengeluaran.
    Dokter muda Desy sudah mulai menghadapi pasien ya, semoga sukses saja.
    Salam sehat mbak Tien yang selalu ADUHAI.

    ReplyDelete
  17. Alhamdulilah.. MKJ sdh tayang..
    Asiiik... lg seruu nih..
    Terimakasih bunda..
    Semoga sehat selalu & selamat beristirahat ya bunda..
    Salam aduhai dari sukabumi.. 🙏🙏❤❤

    ReplyDelete
  18. Alhamdulillah MKJ 29 telah tayang, terima kasih bu Tien sehat n bahagia selalu. Aamiin.
    UR.T411653L

    ReplyDelete
  19. Alhamdulillah sudah tayang.
    Matur nuwin bu Tien

    ReplyDelete
  20. Jos gandos..makin seru.. salam sehat selalu Bu cantik Amin YRA 🙏 mr wien

    ReplyDelete
  21. Alhamdulilah sudah tayang..Matur nuwun Ibu Tien..mugi tansah sehat..
    Makin seru...Nina..disuruh hemat...mumet pasti...
    Haryo sadar mau pensiun....mulai pelit...kata Nina...

    Selalu menunggu...episode2 ...berikutnga

    ReplyDelete
  22. Alhamdulillah sdh tayang. Trimakasih bu Tien. Semoga bu Tien selalu sehat. Aamiin
    Salam dr jember

    ReplyDelete
  23. Hallow mas2 mbak2 bapak2 ibu2 kakek2 nenek2 ..
    Wignyo, Opa, Kakek Habi, Bambang Soebekti, Anton, Hadi, Pri , Sukarno, Giarto, Gilang, Ngatno, Hartono, Yowa, Tugiman, Dudut Bambang Waspodo, Petir Milenium (wauuw), Djuniarto, Djodhi55, Rinto P. , Yustikno, Dekmarga, Wedeye, Teguh, Dm Tauchidm, Pudji, Garet, Joko Kismantoro, Alumni83 SMPN I Purwantoro, Kang Idih, RAHF Colection, Sofyandi, Sang Yang, Haryanto Pacitan, Pipit Ponorogo, Nurhadi Sragen, Arni Solo, Yeni Klaten, Gati Temanggung, Harto Purwokerto, Eki Tegal dan Nunuk Pekalongan, Budi , Widarno Wijaya, Rewwin, Edison, Hadisyah,
    Wo Joyo, Tata Suryo, Mashudi, B. Indriyanto, Nanang, Yoyok, Faried, Andrew Young, Ngatimin, Arif, Eko K, Edi Mulyadi, Rahmat, MbaheKhalel, Aam M, Ipung Kurnia, Yayak, Trex Nenjap, Sujoko, Gunarto, Latif, Samiadi, Alif, Merianto Satyanagara, Rusman, Agoes Eswe, Muhadjir Hadi, Robby, Gundt, Nanung, Roch Hidayat, Yakub Firman, Bambang Pramono, Gondo Prayitno , Zimi Zaenal M. , Alfes, Djoko Bukitinggi, Arinto Cahya Krisna , HerryPur, Djoni August. Gembong. Papa Wisnu, Djoni, Entong Hendrik, Dadung Sulaiman, Wirasaba, Boediono Hatmo, R.E. Rizal Effendy, Tonni, Koko Hermanto, Radieska51,

    ReplyDelete
  24. Hallow..
    Yustinhar. Peni, Datik Sudiyati, Noor Dwi Tjahyani, Caroline Irawati, Nenek Dirga, Ema, Winarni, Retno P.R., FX.Hartanti, Danar, Widia, Nova, Jumaani, Ummazzfatiq, Mastiurni, Yuyun, Jum, Sul, Umi, Marni, Bunda Nismah, Wia Tiya, Ting Hartinah, Wikardiyanti, Nur Aini, Nani, Ranti, Afifah, Bu In, Damayanti, Dewi, Wida, Rita, Sapti, Dinar, Fifi, Nanik. Herlina, Michele, Wiwid, Meyrha, Ariel, Yacinta, Dewiyana, Trina, Mahmudah, Lies, Rapiningsih, Liliek, Enchi, Iyeng Sri Setyawati , Yulie, Yanthi , Dini Ekanti, Ida, Putri, Bunda Rahma, Neny, Yetty Muslih, Ida, Fitri, Hartiwi DS, Komariah P., Ari Hendra, Tienbardiman, Idayati, Maria, Uti Nani, Noer Nur Hidayati, Weny Soedibyo, Novy Kamardhiani, Erlin, Widya, Puspita Teradita, Purwani Utomo, Giyarni, Yulib, Erna, Anastasia Suryaningsih, Salamah, Roos, Noordiana, Fati Ahmad, Nuril, Bunda Belajar Nulis, Tutiyani, Bulkishani, Lia, Imah P Abidin, Guru2 SMPN 45 Bandung, Yayuk, Sriati Siregar, Guru2 SMPN I Sawahlunto, Roos, Diana Evie, Rista Silalahi, Agustina, Kusumastuti, KG, Elvi Teguh, Yayuk, Surs, Rinjani, ibu2 Nogotirto, kel. Sastroharsoyo, Uti, Sis Hakim, Tita, Farida, Mumtaz Myummy, Gayatri, Sri Handay, Utami, Yanti Damay, Idazu, Imcelda, Triniel, Anie, Tri, Padma Sari, Prim, Dwi Astuti, Febriani, Dyah Tateki, kel. SMP N I Gombong, Lina Tikni, Engkas Kurniasih, Anroost, Wiwiek Suharti, Erlin Yuni Indriyati, Sri Tulasmi, Laksmie, Toko Bunga Kelapa Dua, Utie ZiDan Ara, Prim, Niquee Fauzia, Indriyatidjaelani,
    Bunda Wiwien, Agustina339, Yanti, Rantining Lestari, Ismu, Susana Itsuko, Aisya Priansyah, Hestri, Julitta Happy, I'in Maimun, Isti Priyono, Moedjiati Pramono, Novita Dwi S, Werdi Kaboel, Rinta Anastya, r Hastuti, Taty Siti Latifah, Mastini M.Pd. , Jessica Esti, Lina Soemirat, Yuli, Titik, Sridalminingsih, Kharisma, Atiek, Sariyenti, Julitta Happy Tjitarasmi, Ika Widiati, Eko Mulyani, Utami, Sumarni Sigit, Tutus, Neni, Wiwik Wisnu, Suparmia, Yuni Kun, Omang Komari, Hermina, Enny, Lina-Jogya, mbah Put Ika, Eyang Rini ,Handayaningsih, ny. Alian Taptriyani, Dwi Wulansari, Arie Kusumawati, Arie Sumadiyono, Sulasminah , Wahyu Istikhomah, Ferrita Dudiana, SusiHerawati, Lily , Farida Inkiriwang, Wening, Yuka, Sri, Mbah Wi, Si Garet, ibu Wahyu Widyawati, Rini Dwi, Pudya , Indahwdhany, Butut, Oma Michelle, Linurhay, Noeng Nurmadiah, Dwi Wulansari, Winar, Hnur, Umi Iswardono , Yustina Maria Nunuk Sulastri Rahayu Hernadi , Sri Maryani, Bunda Hayu Hanin, Nunuk, Reni, Pudya, Nien, Swissti Buana, Sudarwatisri, Mundjiati Habib, Savero, Ida Yusrida, Nuraida, Nanung, Arin Javania. Ninik Arsini, Neni , Komariyah, Aisya Priansyah, Jainah Jan. Civiyo, Mahmudah, Yati Sri Budiarti, Nur Rochmah. Uchu Rideen
    . Ninik Arsini, Endah. Nana Yang, Sari P Palgunadi, Echi Wardani, Nur Widyastuti, Gagiga family, Trie Tjahjo Wibowo, Lestari Mardi, Susi Kamto, Rosen rina, Mimin NP, Ermi S, Ira, Nina, Endang Amirul

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sepertinya bu tien ikutan berhemat. Nina, berhemat supaya bisa makan. Bikin endah n ana cari kerjaan. Bu tien hemat tulisan bikin pembaca penasaran. Ah.... Duhai
      Besok lagi ya....

      Delete
  25. Bentar lagi cerita percintaan Danarto dan Desy ya mb Tien .....
    So sweet .....
    Aduhai ......

    ReplyDelete
  26. Aduh jahat banget ya siska .. Kasian juga nina... Buat pelajaran biar intropeksi diri...

    ReplyDelete
  27. Alhamdulillah, akhirnya tayang awal Matur nuwun bu Tien. Ceritanya makin seru, jatah 1 juta dari Haryo sudah berkurang untuk bayar hutang 750 ribu,. padahal sebagian uang poinjam Endah apalagi cincin Nina untuk jaminan. Bisa bisa Haryo curiga sewaktu Nina tidak pakai cincin. Makin runyam..Anak anak Nina tidak siap untuk kerja padahal Haryo sudah tidak mau membiayai kuliah. Rasain deh..tidak mau berhemat sih. Salam sehat selalu ..ditunggu lanjutan ceritanya

    ReplyDelete
  28. Terima kasih bu Tien ..sehat dan semangat selalu

    ReplyDelete
  29. Monggo disimak cerbungnya aduhai... bwt sangu bobok. Salam sehat b bugar bwt bu Tien... matur nuwun

    ReplyDelete
  30. alur crita nya makin seru...
    semoga bu Tien..tetap sehat bahagia bersama kelg....salam aduhai

    ReplyDelete
  31. Mbak Tien sayang, maturnuwun MKJnya. Cerita mengalir lancar...ya nggemeske, ya bikin trenyuh, juga bikin pinisirin.
    Nina baru tahu rasa ya...
    Haryo mulai pusing kan...lha uang nafkah haknya Tindy dan anak-anak kok diabul-abul untuk perempuan lain. Awas bisa kena serangan jantung atau stroke lho kalau tensi nggak turun-turun..
    Haryo baru sadar, kalau selama ini Nina dan kedua anaknya hanya jadi benalu?
    Telat pak dosen...telat...hidupmu tidak mendapat berkah karena mengkhianati isteri dan anak sendiri.
    Makin seru saja nih mbak Tien...
    Semoga lancar berkarya ya mbakyuku sayang...
    Salaam

    ReplyDelete
    Replies
    1. Jeng Iyeng sayang, kangen nih
      Hanya satu kata Aduhai

      Delete
  32. Alhamdulillah..... Terima kasih Bu Tien, semoga sehat selalu.

    ReplyDelete
  33. Matur nuwun, mbak Tien.
    ADUHAI....
    Salam sehat selalu ....

    ReplyDelete
  34. Alhamdulillah MKJ29 sdh tayang. Terimakasih mbak Tien. Semoga sehat dan bahagia selalu. Aamiin
    Salam dari Malang

    ReplyDelete
  35. Alhamdulillah tayang lebih cepat
    Makin seru bunda
    Bagus tuh siska dan mas haryo beri pelajaran sama nina

    ReplyDelete
  36. Alhamdulillah....
    Mtur nuwun Bun....
    Mugi2 tansah pinaringan rahayu wilujeng samudayanipun

    ReplyDelete
  37. Selamat malam Bunda sehat selalu bersama keluarga tercinta.
    Makasih untuk MKJ29 yg pasti selalu ditunggu karena ceritanya yg mengasyikan.
    Sukses buat Bunda dan salam ADUHAI

    ReplyDelete
  38. Alhamdulillah,terima kasih Bu Tien..
    Sehat dan bahagia selalu,Aamiin.

    ReplyDelete
  39. Alhamdulillah MKJ29 sdh terbit, salam sehat, semangat dan aduhai teruntuk bu Tien...

    ReplyDelete
  40. Terima kasih mbak Tien. Salam sehat selalu.

    ReplyDelete
  41. Wah bu Nina terjerat utang baru rasa sekarang jatah nya di batasi,jadi pengin cepat2 tahu bagaimana nasib bu Nina yg akan datang nih.
    Salam Ah,Ah,Ah buat mbak Tien dari Tegal.He he he

    ReplyDelete
  42. Senengnya Danarto ada kesempatan ketemuan sama idaman hati ditempat kerja, mulai Minggu depan, walau cuma menghabiskan bulan ini lumayan, bisa lebih agresif lagi rayuannya.
    Terlihat mereka saling support.
    Adem banget bacanya.

    Nina dikejar kejar dept kolektor bingung menghindar, pilihan yang ada; pahit semua.
    Tapi enak aja Haryo minum kopi pahitnya, dinegeri ini masih belum dan susah menerima pekerja magang paruh waktu.
    Tuh kemaren ada aturan ketenagakerjaan baru, siapa tahu disana ada aturan tentang pekerja magang paruh waktu dan bisa bekerja pada waktu tertentu dengan perjanjian. Ah(ikutan kaya Desy).. mudah-mudahan aturan itu ada, dan bisa mengurangi do. Siapa tahu; aku juga nggak tahu.
    Ha ha jangan jangan dapat kerjaan cleaning servis di rumah sakit. Teller donk, apa mabook

    ADUHAI


    Terimakasih Bu Tien;
    Memang Kembang Jalanan yang ke dua puluh sembilan sudah tayang.
    Sehat sehat selalu doaku, sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta 🙏

    ReplyDelete
  43. Sugeng dalu mbak Tien..
    Maturnuwun MKJ29nyaa..

    Bagus pelajaran buat Nina n anak2nya..
    Haryoo...haryoo...suruh siapa urus anak orang...anak sendiri cantik2 n berprestasi..nyesal yaa..😏😏

    Lanjuut besok lagiii...
    Salam sehat selalu dan aduhaii banget mbak Tien..🙏💟🌹

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sugeng enjing Ibu Maria
      Sami2
      Salam sehat dan ADUHAI

      Delete
  44. Kangen koment dah lama cuti.
    'ah'mbak Tien,ketawa sedih,lucu, gemes,bikin penasaran jadi satu. Ah.
    Sehat selalu mb.Tien, salam aduhai.

    ReplyDelete
  45. 𝑵𝒊𝒏𝒂 𝒔𝒆𝒌𝒂𝒓𝒂𝒏𝒈 𝒃𝒂𝒓𝒖 𝒕𝒂𝒖 𝒓𝒂𝒔𝒂. ..
    𝑻𝒆𝒓𝒊𝒎𝒂 𝒌𝒂𝒔𝒊𝒉 𝒎𝒃𝒂𝒌 𝑻𝒊𝒆𝒏. ..

    ReplyDelete
  46. Alhamdulillah...
    Salam sehat selalu...

    ReplyDelete
  47. Hasil karya ibu Tien selalu penuh pesan moral yg luar biasa.

    Seandainya pak Haryo sang dosen yg profesor itu sejak muda pandai mengatur keuangannya, pastilah diusia pensiunnya tidak ada masalah dgn uang, apalagi ditambah setia dlm perkawinannya.

    ReplyDelete
  48. Berapapun penghasilanmu pasti cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupmu, tetapi berapapun penghasilanmu tdk akan cukup untuk memenuhi gaya hidupmu.

    ReplyDelete
  49. Terimakasih bu Tien, semoga sehat selalu.

    ReplyDelete
  50. Alhamdulillah... Terima kasih Bu Tien... Selamat pagi selamat beraktifitas semoga Bu Tien selalu sehat, semangat dalam berkarya... Barokah tuk semuanya... Salam... 🙏🙏🙏

    ReplyDelete
  51. Assalamualaikum wr wb. Nina dan anak-2nya mendapatkan pelajaran yg berharga dari Haryo. Sebenarnya Haryo juga ikutan membentuk karaktet Istri siri dan anak2nya begitu menggerogoti uang Haryo, seorang yg berstatus dosen, tapi tdk tahu diri. Sekarang baru nyahok akibatnya. Wah semakin menarik ceritanya... Maturnuwun Bu Tien, semoga Bu Tien beserta keluarga tansah pinaringan karahayon wilujeng ing sadoyonipun. Aamiin Yaa Robbal'alamiin... Salam sehat dari Pondok Gede..

    ReplyDelete
  52. Haryo itu Dosen, tapi kok pikirannya cetek, cupet, shg masuk jeratan cinta palsu seorang janda beranak dua. Haryo tega meninggalkan keluarga besarnya yg begitu menghormati dan memcintai Haryo... Tapi kini semua hancur karena perilaku Haryo sendiri....Dugaan saya, selain sakit tekanan darah tinggi, disusul sakit jantung... Akibatnya stroke.. Ambyar kabeh. Saya tunggu lanjutan ceritanya. Maturnuwun Bu Tien...

    ReplyDelete
  53. Makasih mba Tien.
    Salamm sehat selalu.
    Aduhai

    ReplyDelete
  54. Salam sehat dan aduhai ..dari kota Sawahlunto... Semangat bunda Tien .. 🙏🙏

    ReplyDelete
  55. Nina bobo lagi, disuruh berhemat pusing diaaa...

    Bikin pakspak Haryo suaminya darting....
    Ceritanya bisa tuk cermin keluarga.👍
    Moga2 Bu Tien Kumasari selalu sehat walafiat dan semangat untuk terus berkarya. Aamiin Allahumma Aamiinn.🙏

    ReplyDelete
  56. Alhamdulillah....
    Deasy memang aduhai....
    Salam sehat Bu Tien, terima kasih MBK nya....,Ups 🤭
    MKJ maksudnya...😊🙏

    ReplyDelete
  57. Alhamdulillah..kan Siska nagih uang 1 juta ya tdk cukup 🤲😢ya istri Sirih tp sok ..3 putri yg pintar ..dah sakit dah biarkan Aja si Nina tinggal deh.tp malu u balik ke Tindy istri soleha ..wes wes bu Tien ini pintar buat kita seubel .senang ..trima kasih bu Tien

    ReplyDelete

CINTAKU JAUH DARI PULAU SEBERANG 30

  CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG  30 (Tien Kumalasari)     Ketika mbok Manis masuk kembali ke dalam rumah, hatinya terasa disayat melihat sa...