MEMANG KEMBANG JALANAN
30
(Tien Kumalasari)a
Sambil melepas cincin itu tak terasa air mata Nina
merebak. Bukan karena menyesali perbuatannya tapi karena kekesalannya pada
sahabatnya ini.
“Ya ampun Sis, yang namanya bersahabat kok seperti
ini. Kamu benar-benar tega.”
“Ini bukan masalah sahabat atau bukan, juga bukan
masalah tega atau tidak. Aku ini tidak
keberatan berbuat baik, tapi semuanya harus disiplin. Masih mending kamu tidak
aku kenakan bunga. Orang lain yang meminjam aku, aku kenakan bunga 10 persen.”
Nah lo, ternyata Siska juga rentenir, lintah darat.
Nina menyerahkan cincinnya dengan perasaan was-was.
Bagaimana kalau Haryo memperhatikan jari tangannya dan cincin itu tak ada lagi?”
Tapi ia terpaksa melakukannya. Ia tak bisa memberikan seluruh uangnya karena
harus ada yang tersisa untuk belanja.
“Baiklah, mana uangnya?” tanya Siska karena Nina belum
juga menyerahkan uangnya.
“Iya, sabar,” kata Nina sambil membuka dompetnya, lalu
diberikannya sejumlah uang.
“Ini berapa?”
“Kan aku bilang setengahnya dulu.”
“Nggak, kamu bilang tujuhratus limapuluh ribu dulu.
Mana kurangnya.”
“Ya ampun Sis, cincin itu harganya hampir tiga juta,”
kata Nina memelas.
“Apa kamu ingin aku menjual cincin ini ?”
“Jangan Sis, bisa dibunuh suamiku kalau cincin itu
kamu jual.”
“Ya sudah, kan hanya untuk pegangan, jadi jangan
dihitung nilainya dong.
“Kurang seratus ribu," lanjutnya dengan bengis.
“Baiklah,” kata Nina sambil menambah uangnya seratus
ribu lagi.
“Nah, kapan kekurangan uang ini akan kamu lunasi?”
“Paling lambat bulan depan lah Sis.”
“Baiklah, sekarang aku pergi dulu. Kabari kalau
uangnya sudah ada.”
Nina hanya mengangguk lemas, dan menatap punggung
Siska sahabatnya dengan tatapan pilu.
“Dasar manusia kejam! Kejam! Kejam!” teriak Nina tak
terkendali.
Endah yang ada didalam langsung keluar.
“Bagaimana Bu?”
Aku bayar tujuhratus limapuluh ribu, tapi dia meminta
pegangan. Cincin Ibu dimintanya,” katanya sambil menunjukkan jarinya yang
sekarang polos tak bercincin.
“Ya ampuuun, Ibu berikan?”
“Ya iya lah Ndah, dia nya memaksa sambil marah-marah.”
“Kalau begitu mengapa tidak Ibu berikan saja cincin
itu, supaya dia beli atau dia jual, malah Ibu bisa mendapat uang sisa,” usul
Endah.
“Yah, mana mungkin begitu? Kalau Pak Haryo tahu
bagaimana?”
“Ibu harus pintar mencari akal dong.”
“Akal bagaimana lagi?”
“Ibu bisa beli cincin imitasi yang mirip kan? Nah,
dengan begitu pak Haryo tak akan curiga.”
Nina tampak terdiam, is merasa itu usul yang bagus.
“Bagus juga usul kamu Ndah.”
“Nah, sekarang Ibu bilang sama tante Siska, suruh jual
saja cincin itu, atau Ibu suruh dia membelinya. Sisa uangnya bisa ibu minta,
lalu beli cincin serupa yang murahan, paling nggak sampai seratus ribu.”
“Nggak ah, jangan dia yang suruh menjual atau
membelinya, nanti dihitung murah. Kita minta saja cincinnya, lalu kita jual
sendiri, sekaligus beli cincin palsunya.
“Baiklah, tapi kalau ibu minta cincin itu, pasti ibu
harus melunasinya. Adakah uang ibu cukup?”
“Tadi sudah tujuhratus limapuluh ribu rupiah,
kurangnya limaratus limapuluh ribu rupiah, kurang nggak ya. Tapi sama uang
tabungan kamu tadi .. terus sisa uang ibu, ah … pas Ndah, ayo antarkan Ibu ke
rumah tante Siska sekarang, sebelum pak Haryo pulang semuanya sudah harus
selesai.”
Endah buru-buru mengunci pintu rumahnya, lalu
berangkat lagi bersama Ibunya.
***
“Bagaimana keadaan Ibu hari ini?” tanya Lala ketika
melihat Ibunya sendirian di ruang tengah. Tutut dan Desy belum pulang dari
kampus.
“Ibu merasa sangat baik La, minggu depan Ibu mau mulai mengajar lagi.”
“Lhoh, mengapa buru-buru Bu? Apa tidak lebih baik
istirahat lebih lama dulu, supaya Ibu benar-benar sehat?”
“Ibu sudah merasa sehat, kamu tidak usah khawatir.”
“Obat Ibu kan masih harus diminum semingguan lagi?”
“Iya, kalau obatnya habis, Ibu mau ke dokter Linda
lagi.”
“Baiklah, pokoknya sebelum Ibu benar-benar sehat, Lala
tak akan tega meninggalkan Ibu disini.”
“Kamu itu, Ibu kan tidak apa-apa.”
“Ibu kan selalu bilang begitu?”
Tindy tersenyum lebar. Ada bahagia membuncah ketika
anak-anaknya sangat memperhatikannya. Hanya mereka yang dia punya, dan itu
adalah hartanya.
“Jaga diri kamu baik-baik di sana ya, jaga kesehatan,
jaga semuanya pokoknya.”
“Iya Bu, Ibu tidak usah menghawatirkan Lala. Lala juga
tidak sendiri, ada teman Lala yang berangkat bersama, dan nanti juga akan
mencari tempat tinggal bersama.”
“Sering-sering ngabarin Ibu ya.”
“Setiap hari Lala akan mengirim kabar untuk Ibuku yang
paling cantik dan tersayang ini,” kata Lala sambil memeluk Ibunya.
“Ibu akan merindukanmu.”
“Lala juga pasti akan merindukan Ibu.”
“Sebuah cita-cita memang harus diiringi perjuangan,
bahkan pengorbanan. Ya kan?”
“Benar Bu, itu sebabnya Lala berani menempuh ke negeri
jauh, demi untuk menunjukkan pada Ibu bahwa Lala tidak mengecewakan Ibu.”
“Segera cari jodoh,” canda Tindy.
“Orang bule?” Lalu Lala terbahak.
“Yang penting dia baik, dan bisa menjadi pelindung
kamu, apalagi nanti setelah Ibu tak ada. Jangan sampai anak-anak Ibu hidup
menderita.”
“Duuh, Ibu kok segitunya? Ibu masih akan lama bersama
kami.”
“Umur manusia siapa yang tahu?”
“Tapi jangan dibicarakan Bu, sedih Lala membayangkan
hidup tanpa Ibu,” kata Lala sendu.
“Baiklah, mohon kepada Allah agar Ibu bisa lebih lama
bersama kalian.”
“Iya dong Bu, itu selalu kami lakukan. Ibu harus
selalu bahagia ya? Ibu berada diantara anak-anak Ibu yang sangat mencintai Ibu.”
“Ibu bahagia Lala, sangat bahagia memiliki anak-anak
yang manis budi seperti kalian.”
Tindy dan Lala berpelukan lama sekali. Masih beberapa
waktu lagi mereka berpisah, tapi keharuan karena akan berada ditempat yang berjauhan
itu sudah menerbitkan sendu.
***
“Oh, begitu, untunglah aku belum pergi kemana-mana,”
kata Siska ketika Nina dan Endah pergi ke rumahnya.
“Iya, ternyata setelah aku kumpul-kumpulkan, uangku
cukup untuk mengembalikan hutangku,” kata Nina sambil menyerahkan setumpuk
uang, sedangkan Endah hanya menunggu di atas sepeda motornya.
“Waduh, uangnya campur receh-receh begini? Susah menghitungnya,” Siska mengomel ketika uang Nina bukan semua uang ratusan atau limapuluhan ribu. Ada sepuluh ribuan dan lima ribuan juga.
“Tidak banyak recehnya, yang penting kan genap
limaratus limapuluh ribu.”
Siska menghitung uangnya dengan sedikit mengernyitkan hidungnya,
barangkali ada bau tak sedap pada uang receh itu.
“Hm, ini malah ada duaribuan juga. Gimana sih Nin, hiih
… jadi lama dong ngitungnya.”
“Tadi sudah aku tata rapi, kamu menyebarnya di meja,”
kata Nina kesal.
“Aku tidak mengira uang kamu seperti ini. Benar-benar
nggak punya uang ya kamu?”
“Sedang ada masalah. Sudah, menghitungnya? Kalau sudah
aku minta cincinku kembali,” kata Nina sambil melirik ke arah jari tangan Siska
yang mengenakan cincinnya, diantara cincin-cincin lain yang berderet-deret.
Siska benar-benar hidup menjadi orang kaya.
“Sebentar, satu … dua … tiga … empat … lima … Baiklah,
cukup.”
“Aku mau segera pulang, banyak yang harus aku kerjakan.”
“Ya sudah. Eh, hampir lupa, kamu menunggu cincinmu ini
kan ya?” kata Siska sambil tertawa mengejek, lalu melepaskan cincin Nina yang
semula dikenakannya dan di serahkannya kepada Nina.
“Aku pamit Sis,” kata Nina sambil berdiri, tanpa
mengulaskan senyum, apalagi mengucapkan terima kasih.
“Hati-hati di jalan,” teriak Siska, tanpa
diacuhkan oleh Nina dan anaknya yang segera berlalu dari halaman rumah sahabatnya
itu. Sementara Siska menatapnya dengan seribu pertanyaan atas keadaan Nina.
“Heran aku, dia begitu sombong dan bersikap seolah-olah
suaminya kaya. Tapi menurutku keadaannya kok seperti menyedihkan begitu. Ah, entahlah,
yang penting uangku kembali. Dulu aku begitu mudah meminjamkannya, karena
mengira dia benar-benar kaya dan pasti bisa mengembalikannya dengan mudah, tapi
kok seperti ini,” gumam Siska sambil mengumpulkan uang yang masih terserak di
meja.
***
Danarto heran ketika melihat Haryo berjalan sendirian
di rumah sakit. Saat itu dia sudah selesai berpraktek. Ia segera memburu dan
memanggilnya.
“Pak Haryo?”
“Lhoh, kamu di sini?” tanya Haryo terkejut.
“Iya Pak, saya berdinas disini. Bapak ngapain ke rumah
sakit?”
“Ini, tadi periksa jantung.”
“Oh, memangnya Bapak kenapa? Apa dokter mengatakan
bahwa jantung Bapak bermasalah?”
“Dokter belum mengatakan apa-apa, menunggu hasil rekam
jantung ini. Baru kemarin Bapak kontrol lagi ke dokter Linda.”
“Apa kata dokter Linda Pak?”
“Tensi Bapak masih tinggi, sering berdebar, lemas. Sudahlah,
namanya sudah tua, penyakitnya macam-macam.”
“Bapak memang tampak kurang sehat. Kurang istirahat?”
“Rasanya tidak. Bapak seminggu tidak mengajar. Baru
kemarin.”
“Jangan banyak pikiran lah pak.”
“Namanya orang, pasti banyak yang harus dipikirkan.”
“Oh ya, Desy minggu depan akan co-ass disini.”
“Desy?”
“Iya Pak, kemarin saya baru ketemu dia.”
“Anakku sudah mau jadi dokter,” gumamnya pelan.
Danarto tersenyum, ia juga melihat kebanggaan di mata
Haryo.
“Bapak tidak pulang ke rumah ibu Tindy?”
Haryo tersenyum tipis. Pertanyaan itu membuatnya
resah. Membuatnya teringat kembali pada wajah-wajah penuh benci yang mengiringi
langkahnya saat mau pergi.
Haryo menggeleng lemah, tak memberikan jawaban
sepatahpun kata. Danarto mengerti, kehidupan keluarga pak Haryo pastilah rumit. Ia
selingkuh di mana-mana, termasuk almarhumah ibunya juga menjadi korban. Tapi
yang paling pedih pastilah ibu Tindy sebagai isteri sah. Tak usah mendengar
cerita tentang keluarga laki-laki setengah tua yang berjalan di sampingnya, ia
sudah bisa menggambarkannya, walau tidah semua dimengertinya. Tapi dia heran
mengetahui Haryo cenderung tinggal bersama Nina yang menurutnya sama sekali
tidak menarik. Bukan hanya wajahnya, tapi juga perilaku yang dilihatnya ketika
dia datang berkunjung.
“Pak Haryo sendirian ?”
“Iya, dari kantor langsung kemari. Ini juga mau
kembali ke kantor lagi.”
“Oh, baiklah pak, hati-hati dijalan,” pesan Danarto
ketika mengantarkan Haryo pulang.
“Terima kasih nak,” Haryo melangkah pergi.
“Sungguh keluarga yang aneh,” gumam Danarto sambil
kembali ke ruangannya.
***
Ternyata Haryo tidak langsung kembali ke kampusnya. Ia
langsung menemui dokter Linda karena keburu ingin melihat hasilnya. Memang sih
belum saatnya praktek, tapi karena dokter Linda adalah dokter langganannya,
maka ia tak menolak ketika Haryo ingin langsung menemuinya.
“Dari rumah sakit langsung kemari ya Pak?” tanya
dokter Linda sambil tersenyum.
“Iya, ingin segera tahu, apa yang terjadi dengan
jantung saya.”
Dokter Linda memeriksa laporan rekam jantung yang
dibawa pak Haryo, lalu menggeleng-gelengkan kepalanya. Haryo menatapnya
berdebar.
“Ya, ada sedikit gangguan, irama jantung tidak
teratur. Bapak sering sesak napas?”
“Kadang-kadang. Tidak selalu.”
“Obat yang kemarin tetap diminum ya Pak, saya tambahin
lagi satu obat, yang diminum setiap pagi.”
“Berbahaya ?”
“Berbahaya atau tidaknya tergantung dari bagaimana
Bapak mematuhi aturan demi kesehatan bapak. Jangan terlalu capek, jangan
terlalu banyak pikiran. Santai saja lah pak, Bapak harusnya kan hidup tenang,
dengan isteri yang cantik dan pintar, serta anak-anak yang juga cantik dan
sangat luar biasa. Bukankah begitu?”
Haryo mengangguk pelan. Apa yang kurang dalam hidupnya
bersama Tindy? Isteri yang tidak ada cacat celanya. Kalau dia marah, wajar saja
karena dirinya berbuat kesalahan. Kalau dia sekarang bersikap acuh, itu juga
tidak aneh karena merasa dipinggirkan.
“Bagaimana Pak? Bapak mengerti?” tanya dokter Linda
ketika melihat Haryo tampak termenung.
“Oh_eh … iya, tentu saya mengerti,” jawabnya gugup.
“Ini resepnya, dan ingat semua pesan saya.”
“Baiklah, terimakasih dokter.”
Haryo keluar dari ruangan praktek dokter Linda dengan
perasaan tak menentu. Terngiang kata-kata dokter Linda yang seperti menusuk tepat
di jantungnya. ‘Bapak harusnya kan hidup tenang, dengan isteri yang cantik
dan pintar, serta anak-anak yang juga cantik dan sangat luar biasa’.
Haryo mengendarai mobilnya, dengan benak penuh pertanyaan pada dirinya.
"Apa yang aku cari sebenarnya, dan apa yang aku
dapatkan? Kesenangan sesaat itu bukan kebahagiaan. Itu adalah nafsu dan tak aku
temukan kini, dimana kenikmatan itu berada."
Ia ingin kembali ke kantor dan segera membuat surat
pengajuan pensiun dini dengan alasan kesehatannya.
“Aku akan benar-benar istirahat, dan tak ingin
memikirkan apapun juga.”
Haryo melajukan kendaraannya dengan tekat yang mantap.
Namun ketika dia melewati deretan pertokoan, Haryo
melihat Nina dan Endah, sedang keluar dari sebuah toko emas.
***
Besok lagi ya.
Horeeee. ..tayang
ReplyDeleteSelamat mbak Iyeng juara 1
DeleteMestii …..😊
DeleteHoree.. menang lg bu lyeng juara 1.. Terimakasih bunda Tien.. sehat sll ya bunda.. salam seroja dan tetap Aduhaaaai ❤️😘
DeleteSelamat bu dosen Juara 1.... Padahal katanya lagi "Crowded" kok ya isa melu balapan.... menang lagi....
DeleteMatur nuwun bu Tien tayang setengah sanga.....salam sehat dan tetap ADUHAI....
Alhamdulillah
ReplyDeleteSyukron Mbak Tien 😊🌹🌹🌹
Alhamdulillah MKJ sdh tayang
ReplyDeleteMakasih bunda. Aduhai
Maturnuwun mbk Tien
ReplyDeleteSami2 jeng Nani
DeleteHoreeeeeee
ReplyDeleteDesy n Danar hadir......
Maturnuwun mb Tien ....
Aduhay
Horeeee
DeleteSami2 ibu Laksmie
Yeess
ReplyDeleteAlhamdulilah sampun tayang. Matur nuwun Bu Tien...sehat selalu nggih 🙏
ReplyDeleteSami2 Ibu Mastini
DeleteAamiin
Alhamdulilah
ReplyDeleteADUHAI Pak Wira
DeleteAlhamdulilah,aturnuwun bu tien ...sehat selalu ya bu
ReplyDeleteAlhamdulillah yang di tunggu sudah hadir , terimakasih bunda Tien ,salam Aduhai dari Jakarta
ReplyDeleteSami2 ibu Werdi
DeleteADUHAI selalu
Looo kalah Karo jeng Iyeng,,,Sugeng Dalu jeng Tien.matur nuwun,,tambah seru critane tapi aku tambah mangkel Karo Nina sak anak,e,,biyen kakehan jangan bung kira kira
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteAlamdulillah...
ReplyDeleteYang ditunggu tunggu telah hadir gasik
Matur nuwun bu Tien
Semoga bu Tien senantiasa dikaruniai kesehatan dan tetap semangat
Salam ADUHAI dr Cilacap.
Alhamdulillah MKJ30 sdh tayang
ReplyDeleteterima kasih mbak Tien...💕
semoga selalu sehat dan bahagia bersama keluarga. Aamiin.
Maturnuwun bu Tien🙏
ReplyDeleteAlhamdulilah sudah hadir, matur nuwun ibu Tien..mugi tansah sehat
ReplyDeleteMakin seru..aduhai
Sami2 ibu Moedjiati
DeleteAamiin
Alhamdulillah, matur nuwun bunda Tien
ReplyDeleteSelalu sehat wal afiat njih
Sami2 ibu Ermi
DeleteAamiin
Nuwun bu Tien..kelanjutan MKJ 30. Semoga Nina ketangkap basah menjual cincin dari Haryo. Nah sekalian diunyer unyer sama Haryo, dilempar kembali ke jalanan biar dipungut pemulung kapok deh. Salam sehat selalu
ReplyDeleteSami2 ibu Noor
DeleteSalam sehat ADUHAI
Alhamdulillah.Maturnuwun sehat selalu nggih Mbak Tien
ReplyDeleteSami2 pak Herry
DeleteAamiin
Alhamdulillah, maturnuwun Bu Tien 🙏, sehat selalu beserta keluarga dan semakin ADUHAI
ReplyDeleteSami2 Yangti
DeleteAamiin
Hallow mas2 mbak2 bapak2 ibu2 kakek2 nenek2 ..
ReplyDeleteWignyo, Opa, Kakek Habi, Bambang Soebekti, Anton, Hadi, Pri , Sukarno, Giarto, Gilang, Ngatno, Hartono, Yowa, Tugiman, Dudut Bambang Waspodo, Petir Milenium (wauuw), Djuniarto, Djodhi55, Rinto P. , Yustikno, Dekmarga, Wedeye, Teguh, Dm Tauchidm, Pudji, Garet, Joko Kismantoro, Alumni83 SMPN I Purwantoro, Kang Idih, RAHF Colection, Sofyandi, Sang Yang, Haryanto Pacitan, Pipit Ponorogo, Nurhadi Sragen, Arni Solo, Yeni Klaten, Gati Temanggung, Harto Purwokerto, Eki Tegal dan Nunuk Pekalongan, Budi , Widarno Wijaya, Rewwin, Edison, Hadisyah,
Wo Joyo, Tata Suryo, Mashudi, B. Indriyanto, Nanang, Yoyok, Faried, Andrew Young, Ngatimin, Arif, Eko K, Edi Mulyadi, Rahmat, MbaheKhalel, Aam M, Ipung Kurnia, Yayak, Trex Nenjap, Sujoko, Gunarto, Latif, Samiadi, Alif, Merianto Satyanagara, Rusman, Agoes Eswe, Muhadjir Hadi, Robby, Gundt, Nanung, Roch Hidayat, Yakub Firman, Bambang Pramono, Gondo Prayitno , Zimi Zaenal M. , Alfes, Djoko Bukitinggi, Arinto Cahya Krisna , HerryPur, Djoni August. Gembong. Papa Wisnu, Djoni, Entong Hendrik, Dadung Sulaiman, Wirasaba, Boediono Hatmo, R.E. Rizal Effendy, Tonni, Koko Hermanto, Radieska51,
Hallow..
ReplyDeleteYustinhar. Peni, Datik Sudiyati, Noor Dwi Tjahyani, Caroline Irawati, Nenek Dirga, Ema, Winarni, Retno P.R., FX.Hartanti, Danar, Widia, Nova, Jumaani, Ummazzfatiq, Mastiurni, Yuyun, Jum, Sul, Umi, Marni, Bunda Nismah, Wia Tiya, Ting Hartinah, Wikardiyanti, Nur Aini, Nani, Ranti, Afifah, Bu In, Damayanti, Dewi, Wida, Rita, Sapti, Dinar, Fifi, Nanik. Herlina, Michele, Wiwid, Meyrha, Ariel, Yacinta, Dewiyana, Trina, Mahmudah, Lies, Rapiningsih, Liliek, Enchi, Iyeng Sri Setyawati , Yulie, Yanthi , Dini Ekanti, Ida, Putri, Bunda Rahma, Neny, Yetty Muslih, Ida, Fitri, Hartiwi DS, Komariah P., Ari Hendra, Tienbardiman, Idayati, Maria, Uti Nani, Noer Nur Hidayati, Weny Soedibyo, Novy Kamardhiani, Erlin, Widya, Puspita Teradita, Purwani Utomo, Giyarni, Yulib, Erna, Anastasia Suryaningsih, Salamah, Roos, Noordiana, Fati Ahmad, Nuril, Bunda Belajar Nulis, Tutiyani, Bulkishani, Lia, Imah P Abidin, Guru2 SMPN 45 Bandung, Yayuk, Sriati Siregar, Guru2 SMPN I Sawahlunto, Roos, Diana Evie, Rista Silalahi, Agustina, Kusumastuti, KG, Elvi Teguh, Yayuk, Surs, Rinjani, ibu2 Nogotirto, kel. Sastroharsoyo, Uti, Sis Hakim, Tita, Farida, Mumtaz Myummy, Gayatri, Sri Handay, Utami, Yanti Damay, Idazu, Imcelda, Triniel, Anie, Tri, Padma Sari, Prim, Dwi Astuti, Febriani, Dyah Tateki, kel. SMP N I Gombong, Lina Tikni, Engkas Kurniasih, Anroost, Wiwiek Suharti, Erlin Yuni Indriyati, Sri Tulasmi, Laksmie, Toko Bunga Kelapa Dua, Utie ZiDan Ara, Prim, Niquee Fauzia, Indriyatidjaelani,
Bunda Wiwien, Agustina339, Yanti, Rantining Lestari, Ismu, Susana Itsuko, Aisya Priansyah, Hestri, Julitta Happy, I'in Maimun, Isti Priyono, Moedjiati Pramono, Novita Dwi S, Werdi Kaboel, Rinta Anastya, r Hastuti, Taty Siti Latifah, Mastini M.Pd. , Jessica Esti, Lina Soemirat, Yuli, Titik, Sridalminingsih, Kharisma, Atiek, Sariyenti, Julitta Happy Tjitarasmi, Ika Widiati, Eko Mulyani, Utami, Sumarni Sigit, Tutus, Neni, Wiwik Wisnu, Suparmia, Yuni Kun, Omang Komari, Hermina, Enny, Lina-Jogya, mbah Put Ika, Eyang Rini ,Handayaningsih, ny. Alian Taptriyani, Dwi Wulansari, Arie Kusumawati, Arie Sumadiyono, Sulasminah , Wahyu Istikhomah, Ferrita Dudiana, SusiHerawati, Lily , Farida Inkiriwang, Wening, Yuka, Sri, Mbah Wi, Si Garet, ibu Wahyu Widyawati, Rini Dwi, Pudya , Indahwdhany, Butut, Oma Michelle, Linurhay, Noeng Nurmadiah, Dwi Wulansari, Winar, Hnur, Umi Iswardono , Yustina Maria Nunuk Sulastri Rahayu Hernadi , Sri Maryani, Bunda Hayu Hanin, Nunuk, Reni, Pudya, Nien, Swissti Buana, Sudarwatisri, Mundjiati Habib, Savero, Ida Yusrida, Nuraida, Nanung, Arin Javania. Ninik Arsini, Neni , Komariyah, Aisya Priansyah, Jainah Jan. Civiyo, Mahmudah, Yati Sri Budiarti, Nur Rochmah. Uchu Rideen
. Ninik Arsini, Endah. Nana Yang, Sari P Palgunadi, Echi Wardani, Nur Widyastuti, Gagiga family, Trie Tjahjo Wibowo, Lestari Mardi, Susi Kamto, Rosen rina, Mimin NP, Ermi S, Ira, Nina, Endang Amirul
👏👏👏 terimakasih mbak Tien SDH tayang mkj30, sehat selalu,salam aduhai.
ReplyDeleteSami2 ibu Tuti
DeleteAamiin..
ADUHAI
Hallow Pejaten, Tuban, Sidoarjo, Garut, Bandung, Batang, Kuningan, Wonosobo, Blitar, Sragen, Situbondo, Pati, Pasuruan, Cilacap, Cirebon, Bengkulu, Bekasi, Tangerang, Tangsel,Medan, Padang, Mataram, Sawahlunto, Pangkalpinang, Jambi, Nias, Semarang, Magelang, Tegal, Madiun, Kediri, Malang, Jember, Banyuwangi, Banda Aceh, Surabaya, Bali, Sleman, Wonogiri, Solo, Jogya, Sleman, Sumedang, Gombong, Purworejo, Banten, Kudus, Ungaran, Pamulang, Nusakambangan, Purworejo, Jombang, Boyolali. Ngawi, Sidney Australia, Boyolali, Amerika, Makasar, Klaten, Klipang, JAKARTA...hai..., Mojokerto, Sijunjung Sumatra Barat, Sukabumi, Lamongan, Bukittinggi, Hongkong, El Segudo, California, Bogor, Tasikmalaya, Baturetno, Wonogiri, Terimakasih atas perhatian dan support yang selalu menguatkan saya. Aamiin atas semua harap dan do'a.
ReplyDeleteADUHAI.....
Alhamdulillah, matur nuwun bu Tien MKJ 30 telah hadir
ReplyDeleteSehat wal'afiat semua ya bu Tien
Salam ADUHAAII 🤗💖
Sami2 ibu Ika
DeleteAamiin
ADUHAI
Alhamdulillah MKJ 30 telah tayang, terima kasih bu Tien sehat n bahagia selalu. Aamiin.
ReplyDeleteUR.T411653L
Terima kasih Bunda Tien MKJ,a,,
ReplyDeleteWaduh Nina terciduk lagi ni,,,
Gimana kelanjutannya yaaa,,,🤔
Jadi timbih pinisirin,,,🤣🤣🤣
Sami2 ibu Jen
DeleteSalaM ADUHAI
....kesenangan sesaat bukanlah kebahagiaan, itu adalah nafsu...
ReplyDeleteRupanya pak Haryo mulai sadar dan semoga berlanjut dengan pertobatan ya Pak...
Monggo ibu, dilanjut aja tetap bikin penasaran...
Matur nuwun, Berkah Dalem.
Sami2 Ibu Yustinhar
DeleteADUHAI
Alhamdulillah sdh tayang salàm sehat bu Tien 🙏
ReplyDeleteSalamsehat dan ADUHAIIbu Nur
DeleteAlhamdulillah MKJ 30 sdh hadir
ReplyDeleteTerima kasih Bu Tien, ceritanya semakin bikin penasaran.
Semoga Ibu sehat dan bahagia selalu
Aamiin
Salam ADUHAI dari Bekasi
Sami2 Ibu Ting
DeleteAamiin
Selalu ADUHAI
Slhamdulillah tayang
ReplyDeleteMakasih bunda salam sehat selalu
Sami2 ibu Engkas
DeleteSalam sehat ADUHAI
'ah' di mana² orang salah ya seleh, SE pandai2 membungkus bangkai ya tetap tercium baunya. Ketahuan deh Nina, aduhai kasian Haryo dimasa tuanya.
ReplyDeleteMbak Tien, bukannya tindy ya yang prof, Haryo juga prof to? Salam kasih penuh dengan aduhai.
Salamkasih penuh ADUHAI Mbah Ti
DeleteYa, prof semua
Maturnuwun mbak Tien..MKJ30nya...
ReplyDeleteWaduuh2...jd ikut campur aduk ni perasaan..
Haryo mau pensiun dini dan akan istrht serumah dengan Nina n anak2nya??..mana bisaaaa...dgn rong2an istri sirinya itu..
Nah lo ketahuan Nina dr toko emas..masa beli??..uang drmn..🤦♀️
Duuuh pinisirin dgn kelanjutannya besook lagii..
Salam sehat selalu dan aduhaiii bingit mbak Tien..🙏💟🌹
Sami2 ibu Maria
DeleteADUHAI deh
Alhamdulillah.. matur nuwun mbak Tien, MKJ eps 30 sudah tayang. Semoga kita Semua tetap sehat dan selalu dalam lindungan Allah SWT. Aamiin YRA.
ReplyDeleteSami2 mas Dudut
DeleteAamiin
Matur nuwun mbak Tien-ku MKJ sudah datang di rumah.
ReplyDeleteKalau pensiun pendapatan berkurang banyak loh pak Haryo... bagaimana Nina, Endah dan ana nanti... Jangan" kalau manisnya sudah habis sepahnya dibuang di tempat sampah.
Salam sehat mbak Tien yang selalu ADUHAI.
Sami2 pak Latief
DeleteSalam sehat dan ADUHAI
Alhamdulillah... Terima kasih Bu Tien... Semoga Bu Tien selalu sehat... Selamat malam selamat beristirahat... Salam... 🙏🙏🙏
ReplyDeleteSami2 ibu Sri
DeleteAamiin
Matur Nuwun bu Tien🙏 Salam Aduhaii💖💖
ReplyDeleteSami2 ibu Sari
DeleteADUHAI
ADUHAI ..
ReplyDeleteSemakin penasaran endingnya ..
Matur nuwun, mbak Tien.
Sami2 ibu Purwani
DeleteADUHAI
Maturnuwun mb Tien. Itu yg jahat2 baru pada bingung
ReplyDeleteMemang emas tetep emas ya Tindy.
Semakin asyik ceritanya.
Salam manis nan aduhai mb Tien
Yuli Semarang
Sami2 ibu Yuli
DeleteADUHAI ya
Ooo kamu ketahuan na Nina....
ReplyDeleteTrims Bu Tien sudah menghibur
Terima kasih bu Tien, waduh ketahuan Nina jual cincinnya alamat ada perang dgn Haryo, salam sehat selalu dan aduhai..
ReplyDeleteSami2 ibu Komariyah
DeleteSalam sehat dan ADUHAI
Seruuu kembang jalanannyaa...
ReplyDeleteMatur nuwun bu Tien
Sami2 ibu Nien
DeleteADUHAI
Alhamdulillah, matursuwun mbak Tien
ReplyDeleteSehat selalu, smg kita menjadi hamba yg selalu bersyukur dengan segala ridhoNYA
Sami2 ibu Umi
DeleteAamiin
Maturnuwun mb Tien
ReplyDeleteCerita semakin asyik
Salam sehat n aduhai mb Tien
Yuli Semarang
Sami2 ibu Yuli
DeleteADUHAI dan sehat
Alhamdilulillah... terima kasih....
ReplyDeleteSami2 pak Zimi
DeleteTerima kasih Bu Tien semoga sehat selalu
ReplyDeleteSami2 ibu Yati
DeleteAamiin
Alhamdulillah...
ReplyDeleteMtur nuwun Bun....
Mugi2 tansah pinaringan rahayu wilujeng samudayanipun
Alhamfulillah
ReplyDeleteIbu Endah
DeleteADUHAI
Alhamdulillah sudah tayang cerbungnya
ReplyDeleteTerimakasih bunda Tien
Dalam sehat dan aduhai dari Purworejo
Sami2 ibu Salamah
DeleteSalam sehat dan ADUHAI
Alhamdulillah..makin seru dan waduh ketemu Danarto..dan hasil yg tdk baik,ya udah deh makin setres ee liat Nina sama Endah yg jual cincin makin aj a setres deh Haryo..dah masih ngengsi ya krn tampan yaa makin tua sakit2 tan waduh uang gak ngablek ..bu Tien makasih yaa udah buat kita gremes..sehat selalu
ReplyDeleteSami2 ibu Yanti
DeleteADUHAI deh
Alhamdulillah sudah tayang yg ditunggu tunggu, makasih Bunda.
ReplyDeleteSehat selalu dan tetap semangat.Met malam dan met istirahat.Salam ADUHAI.....
Sami2 mas Bambang
DeleteAamiin
𝙏𝙚𝙧𝙞𝙢𝙖𝙠𝙖𝙨𝙞𝙝 𝙢𝙗𝙖𝙠 𝙏𝙞𝙚𝙣...
ReplyDeleteSami2 KP LOVER
DeleteMatur nuwun, bu Tien. Nglilir langsung membaca MKJ
ReplyDeleteSami2 ibu Anik
DeleteADUHAI
Gimana Haryo selama ini hidup yang kamu lalui pencapaianmu sampai mana; kesenangan sudah, berjaya waktu bisa menyingkirkan pesaing bahkan merebut hati istri orang, wuah itu itu kamu perhitungkan sebagai poin kejayaan wuih, punyamu peri kebinatangan bahkan omonganmu sudah nggak bisa di dengar; katanya sudah tidak; nyatanya masih berlanjut, iya seeh menghamburkan uang modal kegagahanmu sampai nggak perhitungan, memang kehadiran mu justru diperhitungkan bahkan dipertahankan, nggak peduli kamu sakit; uang harus ada dan tersedia nah, setelah kerentaanmu mendera baru tahu, maksudnya yang selama ini bermanis ria, sudah mulai masa bodo kan.
ReplyDeleteKedatangan dept kolektor kebetulan kamu kenal, membuka tanda ada sesuatu yang menjadi catatan mu, hanya uang yang diperlukan, lain tidak kan.
Apalagi kerentanan mu nyata, tabunganmu tipis, mereka biasa ngelès pinter alasan lagi.
Keluar dari toko emas; ngapain, ya cari kerja lah katanya suruh kerja. Anak-anak nya Nina.
Wow ada informan yang kasih tahu kalau Haryo kapiran(nggak terurus) apalagi dapat info dari Linda; sakit.
Menambah beban pikiran, Tindy.
ADUHAI
Masih yakin mau merawat mu, nggak mau pulang dengan alasan jaga gengsi.
Sudi mên.
Staterané angèl kakèhan crigis, sok ngatur, status nya gimana coba, rudhet.
Nekat mengundurkan diri, pensiun dini, biar bisa merubah status Nina, sama aja bohong.
Begitu Nina tahu langsung tarik suara melengking seriosa.
Nggak pernah diajari dagang, inginnya jual rames, rasané masakan kaya apa tuh.
Biarlah nunut makan, mendingan ada usaha. Mudah-mudahan.
Nggak mau susah-susahan.
Terimakasih Bu Tien;
Memang Kembang Jalanan yang ke tiga puluh sudah tayang.
Sehat sehat selalu doaku, yang legawa, jangan merasa terpaksa.
Sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta 🙏
Nanaaaang..
DeleteSami2 ya Nang
Aamiin doanya
Terumakasih celotehnys
Trimakasih Bu Tien td ketiduran ini lgsg baca. Alhamdulillah sdh tayang. Sehat selalu ya bu Tien. Endang Amirul
ReplyDeleteSami2 ibu Endang
DeleteAamiin
Terimakasih bu Tien, salam sehat dan bahagia selalu.
ReplyDeleteSami2 ibu Sri
DeleteSehat bahagia dan ADUHAI
Terimakasih bunda..
ReplyDeleteSalam sehat dan bahagia selalu..
Salam aduhai.. 🙏🙏❤❤
Sami2 ibu Hermina
DeleteSalam sehat dan ADUHAI
Assalamualaikum wr wb. Jadi orang laki laki, banyak uang, jangan selingkuh... Syukurilah apa yang Allah Swt karuniakan. Kufur nikmat, sesungguhnya azab Allah sangat pedih...Astaghfirullah jangan sampai selingkuh...Aamiin... Maturnuwun Bu Tien, semakin menarik ceritanya, semoga Bu Tien beserta keluarga tansah pinaringan karahayon wilujeng ing sadoyonipun. Aamiin Yaa Robbal'alamiin... Salam sehat dari Pondok Gede...
ReplyDeleteWa'alaikum salam warahmatullahi wabarakatuh
ReplyDeleteAamiin Allahumma Aamiin
Matur nuwun pak Mashudi
Ketauan deh Nina.
ReplyDeleteMakasih mba Tien .Salam hangat dan selalu sehat mba
Aduhai
Sami2 ibu Sul
ReplyDeleteADUHAI
Alhamdulillah,terima kasih Bu Tien ..
ReplyDeleteSehat selalu..,Aamiin.
Sami2 ibu Rini
DeleteAamiin
ADUHAI ... sa sa sa (huruf jawa) sapa salah seleh .. mubgkin spt itu ya mbak Tien ? Tks, mtr nwn Salam dan doa, beekah sehat bahagia
ReplyDeleteSami2 pak Pri
ReplyDeleteBegitulah kira2