Thursday, February 3, 2022

MEMANG KEMBANG JALANAN 30

 

MEMANG KEMBANG JALANAN  30

(Tien Kumalasari)a

 

Sambil melepas cincin itu tak terasa air mata Nina merebak. Bukan karena menyesali perbuatannya tapi karena kekesalannya pada sahabatnya ini.

“Ya ampun Sis, yang namanya bersahabat kok seperti ini. Kamu benar-benar tega.”

“Ini bukan masalah sahabat atau bukan, juga bukan masalah tega atau tidak. Aku ini  tidak keberatan berbuat baik, tapi semuanya harus disiplin. Masih mending kamu tidak aku kenakan bunga. Orang lain yang meminjam aku, aku kenakan bunga 10 persen.”

Nah lo, ternyata Siska juga rentenir, lintah darat.

Nina menyerahkan cincinnya dengan perasaan was-was. Bagaimana kalau Haryo memperhatikan jari tangannya dan cincin itu tak ada lagi?” Tapi ia terpaksa melakukannya. Ia tak bisa memberikan seluruh uangnya karena harus ada yang tersisa untuk belanja.

“Baiklah, mana uangnya?” tanya Siska karena Nina belum juga menyerahkan uangnya.

“Iya, sabar,” kata Nina sambil membuka dompetnya, lalu diberikannya sejumlah uang.

“Ini berapa?”

“Kan aku bilang setengahnya dulu.”

“Nggak, kamu bilang tujuhratus limapuluh ribu dulu. Mana kurangnya.”

“Ya ampun Sis, cincin itu harganya hampir tiga juta,” kata Nina memelas.

“Apa kamu ingin aku menjual cincin ini ?”

“Jangan Sis, bisa dibunuh suamiku kalau cincin itu kamu jual.”

“Ya sudah, kan hanya untuk pegangan, jadi jangan dihitung nilainya dong.

“Kurang seratus ribu," lanjutnya dengan bengis.

“Baiklah,” kata Nina sambil menambah uangnya seratus ribu lagi.

“Nah, kapan kekurangan uang ini akan kamu lunasi?”

“Paling lambat bulan depan lah Sis.”

“Baiklah, sekarang aku pergi dulu. Kabari kalau uangnya sudah ada.”

Nina hanya mengangguk lemas, dan menatap punggung Siska sahabatnya dengan tatapan pilu.

“Dasar manusia kejam! Kejam! Kejam!” teriak Nina tak terkendali.

Endah yang ada didalam langsung keluar.

“Bagaimana Bu?”

Aku bayar tujuhratus limapuluh ribu, tapi dia meminta pegangan. Cincin Ibu dimintanya,” katanya sambil menunjukkan jarinya yang sekarang polos tak bercincin.

“Ya ampuuun, Ibu berikan?”

“Ya iya lah Ndah, dia nya memaksa sambil marah-marah.”

“Kalau begitu mengapa tidak Ibu berikan saja cincin itu, supaya dia beli atau dia jual, malah Ibu bisa mendapat uang sisa,” usul Endah.

“Yah, mana mungkin begitu? Kalau Pak Haryo tahu bagaimana?”

“Ibu harus pintar mencari akal dong.”

“Akal bagaimana lagi?”

“Ibu bisa beli cincin imitasi yang mirip kan? Nah, dengan begitu pak Haryo tak akan curiga.”

Nina tampak terdiam, is merasa itu usul yang bagus.

“Bagus juga usul kamu Ndah.”

“Nah, sekarang Ibu bilang sama tante Siska, suruh jual saja cincin itu, atau Ibu suruh dia membelinya. Sisa uangnya bisa ibu minta, lalu beli cincin serupa yang murahan, paling nggak sampai seratus ribu.”

“Nggak ah, jangan dia yang suruh menjual atau membelinya, nanti dihitung murah. Kita minta saja cincinnya, lalu kita jual sendiri, sekaligus beli cincin palsunya.

“Baiklah, tapi kalau ibu minta cincin itu, pasti ibu harus melunasinya. Adakah uang ibu cukup?”

“Tadi sudah tujuhratus limapuluh ribu rupiah, kurangnya limaratus limapuluh ribu rupiah, kurang nggak ya. Tapi sama uang tabungan kamu tadi .. terus sisa uang ibu, ah … pas Ndah, ayo antarkan Ibu ke rumah tante Siska sekarang, sebelum pak Haryo pulang semuanya sudah harus selesai.”

Endah buru-buru mengunci pintu rumahnya, lalu berangkat lagi bersama Ibunya.

***

“Bagaimana keadaan Ibu hari ini?” tanya Lala ketika melihat Ibunya sendirian di ruang tengah. Tutut dan Desy belum pulang dari kampus.

“Ibu merasa sangat baik La, minggu depan Ibu mau mulai mengajar lagi.”

“Lhoh, mengapa buru-buru Bu? Apa tidak lebih baik istirahat lebih lama dulu, supaya Ibu benar-benar sehat?”

“Ibu sudah merasa sehat, kamu tidak usah khawatir.”

“Obat Ibu kan masih harus diminum semingguan lagi?”

“Iya, kalau obatnya habis, Ibu mau ke dokter Linda lagi.”

“Baiklah, pokoknya sebelum Ibu benar-benar sehat, Lala tak akan tega meninggalkan Ibu disini.”

“Kamu itu, Ibu kan tidak apa-apa.”

“Ibu kan selalu bilang begitu?”

Tindy tersenyum lebar. Ada bahagia membuncah ketika anak-anaknya sangat memperhatikannya. Hanya mereka yang dia punya, dan itu adalah hartanya.

“Jaga diri kamu baik-baik di sana ya, jaga kesehatan, jaga semuanya pokoknya.”

“Iya Bu, Ibu tidak usah menghawatirkan Lala. Lala juga tidak sendiri, ada teman Lala yang berangkat bersama, dan nanti juga akan mencari tempat tinggal bersama.”

“Sering-sering ngabarin Ibu ya.”

“Setiap hari Lala akan mengirim kabar untuk Ibuku yang paling cantik dan tersayang ini,” kata Lala sambil memeluk Ibunya.

“Ibu akan merindukanmu.”

“Lala juga pasti akan merindukan Ibu.”

“Sebuah cita-cita memang harus diiringi perjuangan, bahkan pengorbanan. Ya kan?”

“Benar Bu, itu sebabnya Lala berani menempuh ke negeri jauh, demi untuk menunjukkan pada Ibu bahwa Lala tidak mengecewakan Ibu.”

“Segera cari jodoh,” canda Tindy.

“Orang bule?” Lalu Lala terbahak.

“Yang penting dia baik, dan bisa menjadi pelindung kamu, apalagi nanti setelah Ibu tak ada. Jangan sampai anak-anak Ibu hidup menderita.”

“Duuh, Ibu kok segitunya? Ibu masih akan lama bersama kami.”

“Umur manusia siapa yang tahu?”

“Tapi jangan dibicarakan Bu, sedih Lala membayangkan hidup tanpa Ibu,” kata Lala sendu.

“Baiklah, mohon kepada Allah agar Ibu bisa lebih lama bersama kalian.”

“Iya dong Bu, itu selalu kami lakukan. Ibu harus selalu bahagia ya? Ibu berada diantara anak-anak Ibu yang sangat mencintai Ibu.”

“Ibu bahagia Lala, sangat bahagia memiliki anak-anak yang manis budi seperti kalian.”

Tindy dan Lala berpelukan lama sekali. Masih beberapa waktu lagi mereka berpisah, tapi keharuan karena akan berada ditempat yang berjauhan itu sudah menerbitkan sendu.

***                                                               

“Oh, begitu, untunglah aku belum pergi kemana-mana,” kata Siska ketika Nina dan Endah pergi ke rumahnya.

“Iya, ternyata setelah aku kumpul-kumpulkan, uangku cukup untuk mengembalikan hutangku,” kata Nina sambil menyerahkan setumpuk uang, sedangkan Endah hanya menunggu di atas sepeda motornya.

“Waduh, uangnya campur receh-receh begini? Susah menghitungnya,” Siska mengomel ketika uang Nina bukan semua uang ratusan atau limapuluhan ribu. Ada sepuluh ribuan  dan lima ribuan juga.

“Tidak banyak recehnya, yang penting kan genap limaratus limapuluh ribu.”

Siska menghitung uangnya dengan sedikit mengernyitkan hidungnya, barangkali ada bau tak sedap pada uang receh itu.

“Hm, ini malah ada duaribuan juga. Gimana sih Nin, hiih … jadi lama dong ngitungnya.”

“Tadi sudah aku tata rapi, kamu menyebarnya di meja,” kata Nina kesal.

“Aku tidak mengira uang kamu seperti ini. Benar-benar nggak punya uang ya kamu?”

“Sedang ada masalah. Sudah, menghitungnya? Kalau sudah aku minta cincinku kembali,” kata Nina sambil melirik ke arah jari tangan Siska yang mengenakan cincinnya, diantara cincin-cincin lain yang berderet-deret. Siska benar-benar hidup menjadi orang kaya.

“Sebentar, satu … dua … tiga … empat … lima … Baiklah, cukup.”

“Aku mau segera pulang, banyak yang harus aku kerjakan.”

“Ya sudah. Eh, hampir lupa, kamu menunggu cincinmu ini kan ya?” kata Siska sambil tertawa mengejek, lalu melepaskan cincin Nina yang semula dikenakannya dan di serahkannya kepada Nina.

“Aku pamit Sis,” kata Nina sambil berdiri, tanpa mengulaskan senyum, apalagi mengucapkan terima kasih.

“Hati-hati di jalan,” teriak Siska, tanpa diacuhkan oleh Nina dan anaknya yang segera berlalu dari halaman rumah sahabatnya itu. Sementara Siska menatapnya dengan seribu pertanyaan atas keadaan Nina.

“Heran aku, dia begitu sombong dan bersikap seolah-olah suaminya kaya. Tapi menurutku keadaannya kok seperti menyedihkan begitu. Ah, entahlah, yang penting uangku kembali. Dulu aku begitu mudah meminjamkannya, karena mengira dia benar-benar kaya dan pasti bisa mengembalikannya dengan mudah, tapi kok seperti ini,” gumam Siska sambil mengumpulkan uang yang masih terserak di meja.

***

Danarto heran ketika melihat Haryo berjalan sendirian di rumah sakit. Saat itu dia sudah selesai berpraktek. Ia segera memburu dan memanggilnya.

“Pak Haryo?”

“Lhoh, kamu di sini?” tanya Haryo terkejut.

“Iya Pak, saya berdinas disini. Bapak ngapain ke rumah sakit?”

“Ini, tadi periksa jantung.”

“Oh, memangnya Bapak kenapa? Apa dokter mengatakan bahwa jantung Bapak bermasalah?”

“Dokter belum mengatakan apa-apa, menunggu hasil rekam jantung ini. Baru kemarin Bapak kontrol lagi ke dokter Linda.”

“Apa kata dokter Linda Pak?”

“Tensi Bapak masih tinggi, sering berdebar, lemas. Sudahlah, namanya sudah tua, penyakitnya macam-macam.”

“Bapak memang tampak kurang sehat. Kurang istirahat?”

“Rasanya tidak. Bapak seminggu tidak mengajar. Baru kemarin.”

“Jangan banyak pikiran lah pak.”

“Namanya orang, pasti banyak yang harus dipikirkan.”

“Oh ya, Desy minggu depan akan co-ass disini.”

“Desy?”

“Iya Pak, kemarin saya baru ketemu dia.”

“Anakku sudah mau jadi dokter,” gumamnya pelan.

Danarto tersenyum, ia juga melihat kebanggaan di mata Haryo.

“Bapak tidak pulang ke rumah ibu Tindy?”

Haryo tersenyum tipis. Pertanyaan itu membuatnya resah. Membuatnya teringat kembali pada wajah-wajah penuh benci yang mengiringi langkahnya saat mau pergi.

Haryo menggeleng lemah, tak memberikan jawaban sepatahpun kata. Danarto mengerti, kehidupan keluarga pak Haryo pastilah rumit. Ia selingkuh di mana-mana, termasuk almarhumah ibunya  juga menjadi korban. Tapi yang paling pedih pastilah ibu Tindy sebagai isteri sah. Tak usah mendengar cerita tentang keluarga laki-laki setengah tua yang berjalan di sampingnya, ia sudah bisa menggambarkannya, walau tidah semua dimengertinya. Tapi dia heran mengetahui Haryo cenderung tinggal bersama Nina yang menurutnya sama sekali tidak menarik. Bukan hanya wajahnya, tapi juga perilaku yang dilihatnya ketika dia datang berkunjung.

“Pak Haryo sendirian ?”

“Iya, dari kantor langsung kemari. Ini juga mau kembali ke kantor lagi.”

“Oh, baiklah pak, hati-hati dijalan,” pesan Danarto ketika mengantarkan Haryo pulang.

“Terima kasih nak,” Haryo melangkah pergi.

“Sungguh keluarga yang aneh,” gumam Danarto sambil kembali ke ruangannya.

***

Ternyata Haryo tidak langsung kembali ke kampusnya. Ia langsung menemui dokter Linda karena keburu ingin melihat hasilnya. Memang sih belum saatnya praktek, tapi karena dokter Linda adalah dokter langganannya, maka ia tak menolak ketika Haryo ingin langsung menemuinya.

“Dari rumah sakit langsung kemari ya Pak?” tanya dokter Linda sambil tersenyum.

“Iya, ingin segera tahu, apa yang terjadi dengan jantung saya.”

Dokter Linda memeriksa laporan rekam jantung yang dibawa pak Haryo, lalu menggeleng-gelengkan kepalanya. Haryo menatapnya berdebar.

“Ya, ada sedikit gangguan, irama jantung tidak teratur. Bapak sering sesak napas?”

“Kadang-kadang. Tidak selalu.”

“Obat yang kemarin tetap diminum ya Pak, saya tambahin lagi satu obat, yang diminum setiap pagi.”

“Berbahaya ?”

“Berbahaya atau tidaknya tergantung dari bagaimana Bapak mematuhi aturan demi kesehatan bapak. Jangan terlalu capek, jangan terlalu banyak pikiran. Santai saja lah pak, Bapak harusnya kan hidup tenang, dengan isteri yang cantik dan pintar, serta anak-anak yang juga cantik dan sangat luar biasa. Bukankah begitu?”

Haryo mengangguk pelan. Apa yang kurang dalam hidupnya bersama Tindy? Isteri yang tidak ada cacat celanya. Kalau dia marah, wajar saja karena dirinya berbuat kesalahan. Kalau dia sekarang bersikap acuh, itu juga tidak aneh karena merasa dipinggirkan.

“Bagaimana Pak? Bapak mengerti?” tanya dokter Linda ketika melihat Haryo tampak termenung.

“Oh_eh … iya, tentu saya mengerti,” jawabnya gugup.

“Ini resepnya, dan ingat semua pesan saya.”

“Baiklah, terimakasih dokter.”

Haryo keluar dari ruangan praktek dokter Linda dengan perasaan tak menentu. Terngiang kata-kata dokter Linda yang seperti menusuk tepat di jantungnya. ‘Bapak harusnya kan hidup tenang, dengan isteri yang cantik dan pintar, serta anak-anak yang juga cantik dan sangat luar biasa’.

Haryo mengendarai mobilnya, dengan benak penuh pertanyaan pada dirinya. 

"Apa yang aku cari sebenarnya, dan apa yang aku dapatkan? Kesenangan sesaat itu bukan kebahagiaan. Itu adalah nafsu dan tak aku temukan kini, dimana kenikmatan itu berada."

Ia ingin kembali ke kantor dan segera membuat surat pengajuan pensiun dini dengan alasan kesehatannya.

“Aku akan benar-benar istirahat, dan tak ingin memikirkan apapun juga.”

Haryo melajukan kendaraannya dengan tekat yang mantap.

Namun ketika dia melewati deretan pertokoan, Haryo melihat Nina dan Endah, sedang keluar dari sebuah toko emas.

***

Besok lagi ya.

 

 

 

 

 

 

 

110 comments:

  1. Replies
    1. Horee.. menang lg bu lyeng juara 1.. Terimakasih bunda Tien.. sehat sll ya bunda.. salam seroja dan tetap Aduhaaaai ❤️😘

      Delete
    2. Selamat bu dosen Juara 1.... Padahal katanya lagi "Crowded" kok ya isa melu balapan.... menang lagi....

      Matur nuwun bu Tien tayang setengah sanga.....salam sehat dan tetap ADUHAI....

      Delete
  2. Alhamdulillah MKJ sdh tayang
    Makasih bunda. Aduhai

    ReplyDelete
  3. Horeeeeeee
    Desy n Danar hadir......
    Maturnuwun mb Tien ....
    Aduhay

    ReplyDelete
  4. Alhamdulilah sampun tayang. Matur nuwun Bu Tien...sehat selalu nggih 🙏

    ReplyDelete
  5. Alhamdulilah,aturnuwun bu tien ...sehat selalu ya bu

    ReplyDelete
  6. Alhamdulillah yang di tunggu sudah hadir , terimakasih bunda Tien ,salam Aduhai dari Jakarta

    ReplyDelete
  7. Looo kalah Karo jeng Iyeng,,,Sugeng Dalu jeng Tien.matur nuwun,,tambah seru critane tapi aku tambah mangkel Karo Nina sak anak,e,,biyen kakehan jangan bung kira kira

    ReplyDelete
  8. Alamdulillah...
    Yang ditunggu tunggu telah hadir gasik
    Matur nuwun bu Tien
    Semoga bu Tien senantiasa dikaruniai kesehatan dan tetap semangat
    Salam ADUHAI dr Cilacap.

    ReplyDelete
  9. Alhamdulillah MKJ30 sdh tayang
    terima kasih mbak Tien...💕
    semoga selalu sehat dan bahagia bersama keluarga. Aamiin.

    ReplyDelete
  10. Alhamdulilah sudah hadir, matur nuwun ibu Tien..mugi tansah sehat
    Makin seru..aduhai

    ReplyDelete
  11. Alhamdulillah, matur nuwun bunda Tien
    Selalu sehat wal afiat njih

    ReplyDelete
  12. Nuwun bu Tien..kelanjutan MKJ 30. Semoga Nina ketangkap basah menjual cincin dari Haryo. Nah sekalian diunyer unyer sama Haryo, dilempar kembali ke jalanan biar dipungut pemulung kapok deh. Salam sehat selalu

    ReplyDelete
  13. Alhamdulillah.Maturnuwun sehat selalu nggih Mbak Tien

    ReplyDelete
  14. Alhamdulillah, maturnuwun Bu Tien 🙏, sehat selalu beserta keluarga dan semakin ADUHAI

    ReplyDelete
  15. Hallow mas2 mbak2 bapak2 ibu2 kakek2 nenek2 ..
    Wignyo, Opa, Kakek Habi, Bambang Soebekti, Anton, Hadi, Pri , Sukarno, Giarto, Gilang, Ngatno, Hartono, Yowa, Tugiman, Dudut Bambang Waspodo, Petir Milenium (wauuw), Djuniarto, Djodhi55, Rinto P. , Yustikno, Dekmarga, Wedeye, Teguh, Dm Tauchidm, Pudji, Garet, Joko Kismantoro, Alumni83 SMPN I Purwantoro, Kang Idih, RAHF Colection, Sofyandi, Sang Yang, Haryanto Pacitan, Pipit Ponorogo, Nurhadi Sragen, Arni Solo, Yeni Klaten, Gati Temanggung, Harto Purwokerto, Eki Tegal dan Nunuk Pekalongan, Budi , Widarno Wijaya, Rewwin, Edison, Hadisyah,
    Wo Joyo, Tata Suryo, Mashudi, B. Indriyanto, Nanang, Yoyok, Faried, Andrew Young, Ngatimin, Arif, Eko K, Edi Mulyadi, Rahmat, MbaheKhalel, Aam M, Ipung Kurnia, Yayak, Trex Nenjap, Sujoko, Gunarto, Latif, Samiadi, Alif, Merianto Satyanagara, Rusman, Agoes Eswe, Muhadjir Hadi, Robby, Gundt, Nanung, Roch Hidayat, Yakub Firman, Bambang Pramono, Gondo Prayitno , Zimi Zaenal M. , Alfes, Djoko Bukitinggi, Arinto Cahya Krisna , HerryPur, Djoni August. Gembong. Papa Wisnu, Djoni, Entong Hendrik, Dadung Sulaiman, Wirasaba, Boediono Hatmo, R.E. Rizal Effendy, Tonni, Koko Hermanto, Radieska51,

    ReplyDelete
  16. Hallow..
    Yustinhar. Peni, Datik Sudiyati, Noor Dwi Tjahyani, Caroline Irawati, Nenek Dirga, Ema, Winarni, Retno P.R., FX.Hartanti, Danar, Widia, Nova, Jumaani, Ummazzfatiq, Mastiurni, Yuyun, Jum, Sul, Umi, Marni, Bunda Nismah, Wia Tiya, Ting Hartinah, Wikardiyanti, Nur Aini, Nani, Ranti, Afifah, Bu In, Damayanti, Dewi, Wida, Rita, Sapti, Dinar, Fifi, Nanik. Herlina, Michele, Wiwid, Meyrha, Ariel, Yacinta, Dewiyana, Trina, Mahmudah, Lies, Rapiningsih, Liliek, Enchi, Iyeng Sri Setyawati , Yulie, Yanthi , Dini Ekanti, Ida, Putri, Bunda Rahma, Neny, Yetty Muslih, Ida, Fitri, Hartiwi DS, Komariah P., Ari Hendra, Tienbardiman, Idayati, Maria, Uti Nani, Noer Nur Hidayati, Weny Soedibyo, Novy Kamardhiani, Erlin, Widya, Puspita Teradita, Purwani Utomo, Giyarni, Yulib, Erna, Anastasia Suryaningsih, Salamah, Roos, Noordiana, Fati Ahmad, Nuril, Bunda Belajar Nulis, Tutiyani, Bulkishani, Lia, Imah P Abidin, Guru2 SMPN 45 Bandung, Yayuk, Sriati Siregar, Guru2 SMPN I Sawahlunto, Roos, Diana Evie, Rista Silalahi, Agustina, Kusumastuti, KG, Elvi Teguh, Yayuk, Surs, Rinjani, ibu2 Nogotirto, kel. Sastroharsoyo, Uti, Sis Hakim, Tita, Farida, Mumtaz Myummy, Gayatri, Sri Handay, Utami, Yanti Damay, Idazu, Imcelda, Triniel, Anie, Tri, Padma Sari, Prim, Dwi Astuti, Febriani, Dyah Tateki, kel. SMP N I Gombong, Lina Tikni, Engkas Kurniasih, Anroost, Wiwiek Suharti, Erlin Yuni Indriyati, Sri Tulasmi, Laksmie, Toko Bunga Kelapa Dua, Utie ZiDan Ara, Prim, Niquee Fauzia, Indriyatidjaelani,
    Bunda Wiwien, Agustina339, Yanti, Rantining Lestari, Ismu, Susana Itsuko, Aisya Priansyah, Hestri, Julitta Happy, I'in Maimun, Isti Priyono, Moedjiati Pramono, Novita Dwi S, Werdi Kaboel, Rinta Anastya, r Hastuti, Taty Siti Latifah, Mastini M.Pd. , Jessica Esti, Lina Soemirat, Yuli, Titik, Sridalminingsih, Kharisma, Atiek, Sariyenti, Julitta Happy Tjitarasmi, Ika Widiati, Eko Mulyani, Utami, Sumarni Sigit, Tutus, Neni, Wiwik Wisnu, Suparmia, Yuni Kun, Omang Komari, Hermina, Enny, Lina-Jogya, mbah Put Ika, Eyang Rini ,Handayaningsih, ny. Alian Taptriyani, Dwi Wulansari, Arie Kusumawati, Arie Sumadiyono, Sulasminah , Wahyu Istikhomah, Ferrita Dudiana, SusiHerawati, Lily , Farida Inkiriwang, Wening, Yuka, Sri, Mbah Wi, Si Garet, ibu Wahyu Widyawati, Rini Dwi, Pudya , Indahwdhany, Butut, Oma Michelle, Linurhay, Noeng Nurmadiah, Dwi Wulansari, Winar, Hnur, Umi Iswardono , Yustina Maria Nunuk Sulastri Rahayu Hernadi , Sri Maryani, Bunda Hayu Hanin, Nunuk, Reni, Pudya, Nien, Swissti Buana, Sudarwatisri, Mundjiati Habib, Savero, Ida Yusrida, Nuraida, Nanung, Arin Javania. Ninik Arsini, Neni , Komariyah, Aisya Priansyah, Jainah Jan. Civiyo, Mahmudah, Yati Sri Budiarti, Nur Rochmah. Uchu Rideen
    . Ninik Arsini, Endah. Nana Yang, Sari P Palgunadi, Echi Wardani, Nur Widyastuti, Gagiga family, Trie Tjahjo Wibowo, Lestari Mardi, Susi Kamto, Rosen rina, Mimin NP, Ermi S, Ira, Nina, Endang Amirul

    ReplyDelete
  17. 👏👏👏 terimakasih mbak Tien SDH tayang mkj30, sehat selalu,salam aduhai.

    ReplyDelete
  18. Hallow Pejaten, Tuban, Sidoarjo, Garut, Bandung, Batang, Kuningan, Wonosobo, Blitar, Sragen, Situbondo, Pati, Pasuruan, Cilacap, Cirebon, Bengkulu, Bekasi, Tangerang, Tangsel,Medan, Padang, Mataram, Sawahlunto, Pangkalpinang, Jambi, Nias, Semarang, Magelang, Tegal, Madiun, Kediri, Malang, Jember, Banyuwangi, Banda Aceh, Surabaya, Bali, Sleman, Wonogiri, Solo, Jogya, Sleman, Sumedang, Gombong, Purworejo, Banten, Kudus, Ungaran, Pamulang, Nusakambangan, Purworejo, Jombang, Boyolali. Ngawi, Sidney Australia, Boyolali, Amerika, Makasar, Klaten, Klipang, JAKARTA...hai..., Mojokerto, Sijunjung Sumatra Barat, Sukabumi, Lamongan, Bukittinggi, Hongkong, El Segudo, California, Bogor, Tasikmalaya, Baturetno, Wonogiri, Terimakasih atas perhatian dan support yang selalu menguatkan saya. Aamiin atas semua harap dan do'a.
    ADUHAI.....

    ReplyDelete
  19. Alhamdulillah, matur nuwun bu Tien MKJ 30 telah hadir
    Sehat wal'afiat semua ya bu Tien
    Salam ADUHAAII 🤗💖

    ReplyDelete
  20. Alhamdulillah MKJ 30 telah tayang, terima kasih bu Tien sehat n bahagia selalu. Aamiin.
    UR.T411653L

    ReplyDelete
  21. Terima kasih Bunda Tien MKJ,a,,

    Waduh Nina terciduk lagi ni,,,
    Gimana kelanjutannya yaaa,,,🤔

    Jadi timbih pinisirin,,,🤣🤣🤣

    ReplyDelete
  22. ....kesenangan sesaat bukanlah kebahagiaan, itu adalah nafsu...

    Rupanya pak Haryo mulai sadar dan semoga berlanjut dengan pertobatan ya Pak...

    Monggo ibu, dilanjut aja tetap bikin penasaran...
    Matur nuwun, Berkah Dalem.

    ReplyDelete
  23. Alhamdulillah sdh tayang salàm sehat bu Tien 🙏

    ReplyDelete
  24. Alhamdulillah MKJ 30 sdh hadir
    Terima kasih Bu Tien, ceritanya semakin bikin penasaran.
    Semoga Ibu sehat dan bahagia selalu
    Aamiin
    Salam ADUHAI dari Bekasi

    ReplyDelete
  25. Slhamdulillah tayang
    Makasih bunda salam sehat selalu

    ReplyDelete
  26. 'ah' di mana² orang salah ya seleh, SE pandai2 membungkus bangkai ya tetap tercium baunya. Ketahuan deh Nina, aduhai kasian Haryo dimasa tuanya.
    Mbak Tien, bukannya tindy ya yang prof, Haryo juga prof to? Salam kasih penuh dengan aduhai.

    ReplyDelete
  27. Maturnuwun mbak Tien..MKJ30nya...

    Waduuh2...jd ikut campur aduk ni perasaan..

    Haryo mau pensiun dini dan akan istrht serumah dengan Nina n anak2nya??..mana bisaaaa...dgn rong2an istri sirinya itu..

    Nah lo ketahuan Nina dr toko emas..masa beli??..uang drmn..🤦‍♀️

    Duuuh pinisirin dgn kelanjutannya besook lagii..

    Salam sehat selalu dan aduhaiii bingit mbak Tien..🙏💟🌹

    ReplyDelete
  28. Alhamdulillah.. matur nuwun mbak Tien, MKJ eps 30 sudah tayang. Semoga kita Semua tetap sehat dan selalu dalam lindungan Allah SWT. Aamiin YRA.

    ReplyDelete
  29. Matur nuwun mbak Tien-ku MKJ sudah datang di rumah.
    Kalau pensiun pendapatan berkurang banyak loh pak Haryo... bagaimana Nina, Endah dan ana nanti... Jangan" kalau manisnya sudah habis sepahnya dibuang di tempat sampah.
    Salam sehat mbak Tien yang selalu ADUHAI.

    ReplyDelete
  30. Alhamdulillah... Terima kasih Bu Tien... Semoga Bu Tien selalu sehat... Selamat malam selamat beristirahat... Salam... 🙏🙏🙏

    ReplyDelete
  31. Matur Nuwun bu Tien🙏 Salam Aduhaii💖💖

    ReplyDelete
  32. ADUHAI ..
    Semakin penasaran endingnya ..
    Matur nuwun, mbak Tien.

    ReplyDelete
  33. Maturnuwun mb Tien. Itu yg jahat2 baru pada bingung
    Memang emas tetep emas ya Tindy.
    Semakin asyik ceritanya.
    Salam manis nan aduhai mb Tien
    Yuli Semarang

    ReplyDelete
  34. Ooo kamu ketahuan na Nina....
    Trims Bu Tien sudah menghibur

    ReplyDelete
  35. Terima kasih bu Tien, waduh ketahuan Nina jual cincinnya alamat ada perang dgn Haryo, salam sehat selalu dan aduhai..

    ReplyDelete
  36. Seruuu kembang jalanannyaa...
    Matur nuwun bu Tien

    ReplyDelete
  37. Alhamdulillah, matursuwun mbak Tien
    Sehat selalu, smg kita menjadi hamba yg selalu bersyukur dengan segala ridhoNYA

    ReplyDelete
  38. Maturnuwun mb Tien
    Cerita semakin asyik
    Salam sehat n aduhai mb Tien
    Yuli Semarang

    ReplyDelete
  39. Terima kasih Bu Tien semoga sehat selalu

    ReplyDelete
  40. Alhamdulillah...
    Mtur nuwun Bun....
    Mugi2 tansah pinaringan rahayu wilujeng samudayanipun

    ReplyDelete
  41. Alhamdulillah sudah tayang cerbungnya
    Terimakasih bunda Tien
    Dalam sehat dan aduhai dari Purworejo

    ReplyDelete
  42. Alhamdulillah..makin seru dan waduh ketemu Danarto..dan hasil yg tdk baik,ya udah deh makin setres ee liat Nina sama Endah yg jual cincin makin aj a setres deh Haryo..dah masih ngengsi ya krn tampan yaa makin tua sakit2 tan waduh uang gak ngablek ..bu Tien makasih yaa udah buat kita gremes..sehat selalu

    ReplyDelete
  43. Alhamdulillah sudah tayang yg ditunggu tunggu, makasih Bunda.
    Sehat selalu dan tetap semangat.Met malam dan met istirahat.Salam ADUHAI.....

    ReplyDelete
  44. 𝙏𝙚𝙧𝙞𝙢𝙖𝙠𝙖𝙨𝙞𝙝 𝙢𝙗𝙖𝙠 𝙏𝙞𝙚𝙣...

    ReplyDelete
  45. Matur nuwun, bu Tien. Nglilir langsung membaca MKJ

    ReplyDelete
  46. Gimana Haryo selama ini hidup yang kamu lalui pencapaianmu sampai mana; kesenangan sudah, berjaya waktu bisa menyingkirkan pesaing bahkan merebut hati istri orang, wuah itu itu kamu perhitungkan sebagai poin kejayaan wuih, punyamu peri kebinatangan bahkan omonganmu sudah nggak bisa di dengar; katanya sudah tidak; nyatanya masih berlanjut, iya seeh menghamburkan uang modal kegagahanmu sampai nggak perhitungan, memang kehadiran mu justru diperhitungkan bahkan dipertahankan, nggak peduli kamu sakit; uang harus ada dan tersedia nah, setelah kerentaanmu mendera baru tahu, maksudnya yang selama ini bermanis ria, sudah mulai masa bodo kan.
    Kedatangan dept kolektor kebetulan kamu kenal, membuka tanda ada sesuatu yang menjadi catatan mu, hanya uang yang diperlukan, lain tidak kan.
    Apalagi kerentanan mu nyata, tabunganmu tipis, mereka biasa ngelès pinter alasan lagi.
    Keluar dari toko emas; ngapain, ya cari kerja lah katanya suruh kerja. Anak-anak nya Nina.
    Wow ada informan yang kasih tahu kalau Haryo kapiran(nggak terurus) apalagi dapat info dari Linda; sakit.
    Menambah beban pikiran, Tindy.

    ADUHAI

    Masih yakin mau merawat mu, nggak mau pulang dengan alasan jaga gengsi.
    Sudi mên.
    Staterané angèl kakèhan crigis, sok ngatur, status nya gimana coba, rudhet.
    Nekat mengundurkan diri, pensiun dini, biar bisa merubah status Nina, sama aja bohong.
    Begitu Nina tahu langsung tarik suara melengking seriosa.
    Nggak pernah diajari dagang, inginnya jual rames, rasané masakan kaya apa tuh.
    Biarlah nunut makan, mendingan ada usaha. Mudah-mudahan.
    Nggak mau susah-susahan.


    Terimakasih Bu Tien;
    Memang Kembang Jalanan yang ke tiga puluh sudah tayang.
    Sehat sehat selalu doaku, yang legawa, jangan merasa terpaksa.
    Sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta 🙏

    ReplyDelete
    Replies
    1. Nanaaaang..
      Sami2 ya Nang
      Aamiin doanya
      Terumakasih celotehnys

      Delete
  47. Trimakasih Bu Tien td ketiduran ini lgsg baca. Alhamdulillah sdh tayang. Sehat selalu ya bu Tien. Endang Amirul

    ReplyDelete
  48. Terimakasih bu Tien, salam sehat dan bahagia selalu.

    ReplyDelete
  49. Terimakasih bunda..
    Salam sehat dan bahagia selalu..
    Salam aduhai.. 🙏🙏❤❤

    ReplyDelete
  50. Assalamualaikum wr wb. Jadi orang laki laki, banyak uang, jangan selingkuh... Syukurilah apa yang Allah Swt karuniakan. Kufur nikmat, sesungguhnya azab Allah sangat pedih...Astaghfirullah jangan sampai selingkuh...Aamiin... Maturnuwun Bu Tien, semakin menarik ceritanya, semoga Bu Tien beserta keluarga tansah pinaringan karahayon wilujeng ing sadoyonipun. Aamiin Yaa Robbal'alamiin... Salam sehat dari Pondok Gede...

    ReplyDelete
  51. Wa'alaikum salam warahmatullahi wabarakatuh
    Aamiin Allahumma Aamiin
    Matur nuwun pak Mashudi

    ReplyDelete
  52. Ketauan deh Nina.
    Makasih mba Tien .Salam hangat dan selalu sehat mba
    Aduhai

    ReplyDelete
  53. Alhamdulillah,terima kasih Bu Tien ..
    Sehat selalu..,Aamiin.

    ReplyDelete
  54. ADUHAI ... sa sa sa (huruf jawa) sapa salah seleh .. mubgkin spt itu ya mbak Tien ? Tks, mtr nwn Salam dan doa, beekah sehat bahagia

    ReplyDelete

CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG 36

  CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG  36 (Tien Kumalasari)   Satria memandang sungkan kepada dosen yang ada di depannya. Menurutnya Listyo kelew...