MEMANG KEMBANG JALANAN
25
(Tien Kumalasari)
“Stop, nak dokter. Berhenti dulu,” kata Tindy sambil
melihat ke arah halaman tempat dokter Linda berpraktek.
“Lebih baik kita masuk setelah Bapak pergi.”
“Apa pak Haryo sakit?” tanya Danarto.
“Pastinya dia sakit. Tapi saya tidak ingin bertemu
disini,” kata Tindy pelan.
“Baiklah Bu, saya akan memarkir agak kedepan sedikit,
supaya kalau pak Haryo keluar tidak melihat keberadaan kita," kata Danarto mengerti.
“Apa Bapak mengenal mobil ini ?”
“Pastinya mengenal, kalau beliau ingat. Soalnya mobil ini
pernah dibawa pak Haryo pulang ketika melayat saat ibu meninggal.”
“Apa Bapak tidak membawa mobil ?”
“Tidak, kan saat menjelang meninggalnya ibu, aku
menjemput pak Haryo ke rumah. Jadi pak Haryo juga ikut ke rumah, lalu
pulangnya mobil ini dibawa. Esok paginya pak Haryo datang saat pemakaman, masih
membawa mobil ini.”
“O, karena itulah mas Danar bisa kenal anaknya Nina?”
“Ya, ketika melayat itu dia ikut bersama pak Haryo.
Tapi aku tuh agak-agak lupa wajahnya, karena bertemunya hanya sekilas. Maklum,
saat itu banyak tamu yang melayat, termasuk saudara-saudaranya ibu.”
“Setahuku, anaknya Nina ada dua. Yang satu namanya Ana.”
“Saya hanya melihat Endah ketika itu.”
“Apa Nina ikut melayat?”
“Tidak Bu. Bahkan saya belum pernah bertegur sapa saat
ke rumahnya. Soalnya dia tidak ikut menemui saya. Jadi saya juga hanya
melihatnya sekilas.”
“Lihat Bu, tampaknya Bapak sudah mau keluar," kata Desy.
“Sama siapa dia?”
“Sepertinya sendirian,” jawab Desy.
Dan tak lama kemudian memang mobil Haryo meluncur dari
halaman itu. Untunglah Danarto sudah memajukan mobilnya, sehingga Haryo tidak
melihatnya.
“Apakah kita bisa masuk?”
“Ya nak dokter, silakan. Aduh, tapi saya sungkan, nak
dokter jadi repot.”
“Tidak repot kok Bu, kan saya sudah bilang bahwa saya
sedang tidak punya pekerjaan,” kata Danarto sambil memundurkan mobilnya, lalu
masuk ke halaman.
Tampaknya sudah tidak ada pasien lagi setelah Haryo,
sehingga begitu masuk, Tindy langsung dipersilakan menemui dokternya.
“Lhoh, ada Danar juga nih?” kata dokter Linda ketika
melihat Danar masuk bersama Tindy dan Desy.
“Iya dok, kebetulan saya lagi main kesana, jadi ikut
mengantar sekalian,” jawab Danar.
“Silakan duduk semuanya,” kata dokter Linda ramah.
“Terimakasih dok,” kata Tindy dan Desy hampir bersamaan.
“Danarto ini dokter pintar, tidak lama lagi dia akan
mengambil spesialisasi interna. Iya kan Danar?”
“Iya dok,” jawab Danar tersipu.
“Barangkali bu Tindy butuh menantu … “ kata dokter
Linda sambil mengacungkan jempolnya ke arah Danarto, membuat wajah Danarto
memerah, dan melirik sekilas ke arah Desy yang menunduk tak berkomentar.
Tindy tertawa sambil menatap Danarto.
“Jangan begitu dok, siapa tahu nak dokter ini sudah
punya calon,” kata Tindy.
“Tidak Bu, belum laku nih.”
Lalu pembicaraan sekedar beramah tamah itu menjadi
riuh karena dokter Linda terus menggoda Danar,
“Oh ya, barusan pak Haryo kemari,” tiba-tiba dokter
Linda mengalihkan pembicaraan, sambil membuka laporan dari lab yang diserahkan
Desy.
“Oh, apa dia sakit?”
“Memangnya pak Haryo tidak bilang sama bu Tindy?”
“Dia ….”
“Memang tadi pak Haryo bilang bahwa dari kantor
langsung ke sini, tapi saya kira beliau bilang sama ibu kalau sakit.”
“Oh, tidak.”
“Tekanan darahnya tinggi. Pantas dia merasa pusing.
Tapi saya sudah memberikan resep tadi. Mungkin terlalu banyak pekerjaan, jadi
capek.”
“Bagaimana dengan saya dok?” tanya Tindy mengalihkan
pembicaraan.
“Mm … saya lihat … baik semua kok Bu.”
“Benarkah dok?” tanya Desy.
“Kamu kan calon dokter, pasti bisa dong membaca hasil
lab ini,” kata dokter Linda sambil menyerahkan hasil lab nya kepada Desy.
“Saya kan tidak berani membukanya dok,” kata Desy sambil
mengamati hasil lab itu.
“Bagus semua kan? Memang sih, bu Tindy tidak boleh
kecapekan. Hanya ada sedikit gangguan di liver ibu, tapi hanya sedikit. Ibu
harus banyak istirahat, jangan banyak pikiran, dan buat agar hari-hari ibu
menyenangkan,” kata dokter Linda.
“Mungkin kalau perlu, Bu Tindy harus cuti untuk
beberapa hari, ya kan dok?” tanya Danarto.
“Betul. Ambil cuti seminggu atau dua minggu Bu,” sahut
dokter Linda.
“Saya akan menuliskan resepnya, sekaligus untuk sebulan,”
kata dokter Linda sambil menulis resep.
“Tuh Bu, ibu harus istirahat dan mengambil cuti,” kata
Desy sambil memeluk pinggang ibunya.
“Baiklah. Tapi apakah penyakit saya berbahaya?” tanya
Tindy.
“Tidak. Asalkan Bu Tindy benar-benar bisa istirahat,
dan jangan membebani pikiran dengan hal-hal yang berat.”
“Sebenarnya saya juga tidak pernah terbebani,” kata
Tindy pelan.
“Syukurlah. Tapi mulai sekarang Ibu harus lebih relax.
Satu lagi, kurangi makanan berlemak ya Bu.”
“Baiklah dokter.”
“Jaga ibu ya Des.”
“Siap dokter.”
Danarto mengantarkan pulang setelah
mampir ke apotek untuk membeli obat.
***
Danarto singgah beberapa waktu, sekedar berbincang
dengan Desy dan Lala, yang saat itu sudah pulang ke rumah.
“Jadi sakit ibu tidak berbahaya ya dok?” tanya Lala.
“Aduh, panggil saya Danarto saja dong Mbak, jangan ‘dok’
begitu,” sanggah Danarto.
“Lha memangnya mas Danarto kan dokter?”
“Tapi kan saya tidak sedang menjadi dokter. Saya
datang sebagai sahabat, eh, sebagai putranya bu Tindy, kan tadi bu Tindy
bersedia menganggap saya sebagai putranya.”
“Oh ya, baiklah mas Danarto.”
“Danarto saja, nggak pakai ‘mas’ ,”
“Lhoh, kok banyak sekali peraturannya?”
“Supaya saya tidak merasa rikuh, saya kan lebih muda
dari mbak Lala?”
“Baiklah, Danar, saya ulangi lagi, sakit ibu tidak berbahaya
kan?”
“Tidak Mbak, Ibu hanya perlu istirahat dan jangan
boleh banyak beban pikiran.”
“Baiklah, kami akan menjaga ibu sebaik mungkin, karena
kami hanya punya Ibu.”
Danarto ingin mengatakan sesuatu tapi diurungkannya.
Ia heran karena Lala mengatakan bahwa dia hanya punya ibu, sementara Haryo kan
masih ada. Apakah bu Tindy sudah bercerai dengan suaminya? Danarto hanya
tersenyum mengangguk meng ‘iya’ kan.
“Tadi Bapak juga berobat ke dokter Linda,” kata Desy.
“Oh ya, kalian ketemu?”
“Tidak, kami masuk setelah Bapak pulang.”
“Kamu bertanya pada dokter Linda tentang sakitnya Bapak?”
“Ya. Tekanan darahnya sangat tinggi. Katanya sering
merasa pusing.”
“Oo. Pasti Bapak juga capek,” ujar Lala pelan.
Bagaimanapun Haryo adalah ayahnya, dan mendengar ayahnya
sakit, Lala juga merasa prihatin.
“Semoga Bapak segera pulih.”
“Aamiin,” kata Desy dan Danarto hampir bersamaan.
***
“Mengapa sudah malam Mas baru pulang?” tanya Nina yang
menyambut pulangnya Haryo di teras.
“Ya, aku dari dokter Linda.”
“Ngapain ke dokter Linda? Pasti dokter itu cantik kan?”
“Kamu aneh-aneh saja. Dia kan dokter, kalau aku kesana
ya pasti aku periksa dong.”
“Memangnya Mas sakit apa?”
“Akhir-akhir ini aku sering merasa pusing. Ternyata
tekanan darahku tinggi,” kata Haryo sambil masuk ke dalam kamar.
“Mas tidak pernah bilang kalau pusing.”
“Keseringan pusing, jadi malas bilang.”
“Lalu dikasih obat apa?”
“Ini obatnya, aku sudah mengambilnya di apotek
sekalian,” kata Haryo sambil meletakkan bungkusan obat di nakas.
“Obat segini banyak? Pati mahal.”
“Mana ada obat murah?” kata Haryo sambil melepas
sepatunya. Nina membantu melepaskannya.
“Kalau begitu Mas makan dulu, lalu obatnya diminum.”
Haryo melepas pakaiannya, lalu masuk ke kamar mandi,
membersihkan diri dan berganti pakaian. Nina masih menungguinya di kamar.
“Mas mau makan sekarang?”
“Aku istirahat dulu sebentar,” kata Haryo sambil
berbaring di atas ranjang.
“Aku pijitin ya Mas,” kata Nina sambil memijit-mijit
kaki Haryo.
Haryo memejamkan matanya.
“Mas tahu, aku tadi sudah khawatir.”
“Khawatir kenapa?”
“Jangan-jangan Mas pulang ke rumah Tindy.”
“Hm …”
“Aku takut kehilangan Mas,” rengek Nina.
Haryo tak menjawab, matanya masih terpejam. Sudah
sering Nina mengatakan kalimat itu. Mereka diam beberapa saat lamanya, dan Nina
masih terus memijit kaki Haryo.
“Mas ….”
“Hm ….”
“Sudah sejak kemarin-kemarin aku ingin bilang, bahwa
uang bulanan sudah menipis.”
Haryo masih diam dan memejamkan matanya.
“Mas sudah gajian kan? Ini sudah tanggal dua.”
“Aku belum mengambil gaji.”
“Lhoh, Mas gimana sih. Mengapa tidak segera diambil?
Kita kan butuh makan? Butuh ini … itu … Endah juga sudah saatnya bayar kuliah.”
“Aku kan sudah bilang bahwa kamu harus berhemat?” kata
Haryo dengan nada tinggi. Ia sebenarnya ingin menenangkan pikiran dan menghilangkan
pusing yang menderanya, tapi Nina yang begitu manis melayaninya malam itu
ternyata hanya karena ingin minta uang.
“Mau berhemat apa lagi mas? Sudah seminggu lebih saya
berhemat, tidak membeli yang mahal-mahal, dan itu karena aku sudah belanja
ketika bertemu Siska waktu itu. Tapi setiap hari kan aku harus mengeluarkan
uang? Beli gas, bayar listrik, bayar air. Sampai-sampai ponselku mati gara-gara
aku kehabisan kuota.”
Haryo membalikkan tubuhnya, membelakangi Nina yang
mengomel tak habis-habisnya.
“Mas, besok ya, aku ingatkan, jangan lupa,” kata Nina
sambil berdiri lalu keluar dari kamar.
Haryo menghela napas berat. Kalau saja dia tidak
sedang sakit, dia akan bicara banyak tentang uang yang dimiliki dan yang harus
dikeluarkan, sehingga Nina tidak sembarangan meminta. Tapi kepalanya yang
terasa berat, membuatnya enggan berbicara banyak.
Lalu ia teringat bahwa harus segera minum obatnya. Ia
bangkit, meraih bungkusan obat, dan membaca setiap etiket yang tertulis di
beberapa macam obat yang harus diminumnya.
Haryo mengambil satu per satu .obat yang harus
diminumnya, lalu keluar untuk mengambil air minum. Ia melihat di meja ada
segelas air putih dan secangkir kopi, yang pastinya disediakan untuk dirinya. Tak terlihat Nina di ruang tengah itu. Ia
mengabaikan kopi yang sudah mulai dingin, lalu menelan obat-obatnya dengan air
putih yang ada di sana.
Kemudian dia kembali masuk ke kamar.
***
Pagi hari itu Haryo tidak masuk ke kantor. Rasa pusing
sudah berkurang, tapi ia perlu beristirahat untuk beberapa hari. Ia makan pagi
bersama Nina dan anak-anaknya, dengan tanpa banyak bicara.
“Mas, aku ingatkan lagi ya, hari ini jangan lupa,”
kata Nina ketika mereka makan.
Haryo tak menjawab apapun. Ia menaruh obat yang
diminumnya untuk pagi hari itu didekat gelas minumnya, agar begitu selesai
makan ia bisa langsung meminumnya.
“Mas tidak lupa kan?” ulang Nina.
“Sama aku juga butuh uang nih Bu,” sambung Endah.
“Aku juga lho Bu, kan catatannya sudah aku serahkan
sama Ibu, ada kebutuhan untuk buku juga lho,” Ana ikutan bicara.
“Ya sudah, diam kalian, nanti Bapak baru mau ambil
gaji,” kata Nina.
Begitu selesai sarapan, Endah dan Ana segera berpamit
untuk pergi kuliah, tinggal Haryo dan Nina yang masih duduk di kursi makan.
“Pakaian Mas sudah aku siapkan. Sudah jam segini kok
Mas belum siap-siap sih? Apa tidak kesiangan?”
“Aku tidak ke kantor hari ini,” kata Haryo sambil
meminum obatnya.
“Apa? Tidak ke kantor? Bukankah Mas harus mengambil
gaji hari ini?”
“Kamu tahu tidak, bahwa aku sedang tidak enak badan?”
kata Haryo lagi-lagi dengan nada tinggi.
“Tapi Mas kan sudah minum obatnya?”
“Aku butuh istirahat,” kata Haryo sambil berdiri.
“Padahal gas habis juga. Aduh … “ keluh Nina dengan
wajah masam.
Kemudian ia membereskan meja makan dan mengangkutnya
ke belakang.
Haryo masuk ke kamar dan membaringkan tubuhnya. Ia
masih merasa pusing. Tiba-tiba ia teringat apa yang dikatakan dokter Linda
kemarin sore.
“Bu Tindy juga sakit, sekarang pak Haryo sakit pula.”
Haryo tertegun. Tindy sakit? Ia ingin bertanya, tentang
sakitnya Tindy, tapi sungkan. Masa sih isterinya sakit dia sampai tidak tahu?
Ia malah mengalihkan cerita tentang Tindy dengan mengeluhkan rasa sakit yang
dideritanya. Pusing, lemas, susah makan, dan sebagainya.
“Tekanan darah Pak Haryo tinggi sekali. Hampir
duaratus. Pak Haryo harus minum beberapa obat yang saya berikan. Kurang
istirahat ya Pak? Atau sedang banyak pikiran?”
Haryo menghela napas berat. Ternyata ia hampir tidak
lagi punya tabungan. Ia hanya mengharapkan gaji bulanan yang diterima, dengan
kebutuhan yang entah bagaimana hampir menghabiskan seluruh uang bulanannya.
“Aku harus mengekangnya. Nina tak boleh lagi
sembarangan menghamburkan uang,” gumam Haryo.
Tiba-tiba rasa kantuk menyerangnya. Barangkali ada
obat yang efeknya membuatnya sangat mengantuk. Haryo memejamkan matanya, tapi
tiba-tiba didengarnya ketukan di pintu. Ketukan itu terdengar berkali-kali.
“Nina kemana ya, apa tidak mendengar ada orang
mengetuk pintu?” gumam Haryo kesal.
Ia bangkit, lalu melangkah keluar. Ketika ia membuka
pintu, dilihatnya seorang wanita dengan pakaian glamour berdiri sambil
tersenyum.
“Ini Pak Haryo kan?”
“Iy_ iya ….”
“Pak Haryo lupa ya sama saya? Saya Siska Pak, dulu
bekerja di optik sama Nina.”
“Oh, iya … iya … sekarang ingat. Sekarang kok tambah
muda kelihatannya.”
“Pak Haryo bisa saja. Boleh saya duduk ?”
“Silakan … silakan … Mau ketemu Nina ya, sebentar saya
panggilkan,” kata Haryo sambil membalikkan tubuh dan beranjak ke belakang. Tapi
ternyata dia tak menemukan Nina. Di dapur, di kamar mandi, tidak ada. Lalu ia
kembali lagi ke teras, dimana Siska masih duduk menunggu.
“Rupanya dia sedang keluar, Sis. Nggak tahu aku,
soalnya aku sedang nggak enak badan, tiduran di kamar. Dia tidak pamit sama
saya. Mungkin hanya ke warung, atau entah kemana ya.”
“Oh, gitu ya, soalnya saya menelponnya berkali-kali
tidak diangkat. Tampaknya ponselnya tidak aktif.”
“Mungkin juga. Apa mau menunggu? Tapi maaf, akan saya
tinggal ke kamar ya, badan saya agak kurang enak soalnya.”
“Saya sedang tergesa-gesa Pak, tuh saya ditunggu
sopir. Kalau begitu saya pesan saja sama Pak Haryo ya.”
“Pesan apa Sis?”
“Kira-kira sepuluhan hari yang lalu, Nina meminjam
uang saya sebanyak satu juta tigaratus ribu rupiah.”
***
Besok lagi ya.
Alhamdulillah sdh tayang
ReplyDeleteMakasih bu Tien
Horee
DeleteYaach kalah loh karo jeng Wiwik jan diadepin terus yo bloggernya mbak Tien hihihi btw selamat no wahid
DeleteAlhamdulillah mba Wiwik juara 1..
DeleteTerimakasih bunda Tien MK sdh hadir..
Yee bunda Wiwik Sanjaya juara lagi....
DeleteSelamat Bunda wiwik no 1 ...yeeahhhhh
DeleteHoree... matur nueun Mbak Tien
DeleteAlhamdulilah suwun
ReplyDeleteAlhamdulillah MKJ_25 sudah tayang....
ReplyDeleteMatur nuwun bu Tien. Sugeng dalu, tetap semangat.....
Yessss.
ReplyDeleteYes, tks bu tien sehat selalu ya
ReplyDeleteAlhmdllh.. siip....sehat² trs Mbu Tien...
ReplyDeleteAamiin
DeleteMatur nuwun pak Zimi
Alhamdulillah, matur nuwun Bunda, salam sehat n aduhai selalu dari Pasuruan
ReplyDeleteSami2.ibu Mundjiati
DeleteADUHAI
Alhamdulillah...yg ditunggu akhirnya muncul
ReplyDeleteADUHAI Butut
DeleteMakasih, bu Tien🙏❤
ReplyDeleteAlhamdulillah.salam sehat dan Aduhai MKJ.Maturnuwun Mbak Tien
ReplyDeleteSami2 pak Herry
DeleteADUHAI
Matur suwun Bunda Tien MKJ
ReplyDeletesmoga bunda n kel selalu sehat bahagia ..
salam Seroja dr Semarang
Sami2 ibu Agustina
DeleteAamiin
Hallow mas2 mbak2 bapak2 ibu2 kakek2 nenek2 ..
ReplyDeleteWignyo, Opa, Kakek Habi, Bambang Soebekti, Anton, Hadi, Pri , Sukarno, Giarto, Gilang, Ngatno, Hartono, Yowa, Tugiman, Dudut Bambang Waspodo, Petir Milenium (wauuw), Djuniarto, Djodhi55, Rinto P. , Yustikno, Dekmarga, Wedeye, Teguh, Dm Tauchidm, Pudji, Garet, Joko Kismantoro, Alumni83 SMPN I Purwantoro, Kang Idih, RAHF Colection, Sofyandi, Sang Yang, Haryanto Pacitan, Pipit Ponorogo, Nurhadi Sragen, Arni Solo, Yeni Klaten, Gati Temanggung, Harto Purwokerto, Eki Tegal dan Nunuk Pekalongan, Budi , Widarno Wijaya, Rewwin, Edison, Hadisyah,
Wo Joyo, Tata Suryo, Mashudi, B. Indriyanto, Nanang, Yoyok, Faried, Andrew Young, Ngatimin, Arif, Eko K, Edi Mulyadi, Rahmat, MbaheKhalel, Aam M, Ipung Kurnia, Yayak, Trex Nenjap, Sujoko, Gunarto, Latif, Samiadi, Alif, Merianto Satyanagara, Rusman, Agoes Eswe, Muhadjir Hadi, Robby, Gundt, Nanung, Roch Hidayat, Yakub Firman, Bambang Pramono, Gondo Prayitno , Zimi Zaenal M. , Alfes, Djoko Bukitinggi, Arinto Cahya Krisna , HerryPur, Djoni August. Gembong. Papa Wisnu, Djoni, Entong Hendrik, Dadung Sulaiman, Wirasaba, Boediono Hatmo, R.E. Rizal Effendy, Tonni, Koko Hermanto,
Alamdulillah...
DeleteYang ditunggu tunggu telah hadir
Matur nuwun bu Tien
Semoga bu Tien senantiasa dikaruniai kesehatan dan tetap semangat
Salam ADUHAI dr Cilacap.
Sami2 pak Wedeye
DeleteAamiin
Hallow..
ReplyDeleteYustinhar. Peni, Datik Sudiyati, Noor Dwi Tjahyani, Caroline Irawati, Nenek Dirga, Ema, Winarni, Retno P.R., FX.Hartanti, Danar, Widia, Nova, Jumaani, Ummazzfatiq, Mastiurni, Yuyun, Jum, Sul, Umi, Marni, Bunda Nismah, Wia Tiya, Ting Hartinah, Wikardiyanti, Nur Aini, Nani, Ranti, Afifah, Bu In, Damayanti, Dewi, Wida, Rita, Sapti, Dinar, Fifi, Nanik. Herlina, Michele, Wiwid, Meyrha, Ariel, Yacinta, Dewiyana, Trina, Mahmudah, Lies, Rapiningsih, Liliek, Enchi, Iyeng Sri Setyawati , Yulie, Yanthi , Dini Ekanti, Ida, Putri, Bunda Rahma, Neny, Yetty Muslih, Ida, Fitri, Hartiwi DS, Komariah P., Ari Hendra, Tienbardiman, Idayati, Maria, Uti Nani, Noer Nur Hidayati, Weny Soedibyo, Novy Kamardhiani, Erlin, Widya, Puspita Teradita, Purwani Utomo, Giyarni, Yulib, Erna, Anastasia Suryaningsih, Salamah, Roos, Noordiana, Fati Ahmad, Nuril, Bunda Belajar Nulis, Tutiyani, Bulkishani, Lia, Imah P Abidin, Guru2 SMPN 45 Bandung, Yayuk, Sriati Siregar, Guru2 SMPN I Sawahlunto, Roos, Diana Evie, Rista Silalahi, Agustina, Kusumastuti, KG, Elvi Teguh, Yayuk, Surs, Rinjani, ibu2 Nogotirto, kel. Sastroharsoyo, Uti, Sis Hakim, Tita, Farida, Mumtaz Myummy, Gayatri, Sri Handay, Utami, Yanti Damay, Idazu, Imcelda, Triniel, Anie, Tri, Padma Sari, Prim, Dwi Astuti, Febriani, Dyah Tateki, kel. SMP N I Gombong, Lina Tikni, Engkas Kurniasih, Anroost, Wiwiek Suharti, Erlin Yuni Indriyati, Sri Tulasmi, Laksmie, Toko Bunga Kelapa Dua, Utie ZiDan Ara, Prim, Niquee Fauzia, Indriyatidjaelani,
Bunda Wiwien, Agustina339, Yanti, Rantining Lestari, Ismu, Susana Itsuko, Aisya Priansyah, Hestri, Julitta Happy, I'in Maimun, Isti Priyono, Moedjiati Pramono, Novita Dwi S, Werdi Kaboel, Rinta Anastya, r Hastuti, Taty Siti Latifah, Mastini M.Pd. , Jessica Esti, Lina Soemirat, Yuli, Titik, Sridalminingsih, Kharisma, Atiek, Sariyenti, Julitta Happy Tjitarasmi, Ika Widiati, Eko Mulyani, Utami, Sumarni Sigit, Tutus, Neni, Wiwik Wisnu, Suparmia, Yuni Kun, Omang Komari, Hermina, Enny, Lina-Jogya, mbah Put Ika, Eyang Rini ,Handayaningsih, ny. Alian Taptriyani, Dwi Wulansari, Arie Kusumawati, Arie Sumadiyono, Sulasminah , Wahyu Istikhomah, Ferrita Dudiana, SusiHerawati, Lily , Farida Inkiriwang, Wening, Yuka, Sri, Mbah Wi, Si Garet, ibu Wahyu Widyawati, Rini Dwi, Pudya , Indahwdhany, Butut, Oma Michelle, Linurhay, Noeng Nurmadiah, Dwi Wulansari, Winar, Hnur, Umi Iswardono , Yustina Maria Nunuk Sulastri Rahayu Hernadi , Sri Maryani, Bunda Hayu Hanin, Nunuk, Reni, Pudya, Nien, Swissti Buana, Sudarwatisri, Mundjiati Habib, Savero, Ida Yusrida, Nuraida, Nanung, Arin Javania. Ninik Arsini, Neni , Komariyah, Aisya Priansyah, Jainah Jan. Civiyo, Mahmudah, Yati Sri Budiarti, Nur Rochmah. Uchu Rideen
. Ninik Arsini, Endah. Nana Yang, Sari P Palgunadi, Echi Wardani, Nur Widyastuti, Gagiga family, Trie Tjahjo Wibowo, Lestari Mardi, Susi Kamto, Rosen rina, Mimin NP, Ermi S, Ira, Nina, Endang Amirul
Hallow Pejaten, Tuban, Sidoarjo, Garut, Bandung, Batang, Kuningan, Wonosobo, Blitar, Sragen, Situbondo, Pati, Pasuruan, Cilacap, Cirebon, Bengkulu, Bekasi, Tangerang, Tangsel,Medan, Padang, Mataram, Sawahlunto, Pangkalpinang, Jambi, Nias, Semarang, Magelang, Tegal, Madiun, Kediri, Malang, Jember, Banyuwangi, Banda Aceh, Surabaya, Bali, Sleman, Wonogiri, Solo, Jogya, Sleman, Sumedang, Gombong, Purworejo, Banten, Kudus, Ungaran, Pamulang, Nusakambangan, Purworejo, Jombang, Boyolali. Ngawi, Sidney Australia, Boyolali, Amerika, Makasar, Klaten, Klipang, JAKARTA...hai..., Mojokerto, Sijunjung Sumatra Barat, Sukabumi, Lamongan, Bukittinggi, Hongkong, El Segudo, California, Bogor, Tasikmalaya, Baturetno, Wonogiri, Terimakasih atas perhatian dan support yang selalu menguatkan saya. Aamiin atas semua harap dan do'a.
ReplyDeleteADUHAI.....
Alhamdulillah tayang makasih bu Tien
ReplyDeleteSami2 ibu Nur
DeleteAduhai bu Tien
ReplyDeletesemoga sehat selalu
dari bu Nanik Baturetno
Aamiin
DeleteMatur nuwun ibu Nanik
ADUHAI
Alhamdulilah sdh tayang MKJ..
ReplyDeleteTerimakasih bunda Tien..
Semoga sehat dan bahagia selalu
Salam teraduhai utk bunda..🙏🙏❤😍
Sami2 ibu Hermina
DeleteADUHAI sekali
Terimakasih, mb Tien
ReplyDeleteHaryo sdh mulai pusing. Nina dan anak2 nya jg ga punya duit.
Semakin asyik ceritanya mb Tien.
Yuli Semarang
Sami2 ibu Yuli
DeleteADUHAI
Suwun Bu Tien MKJ 25 nya
ReplyDeleteMugi Ibu tansah winantu ing Karaharjan
Sami2 pak Wiyoto
DeleteAamiin
Matur nuwun paringipun doa
𝐏𝐮𝐬𝐢𝐢𝐧𝐧𝐧𝐧𝐧𝐠𝐠𝐠 ...𝐇𝐚𝐫𝐲𝐨 𝐩𝐮𝐬𝐢𝐧𝐠..𝐭𝐞𝐫𝐧𝐲𝐚𝐭𝐚 𝐍𝐢𝐧𝐚 𝐩𝐮𝐧𝐲𝐚 𝐮𝐭𝐚𝐧𝐠 𝐩𝐚𝐝𝐚 𝐒𝐢𝐬𝐤𝐚..𝐛𝐢𝐬𝐚 𝐬𝐭𝐫𝐨𝐤𝐞 𝐢𝐧𝐢 𝐦𝐢𝐤𝐢𝐫𝐢𝐧 𝐍𝐢𝐧𝐚..😪😪😪
ReplyDelete𝐊𝐢𝐭𝐚 𝐭𝐮𝐧𝐠𝐠𝐮 𝐬𝐚𝐣𝐚 𝐤𝐞𝐥𝐚𝐧𝐣𝐮𝐭𝐚𝐧𝐧𝐲𝐚 𝐭𝐭𝐠 𝐡𝐮𝐛𝐮𝐧𝐠𝐚𝐧 𝐃𝐚𝐧𝐚𝐫𝐭𝐨 𝐝𝐚𝐧 𝐃𝐞𝐬𝐬𝐲.
𝐒𝐚𝐥𝐚𝐦 𝐬𝐞𝐡𝐚𝐭 𝐬𝐞𝐥𝐚𝐥𝐮 𝐤𝐚𝐠𝐞𝐦 𝐛𝐮 𝐓𝐢𝐞𝐧 𝐝𝐚𝐧 𝐤𝐞𝐥𝐮𝐚𝐫𝐠𝐚...𝐀𝐚𝐦𝐢𝐢𝐧 𝐘𝐑𝐀..🙏🙏🙏
Salam sehat dan ADUHAI Pak Indriyanto
DeleteHalah... Malah ditagih utang .. tambah puyeng ..😵😵
ReplyDeleteADUHAI ibu Wening
DeleteMatur nuwun mbak Tien-ku MKJ sudah tayang.
ReplyDeleteBadalaaa... ketahuan Nina punya utang sejuta lebih. Pasti tensi melonjak naik atau malah ambruk si Haryo thuk-mis.
Salam sehat mbak Tien yang selalu ADUHAI.
Sami2 pak Latief
DeleteADUHAI
Alhamdulillah tambah deh Siska dtg nagih .pusing kan ulet keket mung iso nyadonk tok .udah tinggalin keruwetan semua kembali dah gak punya apa2 tua tus makin jadi ..istrimu baik anak yg sopan dan pintar ..trima kasih bu Tien sseruuu pasti strouk deh Haryo🤭👏👏👏
ReplyDeleteSami2 ibu Yanti
DeleteADUHAI
Wow terima kasih Bu Tien, semoga sehat selalu.
ReplyDeleteSami2 ibu Yati
DeleteAamiin
Alhamdulillah sdh tayang MKJ 25. Trinakasih bu Tien. Critanya makin asyik
ReplyDeleteSami2, boleh sebutin nama nggak?
DeleteADUHAI
Alhamdulillah MKJ~25 sudah hadir bersama hadirnya Siska yang menagih hutang Nina.. 😀😀😀
ReplyDeleteMaturnuwun bu Tien..🙏
Sami2 pak Djodhi
DeleteADUHAI
Waduuuh...
ReplyDeleteHaryo baru nyadar kali klo Nina itu morotin dengan kedok kelembutannya. 😒
Wah Desi udh dag dig dug..digodain dr.Linda dgn Danar..
Besok lagii lanjutannyaa..
Maturnuwun mbak Tien MKJ25nyaa..
Salam sehat selalu dan aduhaiiii🙏💟🌹
Sami2 ibu Maria
DeleteSalam sehat dan ADUHAI
Maturnuwun mbak Tien sayang, Tindy sudah hadir. Hmm...Haryo mulai pusing. Memangnya enak, menduakan isteri? Mana pinjam uang Tindy 20 juta lagi...mau ngembalikan pakai apa coba?
ReplyDeleteNah...sudah ada hutang baru Nina pada Siska.
Tindy, Lala, Desy, Tutut, apakah dinafkahi? Nah, mulai deh panen utang, diporoti 3 perempuan matre. Mau sampai kapan, Haryo?
Itu Nina kalau ditinggal, bisa apa dia?
Ayo mbak Tien...mainkaan
Sami2 jeng Iyeng sayang
DeleteYuk mainkan
Terima kasih mkj nya Bunda Tien..salam sehat dan salam Aduhai...
ReplyDeleteSami2 ibu Sriati
DeleteADUHAI
Makasih Bunda untuk MKJ 25
ReplyDeleteSehat selalu dan tetap semangat.
Met malam dan met istirahat.
Sami2 mas Bambanh
DeleteAamiin
Alhamdulillah....
ReplyDeleteMtur nuwun Bun....
Mugi2 tansah pinaringan rahayu wilujeng sedoyonipun lan tansah kebak hing kabarokahan
Alhamdulillah. Matursuwun mbak Tien
ReplyDeleteSalam sehat selalu. Barokallohu fiih
Sami2 ibu Umi
DeleteAamiin
Alhamdulillah.. matur nuwun mbak Tien, MKJ Eps 25 sudah hadir menghibur.
ReplyDeleteSalam sehat dan salam hangat.
Sami2 mas Dudut
DeleteSalam sehat dan hangat
Alhamdulillah MKJ 25 telah tayang, terima kasih bu Tien sehat n bahagia selalu. Aamiin.
ReplyDeleteUR.T411653L
Sami2 ibu Uchu
DeleteAamiin
Haryo...betul2 bodoh.Apa sih sebenarnya yg dicari.
ReplyDeleteMakasih mba Tien.
Salam hangat mba. Aduhai
Sami2 ibu Sul
ReplyDeleteADUHAI
Haryo haryo ..rasain akibatnya..sdh punya istri cantik lembut baik ..kok masih melirik org lain.... Sekarang baru nyesel kan ...
ReplyDeletePak Haryo, kembali aja kpd anak isteri yg asli, mereka Orang2 baik pasti mau memaafkan dan menerimamu terlebih sekarang ada Danarto yg juga sangat baik.
ReplyDeleteSemoga Nina dan anak2nya bisa mandiri,melanjutkan kuliah tetapi kalau bisa jangan jadi kembang jalanan ya...
Monggo ibu Tien dilanjut aja, penasaran sekali. Matur nuwun Berkah Dalem.
Sami2 ibu Sari
ReplyDeleteAlhamdulillah...
ReplyDeleteTerimakasih bu Tien, semoga bu Tien sekeluarga sehat selalu.
ReplyDeleteTaktik Nina minta uang sama Haryo dengan perantaraan Siska...
ReplyDeleteTerimakasih mbak Tien...
Alhamdulillah.. matur nuwun mbak Tien, MKJ 25 sudah hadir menghibur, menggemaskan.....
ReplyDeleteSalam sehat dan bahagia selalu bersama keluarga. Aamiin
Alhamdulilah udah tayang trims Bu tien
ReplyDeleteSama sama lagi merasakan enggak enak badan, hey nggak sama lah.
ReplyDeleteTindy nggak enak badan; kan banyak diperhatikan anak-anak nya.
Haryo nggak enak badan kan memang seperti di cublak-cublak suweng, gimana ta, itu lho kaya di tunyuk-tunyuk dengan ujung jari sekujur tubuh; sampai syaraf kepalanya, yå pusing, seringnya merasakan kosong rasa hatinya; perhatian nggak ada, nah kan berarti selama ini cuma dijadikan atéèm berjalan, iya itu sama temen bisnisnya.
Bisnis kapal keruk, disanjung tinggi tinggi terus dikeruk sampai habis habisan, tinggal koloran tok.
Itu aja Nina belum tahu kalau terakhir beli motor dapat uang ngutang dari Tindy yang harus dilunasi, ini malah Nina pinjam Siska senilai umr, Haryo itu sakit kebanyakan pikiran gimana melunasinya, mudah mudahan aja nggak stroke.
Kan lagi pandemi ya ingat jaga jarak tå yå, iya nggak enak aja sama nak dokter, lho itu juga termasuk test kelayakan dan kepatutan dia patuh pada orang tua apa tidak, kan lagi menjalani test; ada 'anak baru' masuk anggota keluarga; jadi anak Tindy.
Ada juga kakak pertama yang sempat protes memanggil aja, banyak aturannya; mintanya dipanggil namanya saja, nggak usah paké macem macem, ketahuan arah nya naksir Desy kan.
ADUHAI
Bakalan tambah ramé kalau pada ngumpul bareng, Danarto juga punya rumah singgah, yang bisa buat mangkal menghilangkan rindu keluarga.
Terimakasih Bu Tien;
Memang Kembang Jalanan yang ke dua puluh lima sudah tayang.
Sehat sehat selalu doaku, sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta 🙏
Mbak Tien, terimakasih cerbungnya.🙏
ReplyDeleteSaya gemes ma nina,minta diajar karena bukan hanya kurang tapi gak punya ajar.
Kalau saja saya jadi Haryo. . .aduhai mbak Tien, masak Mbah uti bisa jadi laki²😀😀😀,bikin penasaran lanjutannya. Sehat selalu ya mbak Tien, selamat melayani lewat karya² mbak Tien. Tuhan memberkati pelayanan mbak Tien.🙏👍
This comment has been removed by the author.
ReplyDeleteSlmt pgii bunda.. Terimaksih mkj nya.. Slmshr sll dri skbmi🥰🥰🙏🙏
ReplyDeleteMatur nuwun bu Tien, yang dengan cerdas menggambarkan sifat asli Nina. Semoga dengan kedatangan Sisca dan kurangnya aperhatian Nina saat Haryo sakit menyadarkan kalau Haryo salah melangkah. Kembalilah kepada Tindy dan anak anak, tinggalkanlah Nina yang cuma tukang porot. Ada uang Haryo disayang, tidak ada uang paling ditemdamg. ditunggu bu Tien kelanjutannya. salam sehat selalu
ReplyDeleteAlhamdulillah... Terima kasih Bu Tien, semoga Bu Tien selalu sehat dan semangat dalam berkarya... Selamat pagi selamat beraktivitas semoga dilancarkan segalanya... Salam... 🙏🙏🙏
ReplyDeleteAlhamdulillah. Mtr nuwun bunda Tien.
ReplyDeleteSehat wal afiat selalu
Assalamualaikum wr wb. Nah lho, Haryo tahu kelakuan Nina sebenarnya yg sok kaya, mata duitan, mudah mudahan ini membuat Haryo sadar akan kekeliruannya selama ini. Semakin menarik saja ceritanya.. Maturnuwun Bu Tien, semoga senantiasa dikaruniai kesehatan lahir dan batin dan tetap semangat dlm berkarya. Aamiin Yaa Robbal'alamiin..
ReplyDeleteSalam sehat dari Pondok Gede...
Sami2 pak Mashudi
DeleteAamiin
Matur nuwun
Alhamdulillah
ReplyDeleteMatur nuwun bu Tien untuk MKJ25nya
Kenapa Haryo begitu terikat dg Nina yg cerewet n matre,,
Sehat wal'afiat semua ya bu Tien
Salam ADUHAAII 🤗
Sami2 ibu Ika
ReplyDeleteADUHAI
Akhirnya MKJ25 bisa kunikmati, terimakasih bu Tien. Semoga Danarto jadian sama Desy.
ReplyDeleteP. Haryo mungkin baru mulai nyadar
ReplyDeleteBahwa sebaik baik seorang istri adalah Tindy.....
Apa lagi dia juga diberitahu dokter bahwa bu Tindy juga sakit...
Kalau Nina tu baiknya hanya bila ada maunya aja...
Kalau orang waras pasti mikirlah dia....
Istri begitu cantik pengertian sholekhah peofesor pula...
Mengapa dia tergoda dg jalang kayak Nina plus anakmya juga kayak mboknya....
Moga Haryo segra sadar kembali ke jln yg benar dan bisa berkumpul lagi dg keluarga besarnya...
Trimakasih bu Tien moga sehat sll
Salam aduhai dari Bojonegoro.
Terima kasih banyak mbak Tien. Salam sehat dan sejahtera selalu.
ReplyDeleteTernyata modal poligami mas haryo kurang besar. Jadi pusing, tensi sampai 200, kl samapai kena stroke, tamat sudah. Anak² Nina bisa berhenti kuliah
ReplyDeleteBetul pa andri.. kita tunggu lanjutannya pa..
DeleteMbak Tien kayaknya kurang tepat ngitung umur Lala dan Danar.... baggaaiimmaana. Mungkin Danar lbh muudda dari Lala. Lala blm lulus kuliah seemeentara Danar sddh jadi dokter dan sudah praktek bbrp tahun.
ReplyDelete