MEMANG KEMBANG JALANAN
26
(Tien Kumalasari)
Haryo menatap Siska tak percaya. Tapi dilihatnya Siska
mengangguk meyakinkan.
“Itu benar Pak, waktu kami belanja bersama-sama, Nina
kecopetan, lalu saya pinjamin uang satu juta untuk belanja. Karena masih kurang,
dia minta tambah lagi tigaratus ribu rupiah. Nina janji akan mengembalikan pada
tanggal satu. Lha ini sudah tanggal dua kan Pak? Saya menelpon Nina
berkali-kali, tapi sepertinya ponselnya tidak aktif.”
Haryo berpegangan pada sandaran kursi, karena dia
merasa bumi yang dipijaknya serasa bergoyang. Ia ingat ketika Nina membawa
banyak belanjaan hari itu, dan mengatakan bahwa Siska memberinya. Ternyata
meminjamkannya. Haryo merasa sangat geram. Tapi ia menahannya.
“Kalau begitu rupanya kamu harus berurusan sendiri
sama dia.”
“Ya Pak, tentu, itu sebabnya saya mencari dia. Tapi
karena saya sedang tergesa-gesa, saya tinggal saja dulu. Saya harap Bapak mau
menyampaikannya.”
“Tidak, sampaikan saja sendiri. Aku tidak mau ikut
campur. Kalau mau menunggu, tunggu saja, mungkin sebentar lagi pulang. Tapi
kalau tidak mau, datanglah lain kali. Saya sedang tak enak badan,” kata Haryo
sambil menahan kekesalannya.
“Baiklah Pak, seperti saya sampaikan tadi, saya sedang
tergesa-gesa, jadi saya akan datang lain kali. Sekarang saya permisi.”
“Ya … ya, silakan. Tapi aku minta tolong ya Sis,
jangan sekali-sekali kamu bilang pada Nina bahwa kamu telah mengatakan semuanya
padaku, karena aku akan berpura-pura tidak tahu menahu.”
“Baiklah Pak.”
Haryo langsung masuk ke kamarnya begitu Siska pergi.
Ia mengambil segelas minum yang sudah disiapkannya di nakas, lalu membaringkan
tubuhnya dengan napas terengah-engah.
Sekian puluh tahun berlalu dengan menyenangkan, dan
ketika dia tak sanggup lagi membiarkan Nina menghambur-hamburkan uang, maka
segalanya berubah. Perasaannya juga berubah.
“Mengapa dia melakukannya? Mengapa dia tak mau
mengerti tentang keadaanku sekarang? Dan dia malah melakukan hal memalukan yang
sudah kelewat batas. Berhutang untuk belanja bermacam barang dan sebagian besar
barang yang tak perlu dibeli? Tidak, aku tak mau tahu. Aku akan berpura-pura
tidak tahu. Terserah dia mau melakukan apa.”
Lalu Haryo berusaha menenangkan batinnya dengan
memenjamkan mata dan mengatur napasnya yang memburu.
Tiba-tiba Haryo merasa bahwa dia telah salah melangkah.
Nina yang pintar merayu dan melayaninya dengan manis, sudah lenyap dari
angan-angannya. Kesenangan sesaat yang dirasakannya, lebur bersama hari demi
hari yang dilaluinya. Apakah Haryo akan kembali kepada Tindy? Tidak, Haryo
bukan saja seorang yang mudah tergoda perempuan, tapi dia juga tinggi hati dan
pantang mengaku salah. Ia memendam kekecewaan demi kekecewaan hanya didalam
hati. Entah sampai kapan dia mampu bertahan.
***
Sementara itu Nina yang baru saja memasuki rumah,
mendengar ponselnya berdering. Nina memang baru saja keluar untuk membeli
pulsa, sehingga ia bisa menerima panggilan telpon yang masuk.
“Hm, Siska,” gumamnya sambil mengangkat ponselnya.
“Ya Sis?” jawabnya.
“Aduh Nina, kamu kemana saja, aku menelpon kamu berkali-kali
tapi kamu tidak mengangkatnya.”
“Maaf Sis, aku kehabisan kuota. Ini barusan beli, dan
baru saja masuk ke rumah.”
“Oh, pantesan aku ke rumah kamu tapi kamu tidak ada.”
“Kamu ke rumah?”
“Iya, mau menagih uangku dulu itu. Kan kamu janji
tanggal satu mau mengembalikan? Ini sudah tanggal berapa?”
“Tunggu, kamu tadi ke rumah ketemu siapa?”
“Ketemu pak Haryo.”
“Kamu bilang bahwa aku berhutang sama kamu?”
“Ti_tidak, aku hanya mencari kamu.”
“Oh, syukurlah.”
“Lalu bagaimana dengan janji kamu? Aku sedang butuh
nih.”
“Maaf Sis, aku belum diberi uang oleh suamiku.”
“Ini kan sudah tanggal dua? Apa kamu tidak minta uang
sama dia?”
“Tidak usah minta, kalau dia sudah gajian pasti
dikasih. Tapi ini dia lagi sakit. Jadi aku belum menerima uangnya.”
“Iya, tadi aku melihat dia kelihatan seperti sakit.”
“Tuh kan, aku tidak bohong.”
“Jadi kapan nih? Aku butuh banget Nin.”
“Coba besok ya Sis. Aku kira dia besok sudah bisa
mengambil gaji. Jangan khawatir, aku pasti akan mengembalikan uang kamu.”
“Baiklah, aku akan menunggu sampai besok.”
“Terimakasih atas pengertian kamu ya Sis.”
Tapi begitu menutup ponselnya, Nina menjadi gelisah
bukan main. Benarkah besok Haryo sudah akan mengambil gajinya dan memberinya
uang belanja?
Nina masuk ke kamar, dan melihat Haryo memejamkan
mata. Barangkali dia tertidur, atau bahkan pura-pura tidur, entahlah.
***
Sore harinya, Nina masuk ke kamarnya, dengan membawa
secangkir kopi dan sepiring cemilan. Dilihatnya Haryo masih memejamkan mata,
tapi Nina berusaha membangunkannya, karena ia butuh sesuatu.
“Mas, ini kopinya.”
Nina meletakkan secangkir kopi di nakas.
“Mumpung masih anget lho mas, sama roti bakar lapis
keju kesukaan Mas,” katanya sambil menyentuh lengan Haryo. Begitu manis dan
manjanya Nina bersuara.
Haryo membuka matanya.
“Ini kopinya Mas.”
“Aku tidak minum kopi manis.”
“Kalau begitu aku buatkan teh saja?”
“Baiklah, teh saja. Atau air putih, tapi aku mau
bangun, dan keluar kamar,” kata Haryo sambil bangkit lalu masuk ke kamar mandi.
“Baiklah, aku siapkan di ruang tengah ya.”
Nina kebelakang. Ia membuat teh untuk Haryo dan
segelas air putih seperti yang dimintanya, kemudian meletakkannya di ruang
tengah. Ketika ia meletakkan minuman itu, dilihatnya Haryo sudah duduk disana.
“Ini Mas, silakan, masih hangat.
Haryo meraih cangkir teh itu, dan mencecapnya, lalu
meletakkan kembali di meja, kemudian menyalakan televisi, mencari chanel yang
dikehendakinya.
“Mas, ini roti bakarnya.”
“Ya, nanti saja.”
“Mas tidak makan siang tadi, aku lihat Mas tidur
sangat nyenyak.”
“Ya.”
“Mas sudah merasa baikan?”
“Lumayan.”
“Kalau begitu besok Mas ke kantor dong.”
“Tidak, aku cuti selama seminggu.”
Nina membelalakkan matanya.
“Cuti seminggu ? Bagaimana dengan gaji Mas?”
“Apa boleh buat … “ kata Haryo sambil mengganti chanel
di televisinya.
“Mas bagaimana sih, uangku sudah habis.”
“Bukankah kebutuhan sehari-hari sudah ada? Kamu
belanja banyak waktu itu kan? Tinggal beli sayur, kan tidak begitu mahal?”
“Apa Mas mau makan seadanya?”
“Makan seadanya saja. Sayur yang sehat, tahu, tempe,
kan murah? Aku beri duaratus ribu untuk beli sayuran dan lauk sederhana,” kata
Haryo sambil masuk ke kamar, lalu keluar dan menyerahkan uang duaratus ribu
kepada Nina.
Wajah Nina masam bagai perasan jeruk nipis.Eh bukan …
Kalau jeruk nipis itu banyak khasiatnya, tapi wajah Nina tampak seperti racun
yang siap membunuh siapapun yang meminumnya. Haryo tak peduli.
“Mengapa merengut? Apakah hanya sayur dan lauk selama
seminggu itu tidak cukup? Bukankah hanya itu kebutuhan kita? Barusan sudah beli
beras banyak.”
“Tapi harus bayar listrik, air.”
“Nanti aku yang bayar.”
Nina benar-benar kesal. Ia ingat bahwa janjinya pada
Siska adalah besok pagi. Bagaimana kalau uangnya belum siap? Ia ingin berteriak
sekeras-kerasnya. Dan akhirnya dia menangis tersedu-sedu.
Haryo hanya meliriknya sekilas. Ia mengambil sepotong
roti, lalu memakannya, karena ia memang merasa lapar.
“Besok tidak usah beli roti. Singkong rebus, kata
dokter adalah makanan sehat,” ujarnya ringan.
Sebenarnya uang itu cukup kalau untuk beli sayur. Tapi
janjinya kepada Siska itu jutaan. Satu juta lebih. Ia tahu Siska itu baik, tapi
kalau soal uang ia sangat perhitungan. Barangkali suaminya juga memperhitungkan
uang belanja yang diberikan, siapa tahu.
“Mas sungguh keterlaluan,” pekik Nina kemudian
beranjak kebelakang, meninggalkan Haryo sendirian. Haryo bergeming. Ia harus
memberi pelajaran kepada Nina. Kalau Nina tidak bisa diperbaiki, Haryo sudah
memikirkan apa yang harus dilakukannya.
***
“Mbak Lala kok melamun disini?” kata Simbok yang sibuk
memasak di dapur, sementara Lala duduk diam di sebuah kursi di depan meja
dapur.
“Pengin ngelihat Simbok masak,” kata Lala sambil
tersenyum.
“Ini sudah hampir selesai Mbak. Apa mbak Lala ingin
makan dulu? Atau sama Ibu?”
“Ibu sedang tidur, dan beliau tak akan mau makan
duluan sebelum kami bersaudara berkumpul. Kecuali kalau memang ada yang
benar-benar tidak bisa ikut makan bersama.”
“Iya benar. Menurut Ibu, makan bersama-sama itu lebih
nikmat.”
“Benar Mbok.”
“Tapi menurut Simbok, Mbak Lala seperti sedang sedih
begitu. Ada apa?”
“Sebenarnya aku memikirkan Bapak.”
“O, begitu ?”
“Beberapa hari yang lalu Bapak periksa ke dokter
karena sakit. Tadi aku ke kampusnya Bapak, tapi katanya Bapak tidak masuk
karena sakit.”
“Kasihan ya Mbak. Tapi kan Bapak sudah ada yang
mengurusnya?”
“Biarpun ada, tapi aku tetap kepikiran dong Mbok.”
“Iya sih Mbak, namanya anak sama orang tua. Lalu
bagaimana kalau Bapak tidak ada dirumah ini? Apa mbak Lala mau menengoknya di
rumah … itu … isteri mudanya?” kata Simbok hati-hati.
“Sedang aku pikirkan Mbok. Gimana ya enaknya.”
“Ya nggak apa-apa sih Mbak, kalau memang Mbak Lala
ingin kesana. Kan maksudnya mau menjenguk Bapak.”
“Sekalian mau berpamit, kan sebentar lagi aku
berangkat.”
“Nah, itu ada alasannya yang bagus.”
“Tapi Simbok nggak usah bilang-bilang sama yang
lainnya ya. Apalagi sama Ibu, aku tidak tahu apakah Ibu akan berkenan atau
tidak.”
“Iya Mbak, Simbok mengerti kok. Tapi keinginan Mbak
Lala itu sangat bagus.”
“Baiklah, mungkin besok saja aku mau ke rumahnya. Tapi
bertanya dulu ke kampus, siapa tahu bapak sudah mulai ke kampus lagi.”
***
Hari itu Haryo belum masuk kerja. Ia ingin istirahat,
sekaligus menahan keinginan Nina yang ingin segera minta uang belanja. Haryo
yakin Nina juga memikirkan hutangnya sama Siska.
“Aku harus memberinya pelajaran. Entah apa yang akan
dilakukannya ketika dia tidak bisa menepati janjinya. Siapa menyuruhnya
berhutang begitu banyak,” pikir Haryo.
Nina benar-benar hanya memasak sayur bening dan
tahu-tempe bacem. Pagi hari itu Haryo sarapan dengan lahap. Berbeda dengan
Endah dan Ana, yang menikmati sarapan dengan ogah-ogahan.
“Ibu apa-apaan nih, nggak enak lauknya.”
“Diam.” Kata Nina kasar. Kedua anaknya diam. Mereka
makan sedikit, kemudian berpamit untuk berangkat kuliah.
“Bu, buat beli bensin?” kata Ana.
“Mas, ada uang nggak?” tanya Nina kepada Haryo.
“Tidak ada,” jawab Haryo singkat, sambil menyendok
makanannya.
“Ini, beli sepuluh ribu saja,” kata Nina sambil
memberikan selembar puluhan ribu kepada Ana dari saku dasternya. Itu kembalian
dari tukang kerupuk yang baru saja diletakkan di toples untuk tambah lauk
mereka.
“Cuma ini?” protes Ana.
“Sudah, berangkat sana!” hardik Nina sambil melotot ke
arah Ana. Mereka berangkat bersama dengan wajah bersungut-sungut.
Haryo masih menikmati sarapannya, ketika ponsel Nina
berdering. Nina menghampirinya dan menerimanya di teras depan, takut Haryo
mendengarnya, karena telpon itu dari Siska.
“Ya Sis?”
“Bagaimana Nin, apa aku bisa kerumah untuk mengambil uangku?”
“Waduh Sis, baru saja aku mau menelpon kamu. Suamiku
masih sakit, dan benar-benar belum bisa mengambil gajinya.”
“Gimana sih Nin, aku tuh menagih berdasarkan janji
kamu sendiri. Kalau begini caranya aku bisa marah nih.”
“Tolong mengertilah Sis, dia benar-benar sakit.”
“Masa sih kamu hanya mengandalkan gaji suami kamu?
Katanya orang kaya.”
“Kan kamu tahu bahwa aku habis kecopetan. Uangku
limabelasan juta amblas waktu itu," Nina bohobg lagi.
“Minta dong sama suami kamu. Tanpa menunggu gajian kan
dia pasti punya uang.”
“Ya ampun Sis, tolong mengertilah. Sekarang aku janji,
empat hari lagi lah. Suamiku hanya cuti lima hari lagi sejak hari ini. Tolong
Sis.”
“Baiklah, aku beri kamu waktu sampai tanggal sepuluh.
Kalau tidak bisa juga, aku akan memintanya langsung pada Pak Haryo.”
“Jangan dong Sis. Aku bisa habis kalau dia tahu.”
“Ya sudah, tanggal sepuluh, jangan lupa.”
Nina menghela napas. Tanggal sepuluh, pastinya Haryo
sudah masuk kerja dan mengambil gajinya.
***
Pagi hari itu, Lala benar-benar mendatangi rumah Nina,
demi keinginannya untuk melihat keadaan bapaknya, sekaligus ingin berpamit
karena sebentar lagi mau berangkat ke luar negri.
Lala menghentikan mobilnya diluar pagar, lalu berjalan
perlahan memasuki halaman. Ia melihat
mobil ayahnya terparkir dihalaman itu, tapi rumah itu tampak sepi, dan pintunya
tertutup. Lala berdebar, apakah ayahnya masih terbaring sakit?
Ia menaiki teras dan mengetuk pintunya pelan. Tak ada
sahutan. Lalu diketuknya lebih keras. Lala mendengar langkah kaki mendekat, dan
terbukalah pintu itu. Seorang wanita muncul dengan wajah keruh.
“Selamat pagi,” sapa Lala berusaha sopan.
“Pagi. Mau ketemu siapa ya?”
“Pak Haryo ada?”
Wajah Nina semakin keruh. Gadis didepannya sangat
cantik. Tubuhnya tinggi semampai, kulitnya putih, berpakaian sederhana tapi
tampak anggun. Nina mengira Lala adalah mahasiswa yang sedang mencari Haryo.
Pastilah mahasiswa yang sangat istimewa.
“Anda siapa?”
“Saya Lala, anak pak Haryo.”
Nina mundur selangkah. Ia belum pernah melihat
anak-anak Haryo sebelumnya. Kecurigaannya timbul. Pastilah gadis ini akan
meminta uang karena sudah lama ayahnya tidak pulang.
“O, anaknya pak Haryo? Saat ini pak Haryo sedang
sakit, dan kalau kamu mau meminta uang, saat ini pak Haryo belum gajian,”
katanya ketus.
Lala tertegun. Rupanya begini wajah perempuan yang
membuat ayahnya terhanyut. Dia pernah melihatnya dari kejauhan, dan sekarang baru
benar-benar jelas. Mata Lala menyala tiba-tiba. Ada api disana, membuat Nina mundur selangkah lagi.
***
Besok lagi ya.
Matur nuwun mbak Tien
ReplyDeleteAlhamdulillah sdh tayang...
DeleteJeng Nani juara 1, signal kuat joss gandoss, ya di Magelang??
Terima kasih bu Tien, salam sehat selalu dan tetap aduhai.....
Matur nuwun Mbak Tien, salam sehat Aduhai selalu.
DeleteYa Kek.... Ngepasi bejo
DeleteAlhamdulillah. Sudah hadir lagi MKK.
DeleteTerimakasih bu Tien.
MKJ#
DeleteWuih j. Nani juara. Semakin seru sja bu Tien. Suwun.
DeleteAku nomer siji
ReplyDeleteSaka endivah Wi nomor 1?
DeleteKancrit..kalah cepet karo jeng Nani
Wooo, di salip di tikungan terakhir ma Mbk Optik …😢
ReplyDeleteP. Wi kalah he he....
DeleteTak dada dada mau mas
DeleteHallow mas2 mbak2 bapak2 ibu2 kakek2 nenek2 ..
ReplyDeleteWignyo, Opa, Kakek Habi, Bambang Soebekti, Anton, Hadi, Pri , Sukarno, Giarto, Gilang, Ngatno, Hartono, Yowa, Tugiman, Dudut Bambang Waspodo, Petir Milenium (wauuw), Djuniarto, Djodhi55, Rinto P. , Yustikno, Dekmarga, Wedeye, Teguh, Dm Tauchidm, Pudji, Garet, Joko Kismantoro, Alumni83 SMPN I Purwantoro, Kang Idih, RAHF Colection, Sofyandi, Sang Yang, Haryanto Pacitan, Pipit Ponorogo, Nurhadi Sragen, Arni Solo, Yeni Klaten, Gati Temanggung, Harto Purwokerto, Eki Tegal dan Nunuk Pekalongan, Budi , Widarno Wijaya, Rewwin, Edison, Hadisyah,
Wo Joyo, Tata Suryo, Mashudi, B. Indriyanto, Nanang, Yoyok, Faried, Andrew Young, Ngatimin, Arif, Eko K, Edi Mulyadi, Rahmat, MbaheKhalel, Aam M, Ipung Kurnia, Yayak, Trex Nenjap, Sujoko, Gunarto, Latif, Samiadi, Alif, Merianto Satyanagara, Rusman, Agoes Eswe, Muhadjir Hadi, Robby, Gundt, Nanung, Roch Hidayat, Yakub Firman, Bambang Pramono, Gondo Prayitno , Zimi Zaenal M. , Alfes, Djoko Bukitinggi, Arinto Cahya Krisna , HerryPur, Djoni August. Gembong. Papa Wisnu, Djoni, Entong Hendrik, Dadung Sulaiman, Wirasaba, Boediono Hatmo, R.E. Rizal Effendy, Tonni, Koko Hermanto,
Alhamdulillah
ReplyDeleteADUHAI pak Djoni
DeleteHallow..
ReplyDeleteYustinhar. Peni, Datik Sudiyati, Noor Dwi Tjahyani, Caroline Irawati, Nenek Dirga, Ema, Winarni, Retno P.R., FX.Hartanti, Danar, Widia, Nova, Jumaani, Ummazzfatiq, Mastiurni, Yuyun, Jum, Sul, Umi, Marni, Bunda Nismah, Wia Tiya, Ting Hartinah, Wikardiyanti, Nur Aini, Nani, Ranti, Afifah, Bu In, Damayanti, Dewi, Wida, Rita, Sapti, Dinar, Fifi, Nanik. Herlina, Michele, Wiwid, Meyrha, Ariel, Yacinta, Dewiyana, Trina, Mahmudah, Lies, Rapiningsih, Liliek, Enchi, Iyeng Sri Setyawati , Yulie, Yanthi , Dini Ekanti, Ida, Putri, Bunda Rahma, Neny, Yetty Muslih, Ida, Fitri, Hartiwi DS, Komariah P., Ari Hendra, Tienbardiman, Idayati, Maria, Uti Nani, Noer Nur Hidayati, Weny Soedibyo, Novy Kamardhiani, Erlin, Widya, Puspita Teradita, Purwani Utomo, Giyarni, Yulib, Erna, Anastasia Suryaningsih, Salamah, Roos, Noordiana, Fati Ahmad, Nuril, Bunda Belajar Nulis, Tutiyani, Bulkishani, Lia, Imah P Abidin, Guru2 SMPN 45 Bandung, Yayuk, Sriati Siregar, Guru2 SMPN I Sawahlunto, Roos, Diana Evie, Rista Silalahi, Agustina, Kusumastuti, KG, Elvi Teguh, Yayuk, Surs, Rinjani, ibu2 Nogotirto, kel. Sastroharsoyo, Uti, Sis Hakim, Tita, Farida, Mumtaz Myummy, Gayatri, Sri Handay, Utami, Yanti Damay, Idazu, Imcelda, Triniel, Anie, Tri, Padma Sari, Prim, Dwi Astuti, Febriani, Dyah Tateki, kel. SMP N I Gombong, Lina Tikni, Engkas Kurniasih, Anroost, Wiwiek Suharti, Erlin Yuni Indriyati, Sri Tulasmi, Laksmie, Toko Bunga Kelapa Dua, Utie ZiDan Ara, Prim, Niquee Fauzia, Indriyatidjaelani,
Bunda Wiwien, Agustina339, Yanti, Rantining Lestari, Ismu, Susana Itsuko, Aisya Priansyah, Hestri, Julitta Happy, I'in Maimun, Isti Priyono, Moedjiati Pramono, Novita Dwi S, Werdi Kaboel, Rinta Anastya, r Hastuti, Taty Siti Latifah, Mastini M.Pd. , Jessica Esti, Lina Soemirat, Yuli, Titik, Sridalminingsih, Kharisma, Atiek, Sariyenti, Julitta Happy Tjitarasmi, Ika Widiati, Eko Mulyani, Utami, Sumarni Sigit, Tutus, Neni, Wiwik Wisnu, Suparmia, Yuni Kun, Omang Komari, Hermina, Enny, Lina-Jogya, mbah Put Ika, Eyang Rini ,Handayaningsih, ny. Alian Taptriyani, Dwi Wulansari, Arie Kusumawati, Arie Sumadiyono, Sulasminah , Wahyu Istikhomah, Ferrita Dudiana, SusiHerawati, Lily , Farida Inkiriwang, Wening, Yuka, Sri, Mbah Wi, Si Garet, ibu Wahyu Widyawati, Rini Dwi, Pudya , Indahwdhany, Butut, Oma Michelle, Linurhay, Noeng Nurmadiah, Dwi Wulansari, Winar, Hnur, Umi Iswardono , Yustina Maria Nunuk Sulastri Rahayu Hernadi , Sri Maryani, Bunda Hayu Hanin, Nunuk, Reni, Pudya, Nien, Swissti Buana, Sudarwatisri, Mundjiati Habib, Savero, Ida Yusrida, Nuraida, Nanung, Arin Javania. Ninik Arsini, Neni , Komariyah, Aisya Priansyah, Jainah Jan. Civiyo, Mahmudah, Yati Sri Budiarti, Nur Rochmah. Uchu Rideen
. Ninik Arsini, Endah. Nana Yang, Sari P Palgunadi, Echi Wardani, Nur Widyastuti, Gagiga family, Trie Tjahjo Wibowo, Lestari Mardi, Susi Kamto, Rosen rina, Mimin NP, Ermi S, Ira, Nina, Endang Amirul
Hallow Pejaten, Tuban, Sidoarjo, Garut, Bandung, Batang, Kuningan, Wonosobo, Blitar, Sragen, Situbondo, Pati, Pasuruan, Cilacap, Cirebon, Bengkulu, Bekasi, Tangerang, Tangsel,Medan, Padang, Mataram, Sawahlunto, Pangkalpinang, Jambi, Nias, Semarang, Magelang, Tegal, Madiun, Kediri, Malang, Jember, Banyuwangi, Banda Aceh, Surabaya, Bali, Sleman, Wonogiri, Solo, Jogya, Sleman, Sumedang, Gombong, Purworejo, Banten, Kudus, Ungaran, Pamulang, Nusakambangan, Purworejo, Jombang, Boyolali. Ngawi, Sidney Australia, Boyolali, Amerika, Makasar, Klaten, Klipang, JAKARTA...hai..., Mojokerto, Sijunjung Sumatra Barat, Sukabumi, Lamongan, Bukittinggi, Hongkong, El Segudo, California, Bogor, Tasikmalaya, Baturetno, Wonogiri, Terimakasih atas perhatian dan support yang selalu menguatkan saya. Aamiin atas semua harap dan do'a.
ReplyDeleteADUHAI.....
Alhamdulilah..
ReplyDeleteHatur nuwun mbak Tienkumalasari dear, salam aduhaai dari Cibubur
ReplyDeleteSami2 jeng Sis
DeleteADUHAI sellalu
Terima kasih Mbu Tien.... makin asyiiik trs... yg bebrbuat mulai berbuah akibatnya... sehat² trs Mbu...
ReplyDeleteSami2 pak Zimi
DeleteADUHAI
Terima kasih bu tien ... alhamdululah makin seruuu... salam.aduhai dari pondok gede
ReplyDeleteSami2 ibu Sri
DeleteSalam ADUHAI
Mantab semakin wow..ruwet juga..hem..Bu cantik memang Top markotop.. salam sehat selalu Bu cantik Amin YRA 🙏 mr wien
ReplyDeleteSalam sehat dan ADUHAI Mr.Wien
DeleteAlhamdulillah, matur nuwun bunda Tien
ReplyDeleteSalam sehat
Sami2 ibu Ermi
DeleteSalam ADUHAI
Kok aq malah jadi gemes sama Bu Tien sih... Aduhai sekali cara bikin aq es mosi..😀😀
ReplyDeleteHahaa..seneng di gemesin ibu Wening
DeleteMtnuwun mbk
ReplyDeleteAlhamdulillah tayang gasik. Semakin membuat penasaran. Akhirnya Haryo mulai menyadari kelakuan Nina.. cuma karena gengsinya dia tidak mau balik ke rumah Tidy..sehingga Lala menyempatkan menengok ayahnya dan menjadi marah akibat omongan Nina..dikira minta uang. Dasar Nina matre yang ada dipikirannya uang melulu. Matur nuwun bu Tien... makin ruwet, panas dan buta penasaran.
ReplyDeleteSami2 ibu Noor
DeleteADUHAI
Matur nuwun Bu Tien, salam sehat untuk semuanya....
ReplyDeleteSami2 ibu Reni
DeleteSalam sehat
Alhamdulillah
ReplyDeleteTerimakasih bunda Tien
Salam sehat dan aduhai
Sami2 ibu Salamah
DeleteSehat dan ADUHAI
Matur nuwun mbak Tien....
ReplyDeleteSalam sehat dari Purwodadi Grobogan
Sami2 Kharisma's
ReplyDeleteSalam buat Grobogan
Alhamdulillah udah tayang
ReplyDeleteTerima kasih Bu tien
Sami2 pak Koko
DeleteMaturnuwun, mb Tien. Semakin asyik. Lala terlihat terpelajar walau sederhana. Tetep ayu
ReplyDeleteMaturnuwun mb Tien
Yuli Semarang
Sami2 ibu Yuli
DeleteADUHAI
Alhamdulillah, matur nuwun mbak Tien, MKJ26 sdh tayang lbh awal.
ReplyDeleteSalam sehat dan bahagia selalu. Aamiin
Terimakasih mbak Tien, wah nunggu 2hari, aduhai lamanya.
ReplyDeleteSehat selalu, semangat berkarya.🙏
Sami2 Mbah Ti
DeleteSalam sabar ya
Alhamdulillah MKJ 26 telah tayang, terima kasih bu Tien sehat n bahagia selalu. Aamiin.
ReplyDeleteUR.T411653L
Sami2 ibu Uchu
DeleteAamiin
Nah Nina pusing ditagih hutang, biar disemprot Lala tambah pusing lagi. Salam sehat selalu Bu Tien
ReplyDeleteSalam sehat dan ADUHAI ibu Ika
DeleteMatur nuwun, bu Tien. Andai Minggu juga tetap tayang...ADUHAI
ReplyDeleteCocok mbak Anik.
DeleteCocok karo impen pak Latief..
DeleteSami2 ibu Anik
DeleteADUHAI
Turnuwun Mbak Tien.
ReplyDeleteMi sami pak Herry
DeleteMaturnuwun Bu Tien 🙏,salam ADUHAI,selamat istirahat dan berliburan besok beserta keluarga
ReplyDeleteSami2 Yangti
ReplyDeleteADUHAI Liburan
Matur nuwun mbak Tien-ku, MKJ sudah tayang.
ReplyDeletePinternya minta uang, ngatur gak bisa, ya bangkrut lah... Apa anak-anak Nina dapat selesai kuliah ya....
Selamat ya profesor Tindy, berhasil mendidik anak-anak dengan baik.
Salam sehat mbak Tien, yang selalu ADUHAI.
Sami2 pak Latief
DeleteSalam ADUHAI
Alhamdulillah MKJ Eps 26 sudah tayang.
ReplyDeleteMatur nuwun mbak Tien Kumalasari.
Salam sehat dan salam hangat.
Sami2 mas Dudut
DeleteSalam sehat dan hangat..
Matur nuwun. Salam sehat selalu🙏👍
ReplyDeleteSami2 pak Boediono
DeleteSalam sehat
Setiap episode selalu menambah penasaran...
ReplyDeletePulang sajalah pak Haryo, kerumah ibu Tindy disana banyak cinta...
Monggo ibu Tien dilanjut aja, sangat penasaran... Matur nuwun, Berkah Dalem.
Sami2 ibu Yustinhar
DeleteAamiin..
Wah perang dimulai dari abak dulu. Terima kasih bu tien salam sehat
ReplyDeleteSami2 pak Anton
DeleteSalam sehat
Nah lho; terbersit irama rancak yang membuat dada berdegup keras, sorot mata tajam seakan bersiap menerkam; ini baru perubahan wajah angker saja, belum perform, ternyata betapa bapak nya cuma di buat jadi atéèm bersama.
ReplyDeleteBaru tahu ya; ini salah satu dari trio macan anak Tindy, yang siap melibas.
Adakah Haryo mau mendengar saran Lala agar dirawat di rumah sakit saja, agar lebih bisa istirahat dengan baik.
Toh disana juga ada Danarto 'adiknya' jadi bisa lebih diperhatikan tentang target perawatan, walau sebentar lagi Danarto juga harus pergi kuliah ke Jakarta, dari pada di rumah;
bising kebutuhan uang jatah dan tagihan hutang; yang selalu datang tepat waktu ketika Haryo menghendaki istirahat.
Tapi apa mau; Haryo yang disarankan agar dirawat di rumah sakit, nggak tahulah mungkin istirahat di rumah sakit nggak ada di cendol dawetnya; bisa buat alasan; enggak mau.
ADUHAI
Seru nich kalau Haryo(si tinggi hati) mau dirawat dirumah sakit, ada banyak kesempatan, Danarto jadi mak coblang eh masak lelaki emak, nggak tahulah, bisa jadi juru damai gitu. itupun kalau Danarto bisa sedikit menurunkan hati Haryo yang ketinggian dan keras kepala lagi.
Ih kaya Desy banget(tambah galak lagi), sekalian buat mengenal karakter anaknya.
Terimakasih Bu Tien;
Memang Kembang Jalanan yang ke dua puluh enam sudah tayang.
Sehat sehat selalu doaku, sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta 🙏
Nanaaaaang
DeleteADUHAI
Ana2 wae
Aamiin doanya ya
This comment has been removed by the author.
ReplyDeleteEnak aja plg kermh Tindy...bs ditendang Desy tuh..😠
ReplyDeleteAyo La hajar aja pelakor gt..hany senang dgn uang ayahmu..😡
Semoga Tindy segra sehat..tambah tegar..kuat..kan udh punya anak angkat laki2..💪💪😊
Wah besok lagiii..eh senin..
Maturnuwun mbak Tien MKJ26..
Salam sehat selalu dan aduhaiii banhet tentunya..🙏💟🌹
Sami2 inu Maria
DeleteADUHAI deh
Alhamdulillah....
ReplyDeleteMtur nuwun Bun....
Mugi2 tansah pinaringan rahayu wilujeng sedoyonipun
Sami2 Wo
DeleteAamiin
Masih untung yg datang Lala coba klau Desy wes pasti habis klau Nina...trims Bu Tien sehat selalu
ReplyDeleteSami2 ibu Suparmia
DeleteAamiin
ADUHAI
𝐂𝐞𝐫𝐢𝐭𝐚𝐧𝐲𝐚 𝐬𝐞𝐦𝐚𝐤𝐢𝐧 𝐦𝐞𝐧𝐚𝐫𝐢𝐤...
ReplyDelete𝐓𝐞𝐫𝐢𝐦𝐚 𝐤𝐚𝐬𝐢𝐡 𝐦𝐛𝐚𝐤 𝐓𝐢𝐞𝐧...
Sami2 KP LOVER
DeleteAlhamdulillah, matur suwun mbak Tien MKJnya...menarik ceritanya
ReplyDeleteSalam sehat selalu
Sami2 ibu Umi
DeleteSalam sehat
Matursuwun mbak Tien...
ReplyDeleteSabaar kembali untuk menunggu hari Senin ...😁😁
Pokmen...ceritanya seep...bikin penasaran
Salam Aduhaiii
Samo2 ibu Yulie
DeleteSalam ADUHAI
Makasih Bunda untuk MKJ 26 yang pasti selalu penuh kejutan.
ReplyDeleteMet malam dan met istirahat.Sehat dan Salam ADUHAI.... ..
Sami2 masBambang
DeleteADUHAI
Apa jadinya anak² Nina, kl haryo sakit parah? Bisa² putus sekolah mereka.
ReplyDeleteTerima kasih banyak mbak Tien, semoga sehat² selalu.
Sami2 pak Andrew
DeleteAamiin
Kasi pelajaran si Nina.
ReplyDeleteMakasih mba Tien.
Sehat selalu mba. Aduhai
This comment has been removed by the author.
DeleteSami2ibu Sri
DeleteAamiin
ADUHAI
Signal hr ini putus2 ..tp Alhamdulillah bisa baca juga ... Alhamdulillah sehat bu Tien..tambah seru anak bu Tindy emang anak yg sederhana dan sopan bukan anak tiri Haryo yg aneh belaga kayak sapa coba yg pintar Tindy pak Haryo hanya benalu ini rumah sapa yaa ..Haryo uang nya u ngewek seh .. subhanallah ..Aamit amit deh. sehat u Bu tIen
ReplyDeleteAamiin
DeleteTerimakasih ibu Yanti
Alhamdulillah,terima kasih Bu Tien..
ReplyDeleteSenantiasa sehat,Aamiin.
Sami2 ibu Rini
DeleteAamiin
Alhamdulillah... Terima kasih Bu Tien... Semoga Bu Tien selalu sehat... Selamat pagi selamat beraktifitas... Salam... 🙏🙏🙏
ReplyDeleteSami2 ibu Sri
DeleteAamiin
Alhamdulillah yang kitinggu sudah tayang. Terimakasih bu Tien semoga selalu sehat
ReplyDeleteSami2 ibu Ira
DeleteAamiin
Assalamualaikum wr wb. Mampuslah Niba yg mata duitan, tdk mengira yg dihadapi ternyata Lala anak Pak Haryo. Siapa yg salah, Nina, pelakor atau Haryo ug mata keranjang....tunggu sajalah cerita selanjutnya yg tentu lbh aduhai.. Maturnuwun Bu Tien, semoga Bu Tien beserta keluarga senantiasa dikaruniai kesehatan lahir dan batin. Aamiin Yaa Robbal'alamiin... Salam sehat dari Pondok Gede...
ReplyDeleteWa'alaikum salam warahmatullahi wabarakayuh
ReplyDeleteAamiin
Matur nuwun pak Mashudi
Sami2 ibu Endah
ReplyDeleteADUHAI
Super
ReplyDeleteSangat menghibur mbak tien, disaat kita sedang dilanda covid 19 ini
ReplyDeleteMatur nuwun
DeleteDuh kehabisan quota, jadi baru baca terima kasih Bu Tien semoga sehat selalu.
ReplyDeleteSami2 ibu yati
ReplyDeleteAamiin
Sudah 2 hari menunggu episode 27 belum hadir juga. Rindu menunggu ....
ReplyDeleteIra Isvandrya
Nanti malam ya ibu Ira. Inibaru ditulis
ReplyDeleteSalam hangat