Saturday, January 29, 2022

MEMANG KEMBANG JALANAN 26

 

MEMANG KEMBANG JALANAN  26

(Tien Kumalasari)

 

Haryo menatap Siska tak percaya. Tapi dilihatnya Siska mengangguk meyakinkan.

“Itu benar Pak, waktu kami belanja bersama-sama, Nina kecopetan, lalu saya pinjamin uang satu juta untuk belanja. Karena masih kurang, dia minta tambah lagi tigaratus ribu rupiah. Nina janji akan mengembalikan pada tanggal satu. Lha ini sudah tanggal dua kan Pak? Saya menelpon Nina berkali-kali, tapi sepertinya ponselnya tidak aktif.”

Haryo berpegangan pada sandaran kursi, karena dia merasa bumi yang dipijaknya serasa bergoyang. Ia ingat ketika Nina membawa banyak belanjaan hari itu, dan mengatakan bahwa Siska memberinya. Ternyata meminjamkannya. Haryo merasa sangat geram. Tapi ia menahannya.

“Kalau begitu rupanya kamu harus berurusan sendiri sama dia.”

“Ya Pak, tentu, itu sebabnya saya mencari dia. Tapi karena saya sedang tergesa-gesa, saya tinggal saja dulu. Saya harap Bapak mau menyampaikannya.”

“Tidak, sampaikan saja sendiri. Aku tidak mau ikut campur. Kalau mau menunggu, tunggu saja, mungkin sebentar lagi pulang. Tapi kalau tidak mau, datanglah lain kali. Saya sedang tak enak badan,” kata Haryo sambil menahan kekesalannya.

“Baiklah Pak, seperti saya sampaikan tadi, saya sedang tergesa-gesa, jadi saya akan datang lain kali. Sekarang saya permisi.”

“Ya … ya, silakan. Tapi aku minta tolong ya Sis, jangan sekali-sekali kamu bilang pada Nina bahwa kamu telah mengatakan semuanya padaku, karena aku akan berpura-pura tidak tahu menahu.”

“Baiklah Pak.”

Haryo langsung masuk ke kamarnya begitu Siska pergi. Ia mengambil segelas minum yang sudah disiapkannya di nakas, lalu membaringkan tubuhnya dengan napas terengah-engah.

Sekian puluh tahun berlalu dengan menyenangkan, dan ketika dia tak sanggup lagi membiarkan Nina menghambur-hamburkan uang, maka segalanya berubah. Perasaannya juga berubah.

“Mengapa dia melakukannya? Mengapa dia tak mau mengerti tentang keadaanku sekarang? Dan dia malah melakukan hal memalukan yang sudah kelewat batas. Berhutang untuk belanja bermacam barang dan sebagian besar barang yang tak perlu dibeli? Tidak, aku tak mau tahu. Aku akan berpura-pura tidak tahu. Terserah dia mau melakukan apa.”

Lalu Haryo berusaha menenangkan batinnya dengan memenjamkan mata dan mengatur napasnya yang memburu.

Tiba-tiba Haryo merasa bahwa dia telah salah melangkah. Nina yang pintar merayu dan melayaninya dengan manis, sudah lenyap dari angan-angannya. Kesenangan sesaat yang dirasakannya, lebur bersama hari demi hari yang dilaluinya. Apakah Haryo akan kembali kepada Tindy? Tidak, Haryo bukan saja seorang yang mudah tergoda perempuan, tapi dia juga tinggi hati dan pantang mengaku salah. Ia memendam kekecewaan demi kekecewaan hanya didalam hati. Entah sampai kapan dia mampu bertahan.

***

Sementara itu Nina yang baru saja memasuki rumah, mendengar ponselnya berdering. Nina memang baru saja keluar untuk membeli pulsa, sehingga ia bisa menerima panggilan telpon yang masuk.

“Hm, Siska,” gumamnya sambil mengangkat ponselnya.

“Ya Sis?” jawabnya.

“Aduh Nina, kamu kemana saja, aku menelpon kamu berkali-kali tapi kamu tidak mengangkatnya.”

“Maaf Sis, aku kehabisan kuota. Ini barusan beli, dan baru saja masuk ke rumah.”

“Oh, pantesan aku ke rumah kamu tapi kamu tidak ada.”

“Kamu ke rumah?”

“Iya, mau menagih uangku dulu itu. Kan kamu janji tanggal satu mau mengembalikan? Ini sudah tanggal berapa?”

“Tunggu, kamu tadi ke rumah ketemu siapa?”

“Ketemu pak Haryo.”

“Kamu bilang bahwa aku berhutang sama kamu?”

“Ti_tidak, aku hanya mencari kamu.”

“Oh, syukurlah.”

“Lalu bagaimana dengan janji kamu? Aku sedang butuh nih.”

“Maaf Sis, aku belum diberi uang oleh suamiku.”

“Ini kan sudah tanggal dua? Apa kamu tidak minta uang sama dia?”

“Tidak usah minta, kalau dia sudah gajian pasti dikasih. Tapi ini dia lagi sakit. Jadi aku belum menerima uangnya.”

“Iya, tadi aku melihat dia kelihatan seperti sakit.”

“Tuh kan, aku tidak bohong.”

“Jadi kapan nih? Aku butuh banget Nin.”

“Coba besok ya Sis. Aku kira dia besok sudah bisa mengambil gaji. Jangan khawatir, aku pasti akan mengembalikan uang kamu.”

“Baiklah, aku akan menunggu sampai besok.”

“Terimakasih atas pengertian kamu ya Sis.”

Tapi begitu menutup ponselnya, Nina menjadi gelisah bukan main. Benarkah besok Haryo sudah akan mengambil gajinya dan memberinya uang belanja?

Nina masuk ke kamar, dan melihat Haryo memejamkan mata. Barangkali dia tertidur, atau bahkan pura-pura tidur, entahlah.

***

Sore harinya, Nina masuk ke kamarnya, dengan membawa secangkir kopi dan sepiring cemilan. Dilihatnya Haryo masih memejamkan mata, tapi Nina berusaha membangunkannya, karena ia butuh sesuatu.

“Mas, ini kopinya.”

Nina meletakkan secangkir kopi di nakas.

“Mumpung masih anget lho mas, sama roti bakar lapis keju kesukaan Mas,” katanya sambil menyentuh lengan Haryo. Begitu manis dan manjanya Nina bersuara.

Haryo membuka matanya.

“Ini kopinya Mas.”

“Aku tidak minum kopi manis.”

“Kalau begitu aku buatkan teh saja?”

“Baiklah, teh saja. Atau air putih, tapi aku mau bangun, dan keluar kamar,” kata Haryo sambil bangkit lalu masuk ke kamar mandi.

“Baiklah, aku siapkan di ruang tengah ya.”

Nina kebelakang. Ia membuat teh untuk Haryo dan segelas air putih seperti yang dimintanya, kemudian meletakkannya di ruang tengah. Ketika ia meletakkan minuman itu, dilihatnya Haryo sudah duduk disana.

“Ini Mas, silakan, masih hangat.

Haryo meraih cangkir teh itu, dan mencecapnya, lalu meletakkan kembali di meja, kemudian menyalakan televisi, mencari chanel yang dikehendakinya.

“Mas, ini roti bakarnya.”

“Ya, nanti saja.”

“Mas tidak makan siang tadi, aku lihat Mas tidur sangat nyenyak.”

“Ya.”

“Mas sudah merasa baikan?”

“Lumayan.”

“Kalau begitu besok Mas ke kantor dong.”

“Tidak, aku cuti selama seminggu.”

Nina membelalakkan matanya.

“Cuti seminggu ? Bagaimana dengan gaji Mas?”

“Apa boleh buat … “ kata Haryo sambil mengganti chanel di televisinya.

“Mas bagaimana sih, uangku sudah habis.”

“Bukankah kebutuhan sehari-hari sudah ada? Kamu belanja banyak waktu itu kan? Tinggal beli sayur, kan tidak begitu mahal?”

“Apa Mas mau makan seadanya?”

“Makan seadanya saja. Sayur yang sehat, tahu, tempe, kan murah? Aku beri duaratus ribu untuk beli sayuran dan lauk sederhana,” kata Haryo sambil masuk ke kamar, lalu keluar dan menyerahkan uang duaratus ribu kepada Nina.

Wajah Nina masam bagai perasan jeruk nipis.Eh bukan … Kalau jeruk nipis itu banyak khasiatnya, tapi wajah Nina tampak seperti racun yang siap membunuh siapapun yang meminumnya. Haryo tak peduli.

“Mengapa merengut? Apakah hanya sayur dan lauk selama seminggu itu tidak cukup? Bukankah hanya itu kebutuhan kita? Barusan sudah beli beras banyak.”

“Tapi harus bayar listrik, air.”

“Nanti aku yang bayar.”

Nina benar-benar kesal. Ia ingat bahwa janjinya pada Siska adalah besok pagi. Bagaimana kalau uangnya belum siap? Ia ingin berteriak sekeras-kerasnya. Dan akhirnya dia menangis tersedu-sedu.

Haryo hanya meliriknya sekilas. Ia mengambil sepotong roti, lalu memakannya, karena ia memang merasa lapar.

“Besok tidak usah beli roti. Singkong rebus, kata dokter adalah makanan sehat,” ujarnya ringan.

Sebenarnya uang itu cukup kalau untuk beli sayur. Tapi janjinya kepada Siska itu jutaan. Satu juta lebih. Ia tahu Siska itu baik, tapi kalau soal uang ia sangat perhitungan. Barangkali suaminya juga memperhitungkan uang belanja yang diberikan, siapa tahu.

“Mas sungguh keterlaluan,” pekik Nina kemudian beranjak kebelakang, meninggalkan Haryo sendirian. Haryo bergeming. Ia harus memberi pelajaran kepada Nina. Kalau Nina tidak bisa diperbaiki, Haryo sudah memikirkan apa yang harus dilakukannya.

***

“Mbak Lala kok melamun disini?” kata Simbok yang sibuk memasak di dapur, sementara Lala duduk diam di sebuah kursi di depan meja dapur.

“Pengin ngelihat Simbok masak,” kata Lala sambil tersenyum.

“Ini sudah hampir selesai Mbak. Apa mbak Lala ingin makan dulu? Atau sama Ibu?”

“Ibu sedang tidur, dan beliau tak akan mau makan duluan sebelum kami bersaudara berkumpul. Kecuali kalau memang ada yang benar-benar tidak bisa ikut makan bersama.”

“Iya benar. Menurut Ibu, makan bersama-sama itu lebih nikmat.”

“Benar Mbok.”

“Tapi menurut Simbok, Mbak Lala seperti sedang sedih begitu. Ada apa?”

“Sebenarnya aku memikirkan Bapak.”

“O, begitu ?”

“Beberapa hari yang lalu Bapak periksa ke dokter karena sakit. Tadi aku ke kampusnya Bapak, tapi katanya Bapak tidak masuk karena sakit.”

“Kasihan ya Mbak. Tapi kan Bapak sudah ada yang mengurusnya?”

“Biarpun ada, tapi aku tetap kepikiran dong Mbok.”

“Iya sih Mbak, namanya anak sama orang tua. Lalu bagaimana kalau Bapak tidak ada dirumah ini? Apa mbak Lala mau menengoknya di rumah … itu … isteri mudanya?” kata Simbok hati-hati.

“Sedang aku pikirkan Mbok. Gimana ya enaknya.”

“Ya nggak apa-apa sih Mbak, kalau memang Mbak Lala ingin kesana. Kan maksudnya mau menjenguk Bapak.”

“Sekalian mau berpamit, kan sebentar lagi aku berangkat.”

“Nah, itu ada alasannya yang bagus.”

“Tapi Simbok nggak usah bilang-bilang sama yang lainnya ya. Apalagi sama Ibu, aku tidak tahu apakah Ibu akan berkenan atau tidak.”

“Iya Mbak, Simbok mengerti kok. Tapi keinginan Mbak Lala itu sangat bagus.”

“Baiklah, mungkin besok saja aku mau ke rumahnya. Tapi bertanya dulu ke kampus, siapa tahu bapak sudah mulai ke kampus lagi.”

***

Hari itu Haryo belum masuk kerja. Ia ingin istirahat, sekaligus menahan keinginan Nina yang ingin segera minta uang belanja. Haryo yakin Nina juga memikirkan hutangnya sama Siska.

“Aku harus memberinya pelajaran. Entah apa yang akan dilakukannya ketika dia tidak bisa menepati janjinya. Siapa menyuruhnya berhutang begitu banyak,” pikir Haryo.

Nina benar-benar hanya memasak sayur bening dan tahu-tempe bacem. Pagi hari itu Haryo sarapan dengan lahap. Berbeda dengan Endah dan Ana, yang menikmati sarapan dengan ogah-ogahan.

“Ibu apa-apaan nih, nggak enak lauknya.”

“Diam.” Kata Nina kasar. Kedua anaknya diam. Mereka makan sedikit, kemudian berpamit untuk berangkat kuliah.

“Bu, buat beli bensin?” kata Ana.

“Mas, ada uang nggak?” tanya Nina kepada Haryo.

“Tidak ada,” jawab Haryo singkat, sambil menyendok makanannya.

“Ini, beli sepuluh ribu saja,” kata Nina sambil memberikan selembar puluhan ribu kepada Ana dari saku dasternya. Itu kembalian dari tukang kerupuk yang baru saja diletakkan di toples untuk tambah lauk mereka.

“Cuma ini?” protes Ana.

“Sudah, berangkat sana!” hardik Nina sambil melotot ke arah Ana. Mereka berangkat bersama dengan wajah bersungut-sungut.

Haryo masih menikmati sarapannya, ketika ponsel Nina berdering. Nina menghampirinya dan menerimanya di teras depan, takut Haryo mendengarnya, karena telpon itu dari Siska.

“Ya Sis?”

“Bagaimana Nin, apa aku bisa kerumah untuk mengambil uangku?”

“Waduh Sis, baru saja aku mau menelpon kamu. Suamiku masih sakit, dan benar-benar belum bisa mengambil gajinya.”

“Gimana sih Nin, aku tuh menagih berdasarkan janji kamu sendiri. Kalau begini caranya aku bisa marah nih.”

“Tolong mengertilah Sis, dia benar-benar sakit.”

“Masa sih kamu hanya mengandalkan gaji suami kamu? Katanya orang kaya.”

“Kan kamu tahu bahwa aku habis kecopetan. Uangku limabelasan juta amblas waktu itu," Nina bohobg lagi.

“Minta dong sama suami kamu. Tanpa menunggu gajian kan dia pasti punya uang.”

“Ya ampun Sis, tolong mengertilah. Sekarang aku janji, empat hari lagi lah. Suamiku hanya cuti lima hari lagi sejak hari ini. Tolong Sis.”

“Baiklah, aku beri kamu waktu sampai tanggal sepuluh. Kalau tidak bisa juga, aku akan memintanya langsung pada Pak Haryo.”

“Jangan dong Sis. Aku bisa habis kalau dia tahu.”

“Ya sudah, tanggal sepuluh, jangan lupa.”

Nina menghela napas. Tanggal sepuluh, pastinya Haryo sudah masuk kerja dan mengambil gajinya.

***

Pagi hari itu, Lala benar-benar mendatangi rumah Nina, demi keinginannya untuk melihat keadaan bapaknya, sekaligus ingin berpamit karena sebentar lagi mau berangkat ke luar negri.

Lala menghentikan mobilnya diluar pagar, lalu berjalan perlahan memasuki halaman.  Ia melihat mobil ayahnya terparkir dihalaman itu, tapi rumah itu tampak sepi, dan pintunya tertutup. Lala berdebar, apakah ayahnya masih terbaring sakit?

Ia menaiki teras dan mengetuk pintunya pelan. Tak ada sahutan. Lalu diketuknya lebih keras. Lala mendengar langkah kaki mendekat, dan terbukalah pintu itu. Seorang wanita muncul dengan wajah keruh.

“Selamat pagi,” sapa Lala berusaha sopan.

“Pagi. Mau ketemu siapa ya?”

“Pak Haryo ada?”

Wajah Nina semakin keruh. Gadis didepannya sangat cantik. Tubuhnya tinggi semampai, kulitnya putih, berpakaian sederhana tapi tampak anggun. Nina mengira Lala adalah mahasiswa yang sedang mencari Haryo. Pastilah mahasiswa yang sangat istimewa.

“Anda siapa?”

“Saya Lala, anak pak Haryo.”

Nina mundur selangkah. Ia belum pernah melihat anak-anak Haryo sebelumnya. Kecurigaannya timbul. Pastilah gadis ini akan meminta uang karena sudah lama ayahnya tidak pulang.

“O, anaknya pak Haryo? Saat ini pak Haryo sedang sakit, dan kalau kamu mau meminta uang, saat ini pak Haryo belum gajian,” katanya ketus.

Lala tertegun. Rupanya begini wajah perempuan yang membuat ayahnya terhanyut. Dia pernah melihatnya dari kejauhan, dan sekarang baru benar-benar jelas. Mata Lala menyala tiba-tiba. Ada api disana, membuat Nina mundur selangkah lagi.

***

Besok lagi ya.

 

 

 

 

 

 

 

108 comments:

  1. Replies
    1. Alhamdulillah sdh tayang...
      Jeng Nani juara 1, signal kuat joss gandoss, ya di Magelang??

      Terima kasih bu Tien, salam sehat selalu dan tetap aduhai.....

      Delete
    2. Matur nuwun Mbak Tien, salam sehat Aduhai selalu.

      Delete
    3. Alhamdulillah. Sudah hadir lagi MKK.
      Terimakasih bu Tien.

      Delete
    4. Wuih j. Nani juara. Semakin seru sja bu Tien. Suwun.

      Delete
  2. Replies
    1. Saka endivah Wi nomor 1?
      Kancrit..kalah cepet karo jeng Nani

      Delete
  3. Wooo, di salip di tikungan terakhir ma Mbk Optik …😒

    ReplyDelete
  4. Hallow mas2 mbak2 bapak2 ibu2 kakek2 nenek2 ..
    Wignyo, Opa, Kakek Habi, Bambang Soebekti, Anton, Hadi, Pri , Sukarno, Giarto, Gilang, Ngatno, Hartono, Yowa, Tugiman, Dudut Bambang Waspodo, Petir Milenium (wauuw), Djuniarto, Djodhi55, Rinto P. , Yustikno, Dekmarga, Wedeye, Teguh, Dm Tauchidm, Pudji, Garet, Joko Kismantoro, Alumni83 SMPN I Purwantoro, Kang Idih, RAHF Colection, Sofyandi, Sang Yang, Haryanto Pacitan, Pipit Ponorogo, Nurhadi Sragen, Arni Solo, Yeni Klaten, Gati Temanggung, Harto Purwokerto, Eki Tegal dan Nunuk Pekalongan, Budi , Widarno Wijaya, Rewwin, Edison, Hadisyah,
    Wo Joyo, Tata Suryo, Mashudi, B. Indriyanto, Nanang, Yoyok, Faried, Andrew Young, Ngatimin, Arif, Eko K, Edi Mulyadi, Rahmat, MbaheKhalel, Aam M, Ipung Kurnia, Yayak, Trex Nenjap, Sujoko, Gunarto, Latif, Samiadi, Alif, Merianto Satyanagara, Rusman, Agoes Eswe, Muhadjir Hadi, Robby, Gundt, Nanung, Roch Hidayat, Yakub Firman, Bambang Pramono, Gondo Prayitno , Zimi Zaenal M. , Alfes, Djoko Bukitinggi, Arinto Cahya Krisna , HerryPur, Djoni August. Gembong. Papa Wisnu, Djoni, Entong Hendrik, Dadung Sulaiman, Wirasaba, Boediono Hatmo, R.E. Rizal Effendy, Tonni, Koko Hermanto,

    ReplyDelete
  5. Hallow..
    Yustinhar. Peni, Datik Sudiyati, Noor Dwi Tjahyani, Caroline Irawati, Nenek Dirga, Ema, Winarni, Retno P.R., FX.Hartanti, Danar, Widia, Nova, Jumaani, Ummazzfatiq, Mastiurni, Yuyun, Jum, Sul, Umi, Marni, Bunda Nismah, Wia Tiya, Ting Hartinah, Wikardiyanti, Nur Aini, Nani, Ranti, Afifah, Bu In, Damayanti, Dewi, Wida, Rita, Sapti, Dinar, Fifi, Nanik. Herlina, Michele, Wiwid, Meyrha, Ariel, Yacinta, Dewiyana, Trina, Mahmudah, Lies, Rapiningsih, Liliek, Enchi, Iyeng Sri Setyawati , Yulie, Yanthi , Dini Ekanti, Ida, Putri, Bunda Rahma, Neny, Yetty Muslih, Ida, Fitri, Hartiwi DS, Komariah P., Ari Hendra, Tienbardiman, Idayati, Maria, Uti Nani, Noer Nur Hidayati, Weny Soedibyo, Novy Kamardhiani, Erlin, Widya, Puspita Teradita, Purwani Utomo, Giyarni, Yulib, Erna, Anastasia Suryaningsih, Salamah, Roos, Noordiana, Fati Ahmad, Nuril, Bunda Belajar Nulis, Tutiyani, Bulkishani, Lia, Imah P Abidin, Guru2 SMPN 45 Bandung, Yayuk, Sriati Siregar, Guru2 SMPN I Sawahlunto, Roos, Diana Evie, Rista Silalahi, Agustina, Kusumastuti, KG, Elvi Teguh, Yayuk, Surs, Rinjani, ibu2 Nogotirto, kel. Sastroharsoyo, Uti, Sis Hakim, Tita, Farida, Mumtaz Myummy, Gayatri, Sri Handay, Utami, Yanti Damay, Idazu, Imcelda, Triniel, Anie, Tri, Padma Sari, Prim, Dwi Astuti, Febriani, Dyah Tateki, kel. SMP N I Gombong, Lina Tikni, Engkas Kurniasih, Anroost, Wiwiek Suharti, Erlin Yuni Indriyati, Sri Tulasmi, Laksmie, Toko Bunga Kelapa Dua, Utie ZiDan Ara, Prim, Niquee Fauzia, Indriyatidjaelani,
    Bunda Wiwien, Agustina339, Yanti, Rantining Lestari, Ismu, Susana Itsuko, Aisya Priansyah, Hestri, Julitta Happy, I'in Maimun, Isti Priyono, Moedjiati Pramono, Novita Dwi S, Werdi Kaboel, Rinta Anastya, r Hastuti, Taty Siti Latifah, Mastini M.Pd. , Jessica Esti, Lina Soemirat, Yuli, Titik, Sridalminingsih, Kharisma, Atiek, Sariyenti, Julitta Happy Tjitarasmi, Ika Widiati, Eko Mulyani, Utami, Sumarni Sigit, Tutus, Neni, Wiwik Wisnu, Suparmia, Yuni Kun, Omang Komari, Hermina, Enny, Lina-Jogya, mbah Put Ika, Eyang Rini ,Handayaningsih, ny. Alian Taptriyani, Dwi Wulansari, Arie Kusumawati, Arie Sumadiyono, Sulasminah , Wahyu Istikhomah, Ferrita Dudiana, SusiHerawati, Lily , Farida Inkiriwang, Wening, Yuka, Sri, Mbah Wi, Si Garet, ibu Wahyu Widyawati, Rini Dwi, Pudya , Indahwdhany, Butut, Oma Michelle, Linurhay, Noeng Nurmadiah, Dwi Wulansari, Winar, Hnur, Umi Iswardono , Yustina Maria Nunuk Sulastri Rahayu Hernadi , Sri Maryani, Bunda Hayu Hanin, Nunuk, Reni, Pudya, Nien, Swissti Buana, Sudarwatisri, Mundjiati Habib, Savero, Ida Yusrida, Nuraida, Nanung, Arin Javania. Ninik Arsini, Neni , Komariyah, Aisya Priansyah, Jainah Jan. Civiyo, Mahmudah, Yati Sri Budiarti, Nur Rochmah. Uchu Rideen
    . Ninik Arsini, Endah. Nana Yang, Sari P Palgunadi, Echi Wardani, Nur Widyastuti, Gagiga family, Trie Tjahjo Wibowo, Lestari Mardi, Susi Kamto, Rosen rina, Mimin NP, Ermi S, Ira, Nina, Endang Amirul

    ReplyDelete
  6. Hallow Pejaten, Tuban, Sidoarjo, Garut, Bandung, Batang, Kuningan, Wonosobo, Blitar, Sragen, Situbondo, Pati, Pasuruan, Cilacap, Cirebon, Bengkulu, Bekasi, Tangerang, Tangsel,Medan, Padang, Mataram, Sawahlunto, Pangkalpinang, Jambi, Nias, Semarang, Magelang, Tegal, Madiun, Kediri, Malang, Jember, Banyuwangi, Banda Aceh, Surabaya, Bali, Sleman, Wonogiri, Solo, Jogya, Sleman, Sumedang, Gombong, Purworejo, Banten, Kudus, Ungaran, Pamulang, Nusakambangan, Purworejo, Jombang, Boyolali. Ngawi, Sidney Australia, Boyolali, Amerika, Makasar, Klaten, Klipang, JAKARTA...hai..., Mojokerto, Sijunjung Sumatra Barat, Sukabumi, Lamongan, Bukittinggi, Hongkong, El Segudo, California, Bogor, Tasikmalaya, Baturetno, Wonogiri, Terimakasih atas perhatian dan support yang selalu menguatkan saya. Aamiin atas semua harap dan do'a.
    ADUHAI.....

    ReplyDelete
  7. Hatur nuwun mbak Tienkumalasari dear, salam aduhaai dari Cibubur

    ReplyDelete
  8. Terima kasih Mbu Tien.... makin asyiiik trs... yg bebrbuat mulai berbuah akibatnya... sehat² trs Mbu...

    ReplyDelete
  9. Terima kasih bu tien ... alhamdululah makin seruuu... salam.aduhai dari pondok gede

    ReplyDelete
  10. Mantab semakin wow..ruwet juga..hem..Bu cantik memang Top markotop.. salam sehat selalu Bu cantik Amin YRA πŸ™ mr wien

    ReplyDelete
  11. Alhamdulillah, matur nuwun bunda Tien
    Salam sehat

    ReplyDelete
  12. Kok aq malah jadi gemes sama Bu Tien sih... Aduhai sekali cara bikin aq es mosi..πŸ˜€πŸ˜€

    ReplyDelete
  13. Alhamdulillah tayang gasik. Semakin membuat penasaran. Akhirnya Haryo mulai menyadari kelakuan Nina.. cuma karena gengsinya dia tidak mau balik ke rumah Tidy..sehingga Lala menyempatkan menengok ayahnya dan menjadi marah akibat omongan Nina..dikira minta uang. Dasar Nina matre yang ada dipikirannya uang melulu. Matur nuwun bu Tien... makin ruwet, panas dan buta penasaran.

    ReplyDelete
  14. Matur nuwun Bu Tien, salam sehat untuk semuanya....

    ReplyDelete
  15. Alhamdulillah
    Terimakasih bunda Tien
    Salam sehat dan aduhai

    ReplyDelete
  16. Matur nuwun mbak Tien....

    Salam sehat dari Purwodadi Grobogan

    ReplyDelete
  17. Sami2 Kharisma's
    Salam buat Grobogan

    ReplyDelete
  18. Alhamdulillah udah tayang
    Terima kasih Bu tien

    ReplyDelete
  19. Maturnuwun, mb Tien. Semakin asyik. Lala terlihat terpelajar walau sederhana. Tetep ayu
    Maturnuwun mb Tien
    Yuli Semarang

    ReplyDelete
  20. Alhamdulillah, matur nuwun mbak Tien, MKJ26 sdh tayang lbh awal.
    Salam sehat dan bahagia selalu. Aamiin

    ReplyDelete
  21. Terimakasih mbak Tien, wah nunggu 2hari, aduhai lamanya.
    Sehat selalu, semangat berkarya.πŸ™

    ReplyDelete
  22. Alhamdulillah MKJ 26 telah tayang, terima kasih bu Tien sehat n bahagia selalu. Aamiin.
    UR.T411653L

    ReplyDelete
  23. Nah Nina pusing ditagih hutang, biar disemprot Lala tambah pusing lagi. Salam sehat selalu Bu Tien

    ReplyDelete
  24. Matur nuwun, bu Tien. Andai Minggu juga tetap tayang...ADUHAI

    ReplyDelete
  25. Maturnuwun Bu Tien πŸ™,salam ADUHAI,selamat istirahat dan berliburan besok beserta keluarga

    ReplyDelete
  26. Matur nuwun mbak Tien-ku, MKJ sudah tayang.
    Pinternya minta uang, ngatur gak bisa, ya bangkrut lah... Apa anak-anak Nina dapat selesai kuliah ya....
    Selamat ya profesor Tindy, berhasil mendidik anak-anak dengan baik.
    Salam sehat mbak Tien, yang selalu ADUHAI.

    ReplyDelete
  27. Alhamdulillah MKJ Eps 26 sudah tayang.
    Matur nuwun mbak Tien Kumalasari.
    Salam sehat dan salam hangat.

    ReplyDelete
  28. Matur nuwun. Salam sehat selaluπŸ™πŸ‘

    ReplyDelete
  29. Setiap episode selalu menambah penasaran...

    Pulang sajalah pak Haryo, kerumah ibu Tindy disana banyak cinta...

    Monggo ibu Tien dilanjut aja, sangat penasaran... Matur nuwun, Berkah Dalem.

    ReplyDelete
  30. Wah perang dimulai dari abak dulu. Terima kasih bu tien salam sehat

    ReplyDelete
  31. Nah lho; terbersit irama rancak yang membuat dada berdegup keras, sorot mata tajam seakan bersiap menerkam; ini baru perubahan wajah angker saja, belum perform, ternyata betapa bapak nya cuma di buat jadi atéèm bersama.
    Baru tahu ya; ini salah satu dari trio macan anak Tindy, yang siap melibas.
    Adakah Haryo mau mendengar saran Lala agar dirawat di rumah sakit saja, agar lebih bisa istirahat dengan baik.
    Toh disana juga ada Danarto 'adiknya' jadi bisa lebih diperhatikan tentang target perawatan, walau sebentar lagi Danarto juga harus pergi kuliah ke Jakarta, dari pada di rumah;
    bising kebutuhan uang jatah dan tagihan hutang; yang selalu datang tepat waktu ketika Haryo menghendaki istirahat.
    Tapi apa mau; Haryo yang disarankan agar dirawat di rumah sakit, nggak tahulah mungkin istirahat di rumah sakit nggak ada di cendol dawetnya; bisa buat alasan; enggak mau.

    ADUHAI

    Seru nich kalau Haryo(si tinggi hati) mau dirawat dirumah sakit, ada banyak kesempatan, Danarto jadi mak coblang eh masak lelaki emak, nggak tahulah, bisa jadi juru damai gitu. itupun kalau Danarto bisa sedikit menurunkan hati Haryo yang ketinggian dan keras kepala lagi.
    Ih kaya Desy banget(tambah galak lagi), sekalian buat mengenal karakter anaknya.


    Terimakasih Bu Tien;
    Memang Kembang Jalanan yang ke dua puluh enam sudah tayang.
    Sehat sehat selalu doaku, sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta πŸ™

    ReplyDelete
  32. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  33. Enak aja plg kermh Tindy...bs ditendang Desy tuh..😠

    Ayo La hajar aja pelakor gt..hany senang dgn uang ayahmu..😑

    Semoga Tindy segra sehat..tambah tegar..kuat..kan udh punya anak angkat laki2..πŸ’ͺπŸ’ͺ😊

    Wah besok lagiii..eh senin..

    Maturnuwun mbak Tien MKJ26..
    Salam sehat selalu dan aduhaiii banhet tentunya..πŸ™πŸ’ŸπŸŒΉ

    ReplyDelete
  34. Alhamdulillah....
    Mtur nuwun Bun....
    Mugi2 tansah pinaringan rahayu wilujeng sedoyonipun

    ReplyDelete
  35. Masih untung yg datang Lala coba klau Desy wes pasti habis klau Nina...trims Bu Tien sehat selalu

    ReplyDelete
  36. π‚πžπ«π’π­πšπ§π²πš 𝐬𝐞𝐦𝐚𝐀𝐒𝐧 𝐦𝐞𝐧𝐚𝐫𝐒𝐀...
    π“πžπ«π’π¦πš 𝐀𝐚𝐬𝐒𝐑 π¦π›πšπ€ π“π’πžπ§...

    ReplyDelete
  37. Alhamdulillah, matur suwun mbak Tien MKJnya...menarik ceritanya
    Salam sehat selalu

    ReplyDelete
  38. Matursuwun mbak Tien...
    Sabaar kembali untuk menunggu hari Senin ...😁😁
    Pokmen...ceritanya seep...bikin penasaran
    Salam Aduhaiii

    ReplyDelete
  39. Makasih Bunda untuk MKJ 26 yang pasti selalu penuh kejutan.
    Met malam dan met istirahat.Sehat dan Salam ADUHAI.... ..

    ReplyDelete
  40. Apa jadinya anak² Nina, kl haryo sakit parah? Bisa² putus sekolah mereka.
    Terima kasih banyak mbak Tien, semoga sehat² selalu.

    ReplyDelete
  41. Kasi pelajaran si Nina.
    Makasih mba Tien.
    Sehat selalu mba. Aduhai

    ReplyDelete
  42. Signal hr ini putus2 ..tp Alhamdulillah bisa baca juga ... Alhamdulillah sehat bu Tien..tambah seru anak bu Tindy emang anak yg sederhana dan sopan bukan anak tiri Haryo yg aneh belaga kayak sapa coba yg pintar Tindy pak Haryo hanya benalu ini rumah sapa yaa ..Haryo uang nya u ngewek seh .. subhanallah ..Aamit amit deh. sehat u Bu tIen

    ReplyDelete
  43. Alhamdulillah,terima kasih Bu Tien..
    Senantiasa sehat,Aamiin.

    ReplyDelete
  44. Alhamdulillah... Terima kasih Bu Tien... Semoga Bu Tien selalu sehat... Selamat pagi selamat beraktifitas... Salam... πŸ™πŸ™πŸ™

    ReplyDelete
  45. Alhamdulillah yang kitinggu sudah tayang. Terimakasih bu Tien semoga selalu sehat

    ReplyDelete
  46. Assalamualaikum wr wb. Mampuslah Niba yg mata duitan, tdk mengira yg dihadapi ternyata Lala anak Pak Haryo. Siapa yg salah, Nina, pelakor atau Haryo ug mata keranjang....tunggu sajalah cerita selanjutnya yg tentu lbh aduhai.. Maturnuwun Bu Tien, semoga Bu Tien beserta keluarga senantiasa dikaruniai kesehatan lahir dan batin. Aamiin Yaa Robbal'alamiin... Salam sehat dari Pondok Gede...

    ReplyDelete
  47. Wa'alaikum salam warahmatullahi wabarakayuh
    Aamiin
    Matur nuwun pak Mashudi

    ReplyDelete
  48. Sangat menghibur mbak tien, disaat kita sedang dilanda covid 19 ini

    ReplyDelete
  49. Duh kehabisan quota, jadi baru baca terima kasih Bu Tien semoga sehat selalu.

    ReplyDelete
  50. Sudah 2 hari menunggu episode 27 belum hadir juga. Rindu menunggu ....
    Ira Isvandrya

    ReplyDelete
  51. Nanti malam ya ibu Ira. Inibaru ditulis
    Salam hangat

    ReplyDelete

M E L A T I 45

  M E L A T I    45 (Tien Kumalasari)   Melati merasa gelisah. Dia tahu, Nurin bersikap baik kepadanya, tapi ia mengkhawatirkan sikap ibunya...