Monday, January 31, 2022

MEMANG KEMBANG JALANAN 27

 

MEMANG KEMBANG JALANAN  27

(Tien Kumalasari)

 

Lala menatap tajam wanita yang tampak lusuh dihadapannya. Ia yakin bahwa perempuan ini yang telah merebut hati ayahnya. Bukan main, apa yang menarik dari wanita ini? Tapi Lala tak sempat menilai kelebihan wanita itu. Ia sangat marah karena kata-katanya yang tak memiliki sopan santun. Apakah ayahnya memungutnya di jalanan?

“Kalau Ibu bersikap sopan, saya juga akan bersikap sopan. Tapi Ibu sama sekali tidak punya tata krama. Saya heran, apa yang menarik pada Anda sehingga ayah saya tergila-gila,” katanya tajam. Pasti menyakitkan.

“Apa katamu? Saya sedang bekerja di dapur dan tentu saja tidak sempat dandan. Tentu saja tidak menarik,” jawabnya yang hanya berfokus pada kata ‘menarik’ saja.”

“Bukan itu, maksud saya, anda sangat tidak punya tata krama terhadap orang yang baru saja anda kenal.”

“Aku sudah tahu kalau kamu anaknya mas Haryo. Kamu sendiri mengatakannya kan? Dan dengar, kalau mas Haryo lebih mencintai aku, apapun alasannya pasti ibu kamu tidak menarik baginya."

“Saya tidak mau berbincang dengan orang yang tidak sopan. Saya hanya ingin bertemu ayah saya,” kata Lala yang dengan sekuat tenaga menahan tangannya agar tidak menampar wanita di hadapannya.

“Tidak bisa. Mas Haryo sedang sakit, dan kalau kamu mau minta uang ….”

“Diaamm!” kali ini Lala berteriak, membuat hati Nina sedikit kecut.

Tapi teriakan Lala terdengar oleh Haryo dari dalam kamarnya. Ia bangkit dan keluar. Heran melihat Lala berdiri di pintu dengan mata marah menatap Nina.

“Ada apa?”

Tiba-tiba Nina memeluk Haryo dan merengek manja.

“Maas, anakmu ini telah menghina aku.”

Haryo melepaskan pelukan Nina, lalu mendekati anaknya.

“Lala, ada apa?” tanyanya pelan.

“Sudah jelas dia mau minta uang,” kata Nina kesal.

“Bisakah saya duduk Pak?”

“Duduklah. Masuk,” perintah Haryo.

“Saya di sini saja Pak,” kata Lala sambil duduk di sebuah kursi di teras itu.

Haryo mengikutinya, setelah menepiskan tangan Nina yang memegangi lengannya. Tapi Nina kemudian bersembunyi di balik pintu, mendengarkan pembicaraan ayah dan anak itu.

“Apa Bapak sakit?”

“Ya, sedikit. Darimana kamu tahu?”

“Dokter Linda.”

“Ya, pasti dia, saat ibu kamu juga periksa sama dia. Sakit apa ibumu?”

“Tidak sakit, hanya kelelahan.”

Haryo mengangguk. Lala menatap wajah ayahnya yang pucat. Rasa kesal karena ayahnya telah berselingkuh dengan wanita tadi, luntur seketika. Bagaimanapun Haryo adalah ayahnya, yang telah mengukir jiwa raganya.

“Lala datang kesini karena mendengar bahwa Bapak sakit.”

“Ibumu yang menyuruhnya?”

Lala menggeleng, dan itu membuat Haryo sedikit kecewa. Barangkali Tindy memang tak lagi memperhatikannya. Biarlah, Haryo merasa salah.

“Aku sudah lebih baik, tapi masih ingin beristirahat untuk beberapa hari lagi.”

“Itu benar, bapak harus beristirahat. Apa Bapak tak ingin pulang?” tanya Lala hati-hati.

Haryo menggeleng lemah. Masih adakah muka untuk kembali setelah ia melihat wajah-wajah kebencian pada semua orang di rumah itu?

“Kalau Bapak ingin pulang, pulang saja.”

Haryo kembali menggeleng. Dibalik pintu, Nina hampir keluar untuk mendamprat Lala yang mengajak ayahnya pulang, tapi langkahnya terhenti ketika mendengar kalimat Lala selanjutnya.

“Kedatangan saya kemari, kecuali mendengar kalau Bapak sakit, juga untuk berpamit. Sebentar lagi Lala mau berangkat.”

“Kamu jadi mau ke luar negri?” tanya Haryo, karena ketika masih di rumah, Haryo pernah mendengar keinginan Lala itu.

Lala mengangguk.

“Apa kamu butuh uang?” dan Nina yang ada dibalik pintu lebih membuka telinganya.

“Tidak. Ibu memberi saya uang saku yang cukup.” Nina urung melabraknya.

“Syukurlah.”

“Lala juga akan kuliah sambil bekerja di sana.”

Haryo mengangguk. Ia tak bisa menyembunyikan kebanggaannya kepada anak-anaknya yang telah berhasil menempuh pelajaran demi pelajaran yang hampir tak pernah mendapat bimbingannya. Rasa bersalah itu ada, tapi Haryo lagi-lagi dicengkeram oleh harga dirinya.

“Lala hanya ingin mengatakan itu. Lala mohon doa restu,” kata Lala sambil berdiri, lalu mencium tangan ayahnya, kemudian merangkulnya erat. Haryo membalasnya dengan perasaan yang tak menentu.

“Kalau Bapak ingin pulang, pulanglah,” kata Lala sebelum pergi. Haryo hanya mengangguk pelan.

***

Gemuruh dada Nina mendengar Lala berkali-kali mengajaknya pulang. Rasa khawatir segera menyergapnya, kalau-kalau Haryo akan benar-benar pulang ke rumah isterinya.

Ia bergegas ke kamar, merapikan dandanannya, dan mengganti pakaiannya dengan yang lebih pantas. Ia memoles wajahnya dengan bedak dan lipstik, kemudian berputar sejenak di depan cermin. Ia telah merasa rapi ketika Haryo masuk ke kamar itu.

Haryo menatapnya heran.

“Mau kemana?” tanyanya ketika melihat Nina berdandan.

"Tidak kemana-mana, aku sedang memasak di dapur tadi, tapi sambil menunggu kuah mendidih, aku berganti baju, karena tadi belum sempat."

Haryo tak menjawab, lalu kembali membaringkan tubuhnya.

“Apa Mas masih merasa sakit?” tanyanya seakan penuh perhatian.

“Tidak, aku hanya ingin beristirahat.”

“Aku siapkan makan siang nanti di kamar saja, supaya Mas tidak usah bangun dan makan di ruang makan.”

“Tidak usah,” katanya singkat.

Nina sedikit kesal karena Haryo seperti mengacuhkannya. Tapi ia menahan kekesalan itu, karena ajakan Lala untuk pulang kerumah selalu mengganggunya.

“Baiklah, aku lanjutkan memasak dulu. Tadi aku masak semur tahu dan telur, serta perkedel kesukaan Mas.”

Haryo memejamkan matanya.

“Hmh, untunglah tidak minta uang, coba kalau benar minta uang, aku akan benar-benar menghajarnya,” gumamnya pelan saat di dapur, seperti dia memang berani melakukannya. Padahal melihat pancaran marah dari mata Lala saja dia sudah merasa ciut.

Sementara itu di tempat tidurnya, Haryo merasa sangat terpukul. Kedatangan Lala membuatnya merasa tak berguna. Dia membawa berita akan keberangkatannya ke luar negri dan itu adalah keberhasilannya, sementara dia merasa tak menjadi sesuatu pada keberhasilan itu. Tenggelam dalam aroma nafsu, mabuk dalam gelimang rayuan dan kemesraan dari mana-mana, membuatnya tak memiliki makna dalam hidup ini.

Terngiang kembali kata-kata Lala, ‘kalau Bapak ingin pulang, pulanglah’.  Tapi tidak, sangat memalukan bagi seorang Haryo untuk menjilat ludah yang sudah dilemparkan. Lalu Haryo terkurung dalam sesal yang berkepanjangan.

***

“Bu, bagaimana ini bu, kan sudah saatnya aku bayar kuliah?” rengek Ana ketika pulang kuliah dan sudah duduk di meja makan.

“Sudah, tenang saja. Tidak lama lagi pasti akan terbayar.

“Dan aku juga, sebelum ujian aku harus lunas juga,” sambung Endah.

“Sudah, diamlah. Kan kamu tahu bahwa pak Haryo sedang sakit dan belum mengambil gaji?”

“Iya, tapi sampai kapan?”

“Sebentar lagi, diam disitu dan jangan mengucapkan apapun tentang uang sekolah saat pak Haryo sudah duduk di ruang makan ini. Itu urusan ibu. Tahu?” kata Nina tandas. Kedua anaknya diam dengan mulut cemberut.

Lalu Nina beranjak ke kamar, dimana Haryo masih terbaring diam.

“Mas,” katanya lembut. Sungguh dia akan berbaik-baik sekarang, karena tak ingin Haryo terbawa ajakan Lala untuk kembali ke rumah.

Haryo membuka matanya.

“Mas mau makan di kamar, atau ke ruang makan?”

“Aku keluar saja. Tidak enak makan di kamar,” kata Haryo sambil bangkit.

“Iya, kalau Mas masih merasa tidak enak, nggak apa-apa aku bawakan makan Mas ke kamar," katanya sambil membelai punggung Haryo lembut.

“Tidak.”

“Baiklah, ayo ke ruang makan, anak-anak sudah menunggu,” katanya sambil menarik lengan Haryo pelan.

“Aku ke kamar mandi dulu,” katanya sambil melepaskan pegangan Nina.

“Baiklah, aku tunggu di ruang makan ya Mas.”

Nina sudah duduk di kursi makan, lalu menyendokkan nasi untuk Haryo, ketika Haryo datang kemudian duduk di kursinya.

“Terlalu banyak, kurangi nasinya,” perintah Haryo.

“Segini terlalu banyak? Apa mas juga kehilangan selera makan? Ini masakan kesukaan Mas lho.”

“Iya, kurangi saja nasinya, kalau kurang aku nambah sendiri.”

“Baiklah, sayang,” kata Nina sambil mengurangi nasi di piring Haryo. Endah dan  Ana menutup mulutnya menahan senyum ketika melihat kemesraan ibunya yang dibuat-buat.

Nina memelototi mereka.

Mereka makan tanpa bicara. Kedua anak Nina mengerti, kalau Haryo sedang tak enak badan, dan ibunya tampak sangat menjaganya. Mereka tak tahu penyebab semua itu, Ia tak tahu ada Lala datang pagi tadi dan secara tidak langsung membawa ancaman bagi ibunya.

“Mas, bagaimana sekarang perasaan Mas? Masih pusing? “

“Tidak begitu, nanti sore mau kontrol ke dokter.”

“Aku ikut ya mas?”

“Nggak usah, kenapa ikut?”

“Ya supaya aku juga mendengar dari dokter, bagaimana keadaan sakitnya Mas”.

“Tidak usah, nggak enak sama dokternya. Itu kan dokter keluarga.”

“O, takut ketahuan Tindy ya.”

“Bukan takut. Nggak mau saja.”

“Kok obatnya tidak dibawa kemari? Aku ambilkan ya? Di kamar kan?”

“Tidak usah, aku minum di kamar saja.”

“Kalau begitu akan aku tambahkan air putihnya yang ada di kamar.”

“Masih penuh, belum aku minum, biarkan saja.”

“Oh, baiklah. Lhah kok makannya sudah selesai?” tanya Nina ketika Haryo sudah meletakkan sendok garpunya.

“Sudah kenyang, aku mau kembali ke kamar,” kata Haryo sambil berdiri.

Nina menghela napas ketika Haryo sudah pergi.

“Heran, hari ini Ibu mesra banget sama pak Haryo,” kata Endah.

“Diam. Ada cara untuk memikat hati pria. Bukan seperti kamu, menggaet Danarto saja tidak bisa,” omel Nina sambil melanjutkan makannya.

“Lhoh, Ibu kok lari kesitu?”

“Nah lo. Salah siapa tidak menyerahkan saja sama aku,” celetuk Ana yang membuat ibunya kembali melotot ke arahnya.

***

“Selamat sore,” ucapan itu mengejutkan Desy yang sedang duduk sendirian di teras.

“Eh, mas Danar. Kok tiba-tiba sudah ada di sini sih? Nggak dengar suara mobilnya?”

“Aku parkir di luar.”

“Kenapa nggak masuk ?”

“Ada mobil di situ, aku kira ada tamu.”

“Bukan, itu mobil mbak Lala, belum lama pulang.”

“Oh, ya sudah, nggak apa-apa, biar saja di luar.”

“Dari mana?”

“Dari rumah. Bagaimana keadaan ibu?”

“Ibu, baik sekali. Minum obatnya tertib, istirahat juga tertib.”

“Syukurlah, senang mendengarnya. Saya pikir hari ini akan kontrol.”

“Tidak, kalau obatnya habis baru mau kontrol. Kan dikasih obat untuk sebulan?”

“Oh, iya benar, aku yang lupa.”

“Mau ketemu ibu?”

“Tidak, nanti aku mengganggu. Ketemu kamu saja,” kata Danarto nekat.

“Ah ….”

Desy tersipu, dan debar di jantungnya menjadi kencang. Apalagi ketika mata mereka bertatapan..

“Kenapa? Nggak boleh?” mata mereka masih bertatapan, susah sekali mengalihkan pandangan kepada masing-masing lawan bicara mereka.

Tapi kemudian Desy menundukkan wajahnya yang memerah.

“Nggak bolehkah?” ulang Danarto.

“Kalau nggak boleh, sudah aku usir mas Danar dari tadi,” jawab Desy tanpa berani menatap wajahnya lagi.

Danarto tertawa lirih.

“Terima kasih.”

“Mau aku ajak keluar sore ini?”

“Keluar? Keluar kemana?”

“Jalan-jalan lah, melepaskan lelah setelah beraktivitas seharian.”

“Makin lelah dong kalau jalan-jalan, bukannya melepaskan lelah,” sergah Desy sambil tersenyum.

“Maksudnya bukan fisiknya, tapi batinnya. Fisik lelah, harus diistirahatkan, kalau batin yang lelah, harus cari hiburan. Jalan-jalan, santai, nonton film. Pokoknya banyak, dan yang pasti harus yang membuat lelah itu hilang.”

“Gitu ya?”

“Maukah ?”

“Aku mau bilang ibu dulu, mungkin tidak apa-apa, karena mbak Lala sudah pulang.”

“Baiklah.”

Desy berdiri, beranjak ke belakang. Dilihatnya sang ibu sedang duduk di ruang tengah, ditemani Tutut.

“Siapa tamunya Des?” tanya Tindy.

“Mas Danarto.”

Tutut berdehem sambil tersenyum, Desy melotot memandangi adiknya yang menggodanya.

“Oh, suruh Simbok membuatkan minum.”

“Mas Danar mengajak aku jalan, bolehkah?”

“Aduuh, mau pacaran nih?” celetuk Tutut.

Tindy mencubit pipi Tutut.

“Jangan begitu. Besok kalau punya pacar,  dibalas, baru tahu rasa,” kata Tindy sambil tersenyum.

“Bolehkah Bu?”

“Boleh saja, jangan malam-malam pulangnya.”

“Desy ganti baju dulu,” kata Desy yang langsung masuk ke kamarnya.

Tindy melangkah keluar.

“Nggak tahu Ibu, ternyata ada tamu.”

“Bagaimana keadaan Ibu? Saya lihat sudah tampak lebih segar?”

“Alhamdulillah nak dokter, Ibu merasa lebih baik.”

“Ibu jangan terlalu capek ya.”

“Iya, pasti.”

“Bu, saya mau mengajak Desy jalan-jalan, bolehkah?”

“Iya, Desy sudah mengatakannya. Jangan terlalu malam pulangnya ya?”

“Iya Bu.”

***

Danarto memarkir mobilnya di area pertokoan, lalu mereka berjalan kaki  menyusuri jalanan dengan santai.

“Makan bakso yuk,” Danarto menawarkan.

“Boleh.”

“Didepan itu ada warung bakso yang enak. Agak kesana, biar jalannya lama.”

“Kok gitu?”

“Kan bisa lebih lama jalan sama kamu.”

“Ah ….”

“Suka sekali ngomong ‘ah’ ya?”

“Oh ya? Nggak sengaja tuh. Sudah berapa kali aku ngomong begitu?”

“Seingat aku … dua kali. Semoga ada lagi nanti,” goda Danarto.

Akhirnya mereka sampai di sebuah warung bakso yang dimaksud.

Danarto memegang lengan Desy karena ada tangga sebelum memasuki warung. Tiba-tiba sebuah panggilan mengejutkan mereka.

“Mas Danar !”

***

Besok lagi ya.

 

 

 

 

105 comments:

  1. Replies
    1. Jeng Nani juara 1....
      Selamat....ya
      Lha dawuhe iki mau sabar mas kakek isih durung rampung ngetike...
      Lha kok mak bedunduk SAMPUN...
      Mbalap jebule wis kacrit....

      Delete
    2. Alhamdulillah, setelah libur sehari MKJ_27 sdh tayang dihari Senin malam, 31 Januari 2022 jam 20.28 termasuk gasik, ning lebih gasik paska "vaksin booster" .Sabtu kemarin
      Terima kasih bunda, salam SEROJA dan tetap sehat selalu.
      Salam ADUHAIVL dari mBandung.

      Delete
  2. Selamat malam Bunda Tien...terima kasih sudah terbit..

    Salam Aduhai ..salam sehat..

    ReplyDelete
  3. Makasih bu Tien🙏❤
    Salam aduhai💖💖

    ReplyDelete
  4. Hallow mas2 mbak2 bapak2 ibu2 kakek2 nenek2 ..
    Wignyo, Opa, Kakek Habi, Bambang Soebekti, Anton, Hadi, Pri , Sukarno, Giarto, Gilang, Ngatno, Hartono, Yowa, Tugiman, Dudut Bambang Waspodo, Petir Milenium (wauuw), Djuniarto, Djodhi55, Rinto P. , Yustikno, Dekmarga, Wedeye, Teguh, Dm Tauchidm, Pudji, Garet, Joko Kismantoro, Alumni83 SMPN I Purwantoro, Kang Idih, RAHF Colection, Sofyandi, Sang Yang, Haryanto Pacitan, Pipit Ponorogo, Nurhadi Sragen, Arni Solo, Yeni Klaten, Gati Temanggung, Harto Purwokerto, Eki Tegal dan Nunuk Pekalongan, Budi , Widarno Wijaya, Rewwin, Edison, Hadisyah,
    Wo Joyo, Tata Suryo, Mashudi, B. Indriyanto, Nanang, Yoyok, Faried, Andrew Young, Ngatimin, Arif, Eko K, Edi Mulyadi, Rahmat, MbaheKhalel, Aam M, Ipung Kurnia, Yayak, Trex Nenjap, Sujoko, Gunarto, Latif, Samiadi, Alif, Merianto Satyanagara, Rusman, Agoes Eswe, Muhadjir Hadi, Robby, Gundt, Nanung, Roch Hidayat, Yakub Firman, Bambang Pramono, Gondo Prayitno , Zimi Zaenal M. , Alfes, Djoko Bukitinggi, Arinto Cahya Krisna , HerryPur, Djoni August. Gembong. Papa Wisnu, Djoni, Entong Hendrik, Dadung Sulaiman, Wirasaba, Boediono Hatmo, R.E. Rizal Effendy, Tonni, Koko Hermanto,

    ReplyDelete
    Replies
    1. Alamdulillah...
      Yang ditunggu tunggu telah hadir
      Matur nuwun bu Tien
      Semoga bu Tien senantiasa dikaruniai kesehatan dan tetap semangat
      Salam ADUHAI dr Cilacap.

      Delete
  5. Hallow..
    Yustinhar. Peni, Datik Sudiyati, Noor Dwi Tjahyani, Caroline Irawati, Nenek Dirga, Ema, Winarni, Retno P.R., FX.Hartanti, Danar, Widia, Nova, Jumaani, Ummazzfatiq, Mastiurni, Yuyun, Jum, Sul, Umi, Marni, Bunda Nismah, Wia Tiya, Ting Hartinah, Wikardiyanti, Nur Aini, Nani, Ranti, Afifah, Bu In, Damayanti, Dewi, Wida, Rita, Sapti, Dinar, Fifi, Nanik. Herlina, Michele, Wiwid, Meyrha, Ariel, Yacinta, Dewiyana, Trina, Mahmudah, Lies, Rapiningsih, Liliek, Enchi, Iyeng Sri Setyawati , Yulie, Yanthi , Dini Ekanti, Ida, Putri, Bunda Rahma, Neny, Yetty Muslih, Ida, Fitri, Hartiwi DS, Komariah P., Ari Hendra, Tienbardiman, Idayati, Maria, Uti Nani, Noer Nur Hidayati, Weny Soedibyo, Novy Kamardhiani, Erlin, Widya, Puspita Teradita, Purwani Utomo, Giyarni, Yulib, Erna, Anastasia Suryaningsih, Salamah, Roos, Noordiana, Fati Ahmad, Nuril, Bunda Belajar Nulis, Tutiyani, Bulkishani, Lia, Imah P Abidin, Guru2 SMPN 45 Bandung, Yayuk, Sriati Siregar, Guru2 SMPN I Sawahlunto, Roos, Diana Evie, Rista Silalahi, Agustina, Kusumastuti, KG, Elvi Teguh, Yayuk, Surs, Rinjani, ibu2 Nogotirto, kel. Sastroharsoyo, Uti, Sis Hakim, Tita, Farida, Mumtaz Myummy, Gayatri, Sri Handay, Utami, Yanti Damay, Idazu, Imcelda, Triniel, Anie, Tri, Padma Sari, Prim, Dwi Astuti, Febriani, Dyah Tateki, kel. SMP N I Gombong, Lina Tikni, Engkas Kurniasih, Anroost, Wiwiek Suharti, Erlin Yuni Indriyati, Sri Tulasmi, Laksmie, Toko Bunga Kelapa Dua, Utie ZiDan Ara, Prim, Niquee Fauzia, Indriyatidjaelani,
    Bunda Wiwien, Agustina339, Yanti, Rantining Lestari, Ismu, Susana Itsuko, Aisya Priansyah, Hestri, Julitta Happy, I'in Maimun, Isti Priyono, Moedjiati Pramono, Novita Dwi S, Werdi Kaboel, Rinta Anastya, r Hastuti, Taty Siti Latifah, Mastini M.Pd. , Jessica Esti, Lina Soemirat, Yuli, Titik, Sridalminingsih, Kharisma, Atiek, Sariyenti, Julitta Happy Tjitarasmi, Ika Widiati, Eko Mulyani, Utami, Sumarni Sigit, Tutus, Neni, Wiwik Wisnu, Suparmia, Yuni Kun, Omang Komari, Hermina, Enny, Lina-Jogya, mbah Put Ika, Eyang Rini ,Handayaningsih, ny. Alian Taptriyani, Dwi Wulansari, Arie Kusumawati, Arie Sumadiyono, Sulasminah , Wahyu Istikhomah, Ferrita Dudiana, SusiHerawati, Lily , Farida Inkiriwang, Wening, Yuka, Sri, Mbah Wi, Si Garet, ibu Wahyu Widyawati, Rini Dwi, Pudya , Indahwdhany, Butut, Oma Michelle, Linurhay, Noeng Nurmadiah, Dwi Wulansari, Winar, Hnur, Umi Iswardono , Yustina Maria Nunuk Sulastri Rahayu Hernadi , Sri Maryani, Bunda Hayu Hanin, Nunuk, Reni, Pudya, Nien, Swissti Buana, Sudarwatisri, Mundjiati Habib, Savero, Ida Yusrida, Nuraida, Nanung, Arin Javania. Ninik Arsini, Neni , Komariyah, Aisya Priansyah, Jainah Jan. Civiyo, Mahmudah, Yati Sri Budiarti, Nur Rochmah. Uchu Rideen
    . Ninik Arsini, Endah. Nana Yang, Sari P Palgunadi, Echi Wardani, Nur Widyastuti, Gagiga family, Trie Tjahjo Wibowo, Lestari Mardi, Susi Kamto, Rosen rina, Mimin NP, Ermi S, Ira, Nina, Endang Amirul

    ReplyDelete
  6. Alhamdulillah, matur suwun mbak Tien MKJ27 nya...
    Salam sehat dan bahagia selalu

    ReplyDelete
  7. Hallow Pejaten, Tuban, Sidoarjo, Garut, Bandung, Batang, Kuningan, Wonosobo, Blitar, Sragen, Situbondo, Pati, Pasuruan, Cilacap, Cirebon, Bengkulu, Bekasi, Tangerang, Tangsel,Medan, Padang, Mataram, Sawahlunto, Pangkalpinang, Jambi, Nias, Semarang, Magelang, Tegal, Madiun, Kediri, Malang, Jember, Banyuwangi, Banda Aceh, Surabaya, Bali, Sleman, Wonogiri, Solo, Jogya, Sleman, Sumedang, Gombong, Purworejo, Banten, Kudus, Ungaran, Pamulang, Nusakambangan, Purworejo, Jombang, Boyolali. Ngawi, Sidney Australia, Boyolali, Amerika, Makasar, Klaten, Klipang, JAKARTA...hai..., Mojokerto, Sijunjung Sumatra Barat, Sukabumi, Lamongan, Bukittinggi, Hongkong, El Segudo, California, Bogor, Tasikmalaya, Baturetno, Wonogiri, Terimakasih atas perhatian dan support yang selalu menguatkan saya. Aamiin atas semua harap dan do'a.
    ADUHAI.....

    ReplyDelete
  8. Alhamdulillah MKJ27 telah tayang...maturnuwun bu Tien salam aduhai

    ReplyDelete
  9. Alhamdulilah terima kasih bu tien... salam sehat dan salam aduhai dari pondok gede

    ReplyDelete
  10. Terima kasih bu Tien, ceritanya semaki menarik dan asyik...

    ReplyDelete
  11. Alhamdulillah....
    Mtur nuwun Bun....
    Mugi2 tansah pinaringan rahayu wilujeng sedoyonipun...

    ReplyDelete
  12. Matur nuwun, bu Tien. Yang ditunggu sudah datang

    ReplyDelete
  13. Selamat malam, mbak Tien. Selamat malam smua... Wah pasti si Endah tu.
    Maturnuwun, mb Tien.
    Salam sehat n aduhai
    Yuli Semarang

    ReplyDelete
  14. Matur nuwun mbak Tien-ku MKJ sudah berkunjung.
    Gimana Haryo, gak sembuh"... apa malah tambah runyam? Anaknya sendiri dibiarkan , ngurusin anak orang. Ah...
    Hallo dokter Danar, kakaknya belum loh, mau nglangkahi?? Ah...
    Salam sehat mbak Tien yang selalu ADUHAI.

    ReplyDelete
  15. Alhamdulillah MKJ 27 telah tayang, terima kasih bu Tien sehat n bahagia selalu. Aamiin.
    UR.T411653L

    ReplyDelete
  16. alhamdulillah
    matur nuwun bu Tien
    salam Aduhai
    dr b Nanik Baturetno

    ReplyDelete
  17. Alhamdulillah MKJ Eps 27 sudah tayang menghibur.. matur nuwun mbak Tien.
    Salam sehat dan salam hangat.

    ReplyDelete
  18. Alhamdulillah MKJ 27 sdh hadir
    Waah siapa ya yg memanggil Danarto? Endah atau Ana?
    semakin penasaran cerita lanjutannya.
    Terima kasih Bu Tien, semoga sehat dan bahagia selalu.
    Aamiin
    Salam ADUHAI selalu

    ReplyDelete
  19. Ternyata Lala bisa marah sama Nina yang tidak punya tata krama. Seperti pendapat Lala memang Nina adalah kembang yang dipungut di jalanan samap bapaknya. Apa yang menarik dari Nina...ya paling Haryo terbius oleh rayuannya. Eh siapa yang memanggil Danarto/ sepertinya Endah. Wah bsa rame nih anak asli ketemu anak tiri.. Matur nuwun bu Tien sudah tayang dan membuat penasaran menunggu lanjutannya. Semoga sehat terus..aamiin

    ReplyDelete
  20. Wadoooh..jgn2 Endah yg panggil...tp Danar kan udh kasih penjelasan ke Endah..klo msh nekat ngejar yo podo wae karo ibuk'é...🤦‍♀️
    Haryo..sesal kemudian tak berguna..😏

    Lanjut besok lagiii...

    Maturnuwun mbak Tien..MKJ27nya..
    Salam sehat selalu dan aduhaiii..🙏💟🌹

    ReplyDelete
  21. Trimakasih bu Tien. Sdh di tunggu2
    Salam sehat selalu

    ReplyDelete
  22. Alhamdulillah 🙏

    Esok lagii...kita tunggu yoookk🤣
    Salam sehat mbak Tien

    ReplyDelete
  23. Alhamdulillah sudah hadir.
    Terimakasih bu Tien, semoga bu Tien sekeluarga sehat selalu.

    ReplyDelete
  24. Terima kasih Mbak Tien ... MKJ 27 sdh tayang ... makin seru aja ceritanya ... Salam sehat buat Mbak Tien / keluarga ... Salam Aduhai .

    ReplyDelete
  25. Terima kasih Ibu Tien , salam aduhai dari kota Bojonegoro

    ReplyDelete
  26. Alhamdulillah, matur nuwun bunda Tien
    Semangat sehat, salam aduhai dari Jogjakarta

    ReplyDelete
  27. Pasti yg memanggil si endah
    Ayo desi dan mas danar mesraan biar endah panas melihat berduaan
    Aku dung desi dan danarto berjodoh
    Makasih bunda tien salam sehat selalu

    ReplyDelete
  28. Jangan2 endah yg panggil danarto. Terima kadih bu tien

    ReplyDelete
  29. Alhamdulillah, matursuwun mbak Tien MKJnya
    Semoga sehat selalu, aamiin

    ReplyDelete
  30. 𝑨𝒎𝒃𝒚𝒂𝒓𝒓𝒓 ... 𝑻𝒆𝒓𝒏𝒚𝒂𝒕𝒂 𝑬𝒏𝒅𝒂𝒉 𝒋𝒖𝒈𝒂 𝒎𝒂𝒖 𝒎𝒂𝒌𝒂𝒏 𝒅𝒊 𝒘𝒂𝒓𝒖𝒏𝒈 𝒚𝒈 𝒔𝒂𝒎𝒂..

    𝑩𝒂𝒈𝒂𝒊𝒎𝒂𝒏𝒂 𝑫𝒂𝒏𝒂𝒓𝒕𝒐 𝒅𝒂𝒏 𝑫𝒆𝒔𝒚 𝒎𝒆𝒏𝒚𝒊𝒌𝒂𝒑𝒊𝒏𝒚𝒂..??

    𝑲𝒊𝒕𝒂 𝒕𝒖𝒏𝒈𝒈𝒖 𝒑𝒂𝒔𝒕𝒊 𝑨𝑫𝑼𝑯𝑨𝑰 𝒌𝒆𝒍𝒂𝒏𝒋𝒖𝒕𝒂𝒏𝒏𝒚𝒂...
    𝑺𝒂𝒍𝒂𝒎 𝒔𝒆𝒉𝒂𝒕 𝒅𝒂𝒏 𝒃𝒂𝒉𝒂𝒈𝒊𝒂 𝒃𝒖𝒂𝒕 𝒃𝒖 𝑻𝒊𝒆𝒏 𝒔𝒆𝒎𝒐𝒈𝒂 𝒕𝒆𝒕𝒂𝒑 𝒔𝒆𝒎𝒂𝒏𝒈𝒂𝒕 𝒎𝒆𝒏𝒈𝒉𝒊𝒃𝒖𝒓 𝒑𝒂𝒓𝒂 𝒑𝒆𝒏𝒈𝒈𝒆𝒎𝒂𝒓 𝒄𝒆𝒓𝒃𝒖𝒏𝒈...🙏🙏🙏👍👍👍

    ReplyDelete
  31. Yg manggil pasti si becikot Endah dasar tidak punya urat malu....trims Bu Tien sehat sehat selalu

    ReplyDelete
  32. Alhamdulillah yg ditunggu dtg, maturnuwun Bu Tien 🙏,salam sehat semangat tetap ADUHAI

    ReplyDelete
  33. Alhamdulillah
    Twrimakasih bunda Tien
    Dalam sehat dan aduhai dari Purworejo

    ReplyDelete
  34. Persembunyian Haryo ketahuan, dimana Haryo nemu beginian; di jalanan apa ya.
    Nggak berkualitas lagi, serba kw gitu yah, bagian mana menariknya, temon.
    Ah mbuh La; yang penting kamu udah minta restu, perkara lainnya, sudahlah buat apa, marakké maregi; apa itu, maregi yå mbedhedheg.

    Wiw Danarto mulai nggrisèni Desy, pédékaté kata orang, adakah orang lain yang ada dihati Desy.
    Halah mau merasakan indahnya kebersamaan, malah ada yang panggil, wuah ketemu sama brékélé, kok yå pas di warung yang sama lho, jian marakaké hambar, blaik, Desy menyarankan; tuh sana sama fans mu tuh, udah ngebet banget kayanya.

    ADUHAI


    Terimakasih Bu Tien;
    Memang Kembang Jalanan yang ke dua puluh tujuh sudah tayang.
    Sehat sehat selalu doaku, sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tersayang 🙏

    ReplyDelete
  35. Alhamdulillah udah tayang
    Terima kasih Bu tien
    Di tunggu kelanjutannya....

    ReplyDelete
  36. 𝙎𝙞𝙖𝙥𝙖 𝙮𝙖𝙣𝙜 𝙢𝙚𝙢𝙖𝙣𝙜𝙜𝙞𝙡 𝘿𝙖𝙣𝙖𝙧? 𝙀𝙣𝙙𝙖𝙝 𝙠𝙖𝙝?
    𝙏𝙚𝙧𝙞𝙢𝙖 𝙠𝙖𝙨𝙞𝙝 𝙢𝙗𝙖𝙠 𝙏𝙞𝙚𝙣...

    ReplyDelete
  37. Rasanya yg panggil mas Danar adalah ana, adiknya endah.
    Makin seru nih.
    Terima kasih banyak mbak Tien. Sehat selalu.

    ReplyDelete
  38. Matur nuwun bunda Tien...

    ADUHAI selalu kagem bunda...

    ReplyDelete
  39. Wahh mulai seru lagi nih...😅
    Waktu Danarto dan Desy gandengan masuk ke warung itu, ada yg menyapa : "Mas Danar ..."
    Rasanya itu suara si Endah (si pengejar dokter Danar...). Endah adalah anak bu Nina istri siri Pak Haryo. Dan pak Haryo adalah ayah kandung si Desy dan Danar adalah dari adalah anak istri siri pak Haryo yg telah almarhum..😋🤭

    Itulah hebat nya Bu Tien Kumasari memainkan 'penanya dan bercerita tentang orang2 disekitar kehidupan orang disekitar nya.👍
    istilah di jaman Satrawan/-wati era Pujangga Baru.
    Kini diera jaman now , para penulis memain jarinya diatas rangkain huruf diatas laptop. Jempol empat deh 👍
    Tak lupa do'a kita 'semoga Bu Tien selalu Sehat Wal'afiat dan aktif menuliskan karya serta senantiasa bahagia bersama keluarga tercinta. Aamiin Allahumma Aamiinn.🙏

    ReplyDelete
  40. Pagi Bunda edisi nglilir , makasih untuk MKJ nya sukses selalu buat Bunda.
    Salam sehat dan tetap semangat

    ReplyDelete
  41. Alhamdulilah.. MKJ sdh tayang
    Terimakasih Bunda..
    Salam sehat dan tetap semangaat..
    Salam hangat dan aduhai dari sukabumi.. 🙏🙏❤

    ReplyDelete
  42. Alhamdulillah... Terima kasih Bu Tien, semoga Bu Tien selalu sehat dan semangat dalam berkarya... Selamat pagi selamat beraktifitas... Salam.. 🙏🙏🙏

    ReplyDelete
  43. Alhamdulillah.... terima kasih mbu tien... sehat² selalu... dari part ke part nya makin asyik untuk ditunggu trs...

    ReplyDelete
  44. Lala ketemu juga selingkuhan bpk Nya yg jelek marjelek aduh malu kan mau.pulang ..makasih bu Tien selalu sehat ...Aamiin

    ReplyDelete
  45. Endah kali ya, yg negur Danar?
    Makasih mba Tien.
    Sehat selalu dan tetap semangat mba.
    Aduhai

    ReplyDelete
  46. Assalamualaikum wr wb. Saya duga itu Endah yg memanggil nama Danarto. Endah wanita yg ganjen mengejar laki laki (Danarto), yg sdh mengatakan sbg teman tdk lebih. Maturnuwun Bu Tien, ditunggu lanjutannya, semoga Bu Tien senantiasa dikaruniai kesehatan lahir dan batin, sehat wal afiat. Aamiin Yaa Robbal'alamiin... Salam sehat dari Pondok Gede...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wa'alailum salam wr wb.
      Aamiin
      Matur nuwun pak Mashudi

      Delete
  47. Salam kenal mbak Tien. Salam sehat dari Bogor. Menikmati sekali MKJnya.

    ReplyDelete
  48. Assalamualaikum, mbak Tien. Sudah lama saya suka cerbungnya tapi tidak langsung dari blogspot ini saya biasa lihat di facebook alumni ikip medan. Karena kemarin sudah lebih dari 1 minggu episode ke 10 gak muncul akhirnya saya cari blogspotnya, eeh malah sudah episode 23. Ya ketinggalan jauh. Tapi gak apa sekarang saya sudah langsung di bligspotnya. Terima kasih semoga terus berlanjut dengan karya cerbungnya, semoga sehat juga selamanya.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wa'alaikum salam Radieska
      (Ibu atau bapak ya)
      Terimakasih perhatiannya.
      Aamiin atas doanya

      Delete
  49. Slnt soreeeebunda Tien.. Terimaksih MKJ nya.. Slmseroja dri sukabumi🥰🥰🙏🙏

    ReplyDelete
  50. Terimakasih bunda Tien
    semakin seru dan semakin penasaran sy bacanya...
    sehat2 selalu bunda Tien
    salam aduhaiii

    ReplyDelete
  51. Alhamdulillah,terima kasih..senantiasa
    sehat Bu Tien..,Aamiin.

    ReplyDelete
  52. Terima kasihatas cerbungnua Mbak Tien, semoga terus beerkarya dan selalu dinanti pembaca...

    ReplyDelete

M E L A T I 45

  M E L A T I    45 (Tien Kumalasari)   Melati merasa gelisah. Dia tahu, Nurin bersikap baik kepadanya, tapi ia mengkhawatirkan sikap ibunya...