MEMANG KEMBANG JALANAN 15
(Tien Kumalasari)
Tindy memang merasa lemas. Seluruh tubuhnya serasa tak bertulang. Ia mundur lagi beberapa tindak ketika tatapan mata Haryo semakin tampak menyala, bak menyemburkan api dan siap membakar apapun yang ada didepannya. Sekarang tubuhnya bersandar pada dinding didekat pintu. Lalu Tindy terkejut ketika melihat pintu kamarnya sedikit terbuka. Sesakit apapun, ia tak ingin anaknya mendengar gelegar suara ayahnya yang seperti guntur membelah langit. Tapi harapannya tak tersampai, karena ia melihat bayangan-bayangan diluar sana.
“Apa lagi yang akan kamu katakan?” Haryo masih menghardik.
Tindy menahan titik air matanya yang membuat dadanya menjadi sesak. Tak sepatah katapun ia menjawab. Air matanya terlalu berharga untuk ditumpahkan dihadapan laki-laki tak berperasaan yang berdiri dengan angkuh dihadapannya.
“Sekali lagi aku katakan, bahwa dia juga sudah menjadi isteriku. Aku siap apapun yang akan kamu lakukan. Aku tak keberatan kehilangan pekerjaan kalau kamu mau melaporkannya.”
Lalu Haryo melangkah keluar. Ia tertegun melihat ketiga anaknya berdiri berjajar didekat pintu, seperti sebuah barisan yang siap menembakkan peluru tajam kearah perusuh yang menyakiti hati ibunya.
Haryo menatap mereka satu persatu. Tiga pasang mata menatap Haryo dengan tatapan tajam. Setajam sembilu yang siap mengiris dan merajang laki-laki setengah tua yang baru saja keluar dari kamar dan baru saja menghardik ibunya.
“Mengapa bapak selingkuh?” kata Lala tandas.
“Bapak menyakiti hati ibu!” Pekik Desy penuh amarah.
“Bapak jahat. Aku tidak mengira,” si bungsu berteriak menahan isak.
Laki-laki paruh baya yang dipanggil ayah itu tersentak. Tak mengira ketiga anak gadisnya berani berteriak dihadapannya.
“Apa kamu bilang? Diam dan jangan ikut campur.”
“Kami tak rela bapak menyakiti ibu,” Desy kembali berteriak.
Tindy keluar dari kamar. Menatap nanar kemarahan ketiga anaknya. Tapi ia tak kuasa mencegahnya. Rupanya sesuatu yang selama ini disimpan jauh didalam hatinya, telah terurai dan berhamburan keseluruh penjuru. Membakar setiap hati anaknya, dan menumbuhkan kebencian yang meluap-luap.
“Diam ! Jangan ikut campur!” Haryo masih menghardik. Dengan jari telunjuknya dia menuding satu persatu hidung anak-anaknya.
“Ini bukan urusan kalian !”
Lalu ia melangkah keluar, meninggalkan amarah yang memenuhi setiap hati yang ditinggalkannya.
“Aku benci Bapaaaak!!” teriak Tutut sambil menangis.
Deru mobil menjauhi halaman, seperti kepergian hantu yang baru saja merayapi rumah indah yang seharusnya penuh ketenangan.
Tindy merangkul anak bungsunya.
Air mata yang ditahannya akhirnya meluap, membasahi pipi dan punggung Tutut yang dipeluknya.
“Diamlah, dan tenangkan hati kalian,” katanya sambil mengajak anak-anaknya duduk.
Dibalik pintu dapur, Simbok mengusap air matanya yang mengalir. Sungguh ia merasa iba menyaksikan majikan-majikan yang berhati baik itu terluka.
“Aku sudah pernah tahu perempuan itu. Wajahnya masih cantik wajahku diwaktu muda. Kelakuannya seperti orang tak berpendidikan. Urakan dan tak tahu malu. Ya ampuun, seharusnya Ibu Tindy sudah tahu sejak awal,” bisik Simbok yang kemudian menyibukkan diri didapur dan menyiapkan makan malam bagi majikannya, sambil sesekali mengusap air matanya karena iba.
“Aku sudah tahu sejak lama,” kata Desy yang masih emosi.
“Sudahlah, kalian tidak boleh marah. Kalau itu kemauannya, biarkan dia melakukannya.”
“Aku benci Bapak,” kata Tutut yang masih terisak.
“Jangan pernah mengisi hati kalian dengan kebencian. Apakah kalian tidak merasa bahwa benci itu justru menyakiti hati kalian?” kata Tindy yang sudah merasa lebih tenang.
“Dimana rumah perempuan itu mbak, biar aku melabraknya,” kata Desy lebih keras.
“Sssh, Desy, jangan begitu.”
“Desy sudah lama mendengar desas-desus itu. Sudah lama ingin mengatakannya pada ibu, tapi mbak Lala selalu melarangnya.”
“Ibu sudah tahu, sebelum desas-desus itu ada.”
“Kalau begitu mengapa ibu diam saja? Ayo laporkanlah Bapak kepada rektor, seperti tadi Bapak menantangnya dengan jumawa,” kata Desy masih dengan nada berapi-api. Lala hanya menatap adiknya. Ia lebih dewasa, dan seperti ibunya, ia lebih bisa menata segala periaku agar semuanya berjalan dengan manis.
“Kalau keburukan dilawan dengan perilaku kasar, apalagi brutal, kita tak akan ada bedanya dengan keburukan itu," kata Tindy lembut.
“Tapi ibu tidak melawannya, tidak melakukan apapun untuk menentangnya.”
“Kita tidak akan melawannya. Kita akan membiarkannya, biarlah Yang Maha Kuasa menuntunnya. Dengan begitu kita akan lebih merasa tenang. Kita tidak akan merasa memiliki musuh karena tidak ada yang harus kita lawan. Hidup ini kan seperti bola yang menggelinding. Yang tadinya dibawah, bisa menjadi diatas. Yang tadinya diatas, bisa menjadi dibawah, demikian seterusnya. Jadi sikapi lah semuanya dengan bijak. Jangan jumawa ketika berada diatas, jangan menangis ketika sedang ada dibawah. Kalian bisa megerti apa yang ibu katakan?”
Tanpa diberi aba-aba, anak-anak Tindy merangkul ibunya dengan rasa sayang. Air mata mereka sudah kering. Dan Tindy menuntun mereka agar berjalan seperti apa yang harus mereka inginkan.
Lagi-lagi Simbok yang mengintip dari balik pintu mengusap air mata haru.
“Mbok, sini Mbok,” kata Tindy dengan senyuman ketika melihat Simbok terpaku disana.
“Maaf Bu, Simbok ingin bilang, bahwa makan malam sudah siap,” kata Simbok yang takut karena ia melihat adegan-adegan itu tanpa sepengetahuan mereka.
“Oh, baguslah. Anak-anak Ibu, ayo kita makan, Simbok sudah menyiapkan makan malam kita,” kata Tindy sambil berdiri.
Mereka pun serentak berdiri, mengikuti ibunya ke arah ruang makan.
“Nah, ayo kita lupakan semuanya, dan makan dengan nikmat. Jangan lupa, Simbok selalu bisa menyenangkan kita dengan masakan-masakan yang lezaaaat,” kata Tindy dengan riang.
Tapi benarkah Tindy bisa menjalani apa yang tadi diajarkan kepada anak-anaknya? Tindy merasa, bahwa iapun harus belajar menjalaninya.
***
“Mengapa Mas diam saja sejak tadi?” tanya Nina sambil memijit-mijit kaki Haryo yang diselonjorkan di sofa.
“Aku lelah,” jawab Haryo singkat.
“Baiklah, apa Mas ingin beristirahat di kamar saja?
“Nanti saja,” dan Haryo lalu memejamkan matanya.
“Mas sakit ?”
“Tidak, aku bilang aku hanya lelah.”
“Tak biasanya Mas bersikap seperti ini. Apa isteri Mas marah-marah? Kalau punya isteri pemarah, harusnya segera ditinggalkan saja. Apa nggak risih mendengar orang marah-marah? Disini aku selalu melayani Mas dengan manis, sabar. Bukankah itu lebih menyenangkan?”
“Hmm ....”
“Mas, anak-anak tak sabar menunggu plat nomor motor itu. Kapan ya jadinya?”
Tiba-tiba Haryo teringat bahwa ia membelikan motor itu dengan meminjam uang dari isterinya, dan entah bagaimana caranya, isterinya tahu bahwa uang itu untuk membelikan motor baru bagi anak-anak Nina. Hatinya menjadi resah. Lalu ia juga teringat bahwa apa yang dilakukannya bisa berakibat buruk bagi kariernya. Ia bisa kehilangan pekerjaan dan juga kehilangan muka diantara rekan-rekannya. Walau dia menantangnya, tapi ada rasa miris kalau Tindy benar-benar melaporkannya kepada atasannya.
“Mas. Diajak bicara kok diam saja sih,” kata Nina kesal.
“Bukankah aku sudah bilang untuk menunggu seminggu atau dua minggu lagi?” kali ini suara Haryo lebih menyentak karena iapun kesal mendengar Nina selalu menuntut.
“Iya, iya. Tidak usah marah, aku kan hanya menyampaikan keluhan anak-anak.”
Haryo masih memejamkan matanya. Banyak hal dipikirkannya. Bohong kalau dia siap dipecat. Kalau dipecat, dia mau makan apa, sementara ia juga harus menghidupi isteri siri dan anak-anaknya?
“Mulai hari ini kamu harus lebih berhemat,” kata Haryo pelan.
“Apa?” tanya Nina terkejut. Baru sekali ini Haryo mengatakan bahwa dirinya harus berhemat. Selama menjadi isteri siri Haryo, apapun yang diinginkannya pasti kesampaian.
“Berhemat kataku, apa kamu tidak mendengarnya?”
Nina juga terkejut karena Haryo bersikap dingin dan kata-katanya lebih bernada marah.
“Mengapa Mas tiba-tiba berkata begitu?”
“Apa salah kalau aku meminta agar kamu lebih berhemat?”
“Tidak salah sih, cuma mengapa tiba-tiba Mas berkata begitu?”
“Tidak apa-apa. Kita harus bersiap-siap kalau sesuatu yang buruk mungkin saja terjadi.”
Nina mengerutkan keningnya.
“Sesuatu yang buruk itu apa?”
“Tindy sudah mengetahui semuanya.”
“Tentang kita?”
“Ya. Dan besar kemungkinan dia akan melaporkan aku ke rektor. Kamu tahu kan apa akibatnya kalau hal itu benar-benar terjadi?”
Nina terkejut bukan alang kepalang. Jadi itu sebabnya maka Haryo menyuruhnya agar berhemat? Dirinya yang selalu bergelimang harta, semua keinginannya kesampaian, lalu harus berhemat? Wajahnya langsung muram.
“Mengapa dia begitu jahat?” pekik Nina. Dia lupa, atau tak bisa membedakan siapa yang jahat dan yang bukan.
“Sudah, jangan ikut berteriak, aku lelah. Bisakah aku kamu buatkan wedang jahe seperti biasanya?”
“Waduh, wedang jahe? Kalau teh saja bagaimana? Aku kehabisan jahe di rumah. Harusnya ketika belanja beli, tapi lupa,” katanya sambil menghentikan tangannya yang sejak tadi memijit-mijit kaki Haryo.
“Teh saja ya?” katanya lagi.
“Nggak usah, nggak jadi saja, aku mau tidur,” katanya sambil berdiri dan beranjak ke kamar. Nina membiarkannya. Hatinya sedang tak kalah gelisahnya. Itu bukan ancaman. Ia tahu konsekuensinya apabila isteri Haryo benar-benar melaporkan suaminya. Alangkah susahnya berhemat, ketika sebelumnya sudah terbiasa hidup bermewah ria.
Wajahnya muram. Ia tak segera menyusul Haryo ke kamarnya dan bermanja seperti biasanya. Ia duduk di depan televisi namun pikirannya melayang kemana-mana.
***
Hari itu Lala sedang berada di rumah Astri. Keduanya sedang tidak harus sibuk kuliah karena hanya menunggu saat wisuda.
Lala tertawa keras ketika Astri menceritakan bagaimana ia bisa mendapatkan foto Nina yang harus dikirimkannya kepada Lala.
“Ya ampuun, kamu benar-benar pantas menjadi detektif. Tak bisa aku bayangkan bagaimana kalau aku menjadi kamu waktu itu.”
“Enak saja. Aku bingung waktu itu, dan harus pura-pura minta daun salam segala. Seandainya dia bilang nggak punya, habislah sudah akalku waktu itu.”
“Memangnya kamu mau masak apa, pakai daun salam segala.”
“Aku mau masak semur tahu waktu itu. Kamu tahu kan, semur nggak membutuhkan daun salam? Itu kan hanya akal-akalan aku saja supaya bisa mengikutinya masuk rumah. Itupun aku juga bingung bagaimana caranya mendapatkan fotonya. Dan benar-benar anugerah ketika aku melihat fotonya yang sedang berduaan terletak di pojok dekat kamar tamu.”
“Sendainya tak ada foto itu, apa yang akan kamu lakukan?”
“Mengajak dia selfi lah.”
“Hahaa ... benar-benar pintar. Terima kasih sahabatku,” kata Lala sambil memeluk Astri.
“Ini demi kamu. Tapi bagaimana reaksi Ibu kamu setelah melihat foto itu?”
“Yah, ternyata dia itu sudah lama menjadi wanita simpanan ayahku. Ibuku tahu itu. Tapi tidak mengira kalau Bapak kembali lagi sama wanita itu, karena dulunya bilang kalau sudah putus.”
“Oh, jadi dulu sudah pernah ketahuan?”
“Ibuku selalu bersikap baik kepada rekan-rekan suaminya, jadi ada saja yang melaporkannya pada Ibu.”
“Lalu bagaimana sekarang, pasti Ibu kamu marah besar.”
“Itukah menurut kamu? Tidak, Ibuku sama sekali tidak marah. Atau mungkin tidak kelihatan marah. Dia wanita terhebat yang aku miliki. Penyabar dan berjiwa besar. Bukan main,” ujar Lala sambil menyandarkan tubuhnya di kursi dan menghempaskan napasnya keras.
“Mengetahui suaminya selingkuh? Tidak marah?” Astri begitu heran. Ia mengira pasti terjadi perang di rumah Lala setelah ia mengirimkan foto itu.
“Sebenarnya aku ragu-ragu saat akan mengirimkan foto itu. Takutnya terjadi bencana dalam rumah tangga orang tua kamu. Tapi karena kamu memintanya, lalu aku mengirimkannya.”
“Kami bertiga yang emosi tingkat dewa, tapi ibu menenangkan kami. Ibu juga tak ingin melaporkan Bapak atas perselingkuhannya. Padahal kalau Ibu mau, Bapak bisa kena pasal tuh. Aduhai, kebencian akan menyakiti diri kita, itu sekelumit yang dikatakan Ibuku. Dan selesai. Bapak pergi, lalu kami makan malam seperti tak terjadi apa-apa.”
“Ya Tuhan. Lala, aku benar-benar ikut prihatin.”
“Terima kasih Astri. Kamu sahabat sejatiku. Hanya kepada kamu aku menceritakan semuanya, yang seharusnya aku malu memiliki Bapak seperti itu.”
“Jangan khawatir La, aku akan menyimpan rapat-rapat cerita kamu.”
“Terima kasih sekali lagi Astri.”
***
Hari itu Hendri bermaksud kembali ke Kalimantan. Ia kesal kepada isterinya karena dianggap telah menciptakan keretakan dalam rumah tangga Tindy dan Haryo, padahal sebelumnya dia masih ingin mengajak keluarganya berjalan-jalan karena lama tak pulang ke Jawa.
Hendri sedang mengendarai sepeda motor untuk membeli sesuatu yang akan dibawanya pulang. Ia sengaja tak mengajak isterinya karena masih merasa kesal atas kelakuannya. Tiba-tiba saat melewati sebuah rumah, Hendri melihat sosok laki-laki seperti Haryo, sedang keluar dari rumah itu, diiringi seorang wanita. Hendri memutar sepeda motornya, dan kembali mengamatinya.
“Benar, itu mas Haryo. Siapa wanita itu?”
Hendri tertegun melihat wanita itu mencium tangan Haryo sebelum Haryo memasuki mobilnya.
“Kok mereka seperti suami isteri? Apa mas Haryo memiliki isteri muda? Gila benar kalau iya.”
Dan Hendri kemudian berhenti tepat didepan pagar rumah itu, lalu turun dan memasuki halaman.
***
Besok lagi ya.
Alhamdulilah
ReplyDeleteAlhamdulillah akhirnya yg ditunggu datang jg . Terimakasih bunda Tien sayang.. salam Aduhaaaai ❤️😘
DeleteApaan tuh kok lucu
DeleteAlhamdulillah sdh tayang MKJ_15, Salam kenal Wirasaba Kemislegi....saka pakdhe Jum'atwage......
DeleteADUHAI bapak Wirasaba
DeleteIbu Lily
Aduhai msas Kakek
DeleteIbu LILY
IBU i'in
Sip
ReplyDelete💪💪💪💪
ReplyDeletePak Wiyoto 👍👍👍
DeleteThis comment has been removed by the author.
ReplyDeleteYesss..
ReplyDeleteAlamdulillah...
ReplyDeleteYang ditunggu tunggu telah hadir
Matur nuwun bu Tien
Semoga bu Tien senantiasa dikaruniai kesehatan dan tetap semangat
Salam ADUHAI dr Cilacap
Sami2 pak Wedeye
DeleteADUHAI
Alhamdulillah MKJ 15 telah tayang, terima kasih bu Tien sehat n bahagia selalu. Aamiin.
ReplyDeleteUR.T411653L
Sami2 ibu Uchu
DeleteAamiin
terima kasih bunda Tien sehat2 slalu
ReplyDeleteSami2 ibu Aguatina
DeleteAamiin
Alhamdulillah...salam😆
ReplyDeleteSalam juga ibu Atiek
DeleteAlhamdulillah, MKJ15 sdh tayang, trm ksh mb Tien. Sehat selau dan tambah semangat
ReplyDeleteSalam aduhai dr Malang
Sami2 ibu Pudya
DeleteADUHAI
Alhamdulillah temksh mb TienMKJ 15 adh tayang
ReplyDeleteSalam ADUHAI dan seroja mb Tien
Sami2Yangtie
DeleteAĎUHAI
Hallow mas2 mbak2 bapak2 ibu2 kakek2 nenek2 ..
ReplyDeleteWignyo, Opa, Kakek Habi, Bambang Soebekti, Anton, Hadi, Pri , Sukarno, Giarto, Gilang, Ngatno, Hartono, Yowa, Tugiman, Dudut Bambang Waspodo, Petir Milenium (wauuw), Djuniarto, Djodhi55, Rinto P. , Yustikno, Dekmarga, Wedeye, Teguh, Dm Tauchidm, Pudji, Garet, Joko Kismantoro, Alumni83 SMPN I Purwantoro, Kang Idih, RAHF Colection, Sofyandi, Sang Yang, Haryanto Pacitan, Pipit Ponorogo, Nurhadi Sragen, Arni Solo, Yeni Klaten, Gati Temanggung, Harto Purwokerto, Eki Tegal dan Nunuk Pekalongan, Budi , Widarno Wijaya, Rewwin, Edison, Hadisyah,
Sastra, Wo Joyo, Tata Suryo, Mashudi, B. Indriyanto, Nanang, Yoyok, Faried, Andrew Young, Ngatimin, Arif, Eko K, Edi Mulyadi, Rahmat, MbaheKhalel, Aam M, Ipung Kurnia, Yayak, Trex Nenjap, Sujoko, Gunarto, Latif, Samiadi, Alif, Merianto Satyanagara, Rusman, Agoes Eswe, Muhadjir Hadi, Robby, Gundt, Nanung, Roch Hidayat, Yakub Firman, Bambang Pramono, Gondo Prayitno , Zimi Zaenal M. , Alfes, Djoko Bukitinggi, Arinto Cahya Krisna , HerryPur, Djoni August. Gembong. Papa Wisnu, Djoni, Entong Hendrik, Dadung Sulaiman, Wirasaba, Boediono Hatmo, R.E. Rizal Effendy, Tonni,
Matur nuwun mbak Tien .. ADUHAI Tindy dan mbak Tien sama sama baik hati ..
DeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteTerimakasih bunda Tien
Salam sehat dan aduhai
Samiw ibu Salamah
DeleteADUHAI
Alhamdulillah MKJ~15 telah hadir, maturnuwun bu Tien semoga tetap sehat & bahagia senantiasa. Aamiin YRA..🤲
ReplyDeleteSami2 pak Djodhi
DeleteAamiin
Hallow..
ReplyDeleteYustinhar. Peni, Datik Sudiyati, Noor Dwi Tjahyani, Caroline Irawati, Nenek Dirga, Ema, Winarni, Retno P.R., FX.Hartanti, Danar, Widia, Nova, Jumaani, Ummazzfatiq, Mastiurni, Yuyun, Jum, Sul, Umi, Marni, Bunda Nismah, Wia Tiya, Ting Hartinah, Wikardiyanti, Nur Aini, Nani, Ranti, Afifah, Bu In, Damayanti, Dewi, Wida, Rita, Sapti, Dinar, Fifi, Nanik. Herlina, Michele, Wiwid, Meyrha, Ariel, Yacinta, Dewiyana, Trina, Mahmudah, Lies, Rapiningsih, Liliek, Enchi, Iyeng Sri Setyawati , Yulie, Yanthi , Dini Ekanti, Ida, Putri, Bunda Rahma, Neny, Yetty Muslih, Ida, Fitri, Hartiwi DS, Komariah P., Ari Hendra, Tienbardiman, Idayati, Maria, Uti Nani, Noer Nur Hidayati, Weny Soedibyo, Novy Kamardhiani, Erlin, Widya, Puspita Teradita, Purwani Utomo, Giyarni, Yulib, Erna, Anastasia Suryaningsih, Salamah, Roos, Noordiana, Fati Ahmad, Nuril, Bunda Belajar Nulis, Tutiyani, Bulkishani, Lia, Imah P Abidin, Guru2 SMPN 45 Bandung, Yayuk, Sriati Siregar, Guru2 SMPN I Sawahlunto, Roos, Diana Evie, Rista Silalahi, Agustina, Kusumastuti, KG, Elvi Teguh, Yayuk, Surs, Rinjani, ibu2 Nogotirto, kel. Sastroharsoyo, Uti, Sis Hakim, Tita, Farida, Mumtaz Myummy, Gayatri, Sri Handay, Utami, Yanti Damay, Idazu, Imcelda, Triniel, Anie, Tri, Padma Sari, Prim, Dwi Astuti, Febriani, Dyah Tateki, kel. SMP N I Gombong, Lina Tikni, Engkas Kurniasih, Anroost, Wiwiek Suharti, Erlin Yuni Indriyati, Sri Tulasmi, Laksmie, Toko Bunga Kelapa Dua, Utie ZiDan Ara, Prim, Niquee Fauzia, Indriyatidjaelani,
Bunda Wiwien, Agustina339, Yanti, Rantining Lestari, Ismu, Susana Itsuko, Aisya Priansyah, Hestri, Julitta Happy, I'in Maimun, Isti Priyono, Moedjiati Pramono, Novita Dwi S, Werdi Kaboel, Rinta Anastya, r Hastuti, Taty Siti Latifah, Mastini M.Pd. , Jessica Esti, Lina Soemirat, Yuli, Titik, Sridalminingsih, Kharisma, Atiek, Sariyenti, Julitta Happy Tjitarasmi, Ika Widiati, Eko Mulyani, Utami, Sumarni Sigit, Tutus, Neni, Wiwik Wisnu, Suparmia, Yuni Kun, Omang Komari, Hermina, Enny, Lina-Jogya, mbah Put Ika, Eyang Rini ,Handayaningsih, ny. Alian Taptriyani, Dwi Wulansari, Arie Kusumawati, Arie Sumadiyono, Sulasminah , Wahyu Istikhomah, Ferrita Dudiana, SusiHerawati, Lily , Farida Inkiriwang, Wening, Yuka, Sri, Mbah Wi, Si Garet, ibu Wahyu Widyawati, Rini Dwi, Pudya , Indahwdhany, Butut, Oma Michelle, Linurhay, Noeng Nurmadiah, Dwi Wulansari, Winar, Hnur, Umi Iswardono , Yustina Maria Nunuk Sulastri Rahayu Hernadi , Sri Maryani, Bunda Hayu Hanin, Nunuk, Reni, Pudya, Nien, Swissti Buana, Sudarwatisri, Mundjiati Habib, Savero, Ida Yusrida, Nuraida, Nanung, Arin Javania. Ninik Arsini, Neni , Komariyah, Aisya Priansyah, Jainah Jan. Civiyo, Mahmudah, Yati Sri Budiarti, Nur Rochmah. Uchu Rideen
. Ninik Arsini, Endah. Nana Yang, Sari P Palgunadi, Echi Wardani, Nur Widyastuti, Gagiga family, Trie Tjahjo Wibowo, Lestari Mardi, Susi Kamto, Rosen rina, Mimin NP, Ermi S, Ira,
Hallow Pejaten, Tuban, Sidoarjo, Garut, Bandung, Batang, Kuningan, Wonosobo, Blitar, Sragen, Situbondo, Pati, Pasuruan, Cilacap, Cirebon, Bengkulu, Bekasi, Tangerang, Tangsel,Medan, Padang, Mataram, Sawahlunto, Pangkalpinang, Jambi, Nias, Semarang, Magelang, Tegal, Madiun, Kediri, Malang, Jember, Banyuwangi, Banda Aceh, Surabaya, Bali, Sleman, Wonogiri, Solo, Jogya, Sleman, Sumedang, Gombong, Purworejo, Banten, Kudus, Ungaran, Pamulang, Nusakambangan, Purworejo, Jombang, Boyolali. Ngawi, Sidney Australia, Boyolali, Amerika, Makasar, Klaten, Klipang, JAKARTA...hai..., Mojokerto, Sijunjung Sumatra Barat, Sukabumi, Lamongan, Bukittinggi, Hongkong, El Segudo, California, Bogor, Tasikmalaya, Baturetno, Wonogiri, Terimakasih atas perhatian dan support yang selalu menguatkan saya. Aamiin atas semua harap dan do'a.
ReplyDeleteADUHAI.....
ADUHAI jeng Nani
ReplyDeleteSami2
Alhamdulillah, yg ditunggu para penggemar.
ReplyDeleteMatur nuwun bu
Sami2 ibu Nien
DeleteADUHAI
Alhamdulillah sudah tayang .. Matur nuwun bu Tien salam sehat dan semangatl
ReplyDeleteSami2 ibu Winarni
DeleteSalam sehat dan semangat
Alhamdulillah..maturnuwun
ReplyDeleteAlhamdulillah....
ReplyDeleteMtur nuwun Bun...
Mugi2 tansah pinaringan rahayu wilujeng sedoyonipun....
Sami2 Wo
DeleteAamiin
Assalamu'alaikum... selamat malam bu Tien dan semua pembaca ..sehat selalu
ReplyDeleteWa'alaikum salam ibu Yanti
DeleteAamiin
Matur suwun bunda Tien
ReplyDeleteSemoga bunda Tien selalu sehat dan tetap semangat...Aduhai....
Wahhh...apa yg akan terjadi antara Haryo n Hendri...tunggu tayangan selanjutnya...
Salam Sehat dan tetap Aduhai bunda
Sami2 ibu Lina
DeleteAamiin
Terimakasih bunda Tien..
ReplyDeleteAkhirnya MKJ 15 datang juga..
Kangeen sm Tindy yg pasti sdg sedih, kesal dll..
Semoga bunda Tien sehat selalu dan bahagia.
Salam hangat dan teraduhai dari gegerbitung sukabumi..🙏❤
Sami2 ibu Hermina
DeleteAamiin
Paling ADUHAI buat ibu
Alhamdulillah matur nuwun mBak Tien, MKJ Eps 15 sudah tayang.
ReplyDeleteSalam sehat dan salam hangat dari Tangerang.
Sami2 mas Dudut
DeleteSalam.hangat dan sehat
Terima kasih Bu Tien, semoga sehat selalu.
ReplyDeleteSami2 ibu Yati
DeleteAamiin
Terimakasih Bu Tien
ReplyDeleteMatur nuwun mbak Tien-ku, MKJ sudah datang.
ReplyDeleteTidak ada perang di rumah Tindy, jadi dugaanku salah. Mungkin justru Nina yang meninggalkan Haryo.
Asyiiik kalau begitu, jadi Tindy menang tanpa berbuat.
Salam sehat mbak Tien yang selalu ADUHAI.
Sami2 pak Latief
DeleteADUHAI kan,gak ada perang
Seruuu
ReplyDeleteSalam seru ibu Anie
DeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteAdyhaiiiii
ADUHAI ibu Endah
DeleteNina yang jahat.
ReplyDeleteADUHAI
Delete𝑪𝒆𝒓𝒊𝒕𝒂𝒏𝒚𝒂 𝒕𝒆𝒕𝒂𝒑 seru
ReplyDeleteTerimakasih mbak Tien
Sami2 KP LOVER
DeleteSami2ibu Padmasari
ReplyDeleteWouw bukan main Tindy.aduhai sabar sekali jadi istri. Misal aku sdh tak kruwess haryo.. Hehe.. Untung cuma cerita. Tks bu Tien, salam ADUHAI
ReplyDeleteSami2 ibu Handayaningsih,
DeleteADUHAI
Alhamdulillah, matursuwun mbak Tien pembelajaran hati yg sangat dalam
ReplyDeleteSalam sehat selalu
Sami2 ibu Umi
DeleteSalam sehat
Wadooooh...kirain akan ada perang brotoyudo..ternyata Tindy wanita hebaaaat...tp yakin hatinya hancuuur..💔💔
ReplyDeleteDuuuh...Hendri mau apa ya nyamperin Haryo..ngajak duel kali..
Dheg2an...
Aduhaii bangeet..
Besok lagiiii..
Trimakasih mbak Tien MKJ15
Salam sehat dan aduhaiii...🙏💟🥰
Sami2 ibu Maria
DeleteADUHAI dan sehat
𝐓𝐞𝐫𝐣𝐚𝐝𝐢 𝐛𝐞𝐧𝐚𝐫 𝐩𝐞𝐫𝐚𝐧𝐠 𝐭𝐚𝐩𝐢 𝐓𝐢𝐧𝐝𝐲 𝐦𝐞𝐦𝐚𝐧𝐠 𝐥𝐞𝐛𝐢𝐡 𝐦𝐞𝐧𝐠𝐚𝐥𝐚𝐡 𝐝𝐚𝐧 𝐭𝐢𝐝𝐚𝐤 𝐦𝐞𝐥𝐚𝐩𝐨𝐫𝐤𝐚𝐧 𝐤𝐞 𝐑𝐞𝐤𝐭𝐨𝐫.
ReplyDelete𝐁𝐚𝐠𝐚𝐢𝐦𝐚𝐧𝐚 𝐝𝐞𝐧𝐠𝐚𝐧 𝐇𝐞𝐧𝐝𝐫𝐢 𝐚𝐩𝐚𝐤𝐚𝐡 𝐚𝐤𝐚𝐧 𝐦𝐚𝐫𝐚𝐡 𝐦𝐞𝐥𝐢𝐡𝐚𝐭 𝐇𝐚𝐫𝐲𝐨 𝐩𝐮𝐧𝐲𝐚 𝐢𝐬𝐭𝐫𝐢 𝐥𝐚𝐠𝐢..?
𝐊𝐢𝐭𝐚 𝐭𝐮𝐧𝐠𝐠𝐮 𝐢𝐧𝐢 𝐚𝐩𝐚 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐚𝐤𝐚𝐧 𝐭𝐞𝐫𝐣𝐚𝐝𝐢..??
𝐒𝐮𝐠𝐞𝐧𝐠 𝐝𝐚𝐥𝐮 𝐁𝐮 𝐓𝐢𝐞𝐧 𝐬𝐮𝐠𝐞𝐧𝐠 𝐬𝐞𝐡𝐚𝐭 𝐮𝐧𝐭𝐮𝐤 𝐈𝐛𝐮 𝐝𝐚𝐧 𝐤𝐞𝐥𝐮𝐚𝐫𝐠𝐚 𝐬𝐞𝐦𝐮𝐚...𝐀𝐚𝐦𝐢𝐢𝐧 𝐘𝐑𝐀 🙏🙏🙏
Sugeng dalu pak Latief
DeleteADUHAI
Bener bener, biasanya yang terjadi seperti itu jadi berlarut-larut, trus kon piyé.
ReplyDeleteKan ada penguasa lain, yang bisa buat menegurnya yang nyata dan kompeten.
Gimana seeh bisa menguasai diri kan lebih berdaya dari pada sok kuasa, tuh nyatanya sudah nampak; padahal rumah itu dia yang membayar kontrak, kelihatan banget perubahan, sudah nggak care lagi, pelayanan nya sudah turun tingkat.
Sudah tidak premium lagi tingkat pelayanan nya, kan maunya langsung ke tingkat ekonomi, wih mlorot banget loncatnya mbok ya bisnis dulu gitu, emang kereta?!
Wis mau ndak mau ya njèbres saja dah; nggak bisa mbalapan lagi. Apa harusnya lebih ke barat-baratan; Purwosari wis, sana saja dari pada keblandang, hé hé hé hé.
Lha iya kebiasaan nyah nyoh, terus sekarang uthil.
Katanya cinta; halah cinta åpå?
Lha wong cuma morotin tok, sambil bergenit ria.
Kok yå mau; kan ada manja manjaan nya.
Waduh Hendri bisa nyalamin Nina sambil bilang Bu Haryo, aduh mau ngebilangin; sudah mèpèt deket bangêt, nah benerkan, ternyata jadi Bu Haryo.
Haryo ketus lagi ngomongnya, waktunya sudah mèpèt takut kalau telat.
ADUHAI
Makan ati, sayang nggak sama ampelanya. Kan biasa buat campuran di sayur oseng kenthang, kan suruh irit.
Jadi biar ada rasa dagingnya, walau jeroan?
Kolesterol tuh ati-ati, ya biar bisa cepetan aja.
Wis wêgah ngopeni, lo lumayan kênå nggo athul athul. Aash wegah, dhuwité sêrêt angèl nggèsèré; di surung abot, ditarik pedot.
Nggak bahagia dong, kan katanya cinta. Iya cinta sama dhuwit nya. pahlawan kan?!
ya.. pahlawan kesiangan.
Ketahuan kok semuanya..
Terimakasih Bu Tien;
Memang Kembang Jalanan yang ke lima belas sudah tayang.
Sehat sehat selalu doaku, sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta 🙏
Nanang sebenarnya orang mana sih? Kok isa tekan Putwosari barang
DeleteADUHAI deh
Halah; niku wong kabur kanginan, ngebak ngebaki dunyå, marakké umyeg.
DeleteTambah seruuuuuuuu ....haryo dan nina bingung ...
ReplyDeleteSalam seru ibu Sri
DeleteMakin gemes saja ....
ReplyDeleteTerimakasih bu Tien, salam sehat selalu.
Sami2 ibu Sri
DeleteSalam gemes
Alhamdulillah...
ReplyDeleteTerimakasih mbak Tien...
Salam Aduhaiii 😍
Samo2 ibu Yulie
DeleteSalam ADUHAI
Makasih Bunda
ReplyDeleteMet malam dan met istirahat.
Sehat selalu
Alhamdulillah... Matur nuwun Bu Tien... Selamat pagi selamat beraktifitas, semoga Bu Tien selalu sehat dan selalu dlm perlindungan Allah SWT... Salam... 🙏🙏🙏
ReplyDeleteSami2 ibu Sri
DeleteAamiin
Assalamualaikum wr wb. Kira kira apa ya yang akan dilakukan Hendri terhadap Haryo.....? Maturnuwun Bu Tien, semoga senantiasa dikaruniai kesehatan lahir dan batin dan tetap semangat dlm berkarya. Aamiin Yaa Robbal'alamiin.. Salam sehat dari Pondok Gede...
ReplyDeleteWa'alaikum salam waarahmatullahi wabarakatuh
DeleteAamiin ya rabbal alamiin
Matur nuwun pak Mashudi
Bu tindy hebat kuat...apa benar ada orang sekuat Bu windy....hanya Bu Tien yg tau jawabannya
ReplyDeleteTrims Bu Tien sudah menghibur....sehat selalu Bu tien
Sami2 ibu Suparmia
DeleteADUHAI
Haryo pasti kena batunya.
ReplyDeleteMakasih mba Tien.
Salam hangat dan sehat selalu. Aduhai
Alhamdulillah, Matur nuwun bu Tien ku untuk MKJ 15 nya,,,,🤗
ReplyDeleteTindy tetap bersabar,,,pasti yg Baca gemes n sebel deh dg tingkah Haryo,,,
Kuren banget & Aduhaaii
Salam sehat wal'afiat semua ya bu Tien ku 🙏🥰
Sami2 ibu Ika Laksmi
DeleteSalam keren
Nuwun bu Tien yg mampu membuat pembaca getem getem dg ulah Haryo..Ternyata nyalinya ciut juga seandainya Tindy jadi lapor p rektor..Haryo sok nantang. Untung Tindy sabar meski tahu suaminya selungkuh. Nah ngapain Hendri masuk halaman rumah Nina? Semoga tdk menambah runyamm
ReplyDeleteAlhamdulillah, Terimakasih bunda Tien
ReplyDeleteFalsafahnya bunda kereen .. Hidup ini seperti bola yang menggelinding. Yang tadinya di bawah, bisa di atas. Yang tadinya diatas, bisa di bawah, demikian seterusnya. Jadi sikapi lah semuanya dengan bijak..
Semangat sehat semuanya
Salam aduhai
Sami2 ibu Ermi
DeleteSalam ADUHAI