Wednesday, January 5, 2022

MEMANG KEMBANG JALANAN 05

 

MEMANG KEMBANG JALANAN  05

(Tien Kumalasari)

 

Tindy ingin segera mematikan ponsel itu, tapi rengekan itu terdengar lagi.

“Mas, kok diam? Apa mas marah gara-gara aku minta AC ?”

Sekarang Tindy benar-benar menutup ponselnya, kemudian kembali duduk dengan lemas. Ia yakin, suaminya kembali berulah. Bukan hanya sekali ini. Juga bukan hanya dua atau tiga kali. Barangkali ada juga yang dia tidak tahu. Beberapa tahun lalu, seorang wanita teman dosennya mengatakan bahwa temannya meninggal karena memikirkan isterinya yang main gila dengan Haryo. Lalu semuanya berlalu begitu saja. Perempuan itu meninggalkan Haryo kemudian, mungkin karena menyesal setelah suaminya meninggal.

Tindy memukul bantalan sofa dengan keras. Angan-angannya kembali ke puluhan tahun silam, ketika Haryo berusaha merebutnya dari tangan Hendri.

“Mengapa kamu memilih Hendri? Bukankah aku lebih ganteng dan lebih gagah? Lagi pula apa yang dimiliki Hendri? Bukankah aku lebih kaya? Kamu tak akan bahagia disampingnya,” kata Haryo ketika dia sedang duduk makan sendirian di kantin, karena Hendri sedang tidak masuk kuliah hari itu.

“Kamu dengar aku Tindy?” rayu Haryo sambil memegang tangan Tindy yang ada diatas meja. Dengan kesal Tindy mengibaskannya.

“Jangan begitu. Banyak orang melihat kita,” sesal Tindy.

“Memangnya kenapa kalau banyak yang melihat kita? Kita akan menjadi pasangan yang serasi bukan?”

Tindy menggelengkan kepalanya tanpa memandang ke arah laki-laki di depannya.

“Katakanlah, apa kurangnya aku ini? Mengapa kamu seakan tak peduli? Katakan apa kekurangan aku.”

Haryo benar-benar tak tahu malu. Sudah jelas Tindy menolaknya, tapi dia terus mengejarnya. Tindy ingin segera pergi, tapi ia yakin, kalaupun dia pergi pasti Haryo juga akan mengikutinya, dan terus menghujaninya dengan rayuan-rayuan gombalnya.

“Tindy, kamu mendengar aku bukan?”

Tindy memalingkan mukanya.

“Katakan apa kekurangan aku,” desaknya.

“Kekurangan kamu adalah, bahwa aku sama sekali tidak tertarik sama kamu, apalagi mencintaimu,” katanya tandas.

“Ah, sungguh aku tidak percaya.”

Tindy memelototkan matanya ke arah Haryo, dengan tatapan kesal.

“Banyak gadis bersedia menjadi pacarku, banyak yang mengejarku, mengapa kamu justru menolak aku? Jangan malu mengakui kelebihanku, Tindy. Aku bukan sekedar tampan. Aku juga sangat baik dan penuh cinta. Percayalah aku akan selalu membahagiakanmu.”

“Hentikan mas Haryo, aku sama sekali tidak tertarik. Aku mau pergi, aku harap kamu tidak mengejarku kalau tak ingin mendapat malu,” kata Tindy begitu sengitnya, lalu benar-benar berdiri dan dengan cepat pergi meninggalkan Haryo.

“Tindy !!” Haryo masih berusaha berteriak memanggil, tapi Tindy sudah pergi jauh.

Tindy kesal bukan main. Ia menyesal karena Hendri tidak masuk hari itu.

“Hendri, apa kamu sakit ?” gumamnya perlahan.

Tindy beranjak ke tepi jalan, lalu memanggil taksi. Ia harus bertemu Hendri. Hatinya akan selalu merasa tidak tenang sebelum ketemu Hendri.

Dan itu benar, sesampai di rumah Hendri, dilihatnya Hendri tebaring sakit.

“Mengapa kamu kemari Tindy?” kata Hendri pelan.

“Aku khawatir, kamu kenapa-kenapa ....”

“Aku hanya diare, tapi sudah jauh lebih baik.”

“Syukurlah. Kebanyakan makan rujak kemarin itu, barangkali.”

“Mungkin juga. Kamu kangen ya, hanya sehari nggak ketemu aku,” goda Hendri.

“Kangen lah..” kata Tindy sambil meletakkan bungkusan roti di atas nakas.

“Apa Haryo mengganggumu?”

“Tidak,” Tindy berbohong.

“Syukurlah. Ada yang membuat aku khawatir.”

“Apa tuh ?”                             

“Kalau dia berhasil merebutmu ....”

“Dia? Tidak, aku ini type wanita yang setia. Aku hanya punya satu hati, dan juga satu cinta.”

“Untuk aku?” tanya Hendri sambil tersenyum menggoda.

Tindy hanya mengangguk.

“Terima kasih Tindy. Kata-kata itu memberi aku semangat untuk melanjutkan langkahku.”

“Apa tadinya kamu tak bersemangat?”

Hendri tampak menghela nafas, tapi ia tak mengucapkan apa-apa.”

“Besok kamu sudah bisa masuk kuliah?”

“Aku baik-baik saja sekarang, apalagi setelah kamu datang untuk menjengukku.”

Keduanya saling menatap dengan pandangan penuh arti. Tak usah diucapkan dengan kata-kata, karena mata sudah bisa bicara.

“Bu, ini kopi hangat untuk ibu,” tiba-tiba Simbok mengejutkannya. Simbok juga membawa sepiring pisang goreng yang masih hangat.

“Kok ada pisang goreng Mbok?”

“Iya bu, Simbok membawa dari kampung, matang pohon, manis Bu,” kata simbok sambil mengacungkan jempolnya.

“Terima kasih Mbok, setelah ini aku mau mandi dulu.”

“Bapak masih belum bangun?”

“Sepertinya belum, tapi kalau Simbok mau menyediakan kopi, sediakan saja, pasti tak lama lagi akan bangun,” kata Tindy sambil menyeruput kopinya.

Simbok beranjak kebelakang untuk membuat kopi lagi. Sangat jarang sang tuan pulang saat sore hari, biasanya malam.

“Ibu baru bangun?” kata Lala yang tiba-tiba sudah duduk di depan ibunya.

“Iya, ini sudah ngopi.”

“Mbok, aku juga mau kopi,” teriak Lala.

“Baik mbak,” sahut Simbok dari arah dapur.

“Wah, ada pisang goreng juga,” pekik Lala sambil mencomotnya.

“Iya, Simbok membawanya dari kampung, katanya.”

“Enak bu, manis, legit,” kata Lala dengan mulut dipenuhi pisang goreng.

“Kamu belum mandi?” tanya Tindy.

“Belum. Ibu juga belum kan?”

“Ini mau mandi,” kata Tindy sambil berdiri.

“Ibu tampak letih...,” gumam Lala.

“Ah, hanya perasaanmu saja, kan ibu bangun tidur,” kata Tindy sambil menjauh.

Tapi Lala sangat bisa menangkap arti sinar mata ibunya, yang tampak gelisah, atau memendam rasa tak suka.

“Minumnya mbak, sama Bapak sekalian,” tiba-tiba Simbok sudah datang dengan membawa dua cangkir kopi.

“Bapak belum bangun,” kata Lala.

“Aku sudah bangun,” kata Haryo yang kemudian duduk begitu saja didepan Lala.

Simbok tersenyum dan berlalu.

“Kebetulan Pak, Simbok baru saja menghidangkan kopi untuk Bapak, juga pisang goreng,” kata Lala.

“Iya.”

Keduanya menikmati kopi, dan pisang goreng hangat, sambil berbincang ringan.

“Kemarin aku melihat bapak,” tiba-tiba kata Lala.

“Apa ?”

“Maksud Lala, melihat  mobil Bapak.”

“Dimana ?” tanya Haryo yang tampak heran.

“Disebuah rumah, di Jalan Nangka.”

Haryo terkejut. Ia meraih lagi sepotong pisang goreng dan menggigitnya, untuk menghilangkan keterkejutannya.

“Itu rumah temannya Bapak?”

“Apa?”

“Yang di Jalan Nangka itu.”

“Bapak malah tidak tahu. Jalan Nangka mana? Kemarin mobil Bapak dipinjam temannya Bapak, perginya sampai sore,” bukan Haryo kalau tidak bisa menemukan jawaban yang tepat.

“O, kirain Bapak yang ada disana.”

“Bapak di kampus sampai sore. Eh, malam.”

Lala menangkap kegelisahan di mata ayahnya. Tapi alasan Bapaknya memang masuk akal. Mobilnya dipinjam teman. Mungkin yang membawa mobil Bapaknya ke rumah itu adalah teman Bapaknya.

“Lala mau mandi dulu,” kata Lala sambil berdiri.

“Bapak juga mau mandi.”

“Bapak mau pergi lagi?” tanya Lala, tapi ia terus saja berlalu, tanpa menunggu jawaban dari ayahnya.

“Bapak, maukah Bapak jalan-jalan sama Tutut sore ini?” tiba-tiba Tutut nyelonong dan langsung menggelendot di pundak ayahnya.

“Apa? Jalan-jalan?”

“Sudah lama kita tidak jalan-jalan bersama. Nanti kita makan malam diluar. Bukan cuma sama Tutut, tapi semuanya. Sama Ibu, mbak Lala, mbak Desy,” kata Tutut merengek.

“Mm, sebenarnya bapak ada acara malam ini,” kata Haryo pelan sambil menghirup kopinya.

“Aaa, bapak ... “ rengek Tutut.

“Baiklah,” kata Haryo sambil bersenyum.

Tapi tiba-tiba ponsel Haryo berdering.

“Ha, ponselku ada disini rupanya,” kata Haryo sambil mengangkatnya.

“Hallo...”

“Mas, ini mas?”

“Ya, kenapa?”

“Tadi aku telpon, tapi tak ada suara apapun dari sini, rupanya bukan Mas yang mengangkatnya.”

“Masa?”

“Iya, aku lalu menutupnya. Ini aku menelpon lagi, menunggu siapa yang menerima, ternyata Mas sendiri.

“Ya, kenapa?”

“Aku menunggu Mas sekarang, AC nya sudah dipasang, tapi kok nggak bisa dingin.”

“Oh, nanti aku bilang pada tehnisinya.”

“Mas harus melihatnya sekarang.”

“Baiklah,” lalu Haryo menutup ponselnya.

“Bapak cepetan mandi, Tutut juga mau mandi. Kita berangkat sorean, jalan-jalan dulu,” rengek Tutut lagi.

“Maaf Tut, ternyata Bapak tidak bisa.”

“Apa? Kenapa Bapak bohong?”

“Bapak tidak bermaksud bohong. Tapi baru saja teman bapak menelpon, ada urusan penting.”

“Iih, bapak ... “ keluh Tutut sambil bersungut-sungut.

“Maaf ya, masih ada hari esok. Ya kan?” kata Haryo sambil beranjak masuk ke kamar.

Begitu masuk, dilihatnya Tindy sedang duduk di depan cermin, sambil menyisir rambutnya.

“Kamu tadi mengangkat panggilan telpon di ponsel aku?” tanya Haryo dingin.

“Ya, memangnya kenapa?”

“Mengapa tidak kamu serahkan ke aku saja?”

“Kamu masih tidur, aku hanya mengangkatnya dan tidak bicara apa-apa.”

“Itu dari teman bisnis. Kamu perlu tahu, aku sedang membuka usaha dengan teman-temanku,” katanya tanpa senyum.

Tindy tak menjawab. Ia menggelung rambutnya dan berdiri, meninggalkan suaminya yang beranjak masuk ke kamar mandi.

“Bisnis? Rekan bisnis dengan suara merengek-rengek genit? Minta dibelikan AC pula?” gumam Tindy dalam hati. Dilihatnya di ruang tengah ada Tutut yang menyandarkan tubuhnya dengan mulut manyun.

“Hei, anak Ibu kenapa cemberut?” tanya Tindy sambil duduk di samping Tutut. Ia menyembunyikan luka yang merajang hatinya, agar anak-anaknya tak terbawa oleh duka yang disandangnya.

“Bapak tuh Bu, tadi katanya mau mengajak kita untuk jalan-jalan dan makan diluar, tapi nggak jadi. Tiba-tiba Bapak membatalkannya setelah menerima telpon barusan,” kata Tutut masih dengan mulut cemberut.

Tindy tersenyum sambil mengelus kepala anaknya.

“Bapak sedang membuka bisnis dengan temannya. Nanti kita jalan-jalan sendiri saja, bagaimana?”

Tutut menegakkan tubuhnya.

“Maukah? Atau kamu tidak suka kalau Ibu yang mengajaknya?” tanya Tindy lembut.

“Tidak begitu Bu, suka ... Tutut suka, cuma penginnya sama Bapak juga.”

“Bapak sedang sibuk, nanti pasti ada waktunya kita bisa jalan sama-sama Bapak juga. Sekarang mandilah, kita siap jalan-jalan. Ya,” kata Tindy dengan tersenyum manis.

Tindy mengangguk. Mencium pipi Ibunya, lalu beranjak ke kamarnya, setelah berteriak mengabari kakak-kakanya bahwa mereka akan jalan-jalan bersama Ibunya.

Tindy mengusap lagi setitik air matanya, lalu mencomot sepotong pisang goreng yang sudah mulai dingin, sedingin hati yang disembunyikannya rapat-rapat.

***

Ketika Haryo memasuki halaman  rumah Nina, dilihatnya Nina sudah duduk menunggu di teras.

Haryo turun dari mobil dan melangkah pelan ke arah teras.

“AC nya tidak dingin?”

“Tidak, coba saja Mas lihat,” kata Nina yang menyambut Haryo sambil mencium tangannya, lalu menariknya masuk ke dalam kamar.

Haryo mencoba memencet-mencet remote AC tersebut, tapi meskipun menyala, udara tidak menjadi dingin.

“Tadi tidak dicoba dulu?”

“Tadi sudah dicoba, dan dingin, tapi tiba-tiba mati.”

“Baiklah, besok aku menelpon lagi tehnisinya.”

Haryo keluar dari kamar, dan duduk di ruang tengah, dimana Nina sudah menghidangkan secangkir kopi hangat.

“Mas, maukah mengantar aku belanja ?”

“Malam-malam, mau belanja apa?”

“Aku mau beli daster mas, yang lama sudah kusam warnanya. Nanti mau aku berikan kepada pembantu saja.”

“Kamu beli saja besok, sambil belanja sayuran di mal.”

“Tapi aku ingin sekali jalan-jalan sama Mas, sudah lama kita tidak makan diluar,” Nina selalu mengucapkannya dengan rengekan yang memikat.

“Baiklah,” Haryo tak bisa menolaknya.

“Oh ya mas, tadi aku menelpon Mas, apa ada yang mengangkat ya? Aku ngomong tapi dia diam saja.”

“Ya sudah, jangan dipikirkan. Kamu tidak bilang apa-apa kan?”

“Nggak, cuma bilang kok lama sekali mengangkatnya, gitu. Tapi aku di diemin, lalu aku tutup. Memangnya siapa yang menerima?”

“Sudah, nggak usah dipikirkan, katanya mau belanja.”

“Baiklah, aku siap-siap ya ?”

***

Haryo mengikuti kemauan Nina, ternyata bukan hanya daster yang dibeli, tapi juga baju-baju yang lumayan mahal. Haryo selalu tak bisa menolak kemauan Nina. Setiap merengek, selalu meluluhkan hatinya. Bahkan mengalahkan rengekan Tutut anak bungsunya.

“Mas, sudah ya, sekarang aku lapar, makan di restoran ya?”

“Ya, itu ada rumah makan terdekat,” kata Haryo sambil menunjuk ke arah sebuah rumah makan yang dekat dari toko dimana Nina memborong baju-baju.

“Nggak mau yang di situ, maunya yang dulu pertama kali kita makan ketika aku pindah ke kota ini.”

“Itu agak jauh dari sini, katanya lapar.”

“Nggak apa-apa menahan sebentar. Ya mas?”

“Baiklah.”

Dan Haryo dengan entengnya kemudian memasuki mobil dan menuju ke arah rumah makan yang dimaksud Nina.

Haryo memarkir mobilnya diantara mobil-mobil lain yang berderet memenuhi area parkir di restoran  itu. Tapi tiba-tiba ia melihat mobil yang sangat dikenalnya. Mobil isterinya.

***

Besok lagi ya.

 

86 comments:

  1. Replies
    1. Alhamdulillah MKJ_05 sdh hadir. Terima kasih bunda Tien Kumalasari, semoga sehat selalu dan selalu sehat.
      Salam SEROJA & tetap ADUHAI.....

      Delete
  2. Alhamdulillah, Cerbung MKJ Episode 05 sudah tayang. Matur nuwun mBak Tien Kumalasari, semoga mBak Tien tetap sehat, bahagia sejahtera bersama keluarga tercinta, dan selalu dalam lindungan Allah SWT. Aamiin YRA.
    Salam hangat dari Tangerang.

    ReplyDelete
  3. Matur nuwun mbak Tien-ku MKJ sudah tayang.

    ReplyDelete
  4. Alhamdulillah... trma kasih Mbu.... sehat² trs

    ReplyDelete
  5. Alhamdulilah.. termsk gasik bc MKJ.. td buka blm tayang...yg penting bc... Slm seroja utk mb Tien dan para pctk semua. Aamiin YRA🤲🙏🤗

    ReplyDelete
  6. Hallow mas2 mbak2 bapak2 ibu2 kakek2 nenek2 ..
    Wignyo, Opa, Kakek Habi, Bambang Soebekti, Anton, Hadi, Pri , Sukarno, Giarto, Gilang, Ngatno, Hartono, Yowa, Tugiman, Dudut Bambang Waspodo, Petir Milenium (wauuw), Djuniarto, Djodhi55, Rinto P. , Yustikno, Dekmarga, Wedeye, Teguh, Dm Tauchidm, Pudji, Garet, Joko Kismantoro, Alumni83 SMPN I Purwantoro, Kang Idih, RAHF Colection, Sofyandi, Sang Yang, Haryanto Pacitan, Pipit Ponorogo, Nurhadi Sragen, Arni Solo, Yeni Klaten, Gati Temanggung, Harto Purwokerto, Eki Tegal dan Nunuk Pekalongan, Budi , Widarno Wijaya, Rewwin, Edison, Hadisyah,
    Sastra, Wo Joyo, Tata Suryo, Mashudi, B. Indriyanto, Nanang, Yoyok, Faried, Andrew Young, Ngatimin, Arif, Eko K, Edi Mulyadi, Rahmat, MbaheKhalel, Aam M, Ipung Kurnia, Yayak, Trex Nenjap, Sujoko, Gunarto, Latif, Samiadi, Alif, Merianto Satyanagara, Rusman, Agoes Eswe, Muhadjir Hadi, Robby, Gundt, Nanung, Roch Hidayat, Yakub Firman, Bambang Pramono, Gondo Prayitno , Zimi Zaenal M. , Alfes, Djoko Bukitinggi, Arinto Cahya Krisna , HerryPur, Djoni August. Gembong. Papa Wisnu, Djoni, Entong Hendrik, Dadung Sulaiman, Wirasaba, Boediono Hatmo, R.E. Rizal Effendy,

    ReplyDelete
    Replies
    1. Alamdulillah...
      Yang ditunggu tunggu telah hadir
      Matur nuwun bu Tien
      Semoga bu Tien senantiasa dikaruniai kesehatan dan tetap semangat
      Salam ADUHAI dr Cilacap
      .

      Delete
  7. Horeeeee MKJ 05 sdh tayang

    Trmksh mb Tien

    Salam ADUHAI

    ReplyDelete
  8. Maturnuwun mbak Tien, semoga selalu sehat. Aamiiiin

    ReplyDelete
  9. Alhamdulillah... maturnuwun bu Tien
    salam aduhai dari baturetno,wonogiri

    ReplyDelete
  10. maturnuwun bu Tien, salam aduhai dari wonogiri

    ReplyDelete
  11. Hallow Pejaten, Tuban, Sidoarjo, Garut, Bandung, Batang, Kuningan, Wonosobo, Blitar, Sragen, Situbondo, Pati, Pasuruan, Cilacap, Cirebon, Bengkulu, Bekasi, Tangerang, Tangsel,Medan, Padang, Mataram, Sawahlunto, Pangkalpinang, Jambi, Nias, Semarang, Magelang, Tegal, Madiun, Kediri, Malang, Jember, Banyuwangi, Banda Aceh, Surabaya, Bali, Sleman, Wonogiri, Solo, Jogya, Sleman, Sumedang, Gombong, Purworejo, Banten, Kudus, Ungaran, Pamulang, Nusakambangan, Purworejo, Jombang, Boyolali. Ngawi, Sidney Australia, Boyolali, Amerika, Makasar, Klaten, Klipang, JAKARTA...hai..., Mojokerto, Sijunjung Sumatra Barat, Sukabumi, Lamongan, Bukittinggi, Hongkong, El Segudo, California, Bogor, Tasikmalaya, Terimakasih atas perhatian dan support yang selalu menguatkan saya. Aamiin atas semua harap dan do'a.
    ADUHAI.....

    ReplyDelete
  12. Terima kasih...MkJ05 sudah tayang

    ReplyDelete
  13. Terima kasih bu tien, smg bu tien s3keluarga sehat.. salam aduhai dari pondok gede

    ReplyDelete
  14. Assalamualaikum wrwb ,,
    Susah masuk ,, jadi deh nomor. Telu ,,,
    Kapok kau Haryo ketemu Tutup, ansk kesayangan.. semoga Nina dikruwes sama anak2 Haryo ,, 👹👹👹
    Wah Aduhai mbak Tien ,,, bikin diriku emontik,,🤭🤭
    Salam sehat salam Aduhai ,, tetap semangat ,,💪💪

    ReplyDelete
  15. Whadouhh sayang sekali, Haryo yang melihat mobil istrinya. Belum ada perang artinya.
    Salam sehat mbak Tien yang selalu ADUHAI.

    ReplyDelete
  16. Terima kasih mbak Tien...
    Huuuh rasanya gemes banget smnsi Haryo ini
    Salam sehat mbak Tien
    Aduhaiiii..

    ReplyDelete
  17. Matur nuwun bu Tien. Apakah Haryo tidak jadi memarkir mobilnya gara gara di restora tersebut ada anak dan istrinya? Meski Tindy dan anak anak haryo sudah mulai mencium perselingkuhan, tetapi dasar Haryo. Semoga kesabaran Tindy dapat berbuah manis.. Haryo tertangkap basah dan tentunyatidak bisa mengelak. Salam sehat semoga cerita mengalir terus setiap hari. aamiin

    ReplyDelete
  18. Matursuwun sudah tayang
    Bikin sebel sama Nina ini...rengek merengek...hadeew
    Salam sehat mbak Tien
    Aduhaiiii

    ReplyDelete
  19. Perselingkuhan indah..menegangkan..mengerikan..menyakitkan..menghancurkan..wow..Bu cantik memang aduhai.. salam sehat selalu Bu cantik Amin YRA 🙏 mr wien

    ReplyDelete
  20. Alhamdulillah MKJ 05 telah tayang, terima kasih bu Tien sehat n bahagia selalu. Aamiin.
    UR.T411653L

    ReplyDelete
  21. Membayangkan cinta suami isteri yg ter bagi2 ...
    Untung pasangan aslinya setia...
    Haryo, kurang apakah isterimu?
    Segeralah sadar dan bertobatlah...

    Monggo ibu, dilanjut aja penasaran.
    Matur nuwun Berkah Dalem.

    ReplyDelete
  22. Dhuarrr... Konangan... Konangan... Maturnuwun ibu Tien...

    ReplyDelete
  23. Asyiik.. tahun baru cerita barunya semakin asyik juga, terima kasih buTien

    ReplyDelete
  24. Alhamdulillah
    Terimakasih bunda Tien yang aduhai
    Ceritanya makin seru...

    Salam sehat dan aduhai

    ReplyDelete
  25. 𝗧𝗲𝗿𝗶𝗺𝗮𝗸𝗮𝘀𝗶𝗵 𝗺𝗯𝗮𝗸 𝗧𝗶𝗲𝗻

    ReplyDelete
  26. Terima kasih mbak Tien. Semoga mbak Tien dan keluarga sehat² selalu.

    ReplyDelete
  27. Alhamdulillah MKJ 05 sdh hadir
    Nah lho Haryo.. ada Tindy jg anak2mu disitu
    semakin seru dan bikin gregetan ceritanya
    Terima kasih Bu Tien, semoga sehat selalu
    Aamiin
    Salam ADUHAI dari Bekasi

    ReplyDelete
  28. Ayo Ndang konangan ro anak bojomu...kapok kowe....trims Bu Tien sangat menghibur.! Sehat selalu

    ReplyDelete
  29. Labraaak aja tuh Nina...klo ga bs berlaku adil jgn mendua dooong...
    Udh sama2 dosen jg mau sm yg pengeretan hny denger rengekannya aja...hiiiiih...😠😠😠

    Duuh maap.mbak Tien jd ikutan esmosis..

    Maturnuwun MKJ05 yg aduhaiii...

    Salam sehat selalu mbak Tien..makin aduhai mkjnya..🙏💟🌹

    ReplyDelete
  30. Ketinggalan ora kowé, lagi sitik messå kelangan patang jlarit, padaké alis gawéan njlarit², tur rådhå njenthit.

    Lho Tindy gimana bisa jadian sama Haryo (Suman), wuah dia tukang nyolèt lho Ndy.
    Alasannya wow buanyak, kalau mau ketangkap basah, siapa tau sudah pakai jas hujan, jadi biar nggak basah, ngomongnya aja empuk tambah duwitnya juga empuk, kalau menipis saja so pulang ingat rumah, dimana bisa dapat gratisan, kalau lagi banyak saweran proyek jangan harap nengok rumah; sok sibuk mitang miting ditekak jiret sama Nina, bertekuk bengel itu cuman gara² lebih sok perhatian aja, namanya aja menggoda.
    Apalagi sang 'suman' diperlakukan bak raja ratman, kok ratman, iya kalau wanita ratna, kalau pria ratman.
    Ngarang, ya belajar ngaranglah.
    Kau mulai bicara kaya bibir nya melambai-lambai seperti antusias memanggil taksi; ngegemesin ya, iya kadang kaya mau njedhir tapi nggak jadi, trus; ya mondar mandir mau parkir kaya mlèsèt² gitu, kamu perhatian banget, makanya pinter² nya aja biar di perhatikan, kan bagian dari promosi ya harus menarik lah.
    Biar 'suman' lama nggak siuman.

    Jualan apa sih sampai segitunya; namanya juga pelayanan , juragan perlu untung, kitanya dapat saweran, pas kan sama cari peruntungan.
    spg ya, spg mana? orang sudah nggak ada, sudah di bubarin, padahal bagus lho, kaya kakak ngajari adek gitu. Ada pendekatan emosional ya.
    Paling ganti nama; pendidik, wèh pendidik apa pendikté, setahuku itu cuman ngasih teori kaya disuntak gitu aja, pemahaman ya masa bodo, buktinya hasil ulangan nya jeblok, nggak tahulah nyatanya hasilnya mengelompok nggak menyatu; stres iya, bikin grup sendiri-sendiri iya.
    Yang penting bergelar, yang buat acuan penggajian, diploma kejar tayang. Wo cari uang tho, akhirnya kesana to?

    Iya, money money money buat bertahan agar berjaya, wah pakai selfian nggak ya, kan lagi trend.

    Kerèn kalau berani, siapa takut kan lagi dibuat nggak siuman, hilang akal.
    Gemblung lah iya, sama sama pinter menghindar, jangan dirasa, mbedhedheg kalau dirasa.
    Trus kalau ketemu bareng bareng gini ngomong apa; ya adalah namanya juga alasan.
    Maju kena, mundur kena, nah lho.
    Anak lagi jadi korban, korban gimana kan lagi diupayakan pencarian dana buat masa depan, beda halaman iya.
    Halaman sana sama halaman sini.
    Terus masalalu; biar berlalu gitu.
    Mana bisa; otak tercipta buat mengingat, sakit hati gitu; wuah memang yang punya hati kamu saja.
    Yah umep, panas panasan; kan lagi pemanasan, yang penting ada uang kan, lah ada lho judul cerita kéré poligami itu aja ada, apalagi beruang, mintanya pakai action artis memelas, itulah; centhil sambil sedikit perhatian lebih berdaya dari pada cantik tapi susah gerak, kurang lincah lagi.
    Klumbrak klumbruk kaya minta dicuci; tinggal kirim ke londri beres..


    Terimakasih Bu Tien, Memang Kembang Jalanan yang ke lima sudah tayang, lagi siuman jadi telat.
    Sehat sehat selalu doaku, sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta 🙏

    ReplyDelete
    Replies
    1. Lagek tak rasani Nanang pirang2 dina absen komen. Haryo Suman melu neng Ngestina no
      ADUHAI NANG

      Delete
  31. Terima kasih mb Tien MKJ05, pembaca ikutan jengkel dan tambah esmoosiii...
    Paling Haryo bisa ngeles ngajak Nina pergi dari resto itu karena lihat mobil Tindi

    ReplyDelete
  32. Selamat malam ...Kembang jalanan cocok ma judul ceritanya juga cucok tp kok mesti pelakor yaa ..bu Tien aduh rada Miris masih saja pelakor yaa Semoga namanya pelakor itu akan terkikis ..yaa Haryo itu laki2 alay dan kenapa tdk di suruh saya tinggalkan
    Hancurkan .kembali dgn Hendri yg pasti baik .tp kasian anak2nya 3 cewek ..TiNdy hrs pergi ninggalkan atau usir tuh Haryo ..Hus Hus hus...🤭🤭🤭❤🌹🌹☝️☝️☝️

    ReplyDelete
  33. 𝐀𝐬𝐲𝐢𝐢𝐢𝐤 ..𝐎𝐨..𝐤𝐚𝐦𝐮 𝐤𝐞𝐭𝐚𝐡𝐮𝐚𝐧 𝐩𝐚𝐜𝐚𝐫𝐚𝐧 𝐥𝐚𝐠𝐢 𝐝𝐞𝐧𝐠𝐚𝐧 𝐝𝐢𝐫𝐢𝐧𝐲𝐚 𝐭𝐞𝐦𝐚𝐧 𝐛𝐚𝐢𝐤𝐤𝐮...𝐬𝐞𝐩𝐞𝐫𝐭𝐢 𝐥𝐢𝐫𝐢𝐤 𝐥𝐚𝐠𝐮 𝐊𝐀𝐌𝐔 𝐊𝐄𝐓𝐀𝐇𝐔𝐀𝐍.

    𝐌𝐚𝐭𝐮𝐫 𝐬𝐮𝐰𝐮𝐧 𝐬𝐚𝐥𝐚𝐦 𝐬𝐞𝐡𝐚𝐭 𝐁𝐮 𝐓𝐢𝐞𝐧 ...𝐦𝐨𝐧𝐠𝐠𝐨 𝐝𝐢𝐥𝐚𝐧𝐣𝐮𝐭 𝐩𝐚𝐬𝐭𝐢 𝐀𝐃𝐔𝐇𝐀𝐈.

    ReplyDelete
    Replies
    1. 𝐒𝐞𝐩𝐞𝐫𝐭𝐢𝐧𝐲𝐚 𝐚𝐥𝐚𝐦𝐚𝐭 𝐫𝐮𝐦𝐚𝐡𝐧𝐲𝐚 𝐍𝐢𝐧𝐚 𝐝𝐢𝐬𝐞𝐛𝐮𝐭 𝐋𝐚𝐥𝐚 𝐣𝐥.𝐍𝐚𝐧𝐠𝐤𝐚 𝐚𝐩𝐚 𝐝𝐢𝐝𝐚𝐞𝐫𝐚𝐡 𝐊𝐞𝐫𝐭𝐞𝐧 𝐋𝐚𝐰𝐞𝐲𝐚𝐧 𝐲𝐚 𝐛𝐮 𝐓𝐢𝐞𝐧...😀😀🙏

      Delete
  34. Alhamdulillah... Terima kasih Bu Tien... Selamat pagi selamat beraktifitas, semoga Bu Tien selalu sehat dan semangat serta segala aktifitasnya lancar ... Salam... 🙏🙏🙏

    ReplyDelete
  35. Ikut deg2an niih bacanya.... episode selanjutnya ketahuan ngk yaaa. Matur nuwun bund Tien, salam sehat dan aduhai

    ReplyDelete
  36. Alhamdulillah. Salam aduhai sehat selalu

    ReplyDelete
  37. Ngenteni Haryo liwat gak teka teka tak tinggal turu,,,gregeten aku Karo Haryo,,arep tak ulegne sambel sugeng enjing jeng Tien sehat selalu yaaa

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kebeneran diulegne sambel mbak Yanik. Terus nghoreng bandeng presto.
      ADUHAI

      Delete
  38. Nah lho. Ketahuan kalian. Hem, dasar mata keranjang.
    Aduhai, gemes aku!

    ReplyDelete
  39. Haiyaaah.... Si Haryo, tukamg selingkuh kelas kencur... Makane gampang konangan....
    Salam sehat penuh sangat dari Rewwin...🌿

    ReplyDelete
    Replies
    1. Padahal kencur itu mujarab untuk obat batuk lho cak
      ADUHAI deh

      Delete
  40. Alhamdulillah,terima kasih Bu Tien ..
    Sehat selalu nggih,Aamiin.

    ReplyDelete
  41. Matur nuwun, mbak Tien
    Salam sehat selalu ....

    ReplyDelete
  42. Aduhai ... ceritanya ngeres, ngenes ya mbak Tien ..

    ReplyDelete
  43. Kesel deh...
    Makasih mba Tien.
    Salam hangat selalu

    ReplyDelete
  44. Assalamualaikum wr wb. Kesel juga ngelihat perilaku Haryo, yg sejak muda sering berganti pacar, rupanya sesudah berumah tangga, perilakunya tdk pernah berubah. Astaghfirullah... Maturnuwun Bu Tien... Salam sehat dari Pondok Gede
    ....

    ReplyDelete
  45. Alhamdulillah....
    Mtur nuwun Bun....
    Mugi2 tansah wilujeng sedoyonipun

    ReplyDelete

SENANDUNG KECILKU

SENANDUNG KECILKU (Tien Kumalasari) Hai senja, kau datang ketika merah jingga mewarnai langit dibarat sana ada senandung kecil berkumandang ...