MELANI KEKASIHKU 57
(Tien Kumalasari)
Aris merasa bumi yang dipijaknya bergoyang. Sebelah tangannya memegang sudut tembok di sebelah tempatnya berdiri. Dipandanginya punggung gadis yang begitu lancar mengucapkan kata-kata yang tak diduganya. Gadis itu menatap kearah jalan raya, yang ramai oleh hilir mudik kendaraan. Aris tak percaya. Gadis itu mau agar dia melamarnya? Atau telinganya salah dengar karena suara itu berbaur dengan suara bising kendaraan yang berlalu-lalang?
Beberapa saat mereka terdiam, sampai kemudian Indi membalikkan tubuhnya dan menatapnya dengan kedua tangan disilangkah didadanya.
“Kamu mendengar aku berkata-kata mas?”
Aris mengalihkan pandangan matanya ke arah jalan, karena sepasang mata bening itu menatapnya bagai belati menghunjam langsung ke arah jantungnya.
“Mas..” Indi memanggilnya dengan agak keras.
Tapi Aris belum berani menatap wajah Indi.
“Memalukan bukan, sebagai seorang gadis mengatakan hal seperti itu? Pasti kamu memandang rendah aku, mengira aku....”
“Tidaaak...” Aris cepat memotong perkataan Indi.
“Tidak apa?”
“Tidak memalukan, dan aku tidak memandang rendah kamu Indi. Aku hanya tak percaya akan apa yang telah aku dengar.”
“Apa aku harus mengulangnya?”
“Benarkah kamu mau kalau aku melamar kamu?”
“Aku sudah memintanya. Sebenarnya tidak pantas, tapi aku kesal karena kelamaan menungu kamu mengeluarkan isi hati kamu. Kalau memang kamu tidak suka, baiklah, ini hari terakhir kita bertemu, dan aku berjanji tak akan menghubungi kamu lagi.”
“Jangan begitu. Sungguh aku kaget. Eh... maksudku... tak percaya kalau kamu menginginkan itu. Kamu kan tidak lupa siapa aku? Hanya laki-laki dekil dan kotor. Tak punya harta dan derajat.. sementara kamu...”
“Tapi kamu punya hati kan mas?” potong Indi.
Aris menatap Indi tajam. Masa aku tak punya hati? Pikirnya.
“Aku ini sebatang kara. Kedua orang tuaku sudah meninggal. Tak punya saudara. Yang aku punya hanyalah teman-teman bengkelku.”
“Lalu...”
“Kamu tidak berdiri sendiri. Kamu punya orang tua, dan mungkin juga kerabat. Maukah mereka menjadikan aku keluarga mereka? Hal ini harus kamu pikirkan, karena berkeluarga bukanlah mainan, yang kalau sudah bosan boleh dibuang begitu saja.”
“Jadi...”
“Aku bukan type orang yang suka mengharapkan belas kasihan. Kalaupun aku akan membuka usaha, aku harus memakai uang aku sendiri. Kalau aku punya isteri, dia juga harus makan dari hasil keringat aku, seberapapun kecilnya.”
“Lalu..”
“Mari kita endapkan pikiran kita, dan pikirkan mana langkah terbaik untuk hidup kita. Tanya kepada hati kita masing-masing, benarkah kita saling membutuhkan, saling mengasihi, dan bisa membangun sebuah keluarga walau tercipta dari bumi dan langit. Jangan sampai ada sesal dikemudian hari, lalu saling mencampakkan dan menyakiti.”
Indi tersenyum tipis. Laki-laki didepannya bukan seorang yang mudah tergiur oleh wajah cantik dan iming-iming harta. Itu membuat Indi kagum. Ia tidak menyesal ketika mengucapkan sumpah didalam hatinya waktu itu, bahwa dia akan mencintai lelaki pertama yang dijumpainya setelah keluar dari rumah Anggoro, dan ia kecewa karena Andra sudah punya calon isteri. Biarlah tidak begitu tampan, tapi memiliki hati yang baik bak mutiara terpendam.
“Bagaimana?” tanya Aris.
Indi mengangguk.
“Lalu apa yang harus kita lakukan?” tanya Indi.
“Jangan temui aku dalam beberapa bulan ini. Lalu saling kita tanyakan kepada masing-masing hati kita, apakah benar kita adalah orang yang pantas bersatu dalam sebuah ikatan yang suci.”
***
Hari itu Anggoro benar-benar bertolak ke Jakarta, setelah meninggalkan banyak pesan kepada Simbok dan Bibik, agar menjaga Melani dan Anindita dengan baik.
Anggoro memasuki rumah dimana dulu dia tinggal bersama Santi.
Rumah yang tampak kotor dan berantakan. Ada foto-foto berjatuhan dilantai. Dan bau tak sedap menyengat karena berbulan-bulan tak ada yang merawat. Lalu Anggoro bersyukur karena Anindita tak jadi ikut ke Jakarta, karena harus banyak barang yang ada hubungannya dengan Santi yang tidak bisa diperlihatkan pada Anindita. Ia tahu bahwa Santi sudah meninggal, tapi tak sedikitpun ia merasa kehilangan. Ia bersyukur karena telah menemukan hidupnya yang membuatnya bahagia, yaitu berkumpul bersama isteri, anak, menantu, bahkan hampir memiliki cucu. Aduhai.
Anggoro mengumpulkan semua foto-foto Santi, apalagi yang sedang bersama dirinya, lalu membakarnya. Ia meminta salah seorang pembantu terdekat yang dikenalnya, agar membersihkan rumahnya, sementara dia lebih baik tidur di hotel.
Pagi harinya dia baru pergi ke kantor dan memeriksa semua laporan yang bertumpuk, yang tadinya hanya diterimanya melalui email. Ia memeriksanya hanya sekilas, karena ia mempercayai wakilnya di mana dia menyerahkan semua tanggung jawab kepadanya.
Anggoro puas melihat bisnisnya berjalan dengan baik.
Ia mengatakan bahwa dia akan sering berada di Solo bersama isterinya yang hilang beberapa tahun lalu.
Orang-orang di kantor tahu, bahwa isteri pimpinannya adalah Anindita, seorang wanita cantik yang lembut hati dan ramah terhadap semua karyawan, bukan Santi yang sok kuasa dan yang suka memerintah seperti seorang ratu. Anggoro juga mengatakan bahwa Santi telah meninggal saat berstatus sebagai pesakitan.
Sehari kemudian Anggoro menemukan rumahnya sudah bersih. Ia menyuruh pembantu itu membuka almari pakaian Santi, dan mengambil semuanya untuk dibagikan kepada siapa yang membutuhkan. Sepatu, tas, semuanya milik Santi harus hilang dari rumahnya. Bahkan seprei dan sarung bantal diberikannya kepada pembantu tersebut agar dibagi-bagi. Perabot dapur pun harus disingkirkannya. Dan semua itu membuat pembantu itu senang pastinya, karena barang-barang yang ‘dibuang’ bukanlah barang murahan.
Tak ada lagi yang tersisa dari semua yang berbau Santi. Ia juga merombak kamar utama untuk dijadikan kamar tamu, dan memilih salah satu kamar lainnya untuk tempatnya beristirahat apabila dia sedang ada di Jakarta.
“Pada suatu saat ia pasti akan mengajak Anindita ke rumah ini, dan dia tak boleh melihat apapun yang ada hubungannya dengan Santi.
Dari yang katanya hanya akan pergi selama dua tiga hari, Anggoro terpaksa tinggal selama lima hari karena ia menyulap rumahnya dengan tatanan yang baru. Ia juga berpesan kepada pembantu tersebut agar membersihkan rumahnya setiap seminggu dua kali, agar kalau sewaktu-waktu dia datang, rumah itu selalu bersih. Pastinya dengan imbalan sejumlah uang.
***
Anindita merasa kesal, dia duduk di ayunan dengan wajah muram. Walau sudah hampir punya cucu, Anindita masih suka duduk di ayunan, dan mengayunkannya sendiri saat tak ada yang harus dikerjakan, atau kalau hatinya sedang tak nyaman.
“Bu Dita ternyata ada disini,” kata Bibik yang sebenarnya tahu, kemana harus menemui majikannya kalau tak ada didalam rumah.
“Mengapa mas Anggoro perginya lama sekali?”
“Lho, bapak kan bekerja, jadi mungkin belum selesai pekerjaanya, jadi belum bisa pulang. Ibu mau makan sekarang?”
“Aku menunggu dia pulang.”
“Lho, kalau pulangnya tidak hari ini bagaimana? Bu Dita lapar dong.”
Anindita terus mengayunkan tubuhnya pelan.
“Seharian ini, nak Melan sudah mau makan, dan tidak muntah,” kata Bibik mengalihkan perhatiannya kepada Melani.
“Dia harus makan, bayinya akan ikut lapar,” kata Anindita sambil berdiri, kemudian masuk kedalam rumah.
“Melani... Melani...” teriaknya, kemudian masuk kedalam kamar Melani.
“Ya Ibu...”
“Kamu sudah makan? Tidak muntah?”
“Sudah Bu, obat-obat itu sangat membantu. Rasa mualnya sudah berkurang.”
“Syukurlah, jangan sampai tidak makan, kasihan bayi kecil itu,” katanya sambil menunjuk ke arah perut Melani.
“Iya. Melani akan mencoba makan yang banyak.”
“Buah-buahan juga harus banyak. Buah itu sehat.”
“Ibu juga harus makan ya, sudah siap di meja,” kata Bibik.
“Bapakmu belum pulang juga,” keluh Anindita.
“Bukankah bapak sudah menelpon kalau pulangnya besok?” Melani mengingatkan.
“Oh, besok ya... Ibu lupa. Sepertinya lama sekali.”
“Karena masih ada yang harus diselesaikan. Tapi bapak janji besok mau pulang pagi-pagi, karena sorenya acara lamaran dirumahnya mbak Sasa.”
“Oh iya, Ibu lupa lagi. Bik, besok harus kamu siapkan baju bagus untuk acara lamaran. Aku akan ikut bersama keluarganya mas Panji.”
“Iya Bu, akan Bibik siapkan, sekarang ibu makan dulu ya.”
“Ya, bersama kamu, dan Simbok juga kan?”
***
“Indi, beberapa hari terakhir ini kamu selalu pulang agak siang, apa sedang tidak ada pekerjaan?” tanya bu Yayuk ketika Indi baru saja pulang dari kantor.
“Iya Bu, sedang tidak banyak yang harus Indi kerjakan.”
“Nak Aris juga lama tidak datang kemari?”
“Dia juga sedang sibuk, bengkelnya ramai,” jawab Indi sekenanya.
“Kamu pernah punya rencana agar di samping rumah baru kamu itu akan kamu jadikan bengkel ? Aris mau tidak buka cabang disana?”
“Belum tahu bu, baru penjajakan,” kata Indi sambil langsung masuk kedalam kamarnya.
Sudah dua minggu Indi tidak ketemu Aris. Ini permintaan Aris, agar masing-masing bisa mengendapkan hati, dan bisa menentukan jalan terbaik untuk hidup mereka.
“Mas Aris minta beberapa bulan tidak ketemu? Aduh, ini baru dua minggu,” kata Indi sambil melemparkan tas tangannya ke atas kasur.
Ia segera bersiap untuk mandi dan berganti baju rumahan. Setelah itu dia membaringkan tubuhnya di ranjang.
“Ini benar-benar tidak masuk akal. Aku merindukan dia? Tidak, aku pasti bisa bertahan, sebulan atau dua bulan bukan waktu yang lama,” gumamnya sambil memeluk guling.
“Apa yang aku pikirkan selama dua minggu Ini? Sudahkah aku temukan apa yang sebenarnya ada didalam hatiku? Begitu membutuhkan dia? Sepi tanpa dia? O.. Indi, laki-laki ganteng seperti Andra tidak membuatmu patah hati begitu kamu tahu dia sudah punya calon. Mengapa kamu begitu gelisah saat baru dua minggu tidak bertemu Aris?”
Indi mempererat pelukannya pada guling disisinya, berharap bisa mengibaskan wajah Aris dari benaknya. Lalu tiba-tiba terdengar ketukan di pintu kamarnya.
“Ndi..”
Indi melepaskan gulingnya.
“Ibu ?”
“Minum hangat dulu, sama Ibu lupa mengatakan, tadi ada undangan untuk kamu.”
Indi bangkit duduk, lalu berjalan keluar kamar. Dia tak ingin minum, tapi dia tertarik tentang undangan yang dikatakan ibunya.
“Ini susu coklat kesukaan kamu,” kata ibunya yang sudah duduk di ruang tengah.
“Terima kasih bu. Mana undangan itu?”
“Itu..” Bu Yayuk menunjuk ke arah meja, di mana tergeletak amplop berwarna merah muda.
Indi membukanya dengan tergesa. Siapa yang mau menikah? Teman sebayanya sudah banyak yang menikah, bahkan ada yang sudah punya anak dua. Ini dari teman yang mana lagi?
“Ooh, dari Andra,” pekiknya.
“Andra yang juragan rumah itu ?”
“Iya bu, tapi dia belum menikah. Baru mau tunangan. Hih, kelamaan, pakai tunangan segala,” gumam Indi sambil meletakkan undangan itu, lalu menghirup coklat susunya.
“Apa besok kamu juga mau bertunangan terlebih dulu?”
“Tidak. Langsung menikah saja.”
Tapi tiba-tiba Indi merenung.
“Kapan ya aku dilamar? Apa yang ditemukan mas Aris setelah dua minggu tak pernah bertemu aku? Dia akan mundur? Tetap merasa minder, atau maju tak gentar?”
“Kapan kamu dilamar?” tiba-tiba tanya bu Yayuk membuatnya terkejut. Untung dia sudah meletakkan gelasnya, kalau tidak pasti gelas itu akan jatuh dan remuk berkeping-keping.
“Dia itu kan orang yang sangat perhitungan. Mungkin baru dipikirkan apa-apa nanti yang akan dibutuhkannya,” jawab Indi, lagi-lagi sekenanya.
“Apa kamu tidak bilang kalau Ibu akan membantu apa saja kebutuhan kalian?”
“Mana dia mau Bu? Sekecil apapun, dia pasti ingin tidak merepotkan calon mertuanya.”
“Aku ikhlas memberikannya, demi anakku juga. Ya kan?”
“Dia tidak akan mau Bu. Dia itu sangat baik dan rendah hati, tapi dia terlalu sombong soal pemberian dari orang lain.”
“Hm, baiklah, bilang sama dia bahwa Ibu sudah semakin tua, dan Ibu tidak mau menunggu terlalu lama,” kata bu Yayuk tandas, dan itu membuat Indi semakin pusing.
***
Tak berbeda dengan Indi, rupanya Aris juga merasa dunianya begitu sepi ketika dua minggu tidak bertemu Indi. Malam sudah larut, tapi Aris masih gelisah di kursi ruang tengahnya.
“Padahal aku minta waktu beberapa bulan,” keluhnya sambil mencoba memejamkan mata, sambil bersandar pada kursinya.
“Mengapa gadis itu begitu nekat? Aku ini siapa? Dia itu siapa? Apa yang bisa aku berikan padanya ketika kemudian aku melamarnya? Jangan-jangan malah akan menjadi bahan tertawaan. Aku punya uang, tapi tidak seberapa. Aku memang bermaksud membuka cabang lagi disuatu tempat. Tapi sedang menghitung-hitung juga. Lalu ada yang menawarkan tempat gratis, tapi ada syaratnya. Aduh, apa aku berani ?”
Aris terus berpikir, lalu akhirnya dia berkata
“Aku tidak berani,” keluhnya sambil menutupi wajahnya dengan kedua telapak tangan.
***
Besok lagi ya.
Horreeee....
ReplyDeleteAlhamdulillah
DeleteAlhamdulillah mb Nani juara 1
DeleteManusang bu Tien, Melani hadir gasik , salam sehat tetap cemungud
DeleteHoreee. Selamat ibu Admin WAG PCTK di eMKa Eps 57 dpt Juara 1.
DeleteSelamat jeng Nani.
Matur nuwun bunda Tien, yang ditunggu-tunggu sdh tayang.
Salam sehat dan.......
Tetap ADUHAI....
Terima kasih bunda
ReplyDeleteSamo2 ibu Wahyu
DeleteSalam ADUHAI jeng Nani
DeleteJeng Maimun
Ibu Dyah Tateki
Pak Djoni
Mas kakek
Salam aduhai juga bu Tien. Semoga sehat selalu.
DeleteMatur nuwun mbak Tien-ku, Melani sudah berkunjung.
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteSyukron Mbak Tien ๐๐น๐น๐น
Sami2 ibu Susi
DeleteAlhamdulilah sueun injih mbak Tienkumalasari sayang kangen nih salam aduhaai dari cibubur
ReplyDeleteSami2 jeng Sis
DeleteSalam kangen dan ADUHAI
Alhamdulillah
ReplyDeleteTerima kasih bunda
Alhamdulillah...
ReplyDeleteMaturnuwun Ibu Tien...
Asyik
DeleteSami2 ibu Tri
DeleteAlhamdulillah tayang hasil, Semoga sehat selalu Bu Tien...
ReplyDeleteHmmm Aris dan Indi saling jatuh cinta.....
Aamiin
DeleteMatur nuwun ibu Ika
Hallow..
ReplyDeleteYustinhar. Peni, Datik Sudiyati, Noor Dwi Tjahyani, Caroline Irawati, Nenek Dirga, Ema, Winarni, Retno P.R., FX.Hartanti, Danar, Widia, Nova, Jumaani, Ummazzfatiq, Mastiurni, Yuyun, Jum, Sul, Umi, Marni, Bunda Nismah, Wia Tiya, Ting Hartinah, Wikardiyanti, Nur Aini, Nani, Ranti, Afifah, Bu In, Damayanti, Dewi, Wida, Rita, Sapti, Dinar, Fifi, Nanik. Herlina, Michele, Wiwid, Meyrha, Ariel, Yacinta, Dewiyana, Trina, Mahmudah, Lies, Rapiningsih, Liliek, Enchi, Iyeng Sri Setyawati , Yulie, Yanthi , Dini Ekanti, Ida, Putri, Bunda Rahma, Neny, Yetty Muslih, Ida, Fitri, Hartiwi DS, Komariah P., Ari Hendra, Tienbardiman, Idayati, Maria, Uti Nani, Noer Nur Hidayati, Weny Soedibyo, Novy Kamardhiani, Erlin, Widya, Puspita Teradita, Purwani Utomo, Giyarni, Yulib, Erna, Anastasia Suryaningsih, Salamah, Roos, Noordiana, Fati Ahmad, Nuril, Bunda Belajar Nulis, Tutiyani, Bulkishani, Lia, Imah P Abidin, Guru2 SMPN 45 Bandung, Yayuk, Sriati Siregar, Guru2 SMPN I Sawahlunto, Roos, Diana Evie, Rista Silalahi, Agustina, Kusumastuti, KG, Elvi Teguh, Yayuk, Surs, Rinjani, ibu2 Nogotirto, kel. Sastroharsoyo, Uti, Sis Hakim, Tita, Farida, Mumtaz Myummy, Gayatri, Sri Handay, Utami, Yanti Damay, Idazu, Imcelda, Triniel, Anie, Tri, Padma Sari, Prim, Dwi Astuti, Febriani, Dyah Tateki, kel. SMP N I Gombong, Lina Tikni, Engkas Kurniasih, Anroost, Wiwiek Suharti, Erlin Yuni Indriyati, Sri Tulasmi, Laksmie, Toko Bunga Kelapa Dua, Utie ZiDan Ara, Prim, Niquee Fauzia, Indriyatidjaelani,
Bunda Wiwien, Agustina339, Yanti, Rantining Lestari, Ismu, Susana Itsuko, Aisya Priansyah, Hestri, Julitta Happy, I'in Maimun, Isti Priyono, Moedjiati Pramono, Novita Dwi S, Werdi Kaboel, Rinta Anastya, r Hastuti, Taty Siti Latifah, Mastini M.Pd. , Jessica Esti, Lina Soemirat, Yuli, Titik, Sridalminingsih, Kharisma, Atiek, Sariyenti, Julitta Happy Tjitarasmi, Ika Widiati, Eko Mulyani, Utami, Sumarni Sigit, Tutus, Neni, Wiwik Wisnu, Suparmia, Yuni Kun, Omang Komari, Hermina, Enny, Lina-Jogya, mbah Put Ika, Eyang Rini ,Handayaningsih, ny. Alian Taptriyani, Dwi Wulansari, Arie Kusumawati, Arie Sumadiyono, Sulasminah , Wahyu Istikhomah, Ferrita Dudiana, SusiHerawati, Lily , Farida Inkiriwang, Wening, Yuka, Sri, Mbah Wi, Si Garet, ibu Wahyu Widyawati, Rini Dwi, Pudya , Indahwdhany, Butut, Oma Michelle, Linurhay, Noeng Nurmadiah, Dwi Wulansari, Winar, Hnur, Umi Iswardono , Yustina Maria Nunuk Sulastri Rahayu Hernadi , Sri Maryani, Bunda Hayu Hanin, Nunuk, Reni, Pudya, Nien, Swissti Buana, Sudarwatisri, Mundjiati Habib, Savero, Ida Yusrida, Nuraida, Nanung, Arin Javania. Ninik Arsini, Neni , Komariyah, Aisya Priansyah, Jainah Jan. Civiyo, Mahmudah, Yati Sri Budiarti, Nur Rochmah. Uchu Rideen
. Ninik Arsini, Endah. Nana Yang, Sari P Palgunadi, Echi Wardani, Nur Widyastuti, Gagiga family, Trie Tjahjo Wibowo, Lestari Mardi, Susi Kamto, Rosen rina,
Aris terus berpikir, lalu akhirnya dia berkata
Delete“Aku tidak berani,” ...
Jgn kliru pembaca, banyak maksudnya itu. Tidak berani mundur, mungkin. Tidak berani melawan, bisa. Tidak berani menolak, sangat diharapkan. Ato aris malah milih indri, bakul jamu. Bu tien gitu lho.
sepertinya judul melani kekasihku harus ganti, Bu tien. Karna tokoh abi-melani diambil alih aris - indi, berubah jadi.... Istriku, managerku. ๐
Hallow Pejaten, Tuban, Sidoarjo, Garut, Bandung, Batang, Kuningan, Wonosobo, Blitar, Sragen, Situbondo, Pati, Pasuruan, Cilacap, Cirebon, Bengkulu, Bekasi, Tangerang, Tangsel,Medan, Padang, Mataram, Sawahlunto, Pangkalpinang, Jambi, Nias, Semarang, Magelang, Tegal, Madiun, Kediri, Malang, Jember, Banyuwangi, Banda Aceh, Surabaya, Bali, Sleman, Wonogiri, Solo, Jogya, Sleman, Sumedang, Gombong, Purworejo, Banten, Kudus, Ungaran, Pamulang, Nusakambangan, Purworejo, Jombang, Boyolali. Ngawi, Sidney Australia, Boyolali, Amerika, Makasar, Klaten, Klipang, JAKARTA...hai..., Mojokerto, Sijunjung Sumatra Barat, Sukabumi, Lamongan, Bukittinggi, Hongkong, El Segudo, California, Bogor, Tasikmalaya, Terimakasih atas perhatian dan support yang selalu menguatkan saya. Aamiin atas semua harap dan do'a.
ReplyDeleteADUHAI.....
Alhamdulillah, MK tayang lebih awal....karena Bu Tien mau nonton bola....๐
ReplyDeleteMakasih Bu Tien, salam sehat selalu....
Alhamdulilah..
ReplyDeleteTks bunda Tien Melani ssh hadir..
Salam sehat & salam aduhai..
Alamdulillah...
ReplyDeleteYang ditunggu tunggu telah hadir
Gasik...
Matur nuwun bu Tien
Semoga bu Tien selalu sehat dan tetap semangat
Salam ADUHAI dr Cilacap.
Alhamdulillah MK 57 sudah tayang
ReplyDeleteTerimakasih bunda Tien
Semoga bunda selalu sehat dan bahagia
Salam sehat dan aduhai dari Purwotejo
Alhamsulilah..terima kasih bu tien
ReplyDeleteAlhamdulillah MK57 telah tayang, terima kasih bu Tien sehat n bahagia selalu. Aamiin.
ReplyDeleteUR.T411653L
Mantab Bu cantik..indah dan menyenangkan.. salam sehat selalu Bu cantik Amin YRA ๐ mr wien
ReplyDeleteSalam ADUHAI MR WIEN
DeleteYang ditunggu telah datang ... marakรจ gumbira
ReplyDeleteMatur nuwun bu Tien
Sami2 ibu Nien
DeleteADUHAI
Kalau jadi laki2 harus berani Aris!!!!!! Terima kasih Bu Tien, semoga selalu sehat.
ReplyDeleteWah gasik temen ki.Matur nuwun Bunda .Sehat selalu dan sukses terus
ReplyDeleteSami2 mas Bambang
DeleteAamiin
Alhamdulillah,terima kasih Bu Tien..
ReplyDeleteSehat..dan bahagia selalu,Aamiin.
Sami2 ibu Rini
DeleteAamiin
Horeeee.,.
ReplyDeleteTrmksh mb Tien, smg sehat sll
Salam ADUHAI
Horeee Yangtie
DeleteAlhamdulillah MK~57 telah hadir, terima kasih bu Tien semoga sehat semangat dan bahagia senantiasa. Aamiin ๐
ReplyDeleteSami2 pak Djodhi
DeleteAamiin
Tur Nuwun Mbak Tien.salam sehat terAduhai
ReplyDeleteSami2 pak aherry
DeleteSalam sehat dan ADUHAI..
"Aku tidak berani,” keluhnya sambil menutupi wajahnya dengan kedua telapak tangan.
ReplyDelete๐พ๐๐๐๐๐ ๐๐๐๐๐๐๐๐ ๐จ๐๐๐ ๐๐๐๐ ๐๐...๐๐..๐๐.
๐ฒ๐๐๐๐๐๐ ๐ฐ๐๐ ๐๐๐ ๐๐๐๐๐๐ ๐จ๐๐๐ ๐๐๐๐ ๐๐๐๐๐2 ๐๐๐๐ ๐๐ ๐ ๐๐ ๐๐๐๐๐ ๐๐๐๐๐๐๐๐ ๐ ๐๐๐๐๐ ๐ฐ๐๐ ๐๐๐ ๐๐๐๐๐๐๐๐ ๐ฉ๐ ๐ป๐๐๐ ๐๐ ๐๐๐๐๐ ๐๐๐๐..
๐ฒ๐๐๐ ๐๐๐๐๐๐ ๐๐๐๐ ๐๐๐๐๐๐๐๐๐๐๐๐๐ ๐๐๐๐๐ ๐จ๐ซ๐ผ๐ฏ๐จ๐ฐ.
๐บ๐๐๐๐ ๐๐๐๐๐ ๐๐๐๐๐๐ ๐๐๐ ๐ฉ๐ ๐ป๐๐๐ ๐ ๐๐ ๐๐๐๐๐๐๐๐..๐จ๐๐๐๐๐ ๐๐น๐จ๐๐๐
maturnuwun
ReplyDeleteWaduhhh... Aris tidak berani???
ReplyDeleteApa Indi harus mengajak ke tempat Melan lagi .
Salam sehat mbak Tien yang selalu ADUHAI.
Salam sehat dan ADUHAI pak Latief
DeleteAriiiisss..... terima kasih Mbu Tien... sehat² trs.... dtunggu part berikutnya.... klw ariss gk mau, sy z yg ganti..hehehe...
ReplyDeleteTerima kasih banyak bu Tien. Semoga selalu sehat. Aamiin YRA. Selamat Hari Ibu.
ReplyDeleteSami2 ibu atau bapak Phoenix
DeleteSelamat hari ibu juga
Sami2 pak Zimi
DeleteTerimakasih
Alhamdulilah sekarang MK selalu hadir lebih awal.
ReplyDeleteMatur nuwun Bu Tien semoga sehat selalu dan barokah semuanya.
Sami2 ibu Rochmah
DeleteAamiin
Matur nuwun Bunda, MK 57 telah hadir, salam sehat n tetap semangat Bunda
ReplyDeleteSami2 ibu Mundjiati
DeleteSalam sehat dan Aduhai
Trims bu tien sehat selalu
ReplyDeleteSami2 ibu Suparmia
ReplyDeleteAamiin
Trimakasih mbak Tien MK57nya..
ReplyDeleteWaduuh piye iki..Aris ga brani..pdhl bu Yayuk udh ngoyak-oyak Indi utk cepet2 nikah..
Semoga ada jalan buat Indi...
Setia nunggu besok lagii..
Salam sehat dan aduhaii mbak Tien..๐๐๐น
Tasik menyimak
ReplyDeleteMakasih tayangannya
Salam sehat selalu
Puji Tuhan ibu Tien tetap sehat, semangat dan produktip shg MK57 hadir gasik dan tetap apik...
ReplyDeleteSemoga pas pengantinnya Andra, Indi dan Aris jadi pendamping lagi dan teman2 semua mendorong keduanya untuk jadian...
Monggo Ibu, dilanjut aja makin penasaran nih. Matur nuwun Berkah Dalem. Salam ADUHAI...
Alhamdulilah MK57 telah hadir.
ReplyDeleteMatur nuwun mb Tien semoga sehat selalu dan tetap semangat menghibur penggemarnya.๐ช
๐ง๐ฒ๐ฟ๐ถ๐บ๐ฎ๐ธ๐ฎ๐๐ถ๐ต ๐บ๐ฏ๐ฎ๐ธ ๐ง๐ถ๐ฒ๐ป
ReplyDeleteAlhamdulillah, MK Eps 57 sudah tayang.
ReplyDeleteTerima kasih mbak Tien Kumalasari.
Semoga mbak Tien tetap sehat, bahagia, dan selalu dalam lindungan Allah SWT.
Aamiin Yaa Robbal Aalamiin.
Salam hangat dari Tangerang.
Duuh..Aris... Kasihan Indi.
ReplyDeleteMakasih mba Tien.
Sehat selalu mba. Aduhai
Alhamdulillah
ReplyDeleteTerimakasih bu Tien.
Alhamdulillah....
ReplyDeleteMtur nuwun Bun....
Mugi2 tansah pinaringan rahayu wilujeng sedoyonipun....
Ah aku baru bangun tidur, lihat MK ternyata sdh tayang gasik. Ma kasih bu Tien. Konflik Indi agak mwnggeser peran Melani. Salam aduhai
ReplyDeleteAlhamdulillah... Terima kasih Bu Tien... Semoga Bu Tien selalu sehat dan semangat dalam berkarya... Selamat pagi selamat beraktifitas... Salam... ๐๐๐
ReplyDeleteAlhamdulillah, matursuwun mbak Tien. Salam sehat selalu
ReplyDeleteAlhamdulillah, suwun bu Tien selalu tepat waktu penayangan cerbungnya. Semoga bu Tien sll sehat dan semangat.
ReplyDeleteAssalamualaikum wr wb. Rupanya Aris lelaki penakut, kan Indi sdh membuka diri..jadi semuanya bisa dibicarakan berdua, shg ada titik temunya. Maturnuwun Bu Tien yg selalu membuat penasaran, semoga Bu Tien senantiasa dikaruniai kesehatan lahir dan batin dan tetap semangat dlm berkarya. Aamiin Yaa Robbal'alamiin.. Salam sehat dari Pondok Gede...
ReplyDeleteAssalamu'alaikum warrahmatullahi wabarakatuh
ReplyDeleteMaaf baru menyapa kembali bu Tien ku yang penuh semangat n sll sehat wal'afiat
Matur nuwun bu Tien untuk MK nya tetap Aduhaaii ๐๐ค๐ฅฐ
Lha nunggu lagi, nunggu jadi jenuh lama², lambรฉ ora ndang ndomblรฉ ngomong apa gitu isinya cuma kaya orang mau menguap nggak jadi; melongo si monyong dibikin bulet, mending; ini pake sensi lagi, ketakutan nggak beralasan, sok gengsi itu yang jadi mandeg, minta reses lagi, cuma dua orang saja kaya sidang majelis; minta ditinjau ulang, biasanya disini di titik kritis ini mau putus apa nyambung, masukan titipan mulai dari berbagai kelompok yang berkepentingan, apalagi kalau baperan walah boleh dipastikan salah pilih, lha wong saiton itu ada dimana mana, njaga asal asalan, tanpa mendengar, cari tau penyebab; kenapa sampai terjadi gejolak. Sok tahu dapat bisikan sana sini, mumรชt dรฉwรฉ. Ha ha ha crigis nganti ngombro ombro, melebar sampai melar.
ReplyDeleteLho menunggu itu yang bikin jenuh, disana sudah menerawang kenangan² dikoleksi yang indah² sampai ketakutan kehilangan; tuh Dita aja ditinggal beberapa hari hampir mogok makan padahal cuma ditunda sehari, untung anaknya mengingatkan dan itu bikin tenang.
Tapi ya memang perlu menunggu, nggak lama beberapa jam lanjutan cerita nya
ADUHAI
Terimakasih Bu Tien,
Melani Kekasihku yang ke lima puluh tujuh sudah tayang.
Sehat sehat selalu doaku, sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta ๐
Nanaaaaang
ReplyDeleteADUHAI
Alhamdulillah ..maju Aries kenapa takut ..punya modal kerja dan dpt istri baik semoga jadi dan pasti ke duanya saling membutuhkan๐๐๐๐๐๐น❤❤❤๐๐๐
ReplyDeleteKemarin saya lihat belum ada yang buka, pas jam 19.42 saya ketik masuknya susah.. semaoga nanti Melani datang sampe drpan pintu langsung bisa masuk..
DeleteAssalamualaikum wr wbr. Liburkah kok dari tadi ngintip MK 58 belum hadir. Mdh2an Bu Tien sklrg sehat wal'afiat semua .
ReplyDelete