MENGAIS CINTA YANG TERSERAK 04
(Tien Kumalasari)
“Suni, maafkan aku ya.”
“Aku kira, setelah aku berada di kota, dan ..”
“Suni, cinta tidak bisa dipaksakan. Jangan terus bermimpi. Sungguh aku tidak bisa mencintai kamu.”
“Siapa gadis itu?”
“Kamu tidak perlu tahu, yang penting kamu harus melupakan aku. Sekali lagi maaf ya. Dan kalau bisa, rubah penampilan kamu dengan pakaian seperti itu.”
“Suniiii!” sebuah teriakan dari arah pintu mengejutkan Suni. Ia langsung berdiri dan berjalan terbungkuk kembali memasuki toko. Gunawan berlalu, menghampiri mobilnya dan berusaha mencari kado ke toko lain.
“Apa yang kamu lakukan?” kata pemilik toko dengan marah.
“Maaf bu, saya.. ketemu teman.”
“Kamu sedang bertugas membersihkan toko. Harusnya kamu bilang kepada teman kamu bahwa kamu tidak bisa menemuinya saat melakukan tugas kamu.”
“Maaf bu..” kata Suni sambil mengambil kembali alat pel nya dan melanjutkan pekerjaannya.
“Jangan lakukan itu lagi kalau tak ingin aku memecat kamu.”
“Maaf bu.”
Pemilik toko berlalu, dan masuk kembali kedalam ruangannya, sementara Suni melanjutkan pekerjaannya dengan hati teriris pedih.
“Makanya, kalau bekerja itu yang bener, jangan karena ada cowok ganteng lalu kamu berteriak-teriak sok kenal,” ledek salah seorang penjaga toko.
Suni memonyongkan mulutnya.
“Dia itu dulu pacar aku, tahu!”
Dan tawa beberapa pegawai toko meledak.
“Kasihan, kamu mimpi disiang bolong bukan?”
“Gara-gara kamu dia kabur, nggak jadi beli apapun tadi,” pelayan toko yang sudah terlanjur mengeluarkan barang dagangan mengomel.
“Nggak percaya ya sudah. Aku tidak bohong kok.”
“Kamu nggak bohong, cuma mimpi.. ya kan?”
Suni tak menjawab, ia juga tak mengerti harus menjawab apa, karena nyatanya Gunawan tak mempedulikannya.
“Ia mencintai gadis lain. Siapa ya gadis itu? Sakit sekali hatiku,” kata batin Suni, sakit.
Tiba-tiba seorang wanita berpakaian mewah mendekati Suni.
“Kamu pelayan disini?”
“Sudah tahu kalau aku sedang mengepel masih juga bertanya. Kalau bukan pelayan mana mau mengepel lantai, membersihkan toko,” gerutu Suni dalam hati. Mana berani dia menjawab, wanita itu tampak bukan orang sembarangan.
“Kamu cantik, mengapa mau melakukan pekerjaan kotor seperti ini?” kata wanita itu lagi.
“Nggak apa-apa bu, orang saya nggak makan sekolahan, bisanya ya bekerja seperti ini,” kata Suni sambil melanjutkan pekerjaannya.
“Berapa gaji kamu?”
Suni menatap wanita itu. Ia cantik, walau usianya tak lagi muda. Bau wanginya barangkali sudah menyebar ke seluruh ruangan toko ini. Tapi Suni kesal wanita itu banyak bertanya-tanya. Sekarang malah bertanya berapa gajinya segala.
“Banyakkah?”
“Menurut saya ya banyak. Cukup untuk beli pakaian,” katanya sambil melanjutkan lagi pekerjaannya. Lalu wanita itu mendekati pelayan dan memesan beberapa baju.
Sepertinya dia pelanggan toko ini.
Suni sudah mengepel sampai kedepan toko, ketika nyonya cantik itu keluar sambil menenteng belanjaannya.
“Kamu tampak seksi dengan pakaian kamu. Siapa namamu?”
“Suni.”
“Nama gadis dusun, nggak pantas gadis cantik namanya Suni. Tapi aku suka cara kamu berpakaian, sungguh.”
Suni tersenyum tipis. Baru saja Gunawan mencela cara dia berpakaian dan belum sempat menggantinya, wanita cantik ini justru memujinya.
“Kamu masih gadis ?”
“Ya gadislah bu, perawan ting-ting,” jawab Suni sambil bersiap masuk ketoko.
“Eh, tunggu. Maukah kamu ikut aku?”
“Ikut ibu kemana?”
“Ikut bekerja bersama aku. Nanti aku belikan baju-baju yang lebih bagus. Dandan yang lebih cantik.”
“Saya?” senyum Suni mengembang, tak percaya akan apa yang didengarnya.
“Iya, sayang wajah cantik kamu kalau hanya bekerja seperti ini.”
“Saya hanya.. lulusan SMP.”
“Tidak masalah, yang penting kamu cantik. Dan kamu akan mendapatkan uang yang lebih banyak. Jauh lebih banyak dari yang sudah kamu dapatkan disini.”
“Benarkah ? Bekerja apa saya nanti disana?”
“Bekerja enak. Aku banyak tamu, kamu hanya harus melayani tamu-tamu aku.”
“Membuat minuman, menyajikan hidangan, begitu?”
“Ya, seperti itulah. Tidak berat, kamu akan senang. Berpakaian bagus, berdandan cantik dan wangi, menyajikan hidangan untuk tamu, tidak berat kan?”
Senyuman Suni semakin mengembang. Berdandan cantik.. pakai baju bagus, wangi? Aduhai.. itu benar-benar seperti kehidupan yang diimpikannya.
“Bagaimana Suni?”
“Saya mau bu, tapi kapan?”
“Hari ini juga kalau kamu mau.”
“Kok hari ini sih bu, aku kan belum gajian?”
“Aduuh, mengapa memikirkan gaji? Berapa gaji kamu, nanti aku yang menukarnya, dua kali lipat.”
Mata Suni berbinar.
“Benarkah? Berarti sebagian bisa saya kirimkan kepada bapak dikampung.”
“Nanti kamu akan bisa mengiriminya lebih banyak.”
“Tapi saya harus pulang dulu bu, biar bapak saya senang saya dapat pekerjaan bagus.”
“Kalau hari ini kamu pamit sama majikan kamu, aku akan menjemput kamu, sekalian mengantarkan kamu ke kampung kamu untuk memberikan uangnya pada bapak kamu.”
“Haaa, benarkah ? Naik mobil?”
“Ya naik mobil lah, masa jalan kaki.”
Suni menutup mulutnya, menyembunyikan kegembiraannya.
“Baiklah, saya akan pamit hari ini juga. Ibu menunggu?”
“Aku pulang dulu. Nanti sore aku menunggu kamu diluar situ, langsung aku antar kamu ke kampung. Tapi ingat, kalau kamu berpamitan nanti, kamu cukup mengatakan akan pulang kampung. Jangan sekali-kali bilang akan bekerja ditempat lain.”
“Baiklah bu.”
Suni memasuki toko sambil menjinjing alat pelnya dengan langkah ringan. Ia tak peduli mendengar ejekan para pelayan toko yang masih saja menggelitik telinganya.
“Mengocehlah sesuka hati kamu, beberapa hari lagi aku akan datang ketoko ini, bukan untuk mengepel dan membersihkan toko, tapi akan belanja baju yang bagus-bagus,” kata batin Suni.
Suni perawan desa yang lugu, yang memimpikan kehidupan gemerlap seperti yang pernah dilihatnya di televisi, kagum oleh penampilan wanita-wanita cantik dengan baju-baju seksi, dan dia merasa bahwa sebentar lagi impiannya akan terwujud. Begitu selesai melakukan tugasnya, ia mandi dan berdandan, kemudian menghadap ibu pemilik toko untuk berpamitan.
“Mengapa tiba-tiba kamu minta berhenti?”
“Saya mau pulang kampung saja bu.”
“Apa kamu kesal karena aku memarahi kamu tadi?”
“Bukan bu, tiba-tiba saya ingat bapak saya yang sudah tua. Kasihan dan pengin pulang saja.”
“Mengapa tidak menunggu minggu depan saja setelah kamu menerima gaji ?”
“Sungguh saya ingin pulang sekarang bu, saya ingat bapak saya.”
“Ya sudah, terserah kamu saja. Ini gaji kamu yang tidak genap sebulan. Aku tidak bisa memberi lebih karena kamu baru bekerja dua bulan kurang seminggu.”
“Tidak apa-apa bu, tidak diberipun saya mau, asalkan saya bisa pulang sore ini.”
***
Suni berdiri dipinggir jalan dengan gelisah. Hari mulai temaram karena sebentar lagi malam akan menjelang. Kemana nyonya cantik yang menjanjikan beribu kesenangan dan selalu diingatnya dengan riang?
Suni melihat kekanan dan kekiri, dan mengamati setiap mobil yang kebetulan berhenti.
“Apakah nyonya cantik tadi berbohong? Tapi untuk apa membohongi aku yang belum pernah dikenal sebelumnya?”
Suni hampir putus asa, dan air mata mulai menetes membasahi pipinya. Kalau nyonya cantik itu tidak datang, sementara dia sudah keluar dari pekerjaannya, kemana lagi dia harus mencari pekerjaan? Ketika melamar itu ada seorang tetangganya yang sudah bekerja dikota mengantarkannya sehingga dia bisa diterima menjadi pembantu di toko itu. Lalu sekarang ia harus kemana? Ia juga tak tahu tetangganya itu bekerja dimana, dan kalaupun tahu, lalu menemuinya, pasti ia akan mendapat marah.
Suni mengusap air matanya, dan terkejut ketika seseorang memegang bahunyua.
“Hei, mengapa menangis?”
Suni menoleh, dan hampir bersorak karena nyonya cantik itulah yang datang.
“Ya ampun bu, saya kira ibu berbohong, sementara saya sudah kehilangan pekerjaan.”
Nyonya cantik itu tertawa sambil menggandeng Suni kearah mobilnya.
“Ayo naik, aku antar kamu ke kampung kamu untuk memberikan uang kepada bapak kamu,” kata nyonya cantik itu sambil menjalankan mobilnya.
Suni menatap sang nyonya dengan kagum.
“Ya ampun.. ibu mengendarai mobil sendiri?”
“Iya dong, besok kalau uang kamu sudah banyak, kamu juga bisa beli mobil, lalu kemana-mana mengendarai mobil kamu sendiri.”
Mata Suni terbelalak.
“Benarkah ?”
Nyonya itu mengangguk. Suni menyandarkan kepalanya, menikmati jok mobil yang empuk dan wangi menyeruak yang hampir membuatnya mabuk.
“Kamu tidak digaji?”
“Oh iya, lupa ngomong, saya diberi uang, tapi tidak genap sebulan, karena saya memang belum dua bulan bekerja disitu.”
“Tidak apa-apa, nanti aku tambahin, biar bapak kamu senang. Nanti bilang sama bapak kamu, karena pekerjaan kamu bagus, maka kamu mendapatkan gaji tambahan.”
“Ya bu.”
“Dan bilang juga bahwa setiap bulan kamu akan mengirimkan uang lebih untuk bapak kamu, supaya bapak kamu hidup berkecukupan. Bapak kamu bekerja?”
“Buruh tani bu.”
“Kalau uang kamu sudah cukup, suruh bapak kamu berhenti bekerja. Kamu akan bisa mencukupi semua kebutuhannya.”
“Ya ampuun, nyonya ini baik bangeeet, baru ketemu sudah begitu royal, pasti dia malaikat penolong aku, yang merasa iba karena aku telah disakiti oleh mas Gunawan,” pikir Suni.
***
“Suni, kamu malam-malam datang, diantar oleh siapa?”
“Itu majikan Suni pak, dia baik banget. Setengah tua, tapi cantik, dan sangat baik. Ini Suni diantar pulang, hanya untuk memberi bapak uang. Ini pak, hasil kerja Suni selama dua bulan,” kata Suni sambil mengulurkan amplop berisi uang.
“Kok tebal banget, isinya berapa ini?”
“Nanti saja bapak buka. Itu cukup untuk hidup bapak sebulan, membeli baju, makanan dan apa saja yang bapak mau. Setiap bulan Suni akan mengiriminya agar bapak tidak kekurangan.”
“Ini gaji kamu? Mengapa diberikan bapak semuanya? Apa kamu tidak butuh uang?”
“Suni sudah cukup pak, majikan Suni memberi Suni makan yang cukup, dan pakaian yang tidak mengecewakan. Pokoknya bapak tidak usah khawatir, Suni akan bekerja baik-baik, agar hidup kita lebih enak.”
“Tapi nduk..” kata pak Kardi ragu.
“Pak, Suni tidak bisa lama, soalnya majikan Suni sendiri yang mengantar. Lain kali Suni akan pulang lebih lama dan bercerita banyak sama bapak,” kata Suni sambil beringsut mau pergi. Diciumnya tangan bapaknya dan dengan cepat dia menghampiri mobil majikan barunya.
Pak Kardi menatap kepergian Suni dengan mata berkaca-kaca. Suni adalah satu-satunya darah daging yang dimilikinya, dan sudah dua bulan meninggalkannya. Kali ini dia datang hanya memberikan sebungkus uang, lalu pergi dengan tergesa-gesa.
“Bapak ingin bicara banyak, kok tiba-tiba pergi lagi,” bisiknya pilu.
Ia masuk kedalam rumah, lalu membuka amplop berisi uang yang diberikan anaknya.
“Banyak benar gaji kamu nduk, bekerja apa sih disana?” bisik pak Kardi. Tapi entah mengapa, ada perasaan tak nyaman ketika membuka amplop uang itu.
***
Pak Murti mengadakan pesta meriah untuk pernikahan puteri tunggalnya. Walau ada sedikit kekecewaan karena tak berhasil menjadikan Gunawan sebagai menantunya, tapi pak Murti cukup senang melihat puterinya tampak bahagia.
Berkali-kali ia meminta maaf kepada Gunawan atas tak berhasilnya keinginan itu. Dan Gunawan justru merasa sungkan karena pak Murti selalu mengucapkan kata maaf.
“Bapak jangan pikirkan itu. Jodoh itu sudah ditentukan dari atas sana. Kita harus bisa menerimanya dengan ikhlas bukan?” selalu itulah jawaban Gunawan untuk menutupi hatinya yang perih, karena sesungguhnya ia juga mencintai Yessy. Cinta yang tiba-tiba disadarinya, dan tiba-tiba menyakitinya.
Ia menatap ke pelaminan, melihat kebahagiaan yang terpancar dari raut muka kedua mempelai. Gunawan menghela nafas berkali-kali. Ia ingin lari, menjauh, tak ingin melihat keceriaan itu, tapi pak Murti menyerahkan tanggung jawab pesta itu kepada dirinya. Kemudian ia duduk menjauh, bahkan tak ingin berbincang dengan rekan-rekan bisnis yang hampir semua menghadirinya, membiarkan gemuruh pesta, musik yang bertalu, berpadu dengan gemuruh dadanya.
Hingga pesta berakhir, lalu semuanya larut dalam kesibukan membenahi sisa-sisa hiruk pikuk itu, Gunawan memilih segera pulang. Membenamkan dirinya didalam kamar, menikmati kesendirian yang menggigit.
***
Dua hari dirumah majikan barunya, Suni benar-benar takjub. Rumahnya besar dan bagus. Ada beberapa pembantu yang membersihkan rumah dan kebun. Perabotan yang serba mewah, dan Suni belum pernah melihatnya. Sofa yang bagus, almari bagus, ada potret sang majikan dipajang besar disudut ruangan. Semula Suni mengira dia akan mendapat tugas membersihkan rumah juga, tapi tidak. Suni heran karena selama dua hari sang majikan hanya mengajaknya belanja. Belanja pakaian bagus-bagus dan diberikan padanya. Harusnya Suni bertanya-tanya, mengapa dia harus mengenakan pakaian bagus dan seksi. Tapi Suni begitu gembira mendapatkan semua yang pernah diimpikannya. Menjadi gadis kota dan berpakaian seksi, berdandan ala artis.
Rumah dimana Suni dibawa masuk adalah rumah induk. Disebelahnya ada sebuah pavilyun, yang ketika Suni melongok dari jendela kemarnya, ia mendengar tawa renyah perempuan, yang pastinya berjumlah lebih dari dua orang.
“Siapa mereka bu?”
“O, itu anak-anak ibu, ada beberapa. Belum saatnya kamu mengenal mereka. Tempatmu disini, didekat kamar aku. Besok-besok kalau kamu sudah pintar segalanya, barulah kamu berkenalan dengan mereka.”
“O, jawab Suni heran, tapi tidak melanjutkannya bertanya.”
‘Bu Susi..’ begitu sang nyonya memperkenalkan namanya sejak pertama kali ia menginjakkan kakinya dirumah mewah itu, sangat baik dan ramah kepada dirinya.
“Apa kamu suka baju-baju ini?”
“Sangat suka bu.. bu Susi sangat baik.”
Lalu bu Susi mendandaninya. Bagaimana cara mempergunakan alas bedak, bagaimana membedaki wajahnya yang sudah cantik, mengoles lipstik, membentuk alis yang bagus, dan memasang bulu mata agar tampak lebih cantik.
“Ya ampun… apa itu aku?” teriak Suni ketika melihat wajahnya sendiri yang sudah didandani.
“Ya Suni, itu kamu. Lihat, kamu seperti boneka barby.”
“Siapa boneka barby?”
“Boneka mainan yang sangat cantik.”
“Aduh, saya seperti boneka mainan?”
“Sekarang kamu harus berlatih untuk mendandani diri kamu sendiri. Tidak selamanya aku yang harus mendandani kamu. Semua alat kecantikan ada di kamar ini.”
Suni mengangguk-angguk, lalu dia menghapus semua dandanan itu, dan mencobanya dengan tangannya sendiri. Berkali-kali dia melakukannya tidak berhasil, dan untuk kesekian kalinya barulah berhasil.
Di hari ketujuh Suni benar-benar sudah bisa tampil cantik tanpa dibantu.
Suni keluar dari kamar, dan bu Susi berdecak kagum melihat penampilannya.
“Kamu cantik sekali. Dan malam ini kamu sudah harus mengerjakan tugas kamu.”
“Bagus sekali bu, selama disini saya belum pernah melakukan apapun.”
“Sebentar, ada tamu rupanya. Kamu tunggu dulu disini.”
Bu Susi menyuruh Suni duduk disofa, lalu bergegas menyambut seseorang yang baru saja turun dari mobil. Bukannya membawa kerumah, bu Susi mengajaknya ke pavilyun. Suni diam dan masih saja bingung harus melakukan apa.
“Katanya malam ini aku harus bekerja. Aku kira aku harus menyuguhkan minum untuk tamu yang baru datang. Ternyata tamu itu dibawa ke rumah kecil itu,” gumam Suni sambil menyilangkan kedua kakinya. Alangkah nyaman duduk bersilang kaki diatas sofa yang empuk. Suni mengayun-ayunkan tubuhnya dengan nikmat.
Tak lama kemudian bu Susi masuk dan duduk didepan Suni.
“Suni, mulai sekarang namamu bukan Suni. Itu nama kampungan.”
“Lalu aku harus berganti nama?”
“Bagaimana kalau Nike, haaa bagus kan.. Nike.. ingat ya, nama kamu Nike..”
“Nike.. Nike.. Nike.. Nike..” Suni menghafalkan nama Nike berkali-kali.
Lalu Suni tersenyum senang. Nama yang bagus..
Hari telah malam, Suni mulai mengantuk. Ia ingin masuk kekamarnya, tapi bu Susi menahannya.
“Tunggu, itu tamu untuk kita.”
“Untuk kita?” tanya Suni heran.
“Maksudku tamu aku, dan kamu nanti harus melayani dia.”
“Saya buatkan minum?”
“Tidak, di kulkas banyak minuman dingin.”
“Selamat malam, Susi!” terdengar suara berat dan membuat Suni terkejut.
“Hai Frans, masuklah..”
“Mana dia?”
“Ssst..” bu Susi mengerdipkan sebelah matanya.
Tamu yang dipanggil Frans itu melirik kearah Suni, lalu tersenyum sambil mengangguk-angguk.
“Nike, minum untuk pak Frans,” kata bu Susi sambil menatap Suni.
Suni mengambil minuman dingin dari dalam kulkas, lalu diletakkannya dimeja. Ia melihat yang dipanggil Frans adalah seorang laki-laki yang tidak lagi muda. Badannya tambun, kumisnya sekepal. Tapi Suni benci melihat senyumnya. Laki-laki itu menatapnya seperti hendak menelannya hidup-hidup.
“Cantik,” pak Frans meraih pinggang Suni. Suni menggeliat lalu mengundurkan diri.
Melihat tingkah Suni , Frans tetawa ngakak.
“Benar-benar perawan kencur, tapi cantik. Kamu benar,” kata Frans sambil menenggak minuman yang disuguhkan.
Suni ingin beranjak kebelakang, tapi bu Susi menahannya.
“Nike, kamu harus menemani pak Frans.”
Suni menghentikan langkahnya.
“Pak Frans belum lama datang ke kota ini, dia harus ditemani. Tapi aku sedang nggak enak badan.”
Suni mengerutkan keningnya.
“Nike jangan takut, kita akan berputar-putar melihat kota ini, kamu pasti suka,” kata pak Frans sambil menghabiskan minumannya.
“Tapi bu..”
“Kamu kan sudah janji untuk melakukan tugasmu. Ini tugas pertama kamu. Dia banyak uang, dia akan memberi kamu uang yang banyak,” bisik Susi ke telinga Suni.
Frans sudah berdiri, dan Susi mendorong Suni pelan, memaksanya mengikuti pak Frans.
“Dia baik kok,” bisik Susi lagi.
Suni dengan ragu mengikuti pak Frans. Mobilnya bagus. Benarkah dia akan diberi uang yang banyak? Tak ada yang bisa Suni katakan, ketika Susi membukakan pintu depan, lalu Frans duduk dibelakang kemudi.
“Layani dia dengan baik, sekali lagi jangan takut,” pesan bu Susi sebelum Frans menjalankan mobilnya.
***
Besok lagi ya
Trimakasih bu Tien... MCYT 04 dah tayang. Aduhaii
ReplyDeleteSelamat mbk Wiwik juara 1
DeleteSelamat Jeng Wiwik ... Juara 1 lagi.
DeleteADUHAIIII.
Selamat jeng Wiwiek Suharti...juara 1 is the best.....
DeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteTayang deh MCYT 04
Alhamdulillah...
ReplyDeleteMtnuwun mbk Tien
Salam ADUHAI jeng Nani
Deletematur nuwun eyang Tien
ReplyDeleteSelamat tayang *MCYT-04*
ReplyDeleteSalam Aduhai bu Tien.
Matur nuwun mbak Tien-ku mcyt04
ReplyDeleteSelamat ya Yessy...sukses pestanya, walau ada hati yang hancur karena-mu.
DeleteGunawan apa kabar... jangan terlalu banyak bersedih , dunia tidak selebar daun kelor. Mungkin baru disiapkan jodohmu oleh yang buat lakon.
Sepertinya Suni akan bernasib seperti Bimbi kata cak Agoes kemarin, benarkah...
Kita tunggu bersama episode 05 yang akan menentukan arah cerita ini.
Salam sehat mbak Tien Kumalasari, dari sragentina selalu ADUHAI.
Kok koment nya Danar ilang ?
DeleteGak masalh koment sy ada yg hapus. Tulisan bu tien ilang, bisa ribut ni ...
DeleteTerimakasih...
ReplyDeleteHallow mas2 mbak2 bapak2 ibu2 kakek2 nenek2 ..
ReplyDeleteWignyo, Ops, Kakek Habi, Bambang Soebekti, Anton, Hadi, Pri , Sukarno, Giarto, Gilang, Ngatno, Hartono, Yowa, Tugiman, Dudut Bambang Waspodo, Petir Milenium (wauuw), Djuniarto, Djodhi55, Rinto P. , Yustikno, Dekmarga, Wedeye, Teguh, Dm Tauchidm, Pudji, Garet, Joko Kismantoro, Alumni83 SMPN I Purwantoro, Kang Idih, RAHF Colection, Sofyandi, Sang Yang, Haryanto Pacitan, Pipit Ponorogo, Nurhadi Sragen, Arni Solo, Yeni Klaten, Gati Temanggung, Harto Purwokerto, Eki Tegal dan Nunuk Pekalongan, Budi , Widarno Wijaya, Rewwin, Edison, Hadisyah,
Sastra, Wo Joyo, Tata Suryo, Mashudi, B. Indriyanto, Nanang, Yoyok, Faried, Andrew Young, Ngatimin, Arif, Eko K, Edi Mulyadi, Rahmat, MbaheKhalel, Aam M, Ipung Kurnia, Yayak, Trex Nenjap, Sujoko, Gunarto, Latif, Samiadi, Alif, Merianto Satyanagara, Rusman, Agoes Eswe, Muhadjir Hadi, Robby, Gundt, Nanung, Roch Hidayat, Yakub Firman, Bambang Pramono, Gondo Prayitno , Zimi Zaenal M. , Alfes, Djoko Bukitinggi, Arinto Cahya Krisna ,
Yustinhar. Peni, Datik Sudiyati, Noor Dwi Tjahyani, Caroline Irawati, Nenek Dirga, Ema, Winarni, Retno P.R., FX.Hartanti, Danar, Widia, Nova, Jumaani, Ummazzfatiq, Mastiurni, Yuyun, Jum, Sul, Umi, Marni, Bunda Nismah, Wia Tiya, Ting Hartinah, Wikardiyanti, Nur Aini, Nani, Ranti, Afifah, Bu In, Damayanti, Dewi, Wida, Rita, Sapti, Dinar, Fifi, Nanik. Herlina, Michele, Wiwid, Meyrha, Ariel, Yacinta, Dewiyana, Trina, Mahmudah, Lies, Rapiningsih, Liliek, Enchi, Iyeng Sri Setyawati , Yulie, Yanthi , Dini Ekanti, Ida, Putri, Bunda Rahma, Neny, Yetty Muslih, Ida, Fitri, Hartiwi DS, Komariah P., Ari Hendra, Tienbardiman, Idayati, Maria, Uti Nani, Noer Nur Hidayati, Weny Soedibyo, Novy Kamardhiani, Erlin, Widya, Puspita Teradita, Purwani Utomo, Giyarni, Yulib, Erna, Anastasia Suryaningsih, Salamah, Roos, Noordiana, Fati Ahmad, Nuril, Bunda Belajar Nulis, Tutiyani, Bulkishani, Lia, Imah P Abidin, Guru2 SMPN 45 Bandung, Yayuk, Sriati Siregar, Guru2 SMPN I Sawahlunto, Roos, Diana Evie, Rista Silalahi, Agustina, Kusumastuti, KG, Elvi Teguh, Yayuk, Surs, Rinjani, ibu2 Nogotirto, kel. Sastroharsoyo, Uti, Sis Hakim, Tita, Farida, Mumtaz Myummy, Gayatri, Sri Handay, Utami, Yanti Damay, Idazu, Imcelda, Triniel, Anie, Tri, Padma Sari, Prim, Dwi Astuti, Febriani, Dyah Tateki, kel. SMP N I Gombong, Lina Tikni, Engkas Kurniasih, Anroost, Wiwiek Suharti, Erlin Yuni Indriyati, Sri Tulasmi, Laksmie, Toko Bunga Kelapa Dua, Utie ZiDan Ara, Prim, Niquee Fauzia, Indriyatidjaelani,
Bunda Wiwien, Agustina339, Yanti, Rantining Lestari, Ismu, Susana Itsuko, Aisya Priansyah, Hestri, Julitta Happy, I'in Maimun, Isti Priyono, Moedjiati Pramono, Novita Dwi S, Werdi Kaboel, Rinta Anastya, r Hastuti, Taty Siti Latifah, Mastini M.Pd. , Jessica Esti, Lina Soemirat, Yuli, Titik, Sridalminingsih, Kharisma, Atiek, Sariyenti, Julitta Happy Tjitarasmi, Ika Widiati, Eko Mulyani, Utami, Sumarni Sigit, Tutus, Neni, Wiwik Wisnu, Suparmia, Yuni Kun, Omang Komari, Hermina, Enny, Lina-Jogya, mbah Put Ika, Eyang Rini ,Handayaningsih, ny. Alian Taptriyani, Dwi Wulansari, Arie Kusumawati, Arie Sumadiyono, Sulasminah , Wahyu Istikhomah, Ferrita Dudiana, SusiHerawati, Lily , Farida Inkiriwang, Wening, Yuka, Sri Hallow Pejaten, Tuban, Sidoarjo, Garut, Bandung, Batang, Kuningan, Wonosobo, Blitar, Sragen, Situbondo, Pati, Pasuruan, Cilacap, Cirebon, Bengkulu, Bekasi, Tangerang, Tangsel,Medan, Padang, Mataram, Sawahlunto, Pangkalpinang, Jambi, Nias, Semarang, Magelang, Tegal, Madiun, Kediri, Malang, Jember, Banyuwangi, Banda Aceh, Surabaya, Bali, Sleman, Wonogiri, Solo, Jogya, Sleman, Sumedang, Gombong, Purworejo, Banten, Kudus, Ungaran, Purworejo, Jombang, Boyolali. Ngawi, Sidney Australia, Boyolali, Amerika, Makasar, Klaten, JAKARTA...hai..., Mojokerto, Sijunjung Sumatra Barat, Sukabumi, Lamongan, Hongkong, perhatian dan support yang selalu menguatkan saya. Aamiin atas semua harap dan do'a.
ADUHAI.....
Pesan tempat dulu, ya bu tien.
DeleteJadi WADUH HAI buat suni. Mudah2an kejadian ika/surti tak berulang. Frans ditinju Rudianto ato si GUNdul rupAWAN. :)
DeleteMatur nuwun Bu Tien sapaannya dibaris ketiga....termasuk orang lama penggemar cerbung, setelah pa Wignyo, Opa (bukan OPS).
DeleteAlhamdulillah MCYT_04 sdh ditayangkan....wah...Suni tersandera ibu cantik...waduhhhhh....jangan-2 .....dijadikan pemuas laki-laki hidung belang....semoga dugaanku keliru......
Salam Aduhai dari Antapani Bandung.
Oh iya mas kakek.. takgantine..
DeleteADUHAI tenan kokisa ops
Danar lucu deh
DeleteADUHAI
Matur nuwun bu Tien
DeleteSemoga selalu SEHAT
Tetap SEMANGAT
Salam dr bumi Nusakambangan
Alhamdulillah
ReplyDeleteADUHAIIIIII ...
ReplyDeleteTerima kasih mbak Tien, MCYT 04 sdh dihadirkan.
Salam hangat kami dari Yogya.
Hangat dan ADUHAI mas Yowa. ..
DeleteAlhamdulillah....
ReplyDeleteMuncul juga...
Terimakasih... Mbak tien
ReplyDeleteMatur nuwun bunda Tien MCYT04 telah hadir...🙏
ReplyDeleteSugeng ndalu...salam hormat dari kota Malang..
Tetap ADUHAI selalu njih bun...
Keren banget Bunda jam segini MCYT 04 dah tayang.Matur nuwun Bunda.
ReplyDeleteMt malam met istirahat dan sukses selalu buat Bunda.Jangan lupa bahagia.Salam Aduhai....
Alhamdulillah.
ReplyDeleteMatur nuwun Mbak Tien...
Tetap sehat ,semangat & Aduhaiii nggih...
wahhh bu Tien seperti inikah gambaran sebenarnya dari jebakan2 pekerjaan perempuan...banyak Suni di dunia ini
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteTerimakasih bunda Tien cerbungnya
Semoga selau sehat dan bahafia
Salam aehat dan aduhai
Alhamdulillah, suwun mbak Tien
ReplyDeleteSalam sehat dan semangat sll, bahagia selamanya...
Selalu *aduhai*
N
ReplyDeleteGanti dong. K
DeleteGanti R saja ha ha ha
DeleteAlhamfulilah MCYT 04 telah hadir. Mksh Bunda Tien. Salam sehat dan bahagia. Selalu Aduhai n Aduhai.
ReplyDeleteAlhamdulillah MCYT 94 dah tayang, makasih Bun, salam aduhai.
ReplyDeleteSalam ADUHAI PAK Sugiharto
DeleteSip.. Sdh terbit... Mtr nuwun b Tien
ReplyDeleteSalam sehat dari REWWIN 🌿
Sehat dan ADUHAI cak
Delete#. MCYT 04
ReplyDeleteWaduuuuh... Suni, polos bangett.
ReplyDeleteHebat bu tien dalam memainkan cerita..
Sehat terus ya bu..dan makasiih tuk cerbungnya.
Salam aduhai..
ADUHAI jeng Putri
Delete#. MCYT 04
ReplyDeleteAlhamdulillah MCYT 04 sdh hadir
ReplyDeleteTerima kasih Bu Tien, sehat selalu Bu..
Salam ADUHAI dari Bekasi
Sehat dan ADUHAI selalu jeng Ting
DeleteTharara... MCYT 04 sdh hadir.... smg mbTien sehat sll....
ReplyDeleteSalam ADUHAI.... 🙏
Paling ADUHAI buat Yangtie
DeleteAlhamdulillah sudah tayang MCYT 04
ReplyDeleteSuwun mb Tien....salam aduhai
ADUHAI juga Atiek
DeleteSugeng dalu...maturnuwun mbakTien...aduhai...kasihan sekali nasib perawan kencur suni yang mabuk kemewahan
ReplyDeleteBiar jadi pelajaran jeng In.
DeleteADUHAI kan?
Alhamdulillah, MCYT 4 sdh hadir...
ReplyDeleteMatur nuwun Bu Tien, salam sehat selalu salam aduhai....
ADUHAI Prim
DeleteAlhamdulilah MCYT 04 sudah terbit..
ReplyDeleteMatur nuwun bu Tien...mugi tansah sehat
Salam aduhai dari tangsel
Salam ADUHAI ibu Moedjiati
DeleteNyuwun Pangapunten ...setelah baca episode 04 ,sy sedih Mbak Tien ..nama germonya suni kok sama dg sy ..ya Alloh ... Astaghfirulloh ..Na'udzubillahimdzaalik 😭😭😭😭😭😭😭... nggak bisa diganti namanya ya .
ReplyDeleteMaaaaaf.. nggak sengaja . Tapi habis ini nggak keluar kok. Tenang aja..
DeleteADUHAI ya
Waduuh hai... turut prihatin. :(
DeleteYaaa... brarti kalo di sinetron cuma sekali tayang.
Namanya Susiana mbak...tidak sama kok. Tenang saja ...
DeleteYa ampuuuun ,, sama juga ga papa,, cuma nama doang,,, okey mom
DeleteIni cerita yang berbeda dengan cerita² sebelumnya.
ReplyDeleteThis comment has been removed by the author.
ReplyDeleteHahaa.. mas Dudut bisa aja..
DeleteADUHAI deh
Alhamdulillah MCYT Eps 04 sudah tayang, matur nuwun sanget mbak Tien Kumalasari.
ReplyDeleteSalam sehat dan salam hangat dari Karang Tengah Tangerang.
Sunike sudah berada di pinggir jurang Susi similikiti...? 😂😂
Mas Dudut, komen ku kok jadi mencolot sih
DeleteKomen saya yg it ada salah ketik jadi saya delete. Ngapunten njih..
DeleteThis comment has been removed by the author.
ReplyDeleteWaduuh....suni di jadikan apa itu sama bu susi ...kasihan suni..
ReplyDeleteMatur suwun bunda Tien MCYT4 sdh tayang, ADUHAI..Ceritanya menarik
Bikin penasaran...semoga selalu sehat bunda Tien dan tetap selalu ADUHAI
Tetap penasaran dan ADUHAI jeng Lina
DeleteSuni... Suni... hati2 kamu. Kamu bisa jadi perempuan gak bener gara2 angan2mu menjadi wanita kota. Aku jadi miris melihat tingkah dan nasibmu. Sadarlah ajining diri bukan dari cara berpakaian tapi dari perilaku yg baik. Sadar ya nduk cah ayu. Semoga kamu tidak terjerumus di lembah yg kelam.
ReplyDeleteTerima kasih Mbak Tien, MCYT 4 sudah hadir. Semoga Mbak Tien selalu sehat ya. Salam seroja ADUHAI dari Semarang.
Jeng Ira.. ADUHAI deh
DeleteTerima kasih bu Tien,sehat selalu🥰
ReplyDeleteSelalu ADUHAI jeng Lina
DeleteHaduh kok deg2 an saya takut suni kenapa2
ReplyDeleteJangan drg2an bunda, ADUHAI saja
DeleteMlm mb Tien trmksh mcyt04 sdh tayang.. benarkah Suni dijadikan wanita mlm? Sm bu Susi? Terpesona duniawi..tdk berani mereka crt slnjtnya.. menunggu sj alur crt mb Tien...slm seroja utk semua pctk 🤗
ReplyDeleteBenar tidak ya jeng Sapti. Pokoke ADUHAI wae lah
DeleteLembar koreksi :
ReplyDelete1. “Tidak apa-apa bu, tiak diberipun saya mau, asalkan saya bisa pulang sore ini.”
# “Tidak apa-apa bu, tidak diberipun saya mau, asalkan saya bisa pulang sore ini.”#
2. Suni mengusap air matanya, dan terkejut ketika seseorang memegang bahunyua.
# Suni mengusap air matanya, dan terkejut ketika seseorang memegang bahunya.#
3. Susi diam dan masih saja bingung harus melakukan apa.
# Suni diam dan masih saja bingung harus melakukan apa. #
4. Melihat tingkah Suni , Frans tetawa ngakak.
# Melihat tingkah Suni , Frans tertawa ngakak. #
**"**
“Layani dia dengan baik, sekali lagi jangan takut,” pesan bu Susi sebelum Frans.
Waduhhhh....ora lidok.
Lanjoooooooottttt
Lidok ki apa mas Kakek?
DeleteLidok = (lidah?) Kodok
DeleteOra ilok, ora sumbut, he he he ...ngawur ni Yee...
Makasihmbak Tien...mcyt 04nya...
ReplyDeleteDuuuh....ikut deg2an n kawatir aja tuh sm suni...nike...bersama pria tambun kumis tebal..hiiii...serem..
Moga suni slamet2 aja yaa...
Suni polosdan lugu..ingin meraih mimpi...titip suni ya mbak Tien...naluri bapaknya udh ga enak 😥
Salam sehat dan aduhai mbak Tien..🙏🥰
Sehat dan ADUHAI jeng Maria
DeleteTERIMA KASIH Bunda Tien untuk episode MCYT-04 nya.
ReplyDeleteHmmmmm... Suni oh Suni... Kasihan sekali. Gadis Ting-ting dari desa yg terperosok dijalan yg salah, karena angan-angannya yang tinggi.
Semoga Bunda Tien senantiasa selalu sehat wal'afiat. Kami menunggu kisah lanjutan-nya ya Bundaaaa...
Ok Rinjani, salam ADUHAI
DeleteYessyta dah sukses bersanding dg Rudianto.
ReplyDeleteSementara Gunawan bagai teriris hatinya...
Tapi dia tetap tegar menghadapinya
Karena diberi tanggung jawab untuk semuanya.
Sementara Suni lagi berbunga bunga
Dia gadis desa yg polos yg blm begitu paham akan isi dunia.
Dg begitu mudah dia tergoda oleh rayuan si nyonya.
Dikiranya majikan baru yg begitu sempurna
Tapi ternyata seorang mucikari belaka ..
Bagaimana nasib Suni akhirnya...
Kita tunggu episode berikutnya...
Aduhaii
Moga bunda Tien sehat sll
Salam sayang dari Bojonegoro.
Salam sausng dan ADUHAI jeng Wiwik
DeleteMakasih mba Tien. Suni kasihan...selamatkan Suni dari laki2 hidung belang ya mba. Salam aduhai mba Tien.
ReplyDeleteBaiklah jeng Sul. Tetap ADUHAI
DeleteWaduhhh...kasihan Suni ambyarrrr tenannn. Salam ADUHAI Bu Tien semoga tetap sehat selalu.
ReplyDeleteSalam ambyar yang ADUHAI pak Indriyanto
DeleteTerima kasih Mbak Tien MCYT 04 sdh tayang ... Ceritanya bikin deg-degan .. kasihan Suni yg masih polos n lugu ...smg selamat dari om2 hidung belang ... Salam sehat n Aduhai Mbak Tien n PCTK
ReplyDeleteSalam ADUHAI jeng Enny. Aku kancilen nih.
DeleteKancilen artinya apa sih Mbak Tien ... Pengen tau he he ...
DeleteKancilen = terbangun dimalam hari dan sulit tidur lagi.
DeleteTrm kasih bu Tien ...salam sehat selalu
ReplyDeleteSalamsehat dan ADUHAI jeng Winarni
DeleteAlhamdulillah MCYT 4 hadir.semoga u bu Tien sehat2 Aamiin, salam aduhai dan terimakasih. Suni gadis polos ooo akan kah jadi wanita ...???? Ooo Gunawan yg kuciwa....kebayaaang deh
ReplyDeleteJeng Yanti.
DeleteKebayang deh ADUHAI nya
Meski urutan yg ke 95,
ReplyDeleteTak mngapa.
Kemampuan terjaga masing2 orang berbeda.
Trimakasih Bu Tien, 🙏
Oalah Suni...Suni...
ReplyDeleteCita2mu pngn spt org kota yg cantik berpakaian bagus dan berdandan ala artis tercapai deh
Tp jgn salah yah namamu ganti Nike spt merck Sepatu aj
Suni jadi Nike sedangkan Susi brgkli nama aslinya Sugiyem
Hahaha bunda Tien memang oye...yes
Selanjutnya bs kebayang deh...silahkan berasumsi sndri
Doaku bunda Tien ttp sehat selalu semangat menghibur kita2
Dan tetaplah ADUHAI dan ADUHAI
Sugeng enjing bunda Tien
Menyimak...
ReplyDeleteSalam aduhai...
Assalamu'alaikum warrahmatullahi wabarakatuh, Sehat wal'afiat semua ya bu Tien
ReplyDeleteMatur nuwun MCYT 04 nya,,,
Salam ADUHAAII bu Tien,,,
Wadhuh...sem9ga Suni tidak terjerumus..aamiin.
ReplyDeletePuji Tuhan, santapan kesukaan sdh hadir.
ReplyDeleteOh Suni...Nike... Semoga selamat dari lembah duka nista...
Ibu Tien, tolong Suni ya... Gadis desa polos yg masih buta dgn kehidupan yg jelek2
Matur nuwun, nunggu lanjutnya semoga ibu Tien tetap sehat semangat.
Baiklah..Yustinhar, tetap ADUHAI ya
DeleteAssalamualaikum, sugeng enjang bu Tien,
ReplyDeleteAku kok deg2an ya, apa yg akan terjadi dgn si Sunike, melas banget nasipmu nduk...
Semoga ga terjadi "sesuatu", spt yang kubayangkan...
Salam sehat, hangat, juga ADUHAI..
Wassalam.
.
Alhamdulillah ...... baru nyempatkan baca
ReplyDeleteTerima kasih bu tien , semoga sehat2 selalu
Massss guunnn ini suni (nike) dalam bahaya ..... dimana kamu
Perjalanan gadis dusun yg silau dgn glamour kehidupan kota
Lanjut bu tien ......kami tunggu episode berikutnya
Selamat siang semuanya .... semoga pada sehat2
Bisa jadi Suni/Nike nanti 'diselamatkan' Gunawan bung Arif - Mojokerto .
DeleteSlmt siaang mba Tien.. Alhamdullilahcerbung dah di bc.. YAllah itu suni sdh mau jdi mangsa nih.. Smg aja bs menilai pemerjaan yg skrng itu apa.. Ahmo ngikutin dlu ah alur ceritanya mba yg sht dan tetap semangat y.. Slmaduhaai dri skbmi🥰🥰
ReplyDeleteSy teringat dimasa lalu ketika komplek itu blm dibongkar, sy ikut suatu kelompok yg memberikan pelajaran ketrampilan kpd wanita P. Tujuannya memberi bekal untuk bisa bekerja dimasyarakat dgn baik.
ReplyDeleteTeman2 sy yg sdh lama sering berkunjung ke mantan siswa yg sdh mandiri di luar sana, beberapa pengusaha salon.
Anehnya pd waktu itu kompleks tsb dikatakan legal ya...
sambil nunggu cerbung 05 hati deg degan ...salam aduhai
ReplyDeleteIntip ..
ReplyDeleteTunggu episode 5...
Semoga sehat selalu
Salam Aduhai...
Waduh..yok opo Suni..
ReplyDeleteSuni keblinger Klambi apik...
Mengko dang manut AE..
Waduh...kok Melu dredek ngene..Ojo" kerjo e...
Setia menunggu....
ReplyDeleteEpisode selanjutnya...
Kasihan Suni, anak dusun yg lugu, hanya terperangah dgn kehidupan kota, tanpa pertimbangan nalar yg matang. Nasehat bapaknya tdk di gubris. Semoga saja Suni terselamatkan dari jurang nestapa dan Suni menjadi sadar atas kekeliruan langkahnya. Maturnuwun Bu Tien, yg telah menyuguhkan cerbung yg semakin menarik yg mengandung filosofi hidup dan kehidupan. Semoga Bu Tien tansah pinaringan karahayon, sehat wal afiat dan tetap semangat. Aamiin Yaa Robbal'alamiin... Salam sehat dari Pondok Gede...
ReplyDeleteAlhamdulillah....
ReplyDeleteMtur nuwun bun...
Mugi2 tansah wilujeng sedoyonipun...