Thursday, October 1, 2020

BAGAI REMBULAN 27

 

BAGAI REMBULAN  27

(Tien Kumalasari)

 

Tikno menarik Adit agar menjauh karena dokter sedang memeriksa. Dengan cemas mereka menunggu. Dilihatnya dokter memberi perintah kepada pembantu-pembantunya, lalu seorang perawat mengambil obat dan menyuntikkannya kedalam selang infus.

Tikno meremas tangan Adit.

“Berdo’alah terus untuk dia Adit.”

Adit mengangguk. Tiba-tiba seperti ada ikatan yang mengikat isi hatinya, atau jantungnya, atau jiwanya, dan membuatnya merasa dekat dengan kakek tua itu. Adit merasa, pasti karena telah berkali-kali menolongnya, menyelamatkan adiknya maka timbullah perasaan itu. Ia terus berdo’a sambl menunggu. Ketika dokter beranjak pergi, Adit memburunya.

“Dokter, bagaimana keadaannya?”

“Memang paru-parunya sangat parah, kami sedang berusaha. Teruslah berdo’a karena mati dan hidup manusia adalah Tuhan yang menentukannya.”

Adit mengangguk, tapi ada rasa miris karena kata-kata itu hanya sedikit memberi harapan.

Adit mendekati sang kakek, nafas itu sedikit berangsur membaik. Adit mengelus tangannya, lalu kakek membuka matanya. Ada kilat bahagia disana.

“Cepatlah sembuh kakek, nanti tinggallah bersama kami. Bapak pasti mengijinkan, ya kan pak?”

Tikno tersenyum, dan air mata kakek itu mengambang dipelupuk tuanya.

Adit mengambil tissue dan mengusapnya.

“Tidurlah kakek... supaya segera sembuh..”              

“Panggil.... aku... bapak...”

Adit membelalakkan matanya. Kok terjadi seperti mimpinya ? Panggil aku bapak..?

Mata tua itu menatap Adit, seperti sebuah permohonan yang ingin dikabulkan.

Tikno menyentuh bahu Adit.

“Panggil dia ‘bapak’..”

Mata tua itu masih menatapnya, nafasnya masih tampak tersengal..

Adit menatap bapaknya, dan Tikno mengangguk.

“Bapak...” kata Adit lembut.

Lalu air mata kakek itu kembali menetes.. dan bibir keriput itu tersenyum.. sebelah tangannya meraih tangan Adit, sangat lemah, Adit menangkapnya, menggenggamnya erat.

“Bapak...” Adit berbisik lagi. Lalu mata tua itu terpejam, dan air mata masih membasahi pipinya. Adit kembali meraih tissue dan mengusapnya, tapi tak lama kemudian terdengar seperti peluit panjang yang mengoyak perasaannya.

“Susteeeer..!” Adit berteriak.

Suster berlari mendekat, lalu menggelengkan kepalanya.

“Innalillahi wa inna ilaihi roji’un,” bisik Tikno pilu...

“Bapaaak... “ Adit memanggilnya keras.

“Semoga Allah mengampuni segala dosanya. Semoga pak Sardiman diwafatkan dalam husnul khotimah,” bisik Tikno kemudian melantunkan do’a.

“Selamat jalan, bapak, selamat jalan malaikat pelindungku,” bisik Adit pilu. Ditatapnya wajah tua yang meninggal dengan menyunggingkan senyum itu lekat-lekat.

***

Tikno mengajak Adit duduk ditaman rumah sakit itu. Adit harus tahu semuanya, agar kakek Sardiman merasa tenang dialamnya. Bukan sekedar panggilan ‘bapak’, tapi benar-benar menanamkan dalam jiwanya bawa memang dia layak disebut bapak.

“Bapak akan mengurus semuanya. Tapi sebelum itu bapak ingin menceriterakan sebuah peristiwa, yang terjadi puluhan tahun yang lalu.

Adit menatap bapaknya. Rasa sendu kehilangan kakek penolongnya belum hilang dari wajah mereka.

“Ada seorang gadis, cantik, lugu, yang panik ketika malam itu mendengar bahwa bapaknya sakit. Gadis itu bekerja di Solo, dikota ini, sedangkan bapaknya jauh ada di Surabaya. Ia nekat malam-malam naik kereta, terdorong rasa khawatir akan penyakit bapaknya. Tapi malang tak bisa ditolak..”

“Bapaknya meninggal?”

“Tidak, dengarkan saja dan jangan memotongnya.”

Adit mengangguk.

“Ditengah perjalanan seorang wanita menawarinya minuman, dan tanpa curiga gadis itu meminumnya karena dia memang kehausan. Tapi ternyata didalam air itu dibubuhkan sesuatu, yang kemudian membuat gadis itu menjadi setengah sadar. Bahkan ia menurut ketika perempuan itu mengajaknya turun, lalu membawanya kesebuah rumah. Ada teman wanita itu, seorang laki-laki yang tidak muda lagi.  Semua barang yang dibawa gadis itu  dirampok, bahkan cincin dan anting yang dipakainya. Tak cukup hanya itu, laki-laki itu juga memperkosanya.”

“Jahanam keparat itu pak.”

“Tanpa uang dan hanya selembar pakaian yang dipakainya, gadis itu pulang kembali ke Solo, dengan berjalan kaki. Hanya terkadang ada tumpangan, tapi tidak ada yang bisa membawanya sampai ke Solo, sehingga sebagian perjalanannya dilakukan dengan berjalan kaki.”

“Tidak lapor ke polisi?”

“Sudah, dan akhirnya memang perempuan penjahat dan laki-laki itu ditangkap dan dipenjara. Tapi benih yang diteteskan laki-laki itu tumbuh menjadi janin.”

“Oh, kasihan bayi itu..”

“Tapi seorang duda kemudian jatuh cinta kepada gadis itu, lalu mengambilnya sebagai isteri.”

“Alhamdulillah... alangkah mulia hati laki-laki itu.”

“Setelah keluar dari penjara, ternyata laki-laki itu terus mengamati benih yang diteteskannya, sejak lahir, masa kanak-kanak.. sekolah dan sampai dia menjadi sarjana... Bayi itu adalah kebanggaanya. Dalam masa bertobat dia banyak melakukan hal mulia, dan dia berharap dengan itu bisa menebus dosanya.”

Adit terdiam, serasa ada yang mengusik batinnya.

“Seandainya bayi itu kamu, maukah kamu mema’afkan semua kesalahannya?”

Adit terdiam, mencoba memaknai semua kata-kata bapaknya.

“Bukankah Tuhan juga mau mema’afkan umatnya yang bertobat?” jawab Adit.

“Bagus, kamu sudah dewasa dan bisa mengerti sebagian dari kehidupan ini.”

“Tapi mengapa bapak menceritakan semua itu?”

“Adit... benih yang telah menjadi orang itu kamu, sedangkan gadis yang teraniaya itu ibu kamu.”

“Apa ?” Adit berdiri dari tempatnya dia duduk, menatap bapaknya tak berkedip.

“Dan bapak tua itu adalah laki-laki yang meneteskan benih itu.”

“Tidaaaak.... bapaaaak...” tiba-tiba Adit jatuh terduduk dibawah kaki Tikno, menjatuhkan kepalanya dipangkuannya, dengan perasaan tak menentu.

“Apa kamu menyesal?”

“Apa kamu menyesal telah menjadi anakku? Apa kamu kekurangan kasih sayang? Apa kamu membenci laki-laki tua yang telah menjadi jasad tanpa nyawa dan memendam dosa serta budi baiknya, mengaduknya menjadi kehidupan yang dijalaninya?”

“Kamu ingat sorot matanya ketika menatapmu, ketika meraih tubuhmu untuk dirangkulnya, ketika menitikkan air matanya sa’at kamu memintanya tetap hidup dan tinggal bersamamu? Apa kamu lupa bagaimana dengan memelas dia meminta kamu memanggilnya bapak? Selaksa sesal membebani hidupnya, sejagad ma’af dikumpulknnya menjadi satu dan hanya dikatakannya sekali saja dari dasar hatinya.. ‘ma’af.’... tapi itu cukup bagi bapak. Dia menyesali semua perbuatannya. Dia ingin menyentuh kamu ketika kamu bayi tapi ibumu tidak mengijinkannya. Tapi dia berhasil merengkuhmu ketika kamu telah menjadi orang. Betapa menyedihkan permintaan terakhirnya, ‘panggil aku bapak’. Lalu semuanya lenyap, hasrat, kehidupan, harapan..tenggelam bersama raga tanpa sukma.”

Adir menangis terguguk dipangkuan bapaknya. Tikno mengelus kepalanya lembut.

“Kamu adalah juga anakku, belahan jiwaku.. “

“Bapak, terimakasih atas semua cinta, sejak aku masih dalam kandungan, sampai menjadikann aku orang, terimakasih bapak. Bapaklah laki-laki mulia itu, terimakasih bapak.” Ucapnya berkali kali sambil berurai air mata.

 “Apakah kamu membenci laki-laki yang sesungguhnya bernama Sardiman itu?”

“Tidak bapak, biarkan Adit mengurusnya sampai ke pembaringannya yang abadi.”

***

Pak tua, malaikat penolong bagi Dayu dan Adit telah terbaring dengan tenang disana, dibawah gundukan tanah yang penuh bertabur bunga. Duka menyelimuti suasana siang itu.

“Orang sederhana yang baik, sumoga Allah memberikan surga yang mulia baginya,” do’a hampir setiap orang yang hadir.

Adit terguguk disamping gundukan itu, Dayu mendampinginya sambil meneteskan air mata dan menaburkan bunga diatasnya.

“Kakek, istirahatlah dengan tenang ya,” bisiknya sambil terus berurai air mata.

Namun ketika Tikno menancapkan papan kecil bertuliskan nama diatas gundukan tanah itu, Surti terkejut. Diamatinya terus tulisan itu, dan bertanya dalam hatinya. Apakah itu dia.. apakah dia..

Tikno menarik Surti agak jauh dari kerumunan.

“Apakah dia?” bisik Surti.

“Memang dia, yang telah menyakiti kamu, tapi yang telah berkali-kali menyelamatkan anak-anak kita.”

“Ya Tuhan...”

“Maukah kamu mema’afkannya? Dia telah menebusnya dengan perilaku baik dan perbuatan mulia, bahkan dia berkorban nyawa intuk anak-anak kita, bukankah lebih baik kamu mema’afkannya?”

Surti merebahkan kepalanya dipundak suaminya.

“Disa’at terakhirnya dia hanya ingin agar Adit memanggilnya ‘bapak’ “

“Aku mema’afkannya. Semoga dia tenang di alamnya, dan Allah mengampuni segala dosanya.”

“Aamiin..” Tikno memeluk erat isterinya.

“Apakah Adit tahu semuanya?”

“Aku sudah memberitahunya sa’at dia mengehembuskan nafas terakhirnya. Tapi dia anak baik. Dia juga mema’afkannya, bahkan menangisi kematiannya.”

Dan bukan Surti saja yang tiba-tiba menangkap tulisan di pusara itu. Indra dan Seruni juga demikian.  Dalam suatu kesempatan, Indra mendekati Tikno dan bertanya.

“Dia ?”

Tino mengangguk, karena sudah mengerti arah pertanyaan Indra.

***

Malam itu telah larut. Adit duduk disebuah bangku, menatap langit dengan sepotong bulan mengambang diantaranya. Suasana sangat sepi, hanya desir angin meniup perlahan, mengelus dedaunan, menimbulkan suara gemerisik yang lembut.

 “panggil aku bapak” suara serak terbata itu mengiang kembali ditelinganya, menimbulkan rasa miris dihatinya.

Itu suara terakhir yang didengarnya.. setelah berkali kali..”anak baik, teruslah menjadi baik”...

“Ya Tuhan, akulah benih yang diteteskannya, darahnya mengalir didalam tubuhku.. “

Ditatapnya rembulan, kakek tua itu ada disana, melambaikan tangan kearahnya, lalu berjalan pergi dengan gagahnya. Tanpa tongkat penyangga.

“Selamat jalan, bapak... “ lalu dibisikkannya kata-kata itu.

Adit menatap langit dengan agak menyandarkan badannya disandaran kursi itu, berharap bayangan laki-laki tua itu kembali nampak. Tapi tidak. Rembulan itu tetap berpendar, menyiratkan sinar keemasan yang memukau.

“Mas Adiiit...” teriakan kecil terdengar, lalu duduk begitu saja disamping Adit, dan menyandarkan kepalanya dipundaknya.

“Dayu, mengapa belum tidur ?”

“Kenapa kamu juga belum tidur ?”

“Aku suka menatap rembulan itu.”

“Jadi ingat Liando..”

“Kenapa?”

“Liando sering menyapaku dengan kata-kata rembulanku. Memangnya aku bulat seperti rembulan ya?”

“Liando romantis sekali,” gumam Adit, yang kemudian terbayanglah wajah Yayi.

Dan tiba-tiba saja seperti sedang berjalan, dia mundur selangkah. Siapakah aku, apakah Yayi masih menerima aku seandainya tahu bahwa aku adalah anak kakek tua bertongkat yang lusuh dan kotor? Pikirnya.

Dan itu benar-benar menyurutkan langkahnya.

“Hei.... kok melamun?” sentak Dayu sambil menggamit pundak kakaknya.”

Tiba-tiba Adi merangkul Dayu kuat-kuat.

“Aku bahagia kalau kamu bahagia, Dayu..”

Dayu tak mengerti mengapa kakaknya berkata begitu.

“Mas Adit, kalau mas Adit bahagia, aku juga bahagia..”

Lalu dipeluknya Dayu erat-erat, ada air mata terburai disana, kali ini tangis tentang cinta yang barangkali sangat susah dijangkaunya, seperti ketika tangan melambai dan menjangkau bulan, apa yang bisa tergenggam ditangannya? Bayangannyapun tidak.

Dayu yang mengira Adit masih dalam suasana duka karena kakek meninggal, ganti memeluknya erat.

“Sudahlah mas, bukankah kakek sudah tenang disana? Orang baik pasti mendapatkan surganya Allah.”

Dayu tak mengerti, dan Adit tak ingin mengatakannya.

***

“Kok beberapa hari ini mas Adit  nggak kesini ya mas?” tanya Yayi kepada Naya.

“Kangen?”

“Ya iyalah, memangnya mas Naya kalau lama nggak ketemu Dayu.. eit.. ma’af.. Susan.. lalu nggak kangen?”

“Eeh.. tunggu..tunggu.. mengapa tadi kamu menyebut nama Dayu ?”

“Kan aku sudah minta ma’af...?” katanya sambil tersenyum lucu..

“Kok bisa salah.. jauh lho salahnya.. Susan.. bisa beralih jadi Dayu ?” Naya protes.

“Hm.. mas Naya.. aku tahu deh.. kalau dulu mas Naya naksir Dayu..”

“Apa?”

“Iya apa tidak?”

“Nggah ah...”

“Iya...”

“Nggaaaaakk..”

“Jangan bohong ya...”

“Iih, apaan sih?” lalu wajah Naya menjadi merah.

“Hayooo..”

“Ngarang !!”

“Mas Naya ngomong sendiri kok..”

“Aku? Ngomong sama kamu? Ngawur, ngarang !”

“Iya mas.. waktu itu kamu lagi sakit, masa nyebut-nyebut nama Dayu sih..!”

“Apa? Bohong kan?”

“Mas Naya yang bohong.”

Tapi kemudian Naya tersenyum lucu, memang sih, dia pernah suka.. tapi kan kemudian ada Susan..

“Tuh kan, sekarang senyum-senyum sendiri. Untung ada mbak Susan, kalau nggak bisa ada perang Baratayuda nih.”

“Perang apaan?”

“Perang Baratayuda, tapi perang batin. Habisnya kan Liando juga suka sama Dayu. Perang deh.”

“Nggak lah, masa sih aku segila itu.”

“Sekarang ngaku kan ?”

“Sekarang nggak, dulu iya..”

“Hm.. kalau jadi sama Dayu, aku jadi bingung deh. Aku adiknya mas Naya, tapi Dayu adiknya mas Adit, ipar ambyar namanya.”

Naya tergelak mendengar istilah ipar ambyar yang dilontarkan Yayi.

“Sudah ah, jangan ngomongin itu lagi, nanti kalau ada yang dengar bisa benar-benar jadi perang, padahal sebetulnya nggak ngapa-ngapain.”

“Tapi aku pengin kerumah Dayu deh.”

“Kerumah Dayu apa kerumah Adit?”

“Aku bingung dia nggak datang kemari berhari-hari. WA juga enggak, apalagi telepon.”

“Iya, tapi besok, kan ini sudah malam ?”

***

“Adit.. kenapa dirumah saja? Kemarin itu pak Indra menanyakan sama kamu tentang pekerjaan yang ditawarkan lho,” kata Tikno pagi itu.

“Ya bapak, biarin dulu, Adit belum memikirkan itu.”

“Atau kamu punya pandangan lain? Pekerjaan yang lebih cocog untuk kamu, misalnya. Tapi bapak juga nggak buru-buru ingin kamu bekerja. Kan baru selesai kuliah, barangkali ingin santai sementara waktu.”

“Iya bapak.”

“Lha ini hari Minggu lho Dit, tumben dirumah, nggak ingin jalan-jalan sama Yayi?”

“Enggak bapak, lagi males.”

“Tumben anak bapak bisa males, biasanya selalu bersemangat.”

Tiba-tiba sebuah sepeda motor masuk.

“Naaa.. itu Yayi datang .. “

Tapi Tikno heran melihat Adit tak bersemangat. Ia tetap saja duduk ditempatnya dan tidak menyambutnya dengan riang seperti biasanya.

Tikno berdiri menunggu didepan tangga.

Yayi menghampiri dan mencium tangannya, lalu Tikno masuk kedalam.

“Hai sayang, kok melamun ada apa?”

“Bukan urusan kamu,” kata Adit ketus.

Yayi agak heran, tapi dia menganggap Adit sedang mengajaknya bercanda. Tapi bercandanya kok keterlaluan sih. Lalu Yayi duduk disamping Adit.

“Ada apa sih? Hari ini beda ya? Terus... berhari-hari juga nggak kangen sama aku. Aku khawatir kamu sakit.”

“Yayi, untuk apa kamu peduli sama aku?”

“Apa?”

“Pergilah dan jangan lagi menemui aku.”

“Mas Adit ?”

“Kamu tidak dengar apa yang aku katakan?”

“Mas... kamu bercanda?”

“Aku ini siapa Yayi... aku bukan siapa-siapa, pergilah, aku tidak pantas untuk kamu.”

“Apa maksudmu?”

“Pergi ! Pergi dan jangan lagi menemui aku,” kata Adit sambil berdiri dan duduk menjauh dari Yayi.

Yayi berdiri, wajahnya merona karena menahan tangis. Air mata mengambang.

Adit menatapnya, ada rasa teriris melihat mata bola itu tergenangi telaga bening. Tapi dikuatkannya hatinya. Lalu ia menatap kearah lain.

Lalu Yayi berlari kebelakang, ketemu Tikno yang lagi mencomot tempe yang baru digoreng isterinya.

“Bapak.. ibu, Yayi pamit dulu,” katanya sambil mencium tangan keduanya, lalu bergegas keluar.

Tikno memburunya, dilihatnya Adit masih terpaku tak bergeming, lalu Yayi sudah menstarter motornya dan pergi.

***

Besok lagi ya

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

64 comments:

  1. Hallow mas2 mbak2 bapak2 ibu2 kakek2 nenek2 :
    Wignyo, Ops, Kakek Habi, Bambang Soebekti, Anton, Hadi, Pri , Sukarno, Giarto, Gilang, Ngatno, Hartono, Yowa, Tugiman, Dudut Bmbang Waspodo, Petir Milenium (wauuw), Djuniarto, Djodhi55, Rinto P. , Yustikno, Dekmarga, Wedeye, Teguh, Dm Tauchidm, Samiadi, Pudji, asi Garet, Joko Kismantoro, Alumni83 SMPN I Purwantoro, Kang Idih, RAHF Colection, Sofyandi, Sang Yang, Haryanto Pacitan, Pipit Ponorogo, Nurhadi Sragen, Arni Solo, Yeni Klaten, Gati Temanggung, Harto Purwokerto, Eki Tegal dan Nunuk Pekalongan, Budi , Widarno Wijaya,
    Sastra, Wo Joyo,
    Yustinhar. Peni, Datik Sudiyati, Caroline Irawati, Nenek Dirga, Ema, Winarni, Retno P.R., FX.Hartanti, Danar, Widia, Nova, Jumaani, Ummazzfatiq, Mastiurni, Yuyun, Jum, Sul, Umi, Marni, Bunda Nismah, Wia Tiya, Ting Hartinah, Wikardiyanti, Nur Aini, Nani, Ranti, Afifah, Bu In, Damayanti, Dewi, Wida, Rita, Sapti, Dinar, Fifi, Nanik. Herlina, Michele, Wiwid, Meyrha, Ariel, Yacinta, Dewiyana, Trina, Mahmudah, Lies, Rapiningsih, Liliek, Enchi, Iyeng Sri Setyawati , Yulie, Yanthi , Dini Ekanti, Ida, Putri, Bunda Rahma, Neny, Yetty Muslih, Ida, Fitri, Hartiwi DS, Komariah P., Ari Hendra, Tienbardiman, Idayati, Maria, Uti Nani, Noer Nur Hidayati, Weny Soedibyo, Novy Kamardhiani, Erlin, Widya, Puspita Teradita, Purwani Utomo, Giyarni, Yulib, Erna, Anastasia Suryaningsih, Roos,
    Hallow Pejaten, Sidoarjo, Garut, Bandung, Batang, Kuningan, Wonosobo, Blitar, Sragen, Situbondo, Pati, Pasuruan, Cilacap, Cirebon, Bengkulu, Bekasi, Tangerang, Tangsel,Medan, Padang, Mataram, Sawahlunto, Pangkalpinang, Jambi, Nias, Semarang, Magelang, Tegal, Madiun, Kediri, Malang, Jember, Banyuwangi, Banda Aceh, Surabaya, Bali, Sleman, Wonogiri, Solo, Jogya, Sleman, Sumedang, Gombong, Purworejo, Banten, Kudus, Ungaran, Jombang,
    Salam hangat dari Solo Terimakasih atas perhatian dan support yang selalu menguatkan saya. Aamiin atas semua harap dan do'a.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Trimakasih Bu Tien, pas buka pas ada.. Bahagiaaaaaa pokok e... Sehat selalu utk Bu Tien serta penggemar. Salam sehat bahagia dr Madiun yg sllu setia hadir.

      Delete
    2. Alhamdulillah.... matur nuwum Mbak Tien. Ceritanya membuat semakin penadaran.
      Salam dari Pangkalpinang semoga Mbak Tien dan pembaca yg budiman selalu sehat dan sukses.

      Delete
    3. Alhamdulillah BAGAI REMBULAN 27 sudah hadir.
      Matur nuwun sanget mbak Tien Kumalasari, semoga mBak Tien tetap sehat, bahagia, dan selalu dalam lindungan Allah SWT.
      Aamiin Aamiin Yaa Robbal Aalamiin.
      Salam hangat dan salam SEROJA dari Karang Tengah Tangerang, juga untuk sahabat-sahabat Kojora Pagi

      Delete
    4. This comment has been removed by the author.

      Delete
    5. Alhamdulillah....
      Yang ditunggu tunggu sudah hadir sore
      Matur nuwun Ibu Tien,
      Semoga sehat selalu dan tetap semangat.
      Salam seroja (sehat rohani jasmani) dari Cilacap.

      Delete
    6. Alhamdulillah, dah tayang nih, Terimakasih mba semoga sehat slalu

      Delete
  2. Alhamdulillah BR~27 hadir lebih awal... maturnuwun Bu Tien, semoga tetap sehat semangat .. Aamiin..

    ReplyDelete
  3. Matur nuwun.. Mbak tien,...Sehat selalu jasmani rohani ekonomi terus berinspirasi...

    ReplyDelete
  4. waduh kok Adit begitu sih... Kasihan Yayi... Sabar ya Yayi... Mjngkin Adit masih syok... Sebentar lagi jg sadar... Hehe..
    Trm kasih bu Tien... Bu Tien memang ok

    ReplyDelete
  5. Puji Tuhan Episode 27 sudah hadir.. terima kasih Mbak Tien.. ditunggu episode selanjutnya.. semakin penasaran nih... smoga Mbak Tien selalu sehat... salam seroja selalu.

    ReplyDelete
  6. Dah semakin jelas critanya mish Bu Tien critanya mengharukan.dari penggemar setiamu hartiwi DS jkrt.

    ReplyDelete
  7. Kasian Adit sama Yayi. Mudah2an Adit bisa menerima keadaan ya. Makasih mba Tien

    ReplyDelete
  8. Mksh mb Tien ceritanya jd tambah penasaran salam sehat selalu

    ReplyDelete
  9. Smg tdk terjd apa2 di jln dg Yayi krn.pasti msh menangis... Adit smg tdk nenjd rendah diri stlh tahu kebenaran jati dirinya...smg baik Surti Tikno p Indra dan bu Seruni bs meyakinkan Adit bhw semua yg terjd biarlah berlalu.. tunjukkan kpd p Tikno kemuliaan budinya yg slm ini menjd cambuk bg Adit utk membuktikan bhw dia layak diperhitungkan keberadaannya saat ini.. Yayi tetaplah jd calon pendamping yg setia apapun bibit bobot bebet Adit ridha p Indra dan bu Seruni sangat dinanti aamiin yra

    ReplyDelete
  10. Suwun Bu Tien BR 27 udah hadir. Membuat hatiku teraduk-aduk, mengharu biru. Ditunggu kisah selanjutnya.
    Semangat Bu Tien. Sehat selalu nggih Bu... Berkah Dalem Gusti 🙏

    ReplyDelete
  11. Matur nuwun mbak Tien
    Salam sehat dari Batang

    ReplyDelete
  12. Wah makin seru saja, critanya lusi dan anjas gimana ya?
    Salam sehat jeng tien

    ReplyDelete
  13. MTR Nwn Mbak Tien... Perasaan ter acak"seperti Adit.. setelah memanggil kakek menjadi Bapak... 🤝. Salam sehat n bahagia. Gih.. 🙏

    ReplyDelete
  14. Alhamdulillah, suwun mbak Tien
    Salam sehat sll dr Bekasi

    ReplyDelete
  15. Ambyar. Jadi ingat (alm)didi kempot. Salut buat bu tien. Tetap seht trus berkarya. Trims, salm buat lusi n anjas yg dipenjara he.. he..

    ReplyDelete
  16. Halow mbak Tien smg sehat selalu..Adit jd rendah diri ya smg pak Tikno dan Surti bisa mengembalikan jati dirinya. Cukup mengharukan..salam sehat dari Pejaten, Pasar Minggu

    ReplyDelete
  17. Alhamdulillah Bagai Rembulan 27 sdh tayang
    Semakin seru dan bikin penasaran ceritanya
    Terima kasih Mbak Tien,semoga sehat dan sukses selalu
    Salam hangat dari Bekasi

    ReplyDelete
  18. Selamat malam mbak Tien..
    Trimakasih BR 27...

    Agk tenang tdk ada lusi anjas..krn sdh ditangan polisi..
    Tapi adit yg tiba2 tahu crita hidupnya tiba2 bersikap ketus pd yayi yg tdk tau apa2...duuuh...kasiaan..

    Semoga nanti kemasan critanya jd apik..lanjuut mbak Tien..

    Salam sehat dari bandung.

    ReplyDelete
  19. Semoga Adit cepat pulih perasaan rendah dirinya jd bs lanjut pacaran sm yayi....
    Haaa mau nya yg lancar2 ya mbak Tien
    Tks mbak Tien,salam sehat2 selalu dan terus semangat.
    Dr Tegal.

    ReplyDelete
  20. Puji Tuhan, ibu Tien tetap sehat semangat dan BR 27 tetap menarik. Adyt sedang galau ttg berita ayah kandungnya. Semoga para ortunya tetap mendukung niat2 baiknya. Yustinhar dkk di Priok menunggu BR 28.Matur nuwun.

    ReplyDelete
  21. Alhamdulillah Bagai Rembulan 27 sudah hadir
    Semakin seru...
    Terimakasih bu Tien, saya tunggu kelanjutan nya...
    Salam sehat dan hangat dari Purworejo

    ReplyDelete
  22. Selamat malam Bu Tien , smga sekel sllu sehat2 , matur nuwun BR 27 nya . Salam.

    ReplyDelete
  23. Alhamndulillah... Terimakasih mbak tien

    ReplyDelete
  24. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  25. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  26. Adir menangis terguguk dipangkuan bapaknya. Tikno mengelus kepalanya lembut.
    ---Adit---

    Salam sehat buat mbak Tien dan para penggemar karyanya ....

    ReplyDelete
  27. Walah Adit...😬 Terimakasih Bu Tien, salam sehat dari Yogya. 😍

    ReplyDelete
  28. Selamat pagi Bunda, makasih untuk cerbungnya yang selalu bikin penasaran dan cepet2 menunggu lanjutannya.. Semoga Bunda selalu sehat dan tetap semangat dalam berkarya.
    Jangan.lupa bahagia....

    ReplyDelete
  29. Alhamdulillah. Terimakasih bu Tien. Salam seroja dari Magelang.

    ReplyDelete
  30. Serang hadir jeng Tien.... Semoga sehat selalu....

    ReplyDelete
  31. Serang hadir jeng Tien.... Semoga sehat selalu....

    ReplyDelete
  32. Serang hadir jeng Tien.... Semoga sehat selalu....

    ReplyDelete
  33. Serang hadir jeng Tien.... Semoga sehat selalu....

    ReplyDelete
  34. Serang hadir jeng Tien.... Semoga sehat selalu....

    ReplyDelete
  35. Puji Tuhan baru ditanyakan ternyata sdh muncul, tks bu Tien...smg panjenengan selalu sehat dan dpt terus berkarya...kami tunggu BR nomor selanjutnya. Salam sehat senantiasa

    ReplyDelete
  36. Bagaimana Adit menghadapi kenyataan dirinya?....kita tunggu episode selanjutnya ibu Tien,salam sehat penuh semangat

    ReplyDelete
  37. Jadi sedihh... Semoga berakhir bahagia

    ReplyDelete
  38. Akankah Adit larut dalam keamanannya....
    Mampukah keluarga Tikno membangkitkan semangat Adit....
    Salam sehat selalu mbak Tien

    ReplyDelete
  39. 😭😭😭😭😭😭😭😭😭😭😭 bapak bikin baper....saya nangis beneran pagi pagi...hua.....

    ReplyDelete
    Replies
    1. Saya udah 2 kali baca..tetap nangis bun...😢

      Delete
  40. Terharuuu... .mbak tin pinter bngt mengaduk perasaan. .Semogasll sehat jd bisa menghibur kita semua. . Maturnuwun mbak

    ReplyDelete
  41. Ah .....ikutan nangis deh .....
    Matur nuwun, mbak Tien.

    ReplyDelete
  42. Ikutan nangiiis.. sedih..
    Adit terlalu...

    Lanjuttt mb Tien...sehat sll

    Yulie SlemanSendowo

    ReplyDelete
  43. Afit tdk perlu takut ditolak oleh Yayi...keluarga Indra adalah keluarga yg baik dan tidak2 membeda-bedakan derajat orang lain....kasihan Yayi...trmksh uda diabsen mbak Tien....sehat selalu kami trs menunggu karyamu

    ReplyDelete
  44. Pasukan pengintai 🧐... Selamat malam mbak Tien... Salam sehat bahagia dari Temanggung 🙏🙏🙏

    ReplyDelete
  45. Pasukan pengintai juga..
    Salam sehat ..bu tien..
    🙏🙏🙏🙏

    ReplyDelete
  46. Sama dong pasukan pengintai jg
    Salam sehat selalu Mbak Tien 🙏🙏🙏

    ReplyDelete
  47. Alhamdulillah... Mtur nuwun Bun...
    Mugi2 sehat slalu...

    ReplyDelete
  48. Selamat malam bu Tien dan Selamat malam sahabat-2 pemerhati cerbung bu Tien Kumalasari.
    Kira-2 tadi apotiknya rame, jadi ngetiknya belum beres.
    Salam SEROJA.

    Antrian sudah panjang lho bu, hampir jam 22.00

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kakek Habi, sy sdh incang inceng jg dr sore td hehehe...

      Delete
  49. Salam sehat utk semua... Sambil menunggu episode 28

    ReplyDelete
  50. Terima kasih Bunda Tien, semoga Bunda sehat selalu Aamiin 😍😍😍

    ReplyDelete
  51. ayo segera bergabung dengan kami hanya dengan minimal deposit 20.000
    dapatkan bonus rollingan dana refferal ditunggu apa lagi
    segera bergabung dengan kami di i*o*n*n*q*q

    ReplyDelete
  52. Yuk Merapat Best Betting Online Hanya Di AREATOTO
    Dalam 1 Userid Dapat Bermain Semua Permainan
    Yang Ada :
    TARUHAN BOLA - LIVE CASINO - SABUNG AYAM - TOGEL ONLINE ( Tanpa Batas Invest )
    Sekedar Nonton Bola ,
    Jika Tidak Pasang Taruhan , Mana Seru , Pasangkan Taruhan Anda Di areatoto
    Minimal Deposit Rp 20.000 Dan Withdraw Rp.50.000
    Proses Deposit Dan Withdraw ( EXPRES ) Super Cepat
    Anda Akan Di Layani Dengan Customer Service Yang Ramah
    Website Online 24Jam/Setiap Hariny

    ReplyDelete

CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG 11

  CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG  11 (Tien Kumalasari)   Saraswati terkejut, mendengar denting sendok mencium lantai. “Eh, kangmas, sendokny...