Monday, April 27, 2020

KEMBANG TITIPAN 10

KEMBANG TITIPAN  10

(Yien Kumalasari)

Terdengar langkah-langkah kaki. Sri menahan napas, takut apabila sebuah hembusan nafas akan terdengar olehnya. Lalu terdengar ketukan keras.

"Miin! Darmiin !!

Ketukan lagi semakin keras.

"Miin! Kamu mampus atau apa?"

Wajah Sri merah padam mendengar Basuki memaki ayahnya.

"O, berarti minggat dia."

Terdengar la ngkah menjauh, lalu orang berbicara. Rupanya Basuki ketemu seseorang.

"Pak, tau nggak dimana Darmin?"

"O, pak Darmin ditangkap polisi pak."

"Apa? Ditangkap polisi?"

"Sudah tiga hari ini pak.."

"Dasar wong eddan !! Kalau anaknya dimana?"

"Si Sri ? Sepertinya ikut mbahnya. tapi saya tadi seperti melihat dia pulang."

Sri berdebar, jangan-jangan Basuki akan kembali.

"Tapi kok sepi.. "

"Mungkin sudah kembali kerumah mbahnya."

Lalu terdengar mobil distarter, kemudian suara mobil menjauh.

Sri menghela nafas lega. Ia menunggu beberapa sa'at untuk meyakinkan apakah Basuki sudah pergi atau kembali kerumah.

Beberapa sa'at tak terdengar suara, Sri membuka pintu dan melongok keluar. Lalu berjalan keluar pagar, melihat kekiri dan kekanan, apakah mobil itu benar-benar sudah pergi.

Lalu Sri mengunci pintu rumah, dan bergegas kembali kerumah mbah Kliwon.

***

Timan berkali-kali melongok kearah jalan, tampak gelisah karena Sri tak segera kembali. Malam mulai  merambah, dan suasana sekeliling tampak temaram. 

mBah Kliwon berdiri, menuju pagar, iapun gelisah.

"Tadi katanya sebentar, ini mulai gelap. Ngapain saja anak itu," omelnya sambil memasuki rumah kembali."

"Bagaimana kalau kita susul saja mbah?" kata Timan. 

"Biar saya yang menyusul."

"Jangan mbah, mari kita susul berdua. Naik mobil saja. Jauhkah?"

"Tidak usah nak, rumahnya nggak jauh, jalan kaki saja."

"Ya sudah, mari saya antar mbah."

Keduanya berjalan kearah rumah Darmin, dengan debar yang sama. Jangan-jangan bertemu Basuki, lalu ..

"Simbaaah." teriak Sri dari kejauhan. 

Timan dan mbah Kliwon merasa lega. 

"Ada mas Timan ?" sapa si Sri sambil tersenyum. Timan harus menembus gelapnya temaram malam ketika ingin menikmati senyuman itu.  Hanya tampak remang, tapi cukup membuat dadanya berdebar kencang. Aduhai, mengapa sebuah cinta bisa mengolah batin dan raga sehingga bergejolak dan membuat semuanya jadi berbeda?

"Sri..." hanya itu yang diucapkannya ketika Sri menyalaminya. Tangannyapun berkeringat. Timan meremasnya lembut.

"Nak Timan menunggu agak lama. Simbah kira kamu akan segera kembali.

"Sudah tadi Sri mau kembali mbah, tapi tiba-tib a Basuki datang."

"Apa? Ada Basuki? Diapakan kamu?" tanya mbah Kliwon cemas.

"Tidak sempat ketemu, karena ketika dia datang Sri masih didalam. Lalu Sri cepat-cepat mengunci pintu depan."

"Dia tidak memaksa masuk?"

"Dia tadinya berteriak-teriak memangggil bapak, Sri diamkan saja. Lalu salah seorang tetangga yang lewat memberi tau bahwa bapak sedang ditahan. Kemudian dia pergi."

Timan dan mbah Kliwon menatik nafas lega.

"Syukurlah Sri tadi kami sangat cemas, kok sampai gelap begini belum pulang juga, lalu menyusul kamu."

"Sri harus menunggu beberapa sa'at sampai yakin bahwa dia benar-benar pergi."

"Kamu benar Sri, so'alnya kalau tidak bisa-bisa kamu dibawanya pergi."

"Sri sudah gemetaran tadi mbah."

"Iya, pantesan tangannya berkeringat," canda Timan.

"Itu karena kamu mas, bukan karena takut sama Basuki," kata Sri dalam hati. Mana mungkin ia benar-benar mengatakannya.

"mBah, tadi dirumah masih ada beberapa mie instan, ini saya bawa. Nanti Sri masak dan dimakan bersama ya, sama mas Timan juga."

"Wah, bagus nduk, bisa rame-rame makan mie instan, kebetulan simbah tadi juga mengambil telur di pekarangan. Ada empat telur yang baru saja simbah ambil. Bisa untuk teman makan, ya kan nak Timan?"

"Baru mendengar sudah terasa nikmatnya mbah, apalagi kalau Sri yang masak." kata Timan sambil menoleh kearah gadis yang berjalan disampingnya.

Sri hanya tersenyum. Ingin ia mencubit lengan Timan, tapi diurungkannya. Sungkan, nanti dikira genit. Eh.. masa sih gitu aja dibilang genit? 

Mereka sudah sampai dirumah mbah Kliwon. Sri langsung lari kebelakang sambil membawa bungkusan mie.

"Tungguin ya mas," katanya sambil berlalu.

***

 

 "Dari mana mas, kok sampai malam." tanya Marni kepada suaminya ketika hari sudah malam dan pak lurah baru saja pulang.

"Sedang mencari informasi tentang dimana Basuki tinggal bu."

"Sudah dapat ?"

"Rumahnya banyak, tapi beberapa yang aku datangi, penunggu rumahnya bilang kalau Basuki tak pernah pulang kesana."

"Nggak ada nomor kontak yang bisa dihubungi?"

"Nggak ada yang tau."

"Jadi dimana rumah Basuki yang ditempatinya setiap hari?"

"Belum mendapat informasi jelas bu, besok aku akan bertanya-tanya lagi."

"Sepertinya sa'at ini mas Timan masih ada dirumah mbah Kliwon."

"Oh ya? Siang tadi kami omong-omong di kantor kelurahan, dan dia juga bilang mau langsung  kesana. Mungkinkah dia masih disana ?"

"Tadi waktu Marni tilpun, mbah Kliwon bilang mas Timan masih ada disana."

"Oh, syukurlah, dengan adanya pak Darmin di tahanan, mas Timan lebih leluasa ketemu Sri."

"Langsung dinikahkan saja gimana mas?"

"Wah, jangan begitu, bapaknya masih ada, dan dia masih terikat dengan Basuki . Perjanjian mereka harus diselesaikan dulu."

"Sungguh menjengkelkan pak Darmin ini. Masa tega menjual anak gadisnya sendiri."

"Dia takut mati."

"Itu kan karena ulahnya sendiri. Tukang judi, tukang minum.. huuh.. akhirnya anaknya jadi korban, sungguh tega dia."

"Ketika orang sedang menikmati sesuatu yang menurut mereka itu menyenangkan, mereka lupa apa akibat yang akan ditimbulkannya."

"Iya mas, tenggelam dalam lautan kesenangan, tak perduli itu dosa atau akan menyengsarakan orang lain. Jadi gemes aku sama pak Darmin. Rasanya pengin mukulin saja."

Pak lurah tertawa.

"Memangnya kamu berani mukulin pak Darmin? Badanmu kecil begitu?" ledek pak lurah.

"Ee, biar badan kecil tapi kalau menghadapi orang kayak gitu ya tetap saja aku berani mas, kemarin saja aku berani memaki-maki dia."

"Wa, iya ya, isteriku memang hebat. Dan itu sebabnya aku memilih kamu. Bu lurah harus berani dan tegas, itu seiring dengan tugas pak lurah yang juga harus tegas terhadap semua masalah."

"Hm, senengnya dipuji suami. Ya sudah, istirahat dulu mas, Marni mau siapkan makan malam sekarang ya."

"Jarot sudah tidur ?"

"Sudah, tapi jangan mendekati dulu sebelum cuci kaki tangan lho mas, nggak boleh. Kalau sudah bersih baru boleh mendekati bayi. Mas itu bawa sawan dari jalanan."

"Sawan itu apa?"

"Sawan itu ya segala macam yang buruk. Demit, setan, aura jahat, sudah.. cepet bersih-bersih sana."

"Baiklah, yayi ratu.." canda pak lurah.

"Hm, kebanyakan nonton ketoprak," gerutu Marni sambil bergegas kebelakang.

 

  ***

 

"Saya bilang apa, mie buatan Sri sangat enak, nih.. sampai bercucuran keringat saya, padahal udara sangat dingin."

"Mas Timan bisa aja, kan itu sudah ada bumbunya, Sri tinggal merebus dan menambahkan telurnya. Jadi bukan Sri dong yang masak."

"Iya, tapi yang merebus siapa. Beda lho rebusan satu dengan lain orang. Kata orang-orang tua, beda tangan yang memasak akan beda pula rasanya, walau bumbunya sama."

"Mas Timan tau dari mana?"

"Ya dari orang-orang tua, dari obrolan ibu-ibu dipasar. Aku mendengarkan saja sambil merasakan. Kan sebentar lagi aku punya isteri."

"Oh ya? Dapat isteri dari mana mas?" tanya Sri memancing. Bodohlah kalau dia tak tau maksudnya.

"Dari desa sini aja," kata Timan tetap berteka teki.

"Waduh, kira-kira aku kenal nggak ya?"

"Oh, kalau itu aku nggak tau. Tapi aku yakin mbah Kliwon tau kok."

"Ada apa, nyebut-nyebut nama simbah," teriak mbah Kliwon dari kamar, karena ia sengaja memberi waktu kedua anak muda itu untuk berbincang.

Sri dan Timan tertawa.

"Itu mbah, mas Timan," teriak Sri.

"Timan mau tanya mbah, siapa gadis yang sebenarnya akan menjadi isteri Timan? mbah Kliwon tau kan ?"

"Ya tau lah, cuma gadisnya itu saja yang pura-pura tidak tau," jawab mbah Kliwon masih dari dalam kamar.

"Yang mana ya gadisnya?" Timan tersenyum, menatap Sri lekat-lekat. Hati Sri bergetar. Barangkali tatapan tajam tapi teduh itulah yang membuat dia jatuh cinta pada Timan. Cinta pertamanya, yang semoga menjadi cinta terakhir. Begitu pikir Sri selalu. Tapi ia sadar bahwa masih banyak kendala yang harus dilompatinya. Tadi Timan sudah cerita sama mbah Kliwon tentang sikap ayahnya yang menentang Sri berhubungan dengan siapa saja. Sedih rasanya menyadari bahwa seakan dia dijual oleh bapaknya demi nyawa yang lebih disayanginya.

Mengingat hal itu, wajah Sri menjadi tampak murung. 

"Ada apa Sri? Kamu marah karena aku mengatakan hal itu? Kamulah gadis yang akan menjadi isteriku. Keputusanku sudah bulat, apapun harus aku lakukan demi kamu."

"Tidak mas, aku tidak marah."

"Wajahmu tampak sedih tiba-tiba."

"Aku ini sebenarnya kan gadis titipan ?"

"Kamu itu kembang titipan, tak mudah memetiknya, karena kamu ada dalam belenggu besi yang maha kuat. Tapi aku akan mematahkan besi itu dan memetikmu."

Berlinang mata Sri mendengar kata-kata Timan Akan mudahkah mematahkan belenggu besi itu?"

"Jangan menangis Sri, sebah cinta akan menjadi kekuatan dahsyat yang tak terputuskan. Aku dan kamu, akan menikmati hari-hari bahagia kita bersama. Teruslah berharap dan bermimpi, sampai mimpi itu menjadi kenyataan."

Alangkah lembut kata-kata itu. Alangkah sejuk  bagai air surgawi yang menyiram nuraninya yang sedang gundah.

"Sri, sesungguhnya aku masih ingin berlama-lama disini. Tapi ini sudah malam, sebaiknya aku pamit dulu," kata Timan sambil terus memandangi kekasih hatinya.

"Ya mas, aku tau, terimakasih banyak karena telah menguatkan aku."

"Kita akan saling menguatkan."

Timan berdiri lalu mendekati kamar mbah Kliwon.

"Mbah, Timan pamit dulu ya."

"Lho, kirain mau menginap disini,"  kata mbah Kliwon sambil bangkit lalu keluar dari kamar.

"Ya enggak mbah, mana pantas saya menginap sementara ada kembang titipan disini."

mBah Kliwon tertawa. 

"Kembang titipan akan siap dipetik pada waktunya. Baiklah nak, terimakasih banyak, dan jangan segan-segan main kesini lagi."

"Saya akan sering datang kemari mbah," katanya sambil melirik si Sri.

Ketika Timan pulang, terasa ada yang sunyi dihatinya. Walau ada mbah Kliwon yang selalu menghiburnya, tapi keberadaan Timan didekatnya membuat hidupnya terasa nyaman.

 

  ***

 

Ketika melewat rumah lurah Mardi, Timan melihat pak lurah masih duduk dibangku depan rumah. Timan membunyikan klaksonnya. Lurah Mardi yang tau bahwa itu Timan segera melambaikan tangannya.

Timan menghentikan mobilnya, lalu turun dan melangkah mendekati mereka.

"Baru pulang mas?" sapa lurah Mardi.

"Iya, inipun sudah kemalaman bukan? Sebentar lagi saja pasti saya sudah ditangkap hansip," kata Timan sambil tertawa.

"Kebetulan dong, kalau ditangkap hansip kan malah langsung dinikahkan?" kata Marni menyela.

Pak lurah dan Timan tertawa.

"Bagaimana, sudah bicara sama mbah Kliwon?"

"Semuanya sudah saya ceritakan. Saya akan berusaha membayar berapapun untuk Sri.

"Saya kan sore tadi jalan-jalan kekita, mencari informasi tentang dimana Basuki tinggal,"kata lurah Mardi.

"Haa, berarti sudah tau dimana dia tinggal?"

"Belum. Ada beberapa rumah milik Basuki, tapi tak satupun dari rumah-rumah itu ditinggalinya. Hanya orang-orang yang bertugas menunggu dan membersihan rumaah itu yang ada. Tapi tak seorangpun tau dimana Basuki tinggal menetap.

 "Wah, sayang ya pak lurah."

"Tapi nanti saya akan terus mencari informasi. Mas Timan jangan khawatir, menemukan orang terkenal seperti Basuki itu mudah, cuma agak ruwet."

"Sama saja itu namanya mas," sela Marni.

"Tapi setidaknya masih ada jalan, tenang saja mas Timan."

"Ya sudah, saya menunggu berita selanjutnya ya pak lurah, ini sudah malam, saya pamit dulu."

 "Silahkan mas, hati-hati dijalan ya."

"Kasihan mereka ya mas," kata Marni begitu Timan sudah berlalu.

"Iya. Semoga segera ada jalan keluar yang lebih baik."

 

***

 

Pagi itu Darmin merasa kesal, karena petugas mengatakan ada yang ingin ketemu.

"Huh, siapa sih, aku bosan dipanggil keluar terus menerus," gerutu Darmin.

"Seorang laki-laki, ganteng, tapi sudah agak tua." 

"Dia menyebutkan namanya?"

"Basuki."

Darmin langsung bersemangat. Pasti akan ada amplop yang ditinggalkan untuknya.Atau dia akan berusaha mengeluarkannya dari tahanan dengan jaminan? Iyalah.. Dia harus membantu karena aku kan calon mertuanya, kata Darmin dalam hati.

Darmin melangkah keluar dengan senyum terkembang. Senyum yang sama sekali tak kelihatan manis, karena menampakkan gigi kekuningan oleh sisa-sisa nikotin yang tertinggal disana.

"Tuan, bagaimana bisa kemari?"

"Bisalah, aku kerumah kamu."

"Ketemu Sri, lalu memberitahukan bahwa saya ada disini?"

"Tidak, rumah kamu tertutup rapat. Tapi ada orang yang memberi tau bahwa kamu sedang ditahan. Apa yang kamu lakukan?"

"Saya lagi makan dan minum-minum disebuah bar, ada yang meng olok-olok saya."

"Mengolok olok bagaimana?"

Lalu Darmin bercerita.

"Hei, jangan duduk disitu, dekat orang dekil itu, pasti badannya bau," kata seorang laki-laki kepada temannya.

Darmin yang sedang mabuk naik pitam. Ia langsung berdiri, memegang  leher  baju orang itu, kemudian menghajar wajahnya. Laki-laki itu terbanting kebelakang dan kepalanya mengenai tembok. Lalu Darmin lari sebelum polisi datang.

 "Wauww.. hebat kamu Darmin. Tapi bagaimana kamu bisa tertangkap?" kata Basuki sambil tertawa.

"Ada orang yang mengenali saya rupanya, kemudian saya ditangkap."

"Goblognya kamu, mengapa tidak sembunyi?"

"Saya pulang kerumah karena mengira tak ada yang tau. Tapi ternyata mereka datang untuk menangkap saya. Mendengar rame-rame diluar, saya kabur. Saya sudah berhasil lari dari kejaran mereka, tapi setelah melintasi perkebunan dan sampai dijalan, polisi mengenali saya. Ya sudah, mau apa lagi."

"Bagaimana kabarnya Sri?"

"Dia baik-baik saja, bersama mbahnya."

"Oh, sebenarnya aku ingin ketemu dan bicara baik-baik sama dia."

"Tuan, sebenarnya ada yang ingin saya sampaikan."

"Apa? Kamu mau aku membebaskan kamu dengan membayar uang jaminan?"

"Itu juga harapan saya."

"Kalau saya sudah ketemu Sri, dan Sri sanggup aku bawa pergi, baru aku akan melepaskan kamu."

Darmin termenung, tampaknya tidak mudah merayu si Sri, apalagi didekatnya ada mbah Kliwon yang pasti akan membantunya. Tiba-tiba Darmin ingin terlepas dari jeratan Basuki. Ia merasa Basuki tak akan bisa membantunya keluar dari sana karena syaratnya harus bisa membawa Sri terlebih dulu. Dan itu tidak akan mudah, kecuali kalau dia ada disamping si Sri.

"Mengapa kamu diam?"

"Begini. Kemarin ada orang yang ingin mengambil Sri sebagai isteri."

Basuki menatap Darmin dengan pandangan marah.

"Apa kamu lupa bahwa Sri sudah menjadi milikku?" hardiknya.

"Bagaimana kalau dia sanggup membayar berapa banyak uang yang tuan pakai untuk membayari semua hutang saya belasan tahun yang lalu?"

Wajah Basuki merah padam.

"Tidak. Aku sudah banyak uang ! Aku hanya mau si Sri !!'

***

besok lagi ya

 

 

 

 

 

 

  

 

 

27 comments:

  1. Trimakasih bu Tien ...nggak nyangka pas bukak kejora pagi ...eee Kembang Titipan sudah terbit..salam dari malang GBU

    ReplyDelete
  2. Akhirnya cerbung jilid 10 hadir. Terima kasih jeng tien

    ReplyDelete
  3. Makasih mba Tien. Senang siang2 Sri dan Timan sdh muncul. Ditunggu lanjutannya mba.

    ReplyDelete
  4. terimakasih jeng Tien. efisod 10. udah tetbit. lanjuuut jeng egisod 11. ku tunggu. salam sehat dari Garut jawabarat .

    ReplyDelete
  5. Matur nuwun mbak Tien, tambah geram dan makin penasaran.
    Lanjut .... ditunggu eps 11.
    Semoga mbak Tien selalu sehat dan Allah nemudahkan aegala urusan. Aamiin....
    Salam sejahtera dari Pangkalpinang kagem Mbak Tien dan penggemar sekalian.

    ReplyDelete
  6. Jeng Tien lanjut Salam dari Jakarta negeri yang terisolir

    ReplyDelete
    Replies
    1. Baru terlihat lgi bunda Nismah , salam sehat bun dri Tangerang πŸ™πŸ™

      Delete
  7. Alhamdulillah jelang berbuka Kembang Titipan sdh datang... salam sehat dari bekasi mb Tien

    ReplyDelete
  8. Matur nuwun mas Anton. Mas ngatno. Kakek Habu. Bunda Nismah. Mbak Nanik. Mb Jum mb Sul. Mas Hermanto. Hallow. Bandung Pangkalpinang. Garut
    Bekasi. Jakarta. Jogya. Malang. Magelang. Surabaya. Mojokerto. Purwokerto. Kuningan. Tangerang. Wo ogiri. Sriwedari
    Solo... aamiin atas semua do'a. Terimakasih atas semua perhatian. Salam sehat daro Solo

    ReplyDelete
    Replies
    1. Cerbung hadil karya mbak tien apakah ada di Gramedia?

      Delete
    2. Belum ada. Adanya pesan ke saya. Yang sudah jadi buku SEPENGGAL KISAH.. SA'AT HATI BICARA. SEKEPING CINTA MENUNGGU PURNAMA.
      Silahkan.pesan

      Delete
  9. Waaaduuuh....Basuki si kaya,klo gak mau ditebus bagaimana

    ReplyDelete
    Replies
    1. Serahkan saja ke bu Tieb, akan beres semuanya, tapi pelan-2 ya.
      Bu Tien sedang mempersiapkan jurusnya untuk menaklukkan Basuki, jalannya masih berliku, ayo kuta ikuti dengan sabar. InsyaAllah pada waktunya Kembang Titipan akan mendampingi mas Timan.

      Buat jeng Tien, selamat malam selamat beristirahat.

      1. "Sudah tadi Sri mau kembali mbah, tapi tiba-tib a Basuki datang."
      # ...tapi tiba-tiba Basuki datang."

      2. "Dia tadinya berteriak-teriak memangggil bapak, Sri diamkan saja. Lalu salah seorang tetangga yang lewat memberi tau bahwa bapak sedang ditahan. Kemudian dia pergi."
      Timan dan mbah Kliwon menatik nafas lega.
      # ....memanggil bapak (kelebihan g)
      # Timan dan mbah Kliwon menarik...

      3. kok sampai gelap begini belum pulang juga, lalu menyusul kamu."
      # lalu kami berdua menyusul kamu."

      4. "Sri harus menunggu beberapa sa'at sampai yakin bahwa dia benar-benar pergi."
      # "Sri harus menunggu beberapa sa'at sampai yakin bahwa dia benar-benar sudah pergi."

      5. "Sudah, tapi jangan mendekati dulu sebelum cuci kaki tangan lho mas, nggak boleh.
      # "Sudah, tapi jangan mendekati dulu sebelum cuci tangan, cuci kaki lho mas, nggak boleh.

      6. "Saya kan sore tadi jalan-jalan kekita, mencari informasi tentang dimana Basuki tinggal," kata lurah Mardi. # jalan-jalan kekota,...

      7. Pasti akan ada amplop yang ditinggalkan untuknya.Atau dia akan berusaha mengeluarkannya dari tahanan dengan jaminan? # belum ada spasi didepan Atau dia.......

      Hanya ini yang saya ketemukan sebagai bahan koreksi naskah sebelum naik kepercetakan. Sugeng dalu, sugeng aso salira.
      Ditunggu KT episode_11
      HATUR NUHUN.

      Delete
  10. Jogya hadiir bunda saya kira ba'dal Isya' rupanya gasik hari ini tks bunda Tien ..salam Tahes Ulales ...Jogya setia menunggu , lanjuut eps 11 ..

    ReplyDelete
  11. Patiii hadiiiir siap menanti cerbung selanjutnya Bu Tien TOP BGT😊

    ReplyDelete
  12. Alhamdulillah, Bu Tien...semakin. pinisirin euy...Salam sehat selalu. 😊

    ReplyDelete
  13. Wah ternyata siang sdh muncul, makasih jeng

    ReplyDelete
  14. Baca percakapan mas timan dan si sri sy jd ikut mesam mesem.. sehat selalu bu tien, ttp semangat ... Salam dr madiun

    ReplyDelete
  15. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  16. Hallow.. Pat. Batang Pekalongan. Madiun. Mb. Ritawati.. Opodoyo. Mas Wignyo..Salam sejahtera.dari Solo.

    ReplyDelete
  17. Hadir bu Tien...☝️

    Kekuatan cinta mas Timan pasti bisa mematahkan belenggu besi yg mengurung Sri.
    Episode cinta berbunga..uhuuuy πŸ₯°πŸ₯°πŸ₯°

    Maturswun buk , smoga sehat terus, lope lope lope bt bu Tien ❤❤❤❤😘😘

    ReplyDelete
  18. basuki edaaaaan tenan......bapaknya sri lebih edaaaaan.....ayo mba tien keluarkan jurusnya..supaya bisa tau kelemahan basuki...semangaaat menulis....besok ditunggu lanjutannyq

    ReplyDelete
  19. Sudah beberapa cerbung yang saya baca dari karya bunda Tien, salam kenal dari Jepara. Semakin penasaran atas kelanjutan kisah-kisah berikutnya. Semangat bunda Tien.

    ReplyDelete
  20. Di episode ini aku terkesan batin Timan yg mengatakan "mengapa sebuah cinta mampu mengolah Bain dan raga"...asyiknya.
    Suwun mb.Tien ..salam dari sondakan

    ReplyDelete

M E L A T I 45

  M E L A T I    45 (Tien Kumalasari)   Melati merasa gelisah. Dia tahu, Nurin bersikap baik kepadanya, tapi ia mengkhawatirkan sikap ibunya...