Sunday, April 26, 2020

KEMBANG TITIPAN 09

KEMBANG TITIPAN  09

(Tien Kumalasari)

 

"Bapaaak..." teriak Sri, namun Darmin tak mau menoleh, dengan langkah gontai dia langsung masuk dan menghilang dibalik pintu.

Sri terisak. Timan memegang pundaknya.

"Sri, sabar ya Sri..."

"Ma'afkan bapak ya mas, ma'afkan bapak.." isak Sri.

Timan mengangguk.

"Sudah, jangan dipikirkan Sri, bapak sedang dalam situasi yang buruk. Pada suatu hari nanti pasti dia akan mengerti," hibur Timan.

"Mas, bagaimana dengan parcel-parcel ini?" tanya Lastri.

"Mana Tri, aku serahkan saja kepada mereka, kalau mau biar diberikan kepada pak Darmin, kalau nggak mau ya biar dibagi sesama petugas saja."

"Ya yu, ayo aku bantu."

"Gimana ini sebaiknya pak?"

"Kita bicara diluar saja. Mungkin mencari rumah makan terdekat, bicara sambil makan," kata Bayu.

"Ya, saya setuju mas Bayu."

"Ma'af ya, mas Bayu, pak lurah, saya jadi merepotkan."kata Timan dengan penuh sesal.

"Lho, mas Timan mengapa bicara begitu? Kita ini sahabat, saudara, semua permasalahan harus kita pikul bersama."

 "Terimakasih banyak, mas Bayu, pak lurah dan bu lurah..juga Lastri dan tentu saja mbah Kliwon yang telah bela-belain nurutin kemauan saya untuk bertemu bapaknya si Sri," kata Timan yang tak mau melepaskan pegangannya pada Sri.

"Saya minta ma'af kepada semuanya, atas perlakuan menantu saya yang kasar dan tak pantas. Sedih saya melihat sikapnya tadi. Dia seperti bukan manusia," umpat mbah Kliwon yang sangat marah menyaksikan sikap menantunya tadi.

"Tidak apa-apa mbah, kami semua maklum, dan sepertinya kita semua sudah menduga akan demikianlah sambutannya ketika kita datang." kata pak lurah Mardi.

"Ayo kita keluar dulu, tampaknya masalah ini harus dibicarakan bersama," kata Bayu.

***

 

Disebuah rumah makan mereka berbincang. Sri terdiam, tak mampu berkata-kata. Bahwa dia adalah gadis titipan, sama sekali belum dimengertinya. Apa ayahnya menjual dirinya kepada seseorang? Apakah seseorang itu Basuki? Alangkah benci si Sri kepada laki-laki itu. Sesekali ia mengusap pipinya karena air matanya terus mengalir. Timan yang duduk didekatnya menepuk-nepuk tangannya agar Sri merasa lebih tenang.

"Sri, apa kamu tau siapa laki-laki yang dimaksud bapakmu?" tanya Lastri.

Sri tidak menjawab. Ia hanya menundukkan kepala.

"Kemungkinan besar dia. Basuki, anaknya pak Cokro," kata mbah Kliwon.

 "Kamu pernah melihat laki-laki itu Sri?" tanya Timan.

Sri mengangguk pelan.

"Kamu suka?"

Sri menggeleng keras.

"Berapa dia memberi uang untuk bapakmu Sri?" tanya lurah Mardi.

Sri kembali menggeleng.

"Kalau ada yang tau berapa jumlah yang sudah dibayarkan laki-laki itu, apakah saya bisa menggantinya?" tanya Timan.

"Sayangnya dia susah diajak komunikasi," keluh Bayu.

"Kalau saja ada yang tau, saya akan menghitung uang saya, barangkali saya bisa menebusnya." kata Timan mantap.

"Kalau perlu dua kali lipat. Saya akan membantu mas Timan."kata Bayu.

"Saya juga tidak keberatan membantu," kata lurah Mardi.

"Tapi bagaimana bisa menanyakan jumlah uangnya? Dia tidak bisa diajak bicara.

"Saya akan mencobanya, mungkin besok, tapi sendiri saja, supaya dia tidak marah," kata lurah Mardi.

Timan merasa terharu karena banyak yang ingin membantu. Ia menepuk tangan Sri.

"Sri, kamu tidak usah sedih, kami akan membantu, dan kamu akan terlepas dari laki-laki itu," kata Timan/

Sri kembali mengusap air matanya.

 

***

 

Esok harinya lurah Mardi pergi ke tempat Darmin ditahan. Semula Darmin tidak mau keluar, tapi ketika petugas mengatakan bahwa yang datang adalah pak lurah, maka barulah  Darmin bersedia. Wajahnya tetap tak menampakkan keramahan. Tapi lurah Mardi tetap menerimanya dengan senyuman.

"Apa kabar pak Darmin?" sapanya.

"Menurut pak lurah, bagaimana sih kabarnya kalau orang dikurung dalam tahanan?"kata Darmin sengit.

"Ya..ya, saya tau, pasti kurang nyaman ya pak. Tapi bukankah ini semua terjadi karena kesalahan pak Darmin sendiri?"

"Iya saya tau. Lalu mengapa? Kalau pak lurah datang kemari hanya untuk memaki-maki saya, maka lebih baik saya tidak usah menemui saja."

"Oh, jangan begitu pak. Pak Darmin kan tau bahwa saya adalah lurah desa yang bertanggung jawab atas semua yang terjadi didesa saya. Jadi jangan berprasangka buruk terhadap saya.

Darmin terdiam.

"Saya ikut prihatin atas kejadian ini, dan saya berharap ini semua akan menjadi pelajaran bagi pak Darmin, agar selanjutnya bisa berkelakuan dengan lebih baik."

Mata Darmin berkilat. Ada amarah disana.

"Dan pak Darmin tau, apabila orang yang pak Darmin hajar dirumah makan itu sampai meninggal, maka pak Darmin bisa dihukum berat. Bisa sepuluh atau limabelas tahun dipenjara."

"Tapi saya hanya memukulnya sekali, karena dia mengganggu saya."

"Pak Darmin memukulnya sekali, tapi kepalanya terantuk tembok dengan keras sehingga dia mengalami gegar otak.  Sekarang masih dalam perawatan intensif. Berdo'alah agar dia tidak meninggal." kata lurah Mardi dengan nada mengancam. Darmin terpaku ditempat duduknya. Kepalanya menunduk. Dibayangkannya berada dalam penjara sampai puluhan tahun, alangkah mengerikan.

"Pak Darmin, saya ingin bertanya, apakah pak Darmin mencintai puteri bapak?"

"Mengapa hal itu ditanyakan? Adakah orang tua yang tiak mencintai anaknya?"

Pak lurah Mardi tersenyum. Baguslah kalau pak Darmin juga mencintai anaknya. Semoga itu bukan hanya jawaban yang terlontar dari bibir saja.

"Senang saya mendengarnya. Tapi kemarin ketika saya kemari dengan beberapa saudara, pak Darmin bilang kalau Sri itu titipan seseorang. Maksudnya apa pak?"

"Ya memang begitulah sesungguhnya. Saya hanya mencegah orang lain mengganggu si Sri, karena dia itu sudah milik orang lain."

"Tapi pak Darmin perlu tau, bahwa Sri itu kan bukan barang?"

"Apa maksud pak lurah"

"Bagaimana seseorang bisa menjadi milik orang lain tanpa sepengetahuan orang terebut? Kalau itu barang, okelah, bisa saja sebuah barang dipindah tangankan dari satu orang ke orang lain, dengan imbalan misalnya. Atau bahasa gampangnya dibeli, begitu kan? Tapi kalau itu manusia bagaimana bisa terjadi pak?"

Darmin tampak meresapi kata-kata lurah Mardi.

"Saya butuh uang waktu itu. Saya terbelit hutang. Rumah hilang, harta hilang, dan masih punya hutang."

"Lalu ?"

"Lalu seseorang melunasi hutang saya. Semuanya dilunasi, dengan janji."

"Janji memiliki si Sri?"

"Waktu itu si Sri masih gadis kecil. Dia bilang menitipkan Sri ke saya, dengan janji kalau Sri sudah dewasa, saya harus menyerahkannya."

"Ooh, begitu ? Apa hanya itu satu-satunya cara untuk melunasi hutang bapak?"

"Hanya itu. Saya tak punya apa-apa. Kalau saya tidak bisa bayar, saya harus membayarnya... dengan .. nyawa." kali itu pak Darmin mengatakannya dengan pilu.

Pak lurah Mardi terdiam, menatap Darmin yang menundukkan kepala sambil memainkan jari-jarinya.

"Sekarang Sri sudah dewasa. Saya harus memenuhi janji saya."

"Berapa banyak hutang pak Darmin waktu itu?"

"Tak terhitung. Seharga satu rumah bagus."

Lurah Mardi tercengang. Satu rumah? Itu bisa seratus sampai limaratus juta. Atau bisa lebih.

Apakah pak Darmin tidak berfikir, akankah Sri bahagia kalau harus melayani laki-laki yang tidak dia sukai?

"Saya takut kehilangan nyawa, apapun saya akan lakukan."

Lurah Mardi terdiam. Darmin juga terdiam. Masing-masing bicara dengan perasaannya sendiri.

Lama kelamaan Darmin tidak tampak garang seperti ketika kemarin lurah Mardi datang beramai-ramai. Barangkali ada sesal.. atau entahlah.

"Pak Darmin, seandainya ada orang yang mau membayar sebanyak dia telah melunasi hutang bapak waktu itu, apa perjanjian bisa batal?"

"Apa? Memangnya ada yang mau membayar sampai ratusan juta?"

"Barangkali ada.."

Pak Darmin diam sejenak, tapi kemudian dia menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Itu terserah dia."

"Dimana saya bisa menemui dia?"

"Namanya Basuki, almarhum bapaknya bernama Cokro. Tapi saya tidak tau dimana sekarang dia tinggal."

"Bukankah terkadang dia datang menemui pak Darmin?"

"Ya, hanya memastikan, bahwa Sri masih ada dibawah perlindungan saya. Maksudnya belum ada yang memilikinya. Dia selalu mengancam saya, dan nyawa taruhannya."

"Jadi Sri sudah pernah bertemu dia?"

"Lama sekali dia tidak datang, bertahun-tahun. Tapi akhir-akhir ini sering datang, hanya memberi saya uang, dan merasa yakin bahwa Sri masih perawan. Itulah sebabnya saya melarang siapapun mendekati Sri."

"Bagaimana sikap Sri terhadap Basuki?"

"Buruk. Sangat buruk. Tampaknya Sri benci pada Basuki."

"Ya pastilah, Basuki sudah terlalu tua  bukan?"

"Sebenarnya kalau wajah, masih menarik, cuma memang dia itu gila perempuan dari dulu."

"Kasihan kalau sampai Sri jatuh kedalam tangannya."

"Apa boleh buat. Kalau Sri menolak, saya harus mati."

"Ya Tuhan...."

"Sebenarnya Basuki tidak akan memaksa. Dia sanggup menunggu sampai Sri benar-benar mau melayani dia. " 

"Saya akan mencoba menemui Basuki. Sebagai anak orang terkenal pada jamannya, barangkali banyak yang mengetahui tentang dia."

Darmin tak menjawab apapun.

"Dan satu lagi pak Darmin, jangan kembali meneguk minukan keras."

"Saya sebenarnya merasa menjadi orang tak berguna., Berbuat semau saya seakan bisa menutupi penderitaan saya yang sebenarnya mencengkeram jiwa saya."

"Tapi sebaiknya pak Darmin bertobat, karena bertobat adalah obat terbaik untuk mengobati luka hati."

Darmin menghela nafas.

"Dan apa yang pak Darmin lakukan itu bukan mengobati penderitaan, tapi justru memperparah. Kasihan si Sri, dia sangat menderita.

Darmin tertunduk kelu. Belum pernah ia mau mendengarkan orang berkata-kata, apalagi bertutur yang seakan menyalahkan dia. Sekarang barulah dia meresapi kata demi kata yang dikatakan lurah Mardi. 

***

 

Namun Timan tidak merasa ketakutan dengan jumlah uang yang diperkirakan bisa menebus si Sri dari tangan Basuki.

"Tidak apa-apa pak lurah, saya masih punya rumah didesa. Saya akan menjualnya. "

"Tapi persisnya berapa kita harus ketemu dulu yang namanya Basuki."

 "Tapi dimana kita harus mencarinya?"

"Saya akan terus mencari informasi. Nanti mas Timan pasti akan saya kabari."

"Saya tunggu pak lurah, dan terimakasih banyak telah menemui pak Darmin demi saya."

"Saya bersyukur, tadi dia mau menerima saya. Wajah yang semula garang perlahan pudar, dan mau mendengar kata-kata saya, dan mengatakan apa yang sebenarnya terjadi."

"Syukurlah."

"Dia itu hanya takut mati."

"Takut mati?"

"Basuki mengancam akan membunuhnya kalau dia tak bisa membayar hutangnya, Lalu dia merelakan Sri untuk dijadikan isterinya. Janji itu sudah ada sejak Sri masih kanak-kanak."

"Saya akan berusaha melepaskan Sri dari jeratan hutang bapaknya."

"Saya akan terus membantu mas."

"Terimakasih pak lurah. Sekarang saya mau ketemu Sri dulu dirumah mbah Kliwon."

"Silahkan mas Timan, rupanya Sri juga butuh dukungan sa'at ini."

"Aamiin, mas Timan. Sampaikan salam saya pada Sri dan mbah Kliwon ya.

"Pak lurah benar. Semoga kita berhasil mengentaskan Sri dari penderitaannya."

***

 

Sore itu Sri pamit pulang sebentar untuk membersihkan rumah.

"Apa perlu simbah bantu?"

 "Tidak mbah, hanya rumah kecil saja kok. Saya cuma sebentar, lalu kembali kemari."

"Baiklah, selama bapakmu masih ditahan lebih baik kamu tidur disini saja, daripada sendirian dirumah sana."

"Ya mbah, maksud saya juga begitu."

"Kamu juga nggak boleh sedih lho Sri, banyak orang yang mendukung kamu."

"Ya mbah, Sri tau."

"Ya sudah, pulang sana dulu, jangan sampai hari gelap baru kembali kesini."

"Baiklah."

Sri melangkah keluar rumah, mbah Kliwon memandangi punggung cucunya dengan rasa iba.

Ia mengusap air matanya yang sempat menetes.

Namun ketika ia mau menutup pintu rumahnya, tiba-tiba sebuah mobil berhenti.

Mbah Kliwon mengawasi siapa yang datang. 

"mBah.." sapa orang itu yang ternyata Timan.

"Walah nak Timan, mari silahkan masuk."

Timan masuk kedalam, matanya mencari-cari. 

"Mana si Sri?"

"O, Sri baru pamit sebentar nak, tapi tunggu saja, dia akan segera kembali," kata mbah Kliwon sambil masuk kedalam. Sebelum pergi Sri sudah membuat wedang jahe kesukaannya. Masih panas, dan mbah Kliwon kemudian menuangnya kedalam gelas untuk disuguhkannya kepada Timan.

"Ini masih anget nak.":

"Simbah kok repot-repot, tapi terimakasih mbah," kata Timan yang langsung menyeruput wedang jahenya.

"Memangnya Sri kemana sih mbah?"

"Pulang sebentar, katanya mau bersih-bersih rumah. Tapi dia nanti tidur disini. Saya sudah pesan supaya jangan sampai malam kembalinya kemari."

"Saya habiskan wedangnya ya mbah, segar rasanya. Anget-anget enak."

"Habiskan saja nak, kalau mau dibelakang masih ada. Sri membuatnya sebelum pulang tadi."

 

***

Sri hampir selesai bersih-bersih. Ia mengunci semua pintu, baik yang dibelakang, maupun samping. Pintu depan masih tertutup, tapi Sri belum menguncinya. Ia lupa dimana kemarin meletakkan kunci rumah. Karena memang sudah dua hari rumah itu dibiarkan tidak terkunci, semenjak Sri lari kerumah simbahnya ketika ayahnya menjadi buron.

Lalu ia menyalakan lampu depan, agar kalau malam tidak tampak gulita.

Dimana kunci itu, Sri benar-benar lupa. Lalu Sri teringat bahwa ayahnya juga membawa kunci rumah. Ia memasuki kamar ayahnya, dan benar, kunci itu masih tergeletak diatas meja. Sri mengambilnya dan bergegas keluar. Tapi sebelum sempat dia membuka pintu, dilihatnya mobil berhenti didepan pagar. Sri terkesiap, itu mobil Basuki.

Sri mengunci pintunya dari dalam, lalu lari kebelakang rumah.

***

besok lagi ya

 

 

26 comments:

  1. Alhamdulillah... walaupun minggu Mbak Tien tetap menyapa penggemar matur nuwun... semoga Mbak Tien dan penggemar sekalian selalu dalam lindungan Allah Taala. Aamiin...
    Sugeng dalu mugi rahayu ingkang sami pinanggih.
    Lanjut..... eps 10 ditunggu!

    ReplyDelete
  2. Deg degan mba Tien. Mudah2an Sri selamat ya dari cengkeraman Basuki. Makasih mba. Salam sehat selalu.

    ReplyDelete
  3. Heeeeemmm bikin geregetan saja bunda Tiennn....smg yg datang timan bkn basuki bun...lanjuuut salam Tahes Ulales dr Jogya bun...

    ReplyDelete
  4. Mas timan...susul sri...kasihan dia..

    Mksh mb tien, sehat selalu


    ReplyDelete
  5. Batang (pekalongan) nyimak .....
    Matur nuwun mnak Tien

    ReplyDelete
  6. Hallow.. Jogua. Pekalongan. Jambi. Bandung. Garut. Pangkalpinang. Bekasi. Jakarta. Magelang. Malang. Purwokerto. Wonogiri. Srieedari. Solo. Madiun. Mojokerto. Mb. Jum. Mas Ngatno. Mas Wongso. Kakek Habi. Mb. Sul. Mas Anton Semuaaa.. salam hangat dari Solo

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hallo jg bu Tien , gk mau ketinggalan sllu hadir ☝️...xixixi 🀭🀭

      Ruarr biasa mas Timan rela berkorban demi cinta. Maju terus pantang mundur.
      Baper jadinya , bisa ae bu tien ki , top πŸ‘πŸ‘

      Monggo buuk , lanjut mawon , smoga sehat terus...amin 🀲😘😘😘😘❤

      Delete
    2. Sugeng Dalu jeng Tien, matur nuwun, tak wacane fisik.

      Delete
  7. Walah bikin deg2an aja jeng tien ini

    ReplyDelete
    Replies
    1. Opo doyo.. matur nuwun. Salam hangat dari Solo

      Delete
  8. Lanjut mbak tien makin seru ...

    ReplyDelete
  9. Hallo Bu Tien...waduh melu deg-degan...senam jantung nich...salam sehat dari Yogya.

    ReplyDelete
  10. Sugeng dalu jeng Tien, sambil baca sambil mencari yang salah ketik untuk koreksi naskah sebelum naik cetak novelnya, masih boleh khan jeng Tien?

    1. petugas mengatakan bahwa yang datang adalah pak lurah, maka Darmin maka barulah  Darmin bersedia. (salah satu maka dihilangkan)
    # petugas mengatakan bahwa yang datang adalah pak lurah, maka barulah  Darmin bersedia.

    2. Baguslah kalau Darmin juga mencintai anaknya.
    # Baguslah kalau pak Darmin juga mencintai anaknya. (Yang diatas juga pakai pak, supaya lebih enak didengarnya

    3. "Bagaimana seseorang bisa menjadi milik orang lain tanpa sepengetahuan si seseorang terebut?
    # "Bagaimana seseorang bisa menjadi milik orang lain tanpa sepengetahuan si seseorang tersebut? (tanpa sepengetahuan orang tersebut)

    4. Darmin tidak tampak garang seperti ketika kemarin lurah Mardi datang berramai-ramai. (kebanyakan r)
    # Darmin tidak tampak garang seperti ketika kemarin lurah Mardi datang beramai-ramai.

    5. Tapi akhit-akhir ini sering datang, hanya memberi saya uang, dan merasa yakin bahwa Sri masih perawan.
    # Tapi akhir-akhir ini.....

    6. "Dan satu lagi pak Darmin, jangan kembali meneguk minukan keras."
    # ....meneguk minuman keras."

    7. "Saya sebenarnya meeasa menjadi orang tak berguna., Berbuat semau saya seakan bisa menutupi penderitaan saya yang sebenarnya mencengkeram jiwa saya."
    # "Saya sebenarnya merasa menjadi orang tak berguna. Berbuat semau saya seakan bisa menutupi penderitaan saya yang sebenarnya mencengkeram jiwa saya."

    8. Darmin menghela naafas.
    # Darmin menghela nafas.

    Tegang ... tegang.... membacanya.
    Kasihan banget Sri jadi tumbal hutang bapaknya.
    Lanjut jeng Tien, saya tetap setia menunggu dan siap bantu koreksi.
    Salam dari Bandung.

    ReplyDelete
  11. Assalamu'alaikum mb Tien Bekasi hadir. Alhamdulillah
    Salam sehat sll... terus menunggu lanjutannya. Smg dipermudah mas Timan mendapatkan bunga titipan

    ReplyDelete
  12. Mbak tien!salam kenal, sy sdh baca cerbung sepenggal kisah,sekeoing cinta menunggu purnama,di bening matamu,lastri, seikat mawar buat ibu dan saat ini kembang titipan. Adakah karya mbak tien yg lain yg belum sy baca? Di eps 9 kembang titipan melu dredeg tanganku kemringet...

    ReplyDelete
  13. Yg komen di atas sy Nanik chalyubi salam kensl dr Sby

    ReplyDelete
  14. Ya Alloh pak Darmin tega sekali sm anaknya, semua krn uang.. Semoga Basuki mau melepas si Sri ... Makin seru makin penasaran.. Sehat sllu utk bu Tien, salam dr Madiun yg sllu hadir

    ReplyDelete
  15. Hallo mb. Nanik.. hallow.. Surabaya.. waauuw.. sudah baca semuanya..? Pasti suka baca bukunya donk. πŸ˜ƒ
    ..

    ReplyDelete
  16. Pagi bu Tien ..maaf malang baru hadir makasih part 9 nya yaaa GBU

    ReplyDelete
  17. kersamanah Garut Jawa barat. menyimak. . terima kasih. emba tien. . lanjut efisod. 10. kutunggu

    ReplyDelete
  18. salam sehat dari jakarta untuk semua penggemar cerbung jeng tien

    ReplyDelete
  19. alhamdulillah...pengusir kesepian.....ditunggu episode selanjutnya...terimakasih mba tien..semoga sehat selalu

    ReplyDelete
  20. Wah sy telat bcnya krn bolak balik buka kok blm muncul kt 09.. tp sll ditunggu lho mb Tien eps selanjutnya smg P. Basuki bs. diajak nego sm mas Timan... Slm seroja mb Tien..

    ReplyDelete
  21. Saya Hadi, Tangerang Selatan mbak Tien terima kasih dengan setia mengikuti cerbung mbak Tien yang selalu bikin penasaran ......jalan ceriteranya cukup realistik dan adegannya sungguh sangat detail matur suwun ....

    ReplyDelete

M E L A T I 45

  M E L A T I    45 (Tien Kumalasari)   Melati merasa gelisah. Dia tahu, Nurin bersikap baik kepadanya, tapi ia mengkhawatirkan sikap ibunya...