Monday, December 30, 2019

DALAM BENING MATAMU 75

DALAM BENING MATAMU 75

(Tien Kumalasari)

Mirna menggenggam pegangan kursi dengan erat. Matanya nanap menatap Anggi yang juga menatapnya tajam.

"Bu Anggi bilang apa?" tanyanya dengan suara bergetar.

"mBak Mirna, aku ber sungguh-sungguh. Mas Adhit mencintai mbak Mirna."

"Aap...apa?" Mirna terkaget-kaget.

"Itu benar, mas Adhit tiak mencintai aku, mbak Mirna yang dicintainya. Itu sebabnya aku minta mbak Mirna mau menikah dengan mas Adhit."

"Tidaaaak... tidaak bu Anggi, itu mustahil. Tidak mungkiin..."

"Itu benar, aku mohon. Aku ingin melihat mas Adhit bahagia. Sungguh, aku rela, aku ikhlas berbagi mbak, tolong.. penuhilah permintaanku," sekarang Anggi berlinangan air mata, memelas. 

"Tidak bu, tidak.. jangan teruskan, pak Adhit milik mbak Anggi, saya tak akan mengganggunya, mana mungkin bu, jangan begitu. Tolong jangan lanjutkan."

"mBak Mirna, aku mohon."

"Mana mungkin seorang wanita rela berbagi cinta, berbagi suami. Tidak.. tolong bu Anggi, ayolah, saya bukan perempuan yang ingin merusak rumah tangga bu Anggi, sungguh, jangan begitu bu." kata Mirna sambil berdiri, lalu memegangi tangan Anggi dengan erat. Basah tangan itu, oleh keringat dingin yang membanjir.

Anggi berdiri, memeluk Mirna sambil menangis.

"Aku ingin suamiku bahagia mbak, tolonglah.."

"Jangan bu, saya mohon. Sekarang pulanglah, dan pikirkan kembali keinginan bu Anggi itu," kata Mirna sambil menggandeng tangan Anggi, seperti memaksanya pergi.

"mBak Mirna..."

"Lakukan yang terbaik untuk suami, bukan dengan mencarikan isteri lagi. Ibu akan menyesal nanti, percayalah."

"Tidak mbak Mirna, aku tak akan menyesal. Tolong..."

"Pulanglah mbak, dan endapkan pikiran itu, pasti nanti akan ada jalan terbaik untuk rumah tangga ibu."

Anggi akhirnya pergi, berjalan keluar dari halaman toko sambil mengusap air matanya yang menitik turun.

Mirna masuk kedalam toko dengan tubuh gemetaran. Seperti mimpi mendengar seorang isteri mencarikan lagi isteri lain untuk suaminya. Itu hanya ada didalam dongeng. Di pewayangan, Dewi Sembadra rela suaminya menikahi Srikandi, bahkan banyak isteri-isteri lainnya. Tapi itu kan cerita wayang. Mirna terduduk dikursi masih dengan tubuh gemetaran. Memang benar dia jatuh hati sama Adhit, sudah bertahun lalu, dan tak pernah bisa menghilangkan rasa itu, tapi merebut Adhit dari isterinya? Tidak, Mirna tidak sejahat itu. Ia mengira Anggi sedang emosi, dan berharap bisa mengendalikan perasaannya, menghilangkan keinginan yang sangat menakutkan itu.

Ketika Dewi pulang dari mengantar Bima, ia terkejut melihat Mirna masih terduduk dikursi belakang. Wajahnya pucat pasi, dan ada air mata mengambang di pelupuknya.

"Mirna, ada apa?"

Tak tahan menanggung resah yang melandanya, Mirna berdiri dan menubruk Dewi, menangis seesenggukan disana.

"Mirna... ayu duduklah, ceritakan ada apa.."

Dewi menuntuk Mirna agar duduk supaya lebih tenang. Ada segelas air putih dimeja, diulurkannya pada Mirna. Mirna meneguknya, masih dengan pipi basah oleh air mata.

"Tadi bu Anggi kesini," bisiknya pelan.

"Anggi? Dia memarahi kamu ?"

Mirna menggeleng.

"Lalu kenapa?"

"Dia minta agar saya mau menikah dengan pak Adhit."

Dewi terhenyak mendengarnya. Tak percaya, ia menatap Mirna lekat-lekat.

"Itu benar. Mana mungkin saya bisa melakukannya?"

"Kamu menolak?"

"Mana mungkin saya menerima. Biar saya jatuh hati sama pak Adhit, mana mungkin saya merebutnya dari iserinya?"

Dewi tak melepaskan pandangannya pada Mirna. Dengan tanpa ditanya Mirn sudah membuka apa yang dirasakannya. Jadi benar, dia jatuh hati sama Adhit. Aduuh... sungguh rumit.

"Jadi benar, kamu mencintai Adhit?"

Mirna menunduk. Air matanya sudah tak lagi menetes turun. Lebih tenang setelah bisa berbicara dengan Dewi. Tapi ia terkejut ketika tanpa sadar membuka isi hatinya. Apa boleh buat, semuanya sudah terlanjur. Salahkah kalau dirinya mencintai seseorang, dan seseorang itu adalah Adhit?

"Mirna..."

"Ya mbak, terus terang saya mengatakan, bahwa sudah lama saya mencintai dia, tapi apalah saya ini, hanya seorang yang tak punya derajat, hanya anak seorang tukang bangunan. Saya seperti pungguk merindukan bulan," katanya pilu.

"Mirna, jatuh cinta itu tidak salah. Cinta boleh menghinggapi hati siapapun juga, tak perduli dia punya derajat atau tidak. Aku kagum sama kamu, karena bsa memendam perasaan selama itu."

"Saya kan harus tau diri mbak. Tapi tadi itu, mengapa ya bu Anggi bilang begitu?"

"Apa dia marah sama kamu?"

"Enggak bu, dia malah me mohon-mohon supaya saya bersedia. Mana mungkin saya bisa melakukannya."

"Ada apa dengan keluarga itu?"

"Saya takut bu, bagaimana kalau saya mohon ijin untuk tidak masuk kerja selama beberapa hari? Saya takut bu Anggi datang lagi, atau terjadi hal yang sangat saya takuti."

"Baiklah Mirna, beristirahatlah selama beberapa hari untuk menenangkan hati kamu. Aku akan berusaha menemui Adhit dan menanyakan apa yang terjadi."

***

"Anggi, kamu dari mana ?" tanya bu Broto karena Anggi pergi tanpa pamit.

"Ma'af eyang, tadi cuma ingin jalan-jalan saja, jadi nggak pamit sama eyang."

"Jalan-jalan kemana? Kok ngajak eyang.."

"Cuma muter-muer disitu saja. Pengin beli sesuatu, tapi kok nggak ada yang menarik."

"Mau beli apa kamu? Makanan? Dirumah kan banyak makanan. Tuh, kue-kue buatan eyang, juga oleh-oleh dari Ayud kemarin. Enak lho."

"Iya sih eyang, memang enak, tapi Anggi pengin yang bukan roti atau kue-kue. Singkong goreng misalnya."

"Kalau siang begini jarang ada yang jual  singkong goreng. Kalau sore banyak."

"Oh, iya eyang, bener, pantesan tadi Anggi sudah berjalan jauh nggak ketemu."

"Kalau ingin sekali, nanti kalau suami kamu pulang, bilang saja. Sepulang dari kantor kan dia bisa beli untuk kamu."

"Iya benar eyang, nanti Anggi bilang deh."

"Ini sudah jam berapa, kok Adhit belum pulang makan?"

"Mungkin masih banyak yang harus dikerjakan eyang."

"Kalau begitu ayo kita makan sendiri saja, kasihan pasti kamu sudah lapar."

"Eyang saja yang makan, biar Anggi temani, nanti Anggi akan makan kalau mas Adhit sudah pulang."

"Iya, so'alnya eyang kan haus minum vitamin-vitamin, dan itu harus diminum setelah makan."

"Kalau begitu eyang harus makan sekarang, ayo Anggi temani."

Namun bu Broto menangkap sesuatu yang lain diwajah Anggi. Apakah Anggi sedang sedih? Bu Broto ingin menanyakannya, tapi diurungkannya. Ia tak ingin mencampuri urusan rumah tangga cucunya, walau ia tau ada yang ttidak seperti biasanya.

"Kamu nggak mau makan sesuatu? Tahu bacem ini enak lho, makanlah, kan kamu sendiri yang masak."

"Tadi kan Anggi sudah makan eyang, memang enak, eyang yang kasih bumbunya, jadi pasti enak."

"Adhit sangat suka tahu bacem buatan eyang. Nanti dia pasti senang kalau tau kamu yang memasak."

Anggi hanya tersenyum. Ia tau bahwa sa'at ini Adhit tak akan perduli akan sesuatu masakan. Ia sedang bingung dan menyesali langkahnya untuk melamar dirinya beberapa bulan lalu. Alangkah sakitnya. Tapi Anggi tak ingin larut dalam ketidak berdayaannya. Ia harus melakukan sesuatu demi kebahagiaan suaminya, biarpun hatnya terluka.

 Namun siang itu Adhit memang tidak pulang untuk makan siang. Ia sedang menuju ke toko Dewi, nggak tau mengapa, karena mobilnya seakan berjalan sendiri kearah sana. 

"Aku sudah gila." bisiknya sambil berhenti duhalaman toko. 

Karena ragu-ragu tak tau harus melakukan apa, Adhit memutar kembali mobilnya, ingin pergi dari sana. Tapi tiba-tiba didengarnya sebuah tepukan tangan, dan suara memanggil namanya.

"Adhit !!"

Adhit menghentikan mobilnya. Lalu didengarnya langkah-langkah mendekat.

"Kok balik ?"

"Iya, aku kesasar," kata Adhit sekenanya.

"Turunlah, aku mau bicara."

Tapi Adhit tak mau turun. Ia bingung kalau ketemu Mirna harus bersikap bagaimana, sementara jauh dilubuk hatinya ia sangat ingin melihatnya, memandangi matanya yang bening seperti sepasang bintang, atau....

"Adhit, turunlah, sebentar saja. Kamu seperti orang bingung begitu, ayo kita bicara," kata Dewi setengah memaksa.

Adhit membuka pintu mobilnya, lalu turun.

"Ayo kita duduk dibawah pohon jambu itu saja," kata Dewi sambil menunjuk kearah pohon jambu, dimana ada bangku2 dibawahnya. Kalau udara panas Dewi sering duduk-duduk disana untuk mencari angin.

Adhit seperti  anak kecil digandeng Dewi lalu diajaknya duduk disana. Tak ada suara keluar dari mulutnya.

"Ada apa dengan dirimu?"

"Nggak ada... memangnya ada apa?"

"Lihat kelakuanmu, masuk ke pekarangan orang, lalu muter dan mau kabur, itu kan sikap orang kebingungan ?"

Adhit tak menjawab, tapi diam-diam kepalanya melongok kearah toko, sayangnya Dewi mengetahui kelakuannya itu.

"Kamu mencari siapa? Mirna? Dia sudah pulang," kata Dewi tegas.

"Pulang? Jam berapa emang?"

"Dia sakit, aku suruh dia pulang. Memangnya kenapa?"

"Sakit apa dia?"

"Sakit hati."

"Apa?"

"Tadi isteri kamu datang kemari."

"Apa? Lalu apa terjadi sesuatu antara dia dengan Mirna? Anggi marah-marah, begitu? Atau melabrak Mirna?"

"Tidaaaak... tidaaak. Isterimu terlalu baik untuk marah. Kalau itu aku, pasti aku sudah ngamuk dan menghajar kamu habis-habisan."

"Dewi, apa maksudmu?"

"Anggi tidak marah. Dia minta agar Mirn a mau menjadi isterimu."

"Apa? Anggi bilang begitu?"

"Ya, apa itu kemauan kamu?"

"Tidak, bukan aku... aku bingung atas sikap Anggi. Dia itu..." 

Pembicaraan itu terhenti karena ponsel Adhit tiba-tiba berdering.

"Jawab dulu, dari siapa," kata Anggi.

"Dari eyang, tumben eyang menelpon."

Adhit membuka ponselnya.

"Adhit, kamu dimana?" Eyang... Adhit sedang... sedang..." pembicaraan itu terhenti karena bu Broto menyampaikan sesuatu yang mengejutkannya.

"Cepat pulang, isteri kamu pingsan.,"

 ***

besok lagi ya

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 
















18 comments:

  1. Ini harusnya 75... Yg 74 kan sudah kemarin....

    ReplyDelete
  2. Ndak papa yg penting ada mksih besuk lgi ya

    ReplyDelete
  3. Utk menjadikan cerita ini happy ending, Mirna yg berniat tdk ingin mengganggu rumah tangga Adith & Anggi, hrs pergi menjauh dr kehidupan Adith & Anggi dg tanpa memberitahukan kpd siapapun tujuan akan pindah kemana. Sehingga Adith tdk terganggu oleh org lain, krn Adith sulit jatuh cinta.
    Cerita dilanjutkan dg usaha pencarian Mirna oleh Adith yg selalu didampingi Anggi, dibantu oleh Dewi dan keluarga lain.
    Cerita diselingi dg suka duka bgmn usaha Mirna & ayahnya memulai merintis kehidupan di tempat yg baru.
    Karena niat Mirna begitu tulus mengorbankan cintanya untuk membahagiakan kehidupan Adith & Anggi, maka Tuhan memberikan jodoh yg terbaik buat Mirna ditempat yg baru.
    Disisi lain...dengan melihat kesungguhan Anggi yg berkorban demi kebahagiaan Adith & keutuhan rumah tangganya, Tuhan membuka hati Adith untuk memenuhi tawaran keluarganya dg mengadopsi anak yg baik, yg disayangi semua keluarga dr panti asuhan, yg ternyata masih keluarga jauh dr Teguh Raharjo....tamat

    ReplyDelete
  4. Mirna benar... tidak ada satupun wanita yg rela dgn tulus ikhlas sepenuh hati bersedia berbagi cinta terlebih lagi berbagi suami....... Sembodro dlm cerita pewayangan walaupun bibirnya mengucap ikhlas tatkala Arjuna mengambil istri Srikandi tp pada saat dia melihat Arjuna sdg melatih Srikandi memanah.... tidak kuat menahan rasa cemburunya shg pohon pisang yg dijadikan sandarannya saja spi gosong .... Dmk jg halnya dg Siti Aisyah ...betapa dia cemburu brt saat Nabi Muhammad memuji Siti Chotijah... padahal yg sdg dipuji itu sdh berada di surga alias sdh wafat
    Hmmmm...... mbak Tien yaaaa.... memang piawai membuat kita2 ini gemes, gregeten dan penasaran...... tak doakan semoga banyak idea2 briliant yg bermunculan........ lanjut mbaaak πŸ‘πŸ‘πŸ˜šπŸ˜š

    ReplyDelete
  5. Suatu kesalahan yg dilakukan mantan pasien miom atΓ u kanker rahim.. karena merasa rahimnya sdh diangkat dianggap masalahnya selesai..
    Dia tidak pernah memeriksakan lagi ke dokter onkologi, bahkan hasil PA nya lupa entah dimana..
    Itulah yg menimpa Anggi.. rupanya sisa miom berubah menjadi kanker ganas dan menjalar ke bagian rongga perut..
    Sementara Mirna sudah meninggalkan Solo utk merenungi nasibnya...
    Tinggalah Adhit sendirian..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Daaaan.... survival kanker harus bs mengatur batinnya.... tidak boleh depresi

      Delete
  6. Lanjutannya lagi d tunggu mbak tien.semoga happy ending. Bahagia buat mirna, adhit dan anggi.

    ReplyDelete
  7. salah ketik Seri ... mesthinya 75 kan ?

    ReplyDelete
  8. Terimakasih mbak Tien ceritanya sungguh menarik ......
    ditunggu episode selanjutnya .....

    ReplyDelete
  9. sy ikut terkecoh bbrp kali buka kok msh eps 74... sambil ishoma iseng buka lg tyt isi cerbungnya sdh beda... smg pingsan nya anggi krn isi?
    kuasa illahi... kun fayakun.. ditunggu eps 76 nya bu tien

    ReplyDelete
    Replies
    1. Rahim sdh diangkat ga bisa hamil lagi kayaknya ya

      Delete
    2. Betul....kecuali klu hanya satu indung telur yg diangkat ttp rahimnya msh ada

      Delete
  10. Manut mbak tin aja lah pasti akan hapoy ending nantinya apapun iyu

    ReplyDelete
  11. Terima kasih mbak Tien nomor episode ini sdh diperbaiki yg semula tertulis 74 sekarang sdh jadi 75.

    Maaf mbak Tien ... Dialog ke empat dari bawah, mestinya bukan ANGGI ... tetapi DEWI kan.

    Salam hangat dari Yk.

    ReplyDelete
  12. Kasian y anggi smp pingsan makasih ya 75 udah k luar mau ngasih tau dl ibu " .wah ceritanya panjang d tunggu kelanjutannya

    ReplyDelete
  13. HOT PROMO :

    - Bonus Cashback Mingguan Hingga 15%
    - Bonus Refrensi 2,5% Seumur Hidup
    - Bonus Rollingan Casino 0.8%
    - Bonus Rollingan Mingguan Sportbook Refferal 0,1%

    ReplyDelete

M E L A T I 45

  M E L A T I    45 (Tien Kumalasari)   Melati merasa gelisah. Dia tahu, Nurin bersikap baik kepadanya, tapi ia mengkhawatirkan sikap ibunya...