Saturday, November 23, 2019

DALAM BENING MATAMU 52

DALAM BENING MATAMU  52


(Tien Kumalasari)



Karena kasihan mendengar nasib Mirna yang miirp kisah hidupnya, Dewi meminta Mirna agar membantu di tokonya.

"Tapi mbak, saya ini kayak orang sakit-sakitan,, kadang merasa sehat, kadang lemas mual..  itu kan sangat mengganggu, mana bisa saya bekerja dengan baik?" bantah Mirna dengan rasa sungkan.

"Nggak apa-apa Mirna, toko itu kan dekat rumah, ada kamar kosong dibelakang, dimana kamu bisa istirahat sa'at merasa nggak enak. Aku tau itu pembawaan orang yang lagi hamil."

"Tapi mbak..."

"Sdahlah Mirna, lagi pula suamimu nggak akan perduli sama kamu, Dengan bekerja kamu bisa punya penghasilan, palagi menjelang kamu melahirkan nanti pasti butuh beaya yang tidak sedikit. Memang sih aku nggak bisa memberi gaji sebanyak yang Adhit pernah berikan, tapi mungkin ada gunanya walau tak seberapa."

" Bukan gaji itu mbak, cuma Mirna merasa sungkan kalau nggak bisa bekerja maksimal."

"Biasanya orang mengandung itu merasa seperti orang sakit ketika usia kandungan sampai tiga.. empat.. atau paling lama lima bulan saja, selebihnya pasti baik-baik saja.

"Kalau memag mbak Dewi mengijinkan, saya sangat berterim akasih mbak, semoga semua kebaikan mbak Dewi mendapat balasan yang melimpah."

"Ah, sudahlah, aku membantu dengan tulus, lupakan tentang balasan itu. Yang aku inginkan sa'at ini adalam balasan sakit hatiku pada Aji. "

"Biarlah mbak, lebih baik kita lupakan saja, bukankah siapa yang menanam dia akan menuai?"

"Kamu sungguh baik Mirna, sayang sekali kamu terjerumus pada keadaan yang menyakitkn setelah bertemu Aji."

"Bukankah semua yang terjadi pada kita adalah garis yang sudah ditorehkan oleh Yang Maha Kuasa? Saya ingin bisa menjalaninya dengan ikhlas."

Dewi mendengarkan dengan perasaan penuh haru. Hidupnya sengsara tapi Mirna bisa menjalaninya dengan ikhlas, bisa mengeluarkan kata-kata bijak yang sempat menyentuh lubuh hatinya yang paling dalam. Dan ibu membuatnya untuk berhenti mengejar Aji. Mirna benar, siapa menabur maka dia akan menuai..

"Baiklah mbak, kapan saya boleh mulai bekerja?" akhirnya Mirna menyanggupi.

"Sekarangpun boleh kok. Mulailah.."

"Besok saja ya mbak, karena saya juga harus bicara pada bapak. Untunglah kami tinggal tak jauh dari sini. Jam berapa saya mulai bekerja?"

"Datanglah jam 8 pagi, nanti jam dua atau tiga kamu boleh pulang dan beristirahat. Minggu bolek libur, biarpun toko itu tak pernah tutup."

"Baiklah mbak, terimakasih banyak."

***

Pak Kadir gembira Mirna boleh bekerja ditoko Dewi. Sungguh tak disangka, Bertemu dengan seorang perempuan korban Aji yang sangt baik kepada Mirna.

"Syukurlah kalau nak Dewi bisa menerima kamu bekerja dengn kedaanmu sepert yang sekarang ini. Semoga bisa membuat hatimu lebih terhibur ya nduk." katanya sore itu ketika pulang dari bekerja.

"Iya pak... dan tidak kesepian ketika bapak bekerja."

Bapak mau mandi dulu. Oh ya ini koran hari ini, beli di tukang jaja koran, kasihan.. bapak beli saja."

"Koran baru, ada berita apa nih? Ya sudah bapak mandi dulu, Mirna sudah buatkan teh dan goreng pisang buat bapak," kata Mirna sambil membalik balik lembar koran yang diletakkan ayahnya di meja.

"Wah, kok dapat pisang goreng nduk?"

"Tadi beli pas ada tukang sayur .. masih hangat lho pak, tapi bagusnya bapak mandi dulu. Tuh bajunya kotor."

"Iya lah, namanya buruh bangunan mana bisa bajunya bersih," kata pak Kadir sambil menuju kamar mandi.

Mirna masih membalik balik korannya, lalu tiba-tiba terkejut melihat berita di koran.

SEORANG PEREMPUAN PENGUSAHA MENGALAMI KECELAKAAN SERIUS. MOBIL YANG DITUMPANGINYA TERCEBUR DISEBUAH KALI. IA MENDERITA LUKA CUKUP PARAH DAN DIRAWAT DIRUMH SAKIT UMUM DAERAH. DIPERKIRAKAN NYAWANYA TAK TERTOLONG.

Miris hati Mirna, tapi ia terkejut melihat wajah KTP korban yang dipampang di koran itu.

"Bukankah ini bu Sukiman? Ya ampun, baru kemarin terjadinya. Kasihan, sudah setengah tua, tapi ke mana-mana menyetir mobilnya sendiri." gumam Mirna pelan.

Ketika pak Kadir selesai mandi dan sudah duduk dikursi menghadapi teh hangat dan pisang gorengnya, dilihatnya Mirna masih memegangi koran dan membacanya penuh pehatian.

"Ada berita apa nduk, kok serius amat ?" tanyanya sambil menghirup teh hangatnya dan mengambil sebuah pisang goreng yang juga masih hangat.

"Ini lho pak ada berita mengejutkn, korban kecelakaan mobil masuk kali, ini Mirna tau, dia bu Sukiman pak."

"Bu Sukiman... itu bukannya pemilik rumah yang dulu menagih uang kontrakan itu?"

"Iya pak, kemarin mengalami kecelakaan. Kasihan... tertolong nggak ya pak, katanya luka parah nih."

"Oh ya, lha kok bisa itu apa menghindari tabrakan?"

"Belum tau peristiwanya pak, seseorang melihatnya lalu melaporkannya kepada yang berwajib."

"Semoga baik-baik saja."

"Bu Sukiman itu kan sudah tidak muda lagi, tapi ke mana-mana membawa mobil sendiri. "

"Namanya orang kalau lagi apes nduk, siapa yang bisa menghindarinya."

"Iya pak. Enak nggak pisang gorengnya?"

"Enak, berbeda dengan pisang goreng yang dijual di penjual gorengan di pinggir jalan."

"Iya lah pak, itu digoreng pakai tepung, pakai telur, dikasih gula sedikit dan vanili."

"Mm.. ya, pantesan ada harum-harumnya gitu, anakku pinter bener," puji pak Kadir sambil mencomot lagi pisang gorengnya.

"Habiskan saja pak, memang itu untuk bapak."

"Wah, ya nggak sekarang... nanti kekenyangan malah nggak doyan makan, itu bapak beli nasi bungkus lho nduk, sampai lupa ngomong."

"Oh iya, tadi Mirna mau bertanya sama bapak, itu bungkusan apa, tapi kemudian tertarik baca berita jadi lupa. Saya taruh dipiring ya pak." kata Mirna sambil bangkit mengambil bungkusan yang ditaruh ayahnya diatas meja.

"Ya, tapi kamu harus minum obatmu dulu, supaya nggak mual atau muntah lagi."

"Iya pak, sudah Mirna minum barusan. Lagian sudah berkurang rasa mual-mualnya, nggak seperti kemarin-kemarin."

"Syukurlah, kata orang-orang tua, memang begitu bawaan bayi. Biasanya setelah tiga bulan, paling lama lima bulan pasti kamu akan merasa sehat. Lalu doyan makan banyak."

"Iya pak."

"Kapan kamu mulai bekerja di tokonya nak Dewi?"

"Besok sudah mulai bekerja pak, pagi jam delapan, nanti sore sekitar jam tiga sudah bisa pulang."

"Baguslah nduk, tapi jangan lupa obatmu selalu dibawa."

"Iya pak."

"Apa selama kita pindah ini nak Aji pernah menghubungi kamu?"

"Nggak pernah pak. Biar saja, ini justru membuat perasaan Mirna jadi lebih ringan, tidak terbebani. Karena dialah yang menelantarkan Mirna, bukan Mirna mengabaikan kewajiban Mirna sebagai isteri."

"Kalau mengingat kegagalan kamu berumah tangga ini, sungguh bapak merasa menyesal."

"Sudahlah pak, nggak ada yang perlu disesali. Memang harus begini jalan hidup Mirna, dan Mirna bisa menerimanya kok. Demikian juga bapak ya. Kita tetap bersama, dan bahagia bukan?"

"Ya, begitulah nduk, kamu adalah milik bapak yang paling berharga, kalau kamu bahagia, bapak juga pasti bahagia."

"Setelah anak ini lahir, Mirna sebaiknya minta cerai saja kan pak?"

"Itu lebih baik nak.Supaya kamu bisa terlepas dari ikatan yang sangat menyedihkan ini."

"Baiklah pak, saya jadi menyesal dulu pernah ingin menggugurkan kandungan ini."

"Lha itu yang bapak dulu pernah marah sama kamu, bayi yang tidak berdosa, mengapa harus dilenyapkan? Nanti kalau dia lahir, kamu baru tau betapa indahnya karunia memiliki anak. Dulu waktu bapak ketakutan lalu lari meninggalkan kamu, hanya kamu yang bapak pikirkan. Bapak bersyukur karena akhirnya bisa menemukan kamu."

Mirna tersenyum dan memeluk bapaknya.

***

Ada apa sebenarnya mas Galang ini ya pak, sepertinya ada hal penting yang ingin dibicarakan sama bapak," kata Retno ketika Raharjo pada suatu sore.

"Iya, mungkin dua hari lagi aku akan ke Jakarta. Ibu mau ikut?"

"Apa aku harus ikut?"

"Bukan masalah harus atau tidak, kalau ibu pengin ikut ya ayo.. aku senang kalau kita bisa pergi berdua."

"Tapi kayaknya cuma bapak yang akan diajak bicara."

"Bapak sama ibu itu kan nggak ada bedanya. Kalau mau bicara sama bapak, ibu kan juga akan tau apa yang dibicarakan."

"Tapi kalau memang ibu juga diharapkan datangnya, pasti Putri juga menelpon aku. Nyatanya kan tidak, cuma bapak yang diajak bicara. Mas Galang juga nggak bilang kalau bapak harus datang sama ibu kan?"

"Ya nggak apa-apa, mengapa tergantung mereka mengundang atau tidak. Yang diundang bapak ya ibu juga wajib untuk ikut."

"Ya belum tentu pak, rasanya kok lebih baik bapak berangkat sendiri saja."

"Ibu kok gitu."

"Ibu merasa lebih baik begitu kok. Nanti kalau pembicaraan yang entah apa itu sudah selesai, bapak kabari ibu, nanti ibu akan menyusul."

"Baiklah kalau begitu. Sebenarnya sih masih banyak pekerjaan yang harus bapak selesaikan, tapi kok mas Galang kayaknya mendesak sekali, dan pastinya Adhit juga menunggu."

"Jadi bapak berangkat kapan?"

"Dua hari lagi saja, besok bapak baru mau pesen tiketnya."

"Kemarin Putri menanyakan apakah Adhit kembali kemari, lalu kemana ya anak itu?"

"Pastilah orang tuanya bingung, karena di Solo nggak ada, disini juga nggak ada. Semoga masalah ini cepat selesai, aku uga bingung, ada apa sebenarnya antara Adhit dan kedua orang tuanya lalu melibatkan kita.Sementara ini uga ada hubungannya dengan Dinda."

 "Nggak tau lah pak, rumit amat, tapi kok perasaanku jadi nggak enak ya."

"Sebentar, kayaknya ada pesan WA dari Adhit.."

"Pasti menanyakan hasil pertemuannya dengan ayahnya,, coba baca pak."

"Iya benar, dikiranya bapak sudah kesana."

"DUA HARI LAGI OM BARU MAU KE JAKARTA, SECEPATNYA OM KABARI, JANGAN MATIKAN PONSEL KAMU."

"Sudah bapak balas.Dan bapak suruh jangan matikan ponselnya, karena ber kali-kali dihubungi bapak ibunya ponselnya nggak pernah aktif."

"Mungkin itu wujud sebuah protes dari Adhit karena harapannya belum terpenuhi."

"Iya, mungkin juga."

***

Pagi hari itu pak Kadir mau berangkat bekerja. Tapi Mirna mengatakan akan berangkat nanti sebelum jam delapan karena rumah atau toko Dewi tak jauh dari rumah kontrakannya.

"Bapak berangkat saja dulu, Mirna berangkat sebentar lagi, setelah membereskan rumah, toh ini baru jam tujuh."

"Kamu bisa naik angkot dari sini nanti, tapi jangan lupa obat-obatmu Mirna, jangan sampai nanti merepotkan nak Dewi karena kamu lupa membawa obatmu."

"Iya, sudah Mirna masukkan kedalam tas, bapak nggak usah khawatir."

Mirna memang merasa lebih sehat, rasa mualnya sudah jarang terjadi, dan itu membuat tubuhnya terasa lebih kuat, karena bisa makan lebih banyak.

Pagi itu Mirna memutuskan untuk pergi ke toko Dewi dengan berjalan kaki saja. Kecuali lebih irit, ia merasa sudah kuat berjalan agak jauh. Jalanan sudah tampak ramai pagi itu. Lalu lalang kendaraan sa'at orang berangkat kekantor mewarnai hiruk pikuk suasana dipagi itu.

Setelah tiba diperempatan jalan didepan, Mirna harus menyeberang. Tapi sebelum perempatan itu tiba-tiba sebuah mobil berhenti. Mirna ingin terus melangkah, tapi seseorang yang melompat dari mobil itu memanggilnya.

"Mirna !!"

Mirna menoleh lalu berhenti. Dilihatnya Aji melangkah mendekatinya.

***

besok lagi ya

12 comments:

  1. Aduuuuh, rasanya lamaaaa, pengen cepet2 gmn reaksi adith setelah tau dia kakaknya dinda....

    ReplyDelete
  2. Jika 2 hr 1 bagian.. mungkin akan berakhir tahun depan ya.. wooow melelahkan nunggunya

    ReplyDelete
  3. Duh..nanggung bacanya, jangan lama2..ya..53 sampai tamatnya..

    ReplyDelete
  4. Mbak tien..pinter bamget bikinnpenasaran....ditunggu kelanjutannya

    ReplyDelete
  5. Penasaran... reaksi Adit... kapan diunggah?

    ReplyDelete
  6. Kok gk dateng" yaa episod 53 nya ??

    ReplyDelete
  7. Kpn ini kelanjutanya,, kok lamaa ??

    ReplyDelete
  8. Episode 51 hilang...ceritanya lompatkah?

    ReplyDelete

M E L A T I 45

  M E L A T I    45 (Tien Kumalasari)   Melati merasa gelisah. Dia tahu, Nurin bersikap baik kepadanya, tapi ia mengkhawatirkan sikap ibunya...