Thursday, November 21, 2019

DALAM BENING MATAMU 51


DALAM BENING MATAMU  51
(Tien Kumalasari)
 
Mirna heran melihat siapa yang datang. Seorang anak kecil melompat dari tempat duduk disamping kemudi. Langsung menyalami Mirna.
"Tante.." sapanya.
"Hallo.... kamu kan... mm... aduh tante lupa namamu..," jawab Mirna sambil membungkuk untuk mencium ubun-ubun si bocah.
"Bima..." kata anak kecil itu.
"Aduh, ya ampun tante lupa. Iya Bima, anak cakep..."
Mirna memandangi perempuan yang datang, dia adalah Dewi.
"mBak Dewi ya?"
"Kok ada disini, aku tadi sudah meluncur kearah depan, seperti melihatmu berdiri disana, lalu aku berhenti dan mengundurkan mobilku."
"Iya mbak, beberapa sa'at lamanya saya tinggal disini, tapi ini sudah mau pergi lagi," jawab Mirna tersipu.

 
"Mengapa pergi? Aduh kamu sudah mengandung, berapa bulan?"
Wajah Mirna meredup, pertanyaan tentang kehamilannya membuatnya sedih, teringat akan nasibnya yang kurang beruntung.
"Hei, benar kan kamu sudah mengandung ?"
"Ya mbak, sudh berjalan tiga bulan ini, ayo kita masuk dulu sebentar, sambil menunggu taksi. Saya baru akan memesannya."
"Sebenarnya mau kemana? Aku antar sekalian saja, aku habis belanja. "
"Merepotkan mbak, biar saya panggil taksi saja."
"Mau kemana sebenarnya?"
"Ini mau ketempat kontrakan baru nak," kata pak Kadir yang mendekati mereka sambil mengusung kopornya."
"Ini bapak saya mbak.." kata Mirna memperkenalkan ayahnya."
"Saya pak Kadir nak, bapaknya Mirna," kata pak Kadir sambil mengulurkan tangannya.
"Saya Dewi, ah ya... waktu itu kita sama-sama ke undangan pesta nikahnya Ayud kan?"
"Iya benar."
"Tunggu, mana suami kamu Mirna?"
Mirna terdiam, sungkan menjawabnya, dan juga enggan.
"Jangan tanyakan mana suaminya nak, ini isteri yang di sia-siakan suaminya. Itulah sebabnya kami mau pindah dari sini."
"Oh, ini rumah suami kamu Mirna?"
"Bukan nak, suaminya mengontrak rumah ini, ngakunya rumah miliknya, beberapa hari yang lalu pemiliknya menagih uang kontrakan, dan kami terkejut karena nggak mengira kalau ini rumah kontrakan."
"Oh, kayaknya belum lama Mirna menikah ya?"
"Ceritanya panjang nak, saua yang memaksa Mirna menikah sama dia, karena janji-janjinya yang muluk=muluk, nggak taunya begitu dia hamil, perhatiannya langsung lenyap, dan nggak ada perdulinya sama sekali."
"Sudahlah pak, mengapa menceritakan masalah kita kepada orang lain. Ma'af mbak Dewi, mungkin bapak sudah terlalu kesal."

 
Dewi terdiam, kisah Mirna ini mirip sekali dengn dirinya, yang tak diperdulikan Aji sa'at mengandung, bahkan ditinggalkan sampai sekarang.
"Nggak apa-apa Mirna, kisah itu mirip dengan kisahku.Suamiku lebih jahat lagi, ia menghamili aku lalu kabur, untung ada Adhit sahabat aku yang membantu sehingga dia mau menikahi aku, tapi ya itu, hanya menikahi lalu kabu sampai sekarang. Ya Tuhan, aku sebenarnya sedang mencari Aji yang kabarnya sudah menikah lagi."
Pak Kadir dan Mirna terkejut mendengar nama Aji disebut. 
"Nama suami nak Dewi itu Aji? Aji Sasongko?" kata pak Kadir agak keras.
"Iya benar, bapak kenal?"
"Ya Tuhan... dia itulah yang menikahi Mirna nak.. "
Mirna terkejut, dipegangnya kedua lengan Mirna erat-erat.
"Kamu? Jadi yang ak dengar bahwa Aji menikah itu ternyata dengan kamu? Iya, aku dengar memang nama isterinya Mirna, tapi nggak nyangka bahwa itu kamu. " kata Dewi sambil mengguncang guncang tubuh Mirna.
Mirna terisak.
"Ma'af mbak, saya tidak tau. Saya juga tidak pernah mencintai dia.:
"Ayo naik ke mobil, saya akan antar kamu dan bapak kemanapun, kita akan bicara lebih banyak, ini kejadian yang sungguh luar biasa, laki-laki laknat itu harus diberi pelajaran," kata Dewi sambil menarik Dewi kedalam mobilnya, dan meminta pak Kadir agar mengusung semua bawaannya kedalam mobil.
***
"Ya sudah kalau capek istirhat saja, jangan mentang-mentang merasa kuat lalu kamu lupa istirahat," kata Raka melihat isterinya masih sibuk mem buka-buka laptop. 
"Sebentar mas, ini lho, mas Adhit sudah mulai mengerjakan tapi belum selesai. Curang dia itu, pergi seenaknya, aku yang harus mengurus semuanya," jawab Ayud menggerutu.
"Benar, tapi ingat istirahat dong, ini si kecil yang ada didalam perut juga pengin liat kamu istirahat," kata Raka sambil mengelus perut isterinya yang mulai membuncit.
"Iya bapak, ini sebentar lagi selesai."
Tiba-tiba telephone yud berdering. 
"Pasti dari mas Adhit, tolong angkat mas," pinta Ayud karena sedang menyelesaikan pekerjaannya.
"Bukan, bukan dari mas Adhit, ini dari Dewi," kata Raka sambil mengangsurkan ponsel isterinya.
"Oh ya? Tumben.... Hallo mbak... " sapanya.
"Ayud, ma'af malam-malam mengganggu."
"Nggak apa-apa, lagi santai nih mbak, ada apa nih, tumben.."
"Mau nanya nih, Adhit tuh kemana ya, sejak beberapa hari ini ilang-ilangan terus, di WA gak dibaca, ditilpun juga nggak pernah aktif."

 
"Oh, iya mbak, mas Adhit tuh lagi bertapa 'kali, beberapa hari nggak ke kantor, lagi ada urusan yang harus dia selesaikan, nggak bisa diganggu biar oleh adiknya juga."
"Oh, gitu ya.. "
"Ada yang penting mbak? Kadang-kadang kalau dia yang butuh, pasti menelpon ke kantor, nanti kalau pas dia menelpone bisa aku sampaikan."
"Penting nggak penting sih, ingin kasih tau saja. Barusan mbak ketemu Mirna."
"Mirna? Mirna bekas sekretarisnya mas Adhit ?"
"Lhoh, itu bekas sekretarisnya Adhit? Aku ketemunya ketika pesta pernikahan kamu itu. Tapi kok Adhit juga nggak bilang kalau dia bekas sekretarisnya?"
"Ada sesuatu 'kali mbak."
"Sekarang sesuatu itu aku sudah tau. Rupanya Adhit menutupi peristiwa pernikahan Mirna dan Aji, mungkin untuk menjaga perasaan Mirna juga."
"Oh, mbak sudah tau ?"
"Iya, kan dia ketemu aku, dan cerita banyak tentang pernikahannya. Si Aji itu memang kurangajar, Mirna juga ditelantarkannya tuh."
"Ya ampun mbak, bagaimana ceritanya?"
"Ini cerita di telephone kok nggak enak, besok aku mau mampir ke kantor kamu setelah mengantar Bimo ke sekolah. Kamu ada waktu? So'alnya aku mau minta tolong Adhit juga tentang kejadian-kejadian yang menimpa aku dan Mirna. Si brengsek itu harus diberi pelajaran."
"Nggak apa-apa mbak, besok silahkan mampir ke kantor saja."
Ketika pembicaraan itu berhenti, Ayud tampak meng geleng-gelengkan kepala.
"Ada apa?"
"Kasihan Mirna. Sayang sekali mas Adhit nggak sempat memperingatkan sebelum ia menikah dengan Aji. Habisnya Mirna nggak mau berterus terang sih."
***
 Ketika beberapa hari kemudin Aji datang kerumah kontrakan itu, dilihatnya pintu tertutup rapat. Ada penjual gorengan yang mangkal didepan rumah, ber lari-lari mendekat untuk menyerahkan kunci rumah.
"Pak, ini pak, kunci rumah dititipkan ke saya oleh ibu," katanya sambil memberikan kunci.
"Oh, ya.. kapan dia pergi?"
"Sudah tiga atau empt hari lalu pak."
"Baiklah, terimakasih ya."
Penjual gorengan itu pergi dan  Aji segera membuka pintu rumah. Rumah yang kosong, sepi karena tak berpenghuni. Aji mengitari seisi rumah, semuanya masih seperti sebelumnya. Hanya almari pakaian Mirna yang kosong, juga pakaian-pakaian pak Kadir sudah nggak ada. 
"Rupanya mereka memang benar-benar minggat dari rumah ini," omelnya kemudian duduk disofa panjang, menyelonjorkan kakinya seperti biasa dilakukannya setiap pulang.

 
Ada rasa sepi yang tiba-tiba menyentak, ada rasa kehilangan, yang kemudian ditepiskannya. Selamanya ia tak pernah mencintai dengan sepenuh hatinya. Ia lebih suka ber ganti-ganti pasangan. Tapi entak kenapa kali ini ia merasa sepi. Sedih, sakit. 
"Sial benar, ada apa aku ini?"
Aji berjalan kebelakang, mengangambil gelas yang masih tersisa, lalu membuka almari es. Beruntung masih ada sebotol air dingin. Ia menuangnya ke gelas itu dan menenggaknya habis, lalu kembali kearah sofa dan duduk bersandar seperti tadi.
Tiba-tiba didengarnya sebuah mobil berhenti dihalaman. Dengan enggan ia bangkit  dan berjalan keluar. Seorang wanita turun, ia bu Sukiman, si pemilik rumah.
Aji ingin mnghindar atau bersembunyi, tapi sudah kepalang tanggung. Bu Sukiman sudah melihatnya ketika ia membuka pintu, jadi kemudian ia keluar menuggu tamunya di teras.
"Beruntung bisa bertamu kamu mas, aku tunggu-tunggu nggak segera menelpon, apa isterimu lupa menyampaikan pesanku ?" omel bu Sukiman sambil nyelonong masuk dan duduk begitu saja dikursi yang ada di teras rumah.
"Sudah menyampaikan, sudah.."
"Jadi kamu mau meneruskan kontraknya atau enggak?"
"Kayaknya enggak bu, dia mau mencari kontrakan lain."
"Kamu kan punya rumah di kota, mengapa memilih ngontrak? Apa sekarang isteri kamu tinggal dirumah kamu?"
"Enggak bu, dia nggak suka."
"Baiklah, kalau begitu aku minta dibayar yang kelebihan dua bulan itu saja. Malah lebih seminggu nih sudah, tapi nggak apa-apa, bayar dua bulannya saja."
"Memangnya bu Sukiman belum ketemu dia lagi?"
"Dia siapa?"
"Isteri saya lah bu... siapa lagi."
"Belum, baru sekali itu aku ketemu isteri kamu, terus hari ini kemari lagi ketemu kamu."
"Waduh, bagaimana ini... " Aji tampak meng garuk-garuk kepalanya.
"Apanya yang bagaimana ?" 
"Kan uangnya sudah saya serahkan kepada isteri saya untuk dibayarkan sama ibu."
"Aku belum ketemu lagi sama isteri kamu. Mengapa dititipkan isteri kamu ?Biasanya kan kamu transfer atau ketemu aku dirumah."
"Saya belum sempat ketemu ibu, jadi saya titipkan ke dia."
"Kalau begitu coba tanyakan sama dia, dan kasih tau supaya mentransfer uangnya ke rekening aku, kan kamu sudah tau? Coba lihat, ini sudah aku buatkan catatannya,  kalau kamu hanya membayar dua bulan saja. Kontrak setahun aku bagi enam, harusnya nilai kontraknya sudah naik, tapi nggak apa-apa aku hitung sama dengan dulu saja."
Aji mengambil ponselnya, pura-pura memutar nomor tilpun Mirna. Tapi mana mungkin, Aji kan cuma berbohong ?'
"Waduh, ponselnya nggak aktif bu."
"Memangnya isteri kamu pergi kenana?"
"Dia ... sedang bersama orang tuanya, bagaimana kalau besok ibu kemari lagi?"
"Nggak bisa, waktuku sangat sempit, biar aku tunggu saja disini sampai isteri kamu kembali. Atau.. apa kamu nggak bisa kasih uang kamu saja, daripada harus menunggu yang sudah dibawa isteri kamu."
"Saya lagi nggak ada uang bu, ibu kan tau, saya lagi bangkrut."
"Waduh, tapi ma'af, aku nggak bisa kasih toleransi lagi, banyak yang menanyakan rumah ini, untuk dikontrak, jadi hari ini juga harus selesai."
Aji kebingungan. Ada terbersit niyat jahat yang tiba-tiba melintas dibenaknya.
 ***
besok lagi ya

21 comments:

  1. Hadddduh, makin penasaran .....ditunggu lanjutannya ya....

    ReplyDelete
  2. Jd ikut deg" an nih ...nunggu kbr nya mas Adhit...

    ReplyDelete
  3. Mana ini part 52 dan 53 nya penasarsn nih

    ReplyDelete
  4. Ayo...lanjuutttt...penasaran nih

    ReplyDelete
  5. Ayo bu mana 52, 53 dst.. penasaran nih...

    ReplyDelete
  6. Adhit jangan inget2 dinda deh...

    ReplyDelete
  7. Part 51 kok isinya part 50 ya mbak Tien? Bgt msk part 52 terasa ada kisah yg lowong, Terima kasih

    ReplyDelete
  8. Episode 51-nya mana ya? Kok tiap cerber-nya, selalu ada aja episode yg ndak ada, Bu Tien?

    ReplyDelete
  9. Eps.51 itu perjumpaan Dewi dengan Mirna...Dewi menceritakan kisah hidupnya dengan Aji di masa lalu, lalu Mirna ditawari kerja di tokonya...tapi kalau tdk ada ya kurang nyambung. Mbak Tien tolong dimuat lagi dong eps.51 yg sebenarnya...matur nuwun.

    ReplyDelete
  10. Wah, akhirnya...muncul jg eps.51, matur nuwun sanget bu Tien. Tolong yg eps.55 sekalian ya...belum tayang tuh...melompat ceritanya.😀

    ReplyDelete

M E L A T I 45

  M E L A T I    45 (Tien Kumalasari)   Melati merasa gelisah. Dia tahu, Nurin bersikap baik kepadanya, tapi ia mengkhawatirkan sikap ibunya...