Thursday, November 21, 2019

DALAM BENING MATAMU 50

DALAM BENING MATAMU  50


(Tien Kumalasari)


Perempuan setengah baya itu duduk. Ada tatapan angkuh yang ditangkap Mirna ketika wanita itu memandangnya. Orang berada yang hanya memandang sebelah mata kepada lawan bicaranya.


"Mohon ma'af bu, bolehkah ibu memperkenalkan diri?"


"Oh ya, ma'af saya lupa.. saya ini bu Sukiman."


"Oh, bu Sukiman, ada yang bisa saya bantu?"


"Ya, pastinya.. karena saya tidak bisa menemui mas Aji, jadi saya minta anda yang menyampaikannya."


Mirna diam menunggu. Wanita bernama bu Sukiman itu memandangi halaman dan sekelilingnya. Kepalanya meng angguk-angguk. Lalu tersenyum senang.


"Rupanya anda merawat rumah dan kebun ini dengan baik."


Mirna tak mengerti. Bu Sukiman menilai bagaimana ia merawat rumah ini. Ada apa?


"Saya pemilik rumah ini."


Mirna kaget. Jadi ini bukan rumah Aji? Dilihatnya bu Sukiman   masih memandang kearah halaman. Melihat bunga-bunga melati yang sedang berbunga lebat dan aroma wanginya tercium sampai ke teras.


"Saya senang halaman ini terawat bagus. Saya senang tanaman-tanaman bunganya. Tapi tolong anda bilang kepada suami anda.. apakah kontrak rumah akan diteruskan atau tidak."


Mirna masih diam. Pikirannya lari jauh ke mana-mana. Kalau harus pindah dari sini apakah dia akan terus mengikuti suaminya? Lalu bisakah ia menjauh dari Aji untuk hidup sendiri? Terbersit keinginan untuk bercerai, tapi bukankah dia sedang mengandung?


"Tolong juga bilang, sudah hampir dua bulan harusnya kontrak dlperbarui. Tapi kok belum ada beritanya."


Bu Sukiman  membuka tasnya dan mengeluarkan lembaran-lembaran kertas.


"Ini surat perjanjian kontraknya. Kalau memang mau diteruskan ya mari buat perjanjian baru. Tapi saya akan  menaikkan harga kontraknya. Dan kalau tidak, saya minta mas Aji membayar sisa dua bulan yang belum terbayar."


Mirna tak menjawab apapun. Surat kontrak yang disodorkan bu Sukiman juga tak disentuhnya. Ia tak ingin membacanya.


"Baiklah bu, nanti semua ini akan saya sampaikan pada mas Aji."


"Tolong dia suruh menghubungi saya. dia tau kok nomor kontak saya," kata bu Sukiman sambil berdiri.


***


Ketika pak Kadir sampai dirumah, dilihatnya Mirna duduk termangu di teras.


"Bapak... " sapa Mirna sambil berdiri.


"Ma'af tadi ada urusan pekerjaan, jadi agak terlambat pulang. Jadi ke dokter? Bapak mandi sebentar ya. Bau nih badan," kata pak Kadir sambil terus berjalan kebelakang, tapi Mirna menghentikannya.


"Sebentar pak, Mirna ngomong sebentar."


"Ada apa?"


"Tadi ada tamu."


"Oh, siapa?"


"Pemilik rumah ini. "


Pak Kadir tertegun. Ia duduk di kursi dihadapan Mirna dengan pandangan bingung. Apa karena Mirna segan menyebut nama suaminya sehingga menyebutnya begitu? Tapi kenapa disebut juga tamu?


"Rumah ini bukan milik mas Aji."


"Oh.. bukan?"


"Kontrak rumah ini sudah habis dua bulan lalu. Pemiliknya menagih uang perpanjangan kontrak, atau pembayaran sewa kelebihan dua bulan ini."


"Kamu sudah menghubungi suamimu?"


Mirna menggeleng. Ia segan berbicara dengan suaminya.


"Harusnya dia diberi tau. Nanti kamu disalahkan."


"Bapak saja kirim pesan lewat WA. ya pak."


"Baiklah. Sekarang bapak mandi dulu. Bukankah kamu harus ke dokter?"


"Ya pak, sambil jalan nanti kita pikirkan langkah yang akan kita ambil. Sepertinya kita tak harus tinggal disini lebih lama."


***


"Ayud.. mas mu masih di kantor? Katanya dia sudah kembali ke Solo," tanya Galang ketika menelpon Ayud.


"Kemarin ke kantor, hanya menyelesaikan urusannya. Lalu pergi lagi."


"Kemana lagi dia? Ke Medan ?"


"Mas Adhit nggak bilang kemana dia pergi. Malah dia membuat surat kuasa bahwa selama dia pergi Ayud yang akan menangani semua urusannya."


"Anak itu, benar-benar keras kepala."


"Tapi bapak, mengapa bapak tidak segera memberikan alasannya supaya mas Adhit bisa menerima?"


"Bapak sama ibu akan menjelaskannya tapi dia keburu pergi. Bapak nggak pernah bisa menghubungi."


"Nanti Ayud akan mencoba menelpon mas Adhit."


"Baiklah, tapi sebelumnya bapak akan bicara dulu sama om Raharjo."


"Mengapa om Raharjo?"


"Mas mu minta tolong dia untuk bicara sama bapak. Tapi dia bisanya ke Jakarta masih besok Minggu depan. Tolong kalau bisa menghibungi katakan kalau bapak menunggu. Soalnya bapak kirim pesan ke WA nya juga nggak pernah dibaca."


"Baiklah bapak, nanti akan Ayud sampaikan."


***


Ketika pak Kadir akhirnya menelpon Aji, tanggapan Aji ternyata tak seperti yang diharapkannya. Ibaratnya dia berhutang dan ditagih oleh pemiliknya harusnya dia ter buru-buru membayarnya. Tapi tidak.


"Biarkan saja perempuan cerewet itu. Kebiasaan dia me nagih-nagih."


"Kalau begitu nak Aji hubungi saja dia supaya dia tak datang-datang lagi."


"Itu urusan saya pak. Bapak nggak usah ikut-ikutan."


"Begini nak, sebenarnya saya berharap nak Aji pulang karena ada yang ingin saya bicarakan," kata pak Kadir sambil menahan emosinya mendengar kata-kata Aji.


"Sa'at ini saya belum bisa pulang karena saya masih banyak urusan. Kalau sudah selesai saya baru bisa pulang."


"Kalau begitu saya utarakan saja sekalian disini apa yang ingin saya katakan nak."


"Oh, baiklah. Itu lebih bagus."


"Saya dan Mirna akan mencari kontrakan lain saja, supaya tidak terlalu memberatkan nak Aji."


"Oh, jadi bapak mengira saya merasa berat membayar kpntrakan rumah itu? Bapak meremehkan saya?"nada suara Aji mulai meninggi.


"Ma'af nak. Bukan maksud saya meremehkan nak Aji. Menurut saya rumah ini terlalu bagus dan terlalu besar untuk kami. Apalagi nak Aji kan jarang-jarang pulang.. jadi...."


"Ya sudah.. terserah bapak saja. Kan itu kemauan bapak dan pastinya juga Mirna,"kata Aji memotong pembicaraan itu, lalu dimatikannya ponselnya.


Pak Kadir menghela nafas panjang. Kesal dan marah bercampur aduk menjadi satu.


"Bagaimana pak?"


"Besok bapak akan mencari kontrakan itu. Tak ada gunanya bicara lagi dengan dia. "


"Mirna juga ingin lebih cepat pergi pak, biarlah kita hidup miskin asal hati kita bahagia."


"Ma'afkan bapak ya nduk,"kata pak Kadir sendu.


"Bapak kok bilang begitu lagi. Nggak ada yang harus dima'afkan. Bapak adalah ayah terbaik untuk Mirna," kata Mirna sambil memeluk ayahnya.


"Sekarang minum obatmu lalu kita makan dan kamu harus beristirahat. Mudah-mudahan besok pagi bapak sudah mendapatkan rumah itu."


***


Dua hari kemudian pak Kadir sudah mendapatkannya. Rumah kecil sederhana yang boleh disewa setiap bulan sehingga tidak terlalu memberatkan.


Sore itu Mirna dan ayahnya sudah berkemas. Dua buah kopor besar berisi pakaian dan semua milik mereka telah disiapkan didepan rumah. Mirna sedang mau mengontak taksi online ketika tiba-tiba sebuah mobil behenti didepan pagar rumah. Seseorang turun dari mobil dan menyapanya dengan heran.


"Mirna ?"


Mirna terkejut. Ia berjalan kearah pagar untuk menyambut.


***

besok lagi ya

6 comments:

  1. Hmm...makin penasaran aja...sapa lagi yg datang nemui mirna....
    Mohon kelanjutanny jangan kelamaan...

    ReplyDelete
  2. Terima kasih, ceritanya sungguh bagus nenurut saya..... Sayang dikit2, jadi bikin penasaran....m (itunggu ya kelanjutannya

    ReplyDelete
  3. Ya di tunggu lanhutannya, jangan lama2..

    ReplyDelete
  4. Woow.. tambah seru..
    Tiap hari kirim sambungannya mbak..

    ReplyDelete
  5. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete

M E L A T I 45

  M E L A T I    45 (Tien Kumalasari)   Melati merasa gelisah. Dia tahu, Nurin bersikap baik kepadanya, tapi ia mengkhawatirkan sikap ibunya...