Monday, November 4, 2019

DALAM BENING MATAMU 39

DALAM BENING MATAMU  39

(Tien Kumalasari)

 

Mirna tertegun, ia tak menyangka ayahnya sudah menerima lamaran Aji, padahal sedikitpun tak ada rasa tertarik dihati Mirna. Entah mengapa wajah bersih menawan itu tak sanggup menggoyahkan hatinya. Barangkali kaena kemudian wajah Adhitama tiba-tiba melintas dibenaknya. Wajah tampan berwibawa yang memiliki tatapan memukau. Seandainya Adhit yang melamarnya...Pikiran Mirna lari ke mana-mana. Membayangkan Adhitama duduk dipelaminan bersamanya, saling menatap bahagia, lalu berkejaran diantara taman bunga... ahaa.. seperti yang ada di film-film India ... lalu Mirna tersenyum sendiri.. 

"Kamu suka kan?" tiba-tiba tanya pak Kadir ketika melihat senyum Mirna.

Mirna terkejut. Lamunan tentang taman bunga dan kekasihnya buyar seketika. Ayahnya sedang menatapnya tajam, menunggu jawaban tapi setengah memaksa.

"Aap... apa.. pak?" gugup ketika menanggapinya.

"Kamu itu diajak bicara orang tua kok malam melamun ke mana-mana," tegur pak Kadir.

"Oh, nggak kok pak... Mirna dengar."

"Jadi kamu setuju kan, menikah dengan nak Aji?"

"Pak, bukankah itu sangat ter gesa-gesa? Kami belum lama berkenalan, dan belum saling mengetahui hati masing-masing," bantah Mirna.

"Mirna, kita sudah tau bahwa nak Aji sangat baik, sangat memperhatikan bapak, bahkan orang yang pernah ditabraknya dan hampir mati. Tapi dia bertanggung jawab sepenuhnya, dan memperhatikan bapak sampai sekarang."

"Ya, Mirna tau."

"Bapak ini kan sudah tua, kebahagiaan apa yang patut bagi orang tua kecuali melihat anaknya berada didalam lindungan orang baik, mapan dan sangat mencintai."

Mirna terdiam, ia merasa bapaknya sedang memaksanya.

"Apa kamu sudah punya pilihan lain?" tiba-tiba pertanyaan itu membuat angan Mirna kembali membayangkan Adhitama.

Ia memang punya pilihan, tapi si dia tak memilihnya, itu sangat mematahkan hatinya. Ia tak bisa berharap banyak. Ia tau Adhitama mencintai Dinda, dan mereka seakan sulit dipisahkan, apa yang dia tunggu lagi? Harapan yang hanya akan menghempaskan hatinya kesebuah batu karang tajam lalu membuatnya remuk ber keping-keping?

"Jawab bapak nduk, apa kamu punya pilihan lain?" ulang pak Kadir.

"Tidak, belum bapak..." jawab Mirna yang kemudian membuat hati bapaknya lega.

"Kalau begitu tunggu apa lagi, turutilah kata bapak, kecuali bapak sudah menerima lamarannya, bapak yakin dia akan membuat hidup kamu bahagia."

"Bagaimana kalau... kalau... Mirna tidak mencintainya?" pelan kata Mirna karena sesungguhnya ia tak ingin membuat ayah yang baru saja ditemukannya ini kecewa.

"Cinta itu bisa tumbuh nanti nduk. Terkadang dia datang tiba-tiba, tapi terkadang dia membutuhkan waktu untuk menguasai hati kamu."

Mirna menghela nafas. Apa lagi yang dia tunggu? Tiba-tiba saja dia sadar bahwa harapan dan impian tentang bos gantengnya sudah tak mungkin digenggamnya, dan dia berharap akan segera bisa melupakannya dengan kebaikan hati Aji nanti. Baiklah, cinta bisa datang nanti bukan?

Berlinang air mata Mirna ketika memeluk bapaknya.

"Mirna menurut apa kata bapak saja," bisiknya disela tangis, dan itu juga membuat air mata Kadir berlinang.  

"Semoga hidupmu bahagia ya nduk," bisik Kadir dengan suara parau.

"Aamiin, bapak."

***

Keluarga Galang sudah ada di Solo seminggu sebelum perhelatan pernikahan Ayud dan Raka digelar. 

Keluarga Raharjo juga sudah ada dirumah bu Marsih. Walau rumahnya kecil tapi anak cucu yang berkumpul membuat suasana menjadi hangat. 

Bu Marsih bahagia, dulu anaknya ditolak mentah-mentah oleh keluarga Subroto, tapi sekarang cucunya akan menjadi keluarga mereka. Semua yang sudah diatur oleh Allah Yang Maha Kuasa, siapa yang bisa menolaknya? Barangkali memang sudah ditakdirkan agar keluarga mereka bersatu, melalui jalan yang lain.

"Ibu, besok Dinda akan menggandeng pengantin wanita dari kamar pengantin menuju pelaminan. Pasti Dinda harus didandani cantik, ya kan?"kata Dinda dikamar ketika sedang berdua dengan ibunya.

"Ya nduk, nanti kamu pasti akan tampak lebih cantik. Sama siapa nanti? Biasanya kan berdua."

"Kata mas Adhit, tadinya pengin Dinda sama mas Adhit, tapi nggak boleh, harus perempuan semua."

"Hm..  iya donk, apa kamu suka kalau nggandengnya sama mas Adhit?"

"Nggak juga, mas Adhit kan punya tugas yang lain. Nanti Dinda akan sama mbak Mirna."

"Mirna? Oh, yang... anaknya tante Widi itu... "

"Oh.. itu kan yang membawa lari hape nya Dinda, mengerikan sekali bu, wajahnya buruk, dan jahat bukan alang kepalang. Mbak Mirna hampir dibunuhnya dengan racun."

"Iya, ibu sudah dengar semuanya, tapi dia itu sebenarnya sepupunya ibu, kamu memanggilnya mestine bude."

"Hmh... bude kenapa jadi orang jahat ?"

"Terkadang ada orang yang bisa mengendalikan perasaannya, tapi ada juga yang tidak. Sudahlah, jangan membicarakan dia lagi, ibu sedih kalau mengingatnya, dulu kami tumbuh besar ber sama-sama. Mengapa bisa jad begini," keluh Retno dengan wajah sedih.

"Dan sekarang mbak Mirna sudah ketemu ayahnya lho bu, mbak Ayud yang cerita."

 "Iya, syukurlah, dia anak baik, hanya semalam ibu dan bapak bersama dia, tapi kesan kami dia itu anak yang baik."

"Iya bu."

"Lagi ngomongin apa nih, kok nggak keluar-keluar dari kamar sejak tadi," tiba-tiba Raharjo sudah ada didalam kamar itu.

"Ini, Dnda cerita kalau besok dia bertugas menggandeng Ayud keluar dari kamar  menuju pelaminan."

"Hm, bagus dong."

"Apakah besok kalau Dinda jadi pengantin juga harus begitu?"

"Ya iya, kamu itu gadis Solo, jadi kalau menikah juga harus memakai adat Solo, tanya aja sama simbah kalau nggak percaya." jawab Raharjo.

"Apakah besok kalau pas siraman juga ada dua buah kelapa kuning yang dihias dengan gambar wayang? Kemarin Dinda diajak teman disebuah acara siraman kayak gitu, ada dua buah kelapa kuning dimasukkan dalam ember..eh.. bukan.. apa tuh namanya..yang berisi air dan bunga-bunga juga.. untuk mandi bu. "

"Lho, it kan kalau siraman mitoni.." tukas Retno.

"Siraman mitoni tuh apa bu?"

"Jadi kalau seorang perempuan hamil untuk pertama kalinya, pas tujuh bulan.. harus ada acara siraman juga."

" Oh iya, itu tantenya temen Dinda lagi hamil... dimandiin kayak pengantin?"

"Ya, mirip kayak siraman pengantin, tapi ada yang kamu sebut kelapa kuning tadi, namanya cengkir gading, digambari wayang . Yang satu Dewa Kamajaya, satuya Dewi Komaratih."

"Siapa tuh?"

"Waah.. siang=diang minta dongeng nih... ya sudah.. bapak kedepan saja, mau ngobrol sama simbah," kata Raharjo saqmbil ngeloyor keluar dari kamar.

"Siapa Dewa-dewa itu bu?" tanya Dinda mendesak.

"Kamajaya dan Kamaratih itu gambaran dari dewa dan dewi yang tampan dan cantik. Nah, ketika wanita sedang mengandung, nanti diharapkan anaknya kalau laki-laki ganteng kayak Kamajaya, kalau perempuan cantik kaya Kamaratih.."

"Apa dulu ibu juga begitu ?"

"Iya, ibu harus pulang kemari, dan diadakan uacara mitoni oleh simbah, itu pas ibu hamil kakakmu Raka.

"Itukah sebabnya maka kakakku ganteng?" 

"Ah, itu hanya simbolis saja, itu adat yang biasa digunakan orang-orang jawa ketika hamil pertama untuk yang ke tujuh bulan. Kalau masalah ganteng atau cantik itu yang tergantung bagaimana Allah mengaruniaiNya."

"Retno... Dinda, ayo keluar dulu, waktunya makan siang," kata bu Marsih tiba-tiba.

"Oh, iya bu, baiklah, ini Dinda siang-siang minta didongengin.."

***

Siang itu Dinda dan Mirna mendapat tugas untuk membeli bunga-bunga yang akan digunakan untuk acara perhelatan pernikahan Ayud dan Raka. Mereka memborong bunga-bunga cantik yang akan dipakai untuk hiasan di meja-meja tamu. 

"Seneng ya, mengapa sih semua bunga itu cantik?" celetuk Dinda sambil me milih-milih lagi bunga sedap malam.

"Iya, namanya bunga pasti canti."

"Bunga ini harumnya nggak habis-habis.. berhari-hari masih saja harumnya."

"Itu bunga sedap malam. Aku sudah mengambil sepuluh tangkai, harus ditambah lagi karena ini akan dipasang disetiap meja."

"Iya..baiklah," kata Dinda senang. Tiba-tiba seseorang berdiri disamping Dinda dan ikut mengambil setangkai bunga.

"Cantiknya..." kata orang itu, sambil memandang kagum kearah Dinda.

"Apa? Dinda terkejut mendengar suara itu. Dilihatnya siapa yang berdiri disampingnya. Dinda terkejut, ia ingat, laki-laki ini yang dulu masuk kerumah makan bersama Mirna. 

"Cantik sekali, bunganya, dan yang mengambilnya..." katanya sambil tersenyum. Dinda tak menjawab, ia men cari-cari dimana Mirna berada, rupanya sedang memilih agak jauh disana.

"Mbak Mirnaa!!" teriak Dinda. Laki-laki itu memang Aji. Ia terkejut mendengar Dinda menyebut nama Mirna. Matanya men cari-cari, lalu menemukan Mirna disudut sana, juga sedang memilih bunga. Dengan cepat ia meninggalkan Dinda mendekati Mirna.

 Dinda heran, dan merasa risih terhadap sikap Aji. Ia melongok, dan melihat Aji mendekati Mirna lalu berbincang dengan akrab. Dinda tak ingin ikut dalam pembicaraan itu, ia bahkan berjalan menjauh dan me milih-milih bunga lainnya. Haa.. mawar, ia ingat kata ibunya, bahwa ibu Putri suka sekali mawar. Ia meletakkan sedap malam yang sudah dipilihnya di keranjang, lalu mengambil bunga=bunga mawar aneka warna. Sesekali ia melirik kearah dimana Mirna dan laki-laki itu berbincang. Tampaknya Mirna menyuruh laki-laki itu pergi, karena tak lama laki-laki itupun pergi meninggalkan toko.

Dinda mendekati Mirna.

"Siapa dia?"

"Dia... mm.. itu.. namanya Aji..." jawab Mirna singkat.

"Pacarnya ya?" kata Dinda memancing.

"Ah, kamu itu, mana bunga-bunga yang kamu pilih? Biar pak Sarno membantu mengangkatnya ke mobil.

"Iya, kumpulkan dulu disini mbak, biar aku bayar.

***

Ketika sore hari itu Dinda ketemu Adhit, ia langsung menarik tangan Adhit menjauh dari orang lain yang banyak berbincang di teras rumah bu Broto. Galang dan Putri menatapnya dengan khawatir melihat ke akraban mereka.

"Ada apa sih, me narik-narik tangan mas Adhit, baru nggak ketemu sehari saja.. kangen ya?" goda Adhit.

"Iih,dengar mas, Dinda mau cerita,"

"Cerita tentang apa nih?"

"Tadi tuh, waktu Dinda sama mbak Mirna lagi membeli bunga-bunga... tiba-tiba saja ada orang mendekati Bima, kayaknya mau nggangguin gitu.."

"Wouw... siapa dia? Biar mas Adhit hajar orang yang berani nggangguin Dinda."

"Tiba-tiba dia mendekati Dinda yang lagi memilih bunga, lalu bilang.. cantiknya... hm.. sebel Dinda ngelihat matanya. Ee... dia tuh yang pernah sama mbak Mirna makan dirumah makan lalu kita melihatnya itu."

"Aji ?"

"Iya, trus Dinda nyari dimana mbak Mirna, rupanya dia nggak tau kalau Dinda bersama mbak Mirna, ketika Dinda meneraki mbak Mirna, baru dia me longok-longok, setelah tau dimana mbak Mirna lalu dia mendekati mbak Mirna."

"Terus.. dia mengantar Mirna pulang?"

"Nggak, kayaknya mbak Mirna mengusir dia, dia langsung pergi. Tapi Dinda nggak nanya terlalu jauh tentang laki-laki itu. Tampaknya memang dia mata keranjang."

"Kalau benar dia pacaran sama Mirna, aku harus memperingatkannya."

"Adhiiiit,... !! " teriakan Galang mengejutkan mereka berdua.

***

besok lagi ya

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


No comments:

Post a Comment

BULAN HANYA SEPARUH

BULAN HANYA SEPARUH (Tien Kumalasari) Awan tipis menyelimuti langit Lalu semua jadi kelabu Aku tengadah mencari-cari Dimana bulan penyinar a...