Saturday, August 17, 2019

SEKEPING CINTA MENUNGGU PURNMA 30

SEKEPING CINTA MENUNGGU PURNAMA  30

(Tien Kumalasari)

Raharjo merasa kakinya tak berpijak ditanah. Ada rasa melambungkannya tinggi kelangit lalu menghempaskannya lagi sampai berkeping keping. Apakah itu suara Putri? Ia mengenalinya, suara kekasihnya yang hilang setahun lalu. Benarkah? Atau hanya perasaannya saja?"

"Hallo," suara Putri lagi dari seberang.

"Oh.. eh.. ini...ini.."

"Saya ibu Galang, anda siapa? "

Kepala Raharja terasa seperti diguyur segalon air dingin. Ia hampir menggigil. Ternyata bukan Putri. Aduhai.. 

"Oh, iya ibu, saya Raharjo," agak lama baru Raharjo sempat berkata-kata.

"Oh, mas Raharjo, mau mengembalikan mobil suami saya?" tanya Putri yang sebenarnya sedang mengingat ingat, mirip siapakah suara orang yang menelponnya? Sungguh ia merasa seperti mengenalnya. Tapi.. bisa saja ya suara mirip, lalu Putri melupakannya.

"Sebetulnya iya bu, tapi mobil teman saya berhalangan. Bolehkah mobil saya kembalikan besok saja?"

"Oh, baiklah mas, nggak apa2 kok, dirumah juga nggak ada yang memakai.

"Jadi boleh ya bu."

"Boleh, silahkan.."

Raharjo menutup ponselnya. Keringat dingin terasa membasahi tengkuknya.

"Jo, kamu itu kenapa, seperti orang linglung begitu," tanya Retno melihat sikap Raharjo benar2 aneh. Aneh yang berbeda, tapi menurut Retno itu tidak wajar. 

"Nggak apa-apa, rupanya kepalaku masih pusing. Kamu saja yang membawa mobilnya ya, dan bawa saja kerumahmu, dirumah kontrakanku nggak ada garasinya.

"Baiklah, aku antar kamu dulu ya.Lagian kan kamu lagi pusing. Mau aku kerokin?"

Raharjo tersenyum. Tiba2 ia teringat Naning, sedikit saja mendengar dia mengeluh, Naning  langsung bilang, mas, mau aku kerokin?

"Mau ?

"Nggak ah, takut.."

"Takut apa?"

"Takut kalau ada setan lewat..."

"Memangnya kenapa kalau ada setan lewat?"

Raharjo hanya tertawa, ia ingin melanjutkan gurauan itu, tapi takut Retno tersinggung.

"Nggak apa_apa, ayo cepat jalannya.. "

"Cepat.. cepat, jalanan begitu macet bagaimana mau cepat?

***

Tapi ketika sampai dirumah, Raharjo masih terngiang ngiang suara ditelepone tadi. Suaranya benar2 mirip Putri. "Kalau itu benar2 Putri, bisa pingsan aku tadi," bisik Raharjo sambil merebahkan tubuhnya dikursi panjang.Raharjo mengibaskan bayangan Putri, lalu memejamkan matanya, menggantinya dengan bayangan Retno. Tapi dua2nya adalah bintang dilangit, Raharjo merasa hanya seperti pungguk merindukan bintang.

"Mau aku kerokin?" Raharjo terkejut, tak ada siapa2 disitu, dan itu seperti suara Retno, terngiang kembali ditelinganya, Ya Tuhan, jangan sampai aku jatuh cinta kepada sesuatu yang tak mungkin. Jangan sampai aku tersakiti lagi. 

Raharjo kemudian merasa ketakutan, kalau sampai dia jatuh cinta pada Retno. Ini gara2 mas Galang selalu menyebut-nyebut Retno tadi, kemudian ia jadi kepikiran. Padahal tadinya tak pernah terlintas dalam pikirannya bahwa dia akan menyukai Retno sebagai kekasih. Tapi tiba2 rasa itu muncul, seperti api yang padam kemudian tersulut lagi. Sungguh Raharjo ketakutan. 

Ia terus memikirkannya, sampai kemudiaan terlelap dalam letih, dan bermimpi bertemu sesosok bayangan wanita, membelakanginya, rambut panjangnya terurai, menebarkan harum yang membuatnya melayang layang. 

"Siapa kamu?" tanyanya kepada bayang2 itu.

"Aku titisan Widowati...," bayang2 itu menjawab.

"Kamu Dewi Supraba? Sinto ? Lara Ireng?"

"Bayang2 itu melenggang... lalu terbang terbawa angin. Raharja terpana, melihat keatas langit.

"Kamu adalah bintang..." bisiknya sedih..

"Jo... Teguh... "

Raharjo terkejut, ada yang memanggil namanya, berkali kali. Lalu ketukan pintu sangat keras. Dan Raharjo terjaga. Ia mengucek kedua matanya.

"Jo...," suara panggilan itu lagi, disertai ketukan dipintu.

Raharjo bangkit, menuju pintu.

"Jo..." suara itu lagi, suara lembut yang tak asing baginya.

Raharjo membuka pintu, Retno berdiri didepan pintu dan tersenyum.

"Kamu? Kembali lagi kesini?"

"Duuh... aku diusir?" keluh Retno sambil merengut.

Raharjo tersenyum. 

"Masuklah, ada apa?"

Keduanya masuk kedalam dan duduk berhadapan dikursi tamu.

"Aku khawatir, kamu tadi tampak sakit, ini obat, dan nasi uduk.. makanlah," kata Retno sambil meletakkan duaa bungkusan makanan dimeja, dan sebungkus obat pusing.

"Aku nggak apa2.. repot amat sih.."

"O, gitu ya, diperhatikan sahabat, kamu bukannya berterimakasih malah mengeluh."

"Bukan begitu, ma'af Retno, kamu sendiri kan capek.. masih mikirin aku juga, aku jadi nggak enak donk."

"Kamu sama aku itu berangkat bersama sama, mencari nafkah bersama sama, jadi sakit atau senang mari kita pikul berama sama. Ayo dimakan nasinya, aku lapar nih."

Retno mengambil piring diruang belakang kamar tamu itu, lalu meletakkan masing2 sebungkus pada piring itu.

"Ayo makan, atau... minta disuapin?" tantang Retno sambil menyendokkan nasi, siap disodorkan kemulut Raharjo.

"Aaah, kamu nih, oke, aku makan sekarang."

Retno merasa senang melihat Raharjo makan dengan lahap.

"Huh, lapar aja pake malu2 segala. Tapi lihat, rambutmu acak2an begitu, kamu tadi lagi tidur?"

Raharjo mengelus rambutnya, maksudnya biar lebih rapi.

"Iya aku tadi tidur, dikursi ini. Maksudku ketiduran, lalu aku bermimpi..."

"Ketemu Putri?" tanya Retno menebak nebak.

"Ketemu titisan Widowati.... ," jawab Raharjo sambil menyendok nasinya.

"Haa... itu kan pentas yang kamu lakonkan sebelum..... oh ya, kamu masih memikirkannya? Masih mengharapkan cintanya?"

Raharjo tersedak. Retno berlari mengambilkan segelas air lalu diberikannya pada Raharjo.

"Pelan2..."

"Terimakasih.," lalu Raharjo melanjutkan makannya, sampai habis dan tak mengucapkan sepatahpun kata sebagai jawab atas pertanyaan Retno.

Tiba2 Raharjo menangkap nada cemburu pada pertanyaan Retno, dan itu membuatnya berdebar. Ya Tuhan, jangan lagi.. jangan sampai aku tersakiti..bisik batin Raharjo. Ia begitu takut jatuh cinta lagi, lebih2 kepada gadis seperti Retno. Dia juga bintang.. seperti Putri, jangan sampai aku dihinakan lagi.

"Jo... "

Raharjo mengangkat mukanya, memandangi Retno sekilas, kemudian mengalihkan pandangannya kearah lain.

"Heran deh, hari ini kamu benar2 aneh. Ayo sekarang minum obatnya. Kamu sakit Jo."

 "Nggak, aku baik2 saja. 

Raharjo membayangkan semua kebaikan Retno, perhatiannya, apakah benar itu hanya karena persahabatan? 

"Kamu belum menjawab pertanyaanku tadi Jo," kata Retno sambil menumpuk piring kotor dan memasukkan bungkus bekas nasi kedalam tas sampah yang telah disiapkannya.

"Pertanyaan apa?" Raharjo pura2 tak tau.

"Kamu masih mengharapkan cintanya Putri? Mengharapkan bisa bertemu dia lagi?"

Raharjo meneguk lagi air dalam gelasnya.

"Aku ini kan laki2 miskin, ada peribahasa mengatakan, kalau aku masih mengharapkan dia itu kan sama saja dengan pungguk merindukan bulan." jawab Raharjo sambil menyandarkan tubuhnya.

"Kamu jangan merasa begitu, tak ada larangan mencintai laki2 miskin Jo."

Raharjo terkejut. Apa maksudnya Retno berkata begitu?

"Tidak Retno, aku takut mencintai siapapun, apalagi kalau gadis itu anak orang kaya raya, terpandang.."

"Bagaimana kalau si gadis itu yang mencintai kamu?" 

Raharjo tak berani memandangi Retno, sungguh ia sedang menenangkan debaran jantungnya. 

"Dulu Putri juga mencintai aku, tapi apa, aku hanya tersakiti, terhina, karena aku miskin," kata Raharjo sedih.

"Tapi tidak semua orang kaya bersikap  begitu lho Jo."

"Aku yang takut.."

"Jo.. apa kamu tau?"

"Tau apa?"

"Eh, nggak jadi. Ya sudah, kalau kamu masih pusing minumlah obatnya, sekarang aku mau pulang. Itu aku membawa mobilnya mas Galang."

"Tiba2 pulang? Tadi mau ngomong apa?"

"Nggak jadi, kapan2 saja."

Retno terus berdiri dan melangkah keluar. Ada senyum manis yang ditnggalkannya dan itu membuat Raharjo membenci dirinya sendiri.

Benarkah kata Galang bahwa Retno suka sama dia? Mengapa baru sekarang Raharjo memikirkannya> Ya Tuhan, jangan lagi.... keluh Galang sambil mengunci pintu rumah kontrakannya setelah Retno pergi.

***

Begitu sampai di kantor cabang Medan, Widi dan Galang langsung mengadakan rapat dengan para pinpinan di perusahaan cabang tersebut. Intinya akan banyak perubahan yang mereka lakukan, agar perusahaan berjalan maju seperti yang ada di Jakarta. Itulah sebabnya begitu memasuki hotel, Galang langsung merebahkan tubuhnya ditempat tidur. Matanya hampir terpejam ketika tiba2 teringat bahwa dia belum menelpon Putri. Baru sehari berpisah, tapi alangkah rindu hati Galang.

"Hallo mas," suara merdu dari seberang begitu Galang menelponnya.

"Hai sayang, sedang apa?"

"Ini, barusaja menidurkan Adhi."

"Wah, baru sehari aku sudaah kangen nih."

"Bagaimana pekerjaanmu disini mas?"

"Tadi begitu datang langsung rapat, setelahnya langsung masuk kamar nih, kecapean, mungkin satu atau dua hari lagi aku pulang."

"Syukurlah, Adhi juga sudah kangen sama bapaknya."

"Yang kangen Adhi apa ibunya?" tanya Galang menggoda.

"Ehem, dua2nya lah..."

"Bener nih?"

"Bener dong..."

"Jadi pengin pulang sa'at ini juga.."

Tiba2 terdengar ketukan pintu. Galang berjalan kearah pintu masih dengan memegang ponselnya, dan bercanda dengan isterinya.

Ketika pintu terbuka, dilihatnya Widi berdiri disana, dan tanpa dipersilahkah langsung masuk kekamar Galang.

"Lagi telpon sama istermu ?" tanya Widi keras2, entah apa maksudnya.

"Mas, itu mbak Widi ya?Ada dikamar mas?" tanya Putri, dengan nada suara yang kurang senang.

"Hm.. aku capek sekali Lang, tapi ada yang ingin aku bicarakan sama kamu."

"Hallo.. hallo..." Galang memanggil manggil isterinya, tapi Putri sudah menutupnya.

***

besok lagi ya

No comments:

Post a Comment

KETIKA BULAN TINGGAL SEPARUH 02

  KETIKA BULAN TINGGAL SEPARUH  02 (Tien Kumalasari)   Arumi menyandarkan tubuhnya, menikmati rasanya naik mobil bagus nan halus hampir tak ...