Friday, August 16, 2019

SEKEPING CINTA MENUNGGU PURNAMA 29

SEKEPING CINTA MENUNGGU PURNAMA  29

(Tien Kumalasari)

Galang senang karena Raharjo menyanggupi membawa mobilnya kerumah.

"Tapi nanti kamu harus ketemu isteriku ya, supaya bisa kenal, bukan hanya sama aku, tapi juga sama isteriku, ya Jo."

"Iya mas, beres"

"Ini kuncinya Jo, senang aku kalau kamu dan Retno mau kerumah, siapa tau kamu bisa segera ketularan."

"Ketularan apa mas?"

"Ketularan bisa jadian sama Retno, terus segera punya anak seperti aku. Anakku laki2 lho Jo, ganteng kaya aku," kata Galang sambil tertawa. 

"Percaya dong pak, bapaknya ganteng, anaknya pasti juga ganteng, apalagi kalau ibunya juga cantik."

"O, isteriku cantik lho Jo, didunia ini nggak ada yang melebihi kecantikan isteriku. Hahaa... itu kataku lho Jo, kata orang lain, apalagi katamu, pasti paling cantik adalah Retno."

"Mas Galang ini, sedikit2 Retno, belum tentu lho, Retno mau sama saya."

"Apa kamu pernah menyatakan cinta sama dia?"

"Belumlah mas, nggak berani saya, nanti kalau ditolak kan sakit .. orang miskin itu hatinya pebih perasa, apalagi saya kan pernah dihina habis-habisan samaorang tua  pacar saya dulu, sakiit mas."

Raharjo menghela nafas panjang, rasa sakit ketika setahun yang lalu dirasakan, sekarang kembali menggigit. Susah melupakan sakit hati rupanya.

"Ya sudah Jo, nggak usah dipikirkan lagi. Anggap saja dia itu bukan jodohnya kamu."

"Iya mas, mas Galang benar, sekarang saya juga sudah bisa sedikit-sedikit melupakan."

"Bagus Jo, sekarang kamu harus menyiapkan hatimu, agar bisa menyatakan cinta pada Retno."

"Aduuh, mas Galang ini, kok Retno lagi sih," kata Raharjo tersipu.

"Menurut aku, kamu itu cocog sama dia. Pas, yang satu ganteng, yang satu cantik."

"Yang satu kaya raya, yang satu miskin.." keluh Raharjo.

"Jangan bicara so'al miskin, kamu itu menyindir aku ya Jo?" kata Galang sambil tertawa.

"Eit, enggak mas... aduuh..."

"Miskin itu bukan sesuatu yang hina. Miskin harta asalkan jangan miskin jiwa. Kalau jiwa miskin, waduuh.. jauh dari rasa bahagia, adanya cuma keburukan. Tapi miskin harta bisa jadi manusia mulia. Mengerti Jo?"

Raharjo mengangguk angguk.

"Iya benar mas.. "

"Nah, gitu dong, besok kalau aku sudah pulang dari Medan, kamu dan Retno harus sudah jadian."

Raharjo terbahak keras.

"Kok kesitu lagi sih pak."

"Aku melihat dari sorot mata Retno, dia itu suka sama kamu Jo."

"Waahahaaa... mas Galang bisa saja."

"Dikasih tau jangan ngeyel Jo, cara dia memandang kamu, cara dia memperhatikan kamu, itu rasa suka."

Raharjo hanya tersenyum. Retno itu teman kuliahnya, dekat sekali seperti saudara. Memang benar Retno selalu memperhatikan dia, bahkan ketika mendapat pekerjaan juga Retno mengajak dirinya. Tapi apakah itu cinta? Tiba-tiba hati Raharjo berdebar.Benarkah ia sudah melupakan Putri dan kemudiaan jatuh cinta pada Retno? Sungguh Raharjo takut. Walau mengiyakan kata-kata Galang, tapi berat melakoninya. Ia merasa rendah diri.

"Hayo.. ngelamun lagi. Jo, sekali lagi aku mau bilang, jangan kamu merasa rendah diri."

Raharjo terkejut. Galang seperti bisa menebak apa yang dirasakannya.

"Ayo, aku mau bersiap siap, sebentar lagi bos kecil pasti teriak-teriak memanggil."

"Hahaa.. bos kecil? Maksudnya mbak Widi? Tampaknya mbak Widi itu naksir sama mas lho, apa belum tau kalau mas Galang sudah punya isteri?

"Ya tau lah, memang dia agak gini..," kata Galang sambil meletakkan jari telunjuknya didahi dengan posisi miring. Dan kedua laki2 ganteng itu tertawa terbahak bahak.

"Oh ya Jo, nanti aku kasih kamu nomor tilpun isteriku, supaya kalau kamu tersesat bisa tau ancar-ancar rumahku."

***

Putri sedang melamun, memikirkan sikap Widi terhadap suaminya, ketika tiba2 ponselnya  berdering. Ternyata dari Galang.

"Hallo mas, sudah berangkat?"

"Ini mau berangkat sayang, jaga diri baik-baik ya, dan jaga anakku, jangan sampai rewel."

"Iya mas, jangan khawatir."

"Oh ya, nanti mobil kita akan diantar kemari oleh Raharjo."

"Raharjo? Kasihan mas, mengapa suruhan teman mas."

"Dia sendiri yang mau. Lagian biar kamu juga berkenlan dengan rekan-rekan kerjaku, mereka dari Solo juga, siapa tau bisa jadi saudara."

"Baiklah mas, hati-hati ya, jaga kesehatan. Aku sudah membawakan bekal obat pusing, obat flu dan vitamin untuk mas, di dompet kecil warna kuning."

"Iya, kan tadi kamu  sudah kasih tau aku."

"Supaya mas nggak lupa."

"Iya ibu.. aku nggak lupa kok."

"Sekarang ganti ibu?"

"Iya, kan kamu ibunya anakku."

Putri tertawa senang. Begitu sayangnya Galang pada dirinya, juga pada anaknya, walau bukan darah dagingnya sendiri. Putri merasa sangat bahaagia menemukan Galang sebagai suaminya. Ia benar-benar bisa menjadi tempat untuk menambatkan hatinya dan hidupnya.

"Ya sudah, bapak berangkat ya bu.."

"Ya bapak..." sambut Putri senang..

Tapi sepeninggal Galang, Putri merasa hidupnya sangat sepi.Ada yang terasa kosong, dan lengang. Bahwa tadinya Galang hanya dipergunakan oleh orang tuanya untuk menutup aibnya, itu dia mengakuinya. Bahwa tak ada rasa cinta pada Galang sebelumnya, dia juga mengakuinya, tapi sekarang semua telah berubah. Hari-hari yang dilalui bersama Galang terasa semakin indah. Putri tidak bohong ketika mengatakan bahwa dia mencintai Galang. Kelembutannya, cara dia menjaga dan menghormatinya, sungguh membuat Putri merasa bahwa tak ada laki-laki sebaik dia. Teguhpun tidak. Haa, mengapa tiba-tiba dia membandingkannya dengan Teguh? Tidak, Teguh adalah masa lalunya. Barangkali cinta itu sudah lenyap digulung masa. Apalagi dia tau bahwa Teguh sudah punya calon isteri, yang sekarang mungkin sudah menjadi isterinya. 

Putri menghela nafas panjang. Dipandanginya wajah Adhi yang tertidur pulas. Wajah yang polos dan bersih, hidungnya mancung, matanya bening. Alisnya tebal, sesungguhnya anak itu mirip Teguh. Putri merasa bersalah, telah membuat Adhi terlahir dengan cara yang nista. Tapi bukankah bayi itu tak berdosa dan harus dilindunginya dengan kasih sayang? Tidak, tepiskan kenangan malam yang hitam itu. Dunianya sudah berubah. Anaknya, suaminya, adalah keluarga yang membuatnya bahagia. Dipeluknya Adhi. Bayi mungil itu menggeliat, Putri menepuk nepuk pahanya gar Adhi kembali terlelap.

***

Retno memandangi Raharjo yang berdiri didepan pintu ruangannya, tampak ragu-ragu.

"Ada apa Jo? Hahaa.. sekarang aku jadi terbiasa ikut-ikutan pak Haris memanggilmu Raharjo. Nggak papa kan?"

Raharjo hanya tersenyum, tapi masih berdiri didepan pintu. Kata-kata Galang bahwa ia harus berani mengucapkan cinta pada Retno, membuatnya ragu untuk menemuinya. Ada debar aneh yang tiba-tiba merayapi hatinya. Sungguh tadinya ia tak merasa rikuh, tapi ingatan itu seperti menyulut api yang sesungguhnya tak hendak menyala.

"Jo.. ada apa kamu itu?" tanya Retno dengan heran.

"Masih sibuk?"

"Nggak, sudah kelar dan siap untuk pulang. Ada apa? Sikapmu tampak aneh begitu."

"Ya sudah, aku tunggu didepan ya," kata Raharjo sambil melangkah pergi dari pintu itu.

"Jo..!"

Retno menghela nafas, ia mengemasi semua barang-barangnya, lalu setengah berlari mengejar Raharjo.

"Jo, tunggu Jo."

"Ya... ada apa?"

"Heran deh, mengapa sikapmu aneh sore ini?"

 "Aneh apanya, aku biasa-biasa saja."

"Iya sih, tapi mengapa ya aku merasa kamu seperti aneh?"

"Kamu aja yang aneh..

"Jo.."

"Kepalaku agak pusing."

"Lhah, kok tadi nggak bilang, sebentar aku ambilkan obat dilemari."

"Eit, nggak usah, aku sudah minum obat. Oh ya, ini nanti kita jadi kerumah mas Galang kan?"

"Iya, kan kamu sudah janji mau nganter mobilnya?"

"Baiklah, jadi kamu bawa mobil kamu sendiri, aku bawa punya mas Galang."

Raharjo sudah ada dimobil Galang, ketika melihat Retno belum juga keluar dari parkiran. Maksud Raharjo adalah biar Retno berjalan duluan. Raharjo turun dari mobil dan menghampiri mobil Retno.

"Ada apa?"

"Celaka Jo, mobilku ngadat."

Raharjo menyuruh Retno turun, lalu ia mencoba menstarternya. Tapi berkali-kali mencoba tetap  juga tak berhasil.

"Ya sudah, kita tinggal aja dikantor, besok biar dibawa ke bengkel." kata Retno.

"Lalu kita antarkan mobil mas Galang, trus kita pulang naik taksi saja kan?"

"Ya gak papa, atau coba kamu tilpun sama bu Galang, bagaimana kalau mobilnya diantar besok saja. Jadi mobilnya kita bawa pulang dulu."

"Kalau begitu aku mau tilpun bu Galang dulu, kebetulan mas Galang memberikan nomor tilpunnya."

Raharjo memutar nomor tilpun Putri.

"Hallo, suara dari seberang. Raharja terkejut.

***

besok lagi ya

 

 

 

 

 

 

 

 

 

No comments:

Post a Comment

KETIKA BULAN TINGGAL SEPARUH 02

  KETIKA BULAN TINGGAL SEPARUH  02 (Tien Kumalasari)   Arumi menyandarkan tubuhnya, menikmati rasanya naik mobil bagus nan halus hampir tak ...