Sunday, August 18, 2019

SEKEPING CINTA MENUNGGU PURNAMA 31

SEKEPING CINTA MENUNGGU PURNAMA  31

(Tien Kumalasari)

Galang mencoba lagi dan mencobanya lagi, tapi rupanya Putri mematikan ponselnya. Galang yakin Putri kesal mendengar suara Widi dikamarnya. Dan Galang khawatir, kalau-kalau Putri mengira dirinya tidur sekamar. Galang melemparkan ponselnya keatas kasur dengan kasar. Wajahnya muram. Tapi ia mendekati Widi yang sudah duduk di sofa sambil membuka buka ponselnya.

"Apa maksudmu masuk kedalam kamarku?" tegurnya penuh kesal.

"Galang, ada yang ingin aku bicarakan, penting."

"Masalah pekerjaan?"

"Iya, masalah apa lagi?"

"Kalau begitu keluarlah, masalah pekerjaan bisa dibicarakan besok pagi."

"Ih Galang, kasar banget sih.."

"Kamu sangat tidak sopan memasuki kamarku. Nanti orang bisa menduga yang bukan2."

"Oo, kalau itu benar, aku senang donk."

"Apa maksudmu?"

"Galang, aku ini sayang banget sama kamu, tapi kamu selalu menghindari aku dengan cara yang sangat menyakitkan."

"Kamu tau tidak kalau aku sudah beristeri? Dan aku amat mencintai isteriku? Jadi bersikaplah seperti seorang rekan kerja, jangan berlebihan. Isteriku kurang suka dengan sikapmu ini,tau?"

Widi tersenyum, barangkali senang bisa melukai hati Putri.

"Sekarang silahkan keluar, aku capek dan ingin beristirahat, masalah pekerjaan kita bicarakan besok. bukan didalam kamar ini. Please Widi.."

"Galang, kamu betul2 mengusir aku?"

"Ma'af Widi, itu harus aku lakukan."

Widi berdiri dan melangkah ke pintu. Dalam hati ia berkata, masih ada hari esuk untuk meluluhkan hatimu Galang, aku tak akan berhenti.

Galang membukakan pintu, kemudian menutup dan menguncinya setelah Widi keluar dari kamarnya. Galang merebahkan dirinya ditempat tidur, diambilnya ponselnya, dan dicobanya lagi menghubungi Putri, namung rupanya Putri mematikan ponselnya. Sedih hati Galang, ditutupinya wajahnya dengan bantal, lalu ia berteriak memanggil Putri sekeras kerasnya.

"Jangan marah Putriiiiiii... aku hanya mencintai kamuuu.."

Tak puas dengan itu, ditulisnya WA kepada Putri, pasti suatu sa'at ia akan membukanya.

PUTRI, AKU HANYA MENCINTAI KAMU, WIDI BARU SAJA MASUK HANYA UNTUK BICARA SO'AL PEKERJAAN. IA HANYA SEBENTAR DIKAMAR KARENA AKU MENOLAK MEMBICARAKANNYA. PERCAYALAH PUTRI, AKU HANYA MENCINTAI KAMU. TITIP CIUM UNTUK ADHITAMA, ANAKKU, JUGA UNTUK KAMU.

Lalu disertakannya emotition berbentuk hati sebanyak-banyaknya.

Galang terlelap kelelahan.

***

Putri terisak dikamarnya. Sudah beberapa sa'at lalu ia mematikan ponselnya. Baru saja berbicara di ponsel dengan penuh suka dan cinta, tiba2 suara itu mengganggunya. Jangan2 Widi tidur sekamar dengan suaminya. Aduhai, merinding bulu kuduk Putri membayangkannya. Laki2 mana yang tak mudah tergiur oleh kecantikan Widi? Ia cantik, menarik, modis, pintar, senyumnya sangat memikat. Oh tidaaaak.... Putri mengusap titik air matanya. Didekapnya Adhitama erat, sehingga si kecil itu menggeliat terbangun. 

"Sayang, do'akan agar ayahmu tidak tergoda ya nak," bisik Putri.

Adhitama merengek, Putri menepuk nepuk pahanya pelan. 

"Ma'af sayang... ibu mengganggu tidurmu ya, yuk, tidur lagi sayang..ssshh..sshh..sshh.."

Ketika Adhitama terlelap, Putri mengambil ponselnya. Ketika diaktifkannya kembali  ia membaca panggilan berjejer puluhan jumlahnya. Lalu dibacanya. WA dari suaminya.

Agak tenang rasa hati Putri. Ia yakin, suaminya seorang yang baik, ia pasti akan menjaga cintanya dengan sangat rapi.

"Jeng, nanti pak Galang tidak pulang ya?" tiba-tiba simbok memasuki kamar.

"Ya mbok, kan tadi sudah bilang."

"Ya jeng, simbok lupa, menata meja untuk makan malam."

"Oh, ya nggak papa mbok, sebentar lagi aku makan, simbok temani ya?"

"Baik jeng."

***

Tapi pagi itu badan Raharjo benar-benar panas. Ia sudah minum obat. Memang sih, panasnya berkurang, tapi badannya terasa lemas. Ia bahkan hampir terjatuh ketika berjalan kekamar mandi. Ia tak berani mandi, hanya membasuh mukanya dengan air hangat, kemudian dengan tertatih berjalan lagi kekamarnya. Tapi sebelum sampai dikamar, terdengar ketukan dipintu. Rupanya Retno telah menjemputnya untuk bekerja.Raharjo membuka pintu, Retno terkejut melihat wajah Raharjo pucat.

"Jo, kamu sakit?"

Retno memapah Raharjo kekamarnya. 

"Tubuhmu panas Jo, kedokter ya," kata Retno sambil memegang keningnya.

"Semalam aku nggak bisa tidur."

"Kamu tidak minum obatnya?"

"Sudah."

Retno bergegas keluar dari kamar, ada air termos, ada teh celup, lumayan, Retno membuatkan teh hangat untuk Raharjo. Lalu dibawanya kembali ke kamar.

"Jo, minum dulu teh hangatnya," kata Retno sambil memegangi cangkir berisi teh hangat.

Raharjo berusaha bangkit, Retno membantunya, lalu diteguknya teh itu sampai separuhnya lebih.

"Kita ke dokter?"

"Nggak usah Ret, aku minum obat saja dulu, nanti kalau sehari ini tidak sembuh, sore nanti aku ke dokter.

"Sebentar."

Retno bergegas keluar, di luar rumah kost-kostan itu banyak orang jualan makanan. Retno masuk kedalam warung dan membeli sebungkus nasi ayam, lalu dibawanya masuk kerumah lagi. Raharjo merasa rikuh, Retno melayaninya dengan sangat baik.

"Kamu ini apa2aan Ret, repot amat, aku bisa sendiri,tau," kata Raharjo begitu melihat Retno datang membawa bungkusan nasi yang sudah diletakkan diatas piring .

"Jangan rewel Jo, kamu harus makan dulu sebelum minum obatnya. Biar aku suapi."

"Oh, jangan, biar aku sendiri," Raharjo bangkit perlahan, setelah minum teh panas tadi badannya agak lebih enakan.

"Ya sudah, habiskan lho."

Raharjo menyuap hanya beberapa sendok, perutnya terasa mual. Ia mengulurkan piringnya lalu kembali berbaring.

"Kok cuma sedikit Jo?"

"Sudah, mual aku..."

"Ya sudah, obat ini diminum dulu, nanti sepulang kantor aku antar kamu ke dokter."

Retno membantu Raharjo meminum obatnya.

"Sudah Ret, pergilah ke kantor. Mintakan aku ijin pada pak Haris ya. Sudah pergilah, Aku bisa sendiri."

"Baiklah, kalau ada apa2 telpon aku ya."

Raharjo mengangguk.

"Oh ya Ret, mobilmu ... suruh pak Darman mengurusnya, barangkali ada montir yang bersedia memperbaiki... dan..."

"Sudah, aku bisa mengurusnya sendiri, kamu nggak usah memikirkannya. Nih, pakai selimutnya, nanti kalau sudah keringatan kan enteng."

"Terimakasih, kunci saja pintunya dan bawalah, aku ada serepnya."

Namun ketika Retno pergi, Raharjo bertambah pusing. Retno memperhatikannya seperti seorang isteri. Ya Tuhan, apa arti semua ini?

Raharjo memijit mijit kepalanya. 

***

"Galang, tunggu.. kita makan pagi bersama sambil bicara so'al yang semalam tertunda, teriak Widi begitu melihat Galang berjalan keluar kamar. Ia menuju ke arah loby.

"Aku sudah makan, tadi pesan makan dan diantar kekamar," jawab Galang tanpa berhenti.

"Baiklah, kita ke loby sambil menunggu orang kantor menjemput kita."

Widi terpaksa berjalan setengah berlari mengikuti langkah Galang yang begitu cepat. Padahal ia mengenakan sepatu high heels.

"Galang, jangan cepat-cepat dong jalannya."

Galang terus saja melangkah, tiba-tiba terdengar teriakan Widi. Galang menoleh dan melihat Widi terjatuh. Galang bimbang, diantara enggan menolongnya dan kasihan melihatnya tak mampu bangkit. Terpaksa Galang kembali dan mambantu Widi berdiri.

"Adduh, kayaknya aku tak bisa berjalan," keluh Widi.

"Aku bantu kamu.. ayo pelan-pelan. Lepas sepatumu itu."

Widi melepas sepatunya, tapi ia tak mampu berdiri. Susah payah Galang menuntunnya, tapi Widi benar-benar tak mampu berdiri. Widi merangkul tubuh Galang erat. Mencobanya lagi dan Widi selalu terjatuh kembali.

"Galang, tolong gendong aku kekamar," rintih Widi.

***

besok lagi ya


No comments:

Post a Comment

KETIKA BULAN TINGGAL SEPARUH 02

  KETIKA BULAN TINGGAL SEPARUH  02 (Tien Kumalasari)   Arumi menyandarkan tubuhnya, menikmati rasanya naik mobil bagus nan halus hampir tak ...