Monday, August 19, 2019

SEKEPING CINTA MENUNGGU PURNAMA 32

SEKEPING CINTA MENUNGGU PURNAMA  32

(Tien Kumalasari)

Galang masih merangkul tubuh Widi yang mendekapnya erat. Galang enggan mengusungnya sendiri. Dipanggilnya petugas hotel.

"Pak.. pak.. minta tolong pak.."

Petugas hotel yang melihat kejadian tersebut sudah bersiap menolong sebelum Galang memanggilnya, karenanya begitu cepat ia mengajak seorang temannya, lalu berdua mereka mengangkat tubuh Widi. 

"Galaaang," Widi mengeluh. Rasanya ingin ia melompat dari dekapan kedua laki-laki kekar yang mengusungnya kedalam kamar. Ia ingin Galang yang menggendongnya, karenanya wajahnya sangat gelap terlihat.

Galang tersenyum menang, ia mengambil sepatu Widi yang terlepas lalu berjalan mengikuti kedua petugas itu kekamar Widi.

Sesampai dikamar kedua petugas membaringkan Widi diatas tempat tidur.

"Ada yang bisa kami bantu? Memanggil dokter?" tanya salah satu petugas itu. Tapi Widi menggoyang goyangkan tangannya.

"Tidak, tidak, terimakasih.. hanya terkilir, aku ada obat gosoknya."

Kedua petugas mengangguk kemudian keluar dari kamar. Galang meletakkan sepatu Widi. Ia ingin keluar mengikuti petugas itu tapi diurungkannya. Ia tak ingin disebut keterlaluan karena meninggalkan rekan dalam kesakitan.

"Galang, kamu juga mau keluar?"

"Lebih baik aku memanggil dokter."

"Jngan Galang, aku hanya terkilir, tolong gosokkan obat gosok yang ada didalam tas itu ke pergelangan kakiku," pinta Widi.

Mau tak mau Galang menurutinya.

"Tas yang ini?"

"Ya, buka saja, ada obat gosok disitu. Ya itu.. tolong Galang.." 

Galang mengulurkan obat gosok itu..

"Galang, mana mungkin aku bisa melakukannya? Kamu nggak mau menolong aku?"

Ini sesuatu yang tak bisa ditolaknya. Hanya dia satu2nya orang diruangan itu. Galang membuka tutup obat gosok itu lalu duduk dipinggir tempat tidur. Membelakangi Widi.

"Yang ini?"

"Ya Galang, sakit sekali, tolong diurut urut sebentar, dipergelangan kaki itu."

Galang menggosokkannya, sedikit menekan sambil mengurutnya.

"Aauuww..." Widi menjerit, tapi sambil mengangkat kakinya, dan celakanya waktu itu Widi memakai rok yang sangat pendek. Galang memejamkan matanya. Pemandangan itu sekilas tertangkap oleh matanya karena Galang menoleh kearah Widi yang menjerit. Galang seorang laki-laki normal. Dan Widi sadar bahwa Galang sempat terbakar oleh sesuatu yang dipertunjukkannya. Ada senyum tertahan dibibirnya. Dan kemudian diangkatnya lagi kakinya lebih tinggi, sambil mengeluh.

"Aduuh, sakit sekali Galang... "

Sungguh Widi nekat sekali. Galang memejamkan matanya, lalu berdiri dan berjalan menjauh.

"Galaaang.." rintihnya pelan, tapi  menurut Galang rintihan itu seperti rintihan kuntilanak mendapatkan mangsa .( Eh, emangnya pernah mendengar rintihan kuntilanak?) Itu kan kata Galang... pokoknya bulu kuduknya jadi merinding.. hampir saja ia tergoda, hampir saja setan membubuhkan bara pada darahnya sehingga nyaris menggelegak sampai ke ubun2nya.  PUTRI, AKU HANYA MENCINTAI KAMU. tulisan yang semalam ditulisnya untuk Putri terbayang dimatanya. Dan cinta itu kan harus dijaganya, harus bersih dari noda dan goda.

"Galaaang..." Widi menggeliat, dan sumpah baju itu tersingkap. Tapi Galang tidak menoleh kearahnya. Ia berjalan kearah pintu dan berucap singkat. 

"Akan aku cari tukang pijit untuk kamu," lalu Galang hilang dibalik pintu yang kemudian ditutupnya rapat.

Widi terisak. Kaki yang terkilir itu hanya rekayasanya. Kakinya baik-baik saja. Dan dia gagal mempergunakan upaya busuk itu untuk menangkap Galang agar terjebak dalam alunan asmara yang akan diciptakannya. Widi terisak semakin keras. Ditelungkupkan wajahnya pada bantal. Ia menangisi kegagalannya. Pertama, pura-pura terkilir agar Galang menggendongnya, ternyata Galang menyuruh orang-orang  jelek itu melakukannya. Kedua, menyuruhnya menggosok kakinya, lalu dibuatnya agar Galang memperhatikan keindahan sebagian tubuhnya. Ya ampuun, aku tau hampir dia tergoda, tapi kok bisa luput..Keluh Widi dalam hati.

***

Galang keluar ketika mobil dari perusahaan sudah menunggunya. Sebelum pergi ia memesan barangkali ada tukang urut yang bisa membantu memijit kaki Widi yang terkilir. 

"Ada pak, nanti saya akan coba menghubunginya, apakah dia mau datang kemari. Itu kan semacam pijat refleksi, begitu?" kata petugas yang ada di hotel itu.

"Ya, mungkin juga bisa. Tolong ya, itu untuk ibu Widi yang tadi jatuh terkilir."

Setelah petugas itu menyanggupi, Galang menuju kantor cabang dengan mobil yang menjemputnya. 

***

Galang hanya melanjutkan apa yang dibicarakan sebelumnya dan tampaknya semuanya sudah selesai, tanpa Widi. Ia menelpon pak Haris dan minta agar besok diijinkan kembali ke Jakarta. Ijin itu diberikan, bukan main senangnya hati Galang. Begitu memasuki kamar hotelnya, tak sabar ia menelpon istrinya. Mudah-mudahan  Putri sudah tidak marah lagi.

"Hallo," suara merdu dari seberang sangat menyejukkan hatinya. Suara Putri melunak, merdu bagai kidung dari surga, Galang senang bukan alang kepalang.

"Hallo sayang, mengapa sejak kemarin sore ponsel dimatikan?" tanya Galang dengan suara manis, mungkin termanis dari yang selama ini ia perdengarkan.

"Ya, batery mati," jawab Putri singkat. Malu ia mengakui kalau ia cemburu berat sama Widi.

"Oh ya? Batery yang mana ya, yang ada di ponsel atau yang ada dihati kamu?" goda Galang.

"Lhoh, apa sih maksudnya?"

"Batery yang didalam hati itu juga bisa mati kalau hati sedang panas.."

"Ah, mas ngomong apa, aku nggak ngerti," jawab Putri pura-pura tdak tau.

"Masa nggak ngerti?"

"Mas, kapan pulang, masih lamakah?"

"O, kangen berat ya sama mas Galang?"

"Iya lah, kesenangan mas Galang kalau kelamaan disini."

"Kok bisa."

"Ya bisa lah, ditemani perempuan cantik yang menggiurkan, yang..."

"Stop Putri, aku nggak mau ngomongin itu. Oke, ada berita baik yaitu.... besok mas Galangmu akan pulang.."

"Oh ya, benarkah?" suara Putri penuh kegembiraan.

"Apa kabar anakku? Baik-baik saja dan nggak rewel bukan?"

"Nggak, dia baik-baik saja, jam berapa besok mas pulang?"

"Tunggu aja, pokoknya besok, dan secepatnya setelah aku selesaikan tugasku yang tinggal sedikit."

"Baiklah mas, mas ingin dimasakin apa?"

"Mm... apa ya.. aku nggak pengin apa-apa tuh, hanya pengin kamu.." canda Galang.

"Maaaas... ihhh..."

"Benar kok.. masa nggak percaya sama suami sendiri."

Tiba-tiba terdengar rengekan Adhitama.

"Itu suara anakku? Hallo Adhi.. jangan nangis.. besok bapak pulang kok."

Putri mengangkat Adhi dan menyusukannya karena memang sa'atnya dia minum susu.

"Waah.. enaknya, Adhi minta minum ya? Tuh, terdengar dari sini suaranya."

Tiba2 terdengar ketukan pintu. Rupanya ada tamu.

"Sebentar mas, ada yang mengetuk pintu."

"Eit, awas ya, jangan keluar sambil menyusui anakmu lho."

"Ya enggak mas, mau manggil simbok."

Tapi rupanya tanpa dipanggil simbok sudah keluar untuk membukakan pintu.

"Barangkali Raharjo mengembalikan mobil," kata Galang.

"Nggak, tadi temannya memberi tau kalau Raharjo lagi sakit."

"Lhoh, sakit apa?"

"Nggak tau mas."

Tiba2 simbok masuk kekamar dan menyerahkan kunci mobil.

"Jeng, pak Darman, sopir mobil kantornya pak Galang mengantarkan mobil."

"Oh, baiklah, sudah kamu terima mbok?"

"Mobilnya sudah ditaruh di garasi, ini kuncinya jeng."

"Ya mbok, letakkan dimeja saja. Pak Darman masih ada?"

"Sudah pulang jeng, saya bilang ibu masih di kamar dan dia nggak mau menunggu."

"Oh, ya sudah mbok."

"Hallo mas, itu mobilnya dibawa kemari oleh pak Darman. Mungkin karena Raharjo nggak bisa mengantarkan kemari." Putri melanjutkan bicaranya diponsel.

"Ya sudah, aku mau mandi dulu, nanti malam aku telepon lagi."

Galang menutup  ponselnya, ia merasa haus, diteguknya air mineral dalam botol yang terletak dimeja dekat sofa. Lalu ia bersiap siap untuk mandi. Tapi tiba-tiba ponselnya berdering lagi. Ternyata dari Widi. Oh ya, Galang lupa menanyakan pada Widi tentang kakinya yang terkilir. Galang khawatir Widi bersikap yang aneh-aneh dan itu sangat mengganggunya.

"Ya, ada apa?"

"Ya ampun Galang, aku kesakitan dan kamu tidak perduli." keluh Widi dari seberang.

"Oh, iya aku lupa, habis aku capek sekali. Tapi aku kan sudah menyuruh peetugas hotel untuk memanggilkan tukang pijat?"

"Sudah, hanya sebentar lalu aku suruh pergi. Sakit sekali rasanya."

"Ya memang sakit, namanya kaki terkilir. Bagaimana sekarang, sudah enakan?"

"Lumayan, tapi tolonglah kemari Galang, aku mau bicara."

"Bicara disini saja, aku mau mandi."

"Mandi dikamarku saja, sama saja kan?"

"Apa kamu gila?"

"Ya ampun Galang, aku mau bicara penting, pak Haris tadi menelpon aku."

"Ya, aku sudah tau, besok aku pulang ke Jakarta, kalau kamu masih mau disini ya terserah."

"Ini, aku mau menunjukkan catatan dari pak Haris, ada di ponselku, tolong Galang. Kan tinggal malam ini dan besok sudah mau pulang?"

Tapi tiba-tiba kepala Galang terasa sedikit pusing.

"Galang, hanya sebentar, habisnya aku kan belum bisa jalan ke kamarmu."

"Baiklah, tapi tolong berpakaian yang rapi, aku nggak mau melihatmu seperti pagi tadi. Perempuan kok nggak punya malu."

"Galang, aku nggak sadar, aku kan sedang kesakitan. Sekarang aku berpakaian rapi nih, pakai celana panjang dan blous yang juga panjang."

"Baiklah, hanya sebentar."

Galang mengambil obat gosok yang ada ditas kecil berwarna kuning, yang sudah disiapkan Putri sebelum keberangkatannya. Ia menggosokkan obat itu ke pening dan tengkuknya kemudian keluar dari kamar menuju kemar Widi.

Galam merasa lega melihat Widi berpakaian sopan, dan tak tampak tanda-tanda akan menggodanya.

"Apa yang mau kamu tunjukkan?"

"Kemarilah Galang, itu ponselku, lihatlah," kata Putri sambil menunjuk kearah meja, tapi tiba-tiba dilihatnya Galang terhuyung huyung.

"Galang," Widi melompat bangun dan menangkap tubuh Galang yang sempoyongan. Kaki terkilir itu tak tampak sama sekali karena ia bisa berdiri tegak bahkan ia mampu menarik tubuh Galang agar tertidur di tempat tidurnya.

"Galang," Widi menggoyang goyang tubuh Galang, namun Galang tampak seperti orang tertidur pulas.

Widi tersenyum senang.

"Hm, coba sekarang larilah dari aku Galang, aku berhasil menangkapmu, membuatmu tak berdaya.

Semalaman Widi tak bisa tidur, ada bahagia membuncah ketika ia berhasil tidur bersama Galang. Tak seorangpun tau apa yang terjadi.

***

Ketika pagi hampir menjelang, diujung malam yang tinggal sejengkal Galang terbangun dari tidurnya. Terkejut dia ketika menyadari bahwa dirinya berada dalam pelukan Widi, yang nyaris tak berpakaian. Galang berteriak sekuat kuatnya.

"Widiiiii !! Perempuan setan kamu!!!"

***

 besok lagi ya

No comments:

Post a Comment

KETIKA BULAN TINGGAL SEPARUH 02

  KETIKA BULAN TINGGAL SEPARUH  02 (Tien Kumalasari)   Arumi menyandarkan tubuhnya, menikmati rasanya naik mobil bagus nan halus hampir tak ...