SEKEPING CINTA MENUNGGU PURNAMA 15
(Tien Kumalasari)
Galang menatap wajah Putri, meresapi titik demi titik air mata yang bergulir dipipinya yang lembut. Apa sebenarnya arti tangisan itu? Sementara kalaupun pantas, Galang juga ingin menitikkan air mata.
"Putri.. jangan menangis .. Apa yang kau tangiskan?" tanya Galang sambil berpindah duduk disamping Putri. Berkali kali ingin dipeluknya tubuh pemilik wajah cantik itu tapi selalu diurungkannya. Ia hanya meraih tissue yang ada dimeja itu, diulurkannya pada Putri.
Putri mengusap air matanya.
"Aku penyebab semua ini, ma'afkanlah aku."
"Bukan kamu.. kamu pantas dikasihani. Bolehkah aku mengusap sisa air mata itu?"
Galang kembali meraih tissue dan Putri mengangguk. Berdebar hati Galang, ini diluar perkiraannya. Dan dengan lembut ia mengusap sisa air mata itu. Putri begitu tersentuh oleh ketulusan hati Galang. Ia sangat baik dan tegas dalam mensikapi sesuatu. Ia tak doyan iming2 yang diberikan ayahnya setelah tau akar permasalahannya. Itulah sebabnya Putri berjanji untuk bersikap lebih baik. Galang sudah terluka.
"Apakah kamu ingin aku juga mengembalikanmu pada ayah ibumu?"
Pertanyaan ini sudah diduganya. Mana mau seorang pemuda memiliki isteri seorang gadis yang telah ternoda? Dan air mata itu kembali menitik. Dan Galangpun kembali mengusapnya.
"Kalau itu kamu inginkan, aku akan melakukannya," bisik Galang... pilu.
"Kalau mas Galang ingin menceraikan aku, jangan suruh aku kembali kepada bapak."
"Apa maksudmu?"
"Aku sudah terluka, aku akan pergi."
"Menemui Teguh?"
Putri menggeleng. Mana mungkin ia menemui Teguh? Biarlah Teguh menyelesaikan kuliahnya. Lagi pula Teguh sudah punya calon isteri.
"Kamu tau Putri, sesungguhnya aku tak ingin menceraikanmu," tiba2 timbul keberanian Galang untuk mengungkapkan isi hatinya.
Putri menatap Galang, tak percaya akan apa yang didengarnya.
"Apa maksudmu mas?"
"Kalau kamu tidak keberatan, aku ingin kamu tetap menjadi isteriku. Tapi aku ini miskin, tak punya apa2. Pasti berat bagimu menjalaninya."
"Aku ini perempuan yang ternoda," jawab Putri pelan.
Itu bukan penolakan, dan tiba2 timbul keberanian Galang untuk memeluknya. Dan itu dilakukannya, dan Putri juga tidak menolaknya. Galang merasa terbang dilangit ke duapuluh lima. Didekap erat perempuan teraniaya itu didadanya, yang kemudian terisak semakin keras. Baru kali itu ada dada bidang yang menumpu kesedihannya, yang sudah dipendamnya selama berbulan bulan. Putri merasa nyaman dan terlindungi.
Apakah laki2 ini yang pantas menjadi naungan bagi hidupnya?
"Putri, aku ingin berterus terang, aku mencintai kamu," bisik Galang ditelinga Putri.
Putri melepaskan pelukan itu, memandangi tak percaya.
"Aku perempuan ternoda," lirih sekali bibir tipis itu mengucapkannya, tapi Galang kemudian menutupinya dengan jari telunjuknya.
"Tapi aku akan berterus terang, aku miskin. Semua harta akan aku kembalikan pada pakde Broto. Semuanya, termasuk rumah ini, jadi jangan berharap kamu bisa menikmati hidup mewah. Itu kalau kamu masih mau menjadi isteriku. Kalau tidak.. aku akan mengantarmu pulang, akan aku bawa cinta ini tanpa dirimu."
Putri terdiam. Adakah pilihan lain selain tetap menjadi isteri Galang? Ia tak ingin pulang, ia juga tak ingin menemui Teguh, dan kalau Galang bersedia menjadi pelindung baginya, mengapa tidak? Memang dia tidak mencintai Galang, tapi siapa tau cinta itu bisa tumbuh suatu hari nanti.
"Aku tak akan menjamahmu sampai anak itu lahir, dan dia akan tetap menjadi anakku. Anak lelaki miskin ini yang hanya memiliki cinta."
Putri terpana. Adakah yang lebih baik dari janji laki2 yang akan tetap menjadi suaminya ini?
Dipandanginya Galang, mata basahnya berkedip kedip.
"Aku bersedia hidup miskin bersamamu."
Dan Galangpun kembali merengkuh Putri kedalam pelukannya.
***
Pagi itu pak Sapto sudah menemui pak Broto. Galang baru saja menelphone bahwa Putri akan tetap menjadi isterinya. Diutarakannya apa yang menjadi keinginan Galang dengan hati2.
Pak Broto terdiam. Ia memang merasa bersalah sekarang.
Bu Broto hanya terdiam, sungguh ia menyesali sikap suaminya yang tidak mau berterus terang sejak awal pembicaraannya dengan Galang.
"Ya Sapto, aku mengaku bersalah. Waktu itu aku hanya panik kalau aib itu sampai tersebar, dan takut Galang menolaknya setelah mengetahui bahwa Putri telah mengandung," kata pak Broto penuh penyesalan.
"Kalau mas Broto berterus terang, pasti Galang mau kok. Tapi semuanya sudah terlanjur. Hari ini juga Galang sudah mengirimkan surat2 perusahaan, surat rumah mobil dan uang yang sudah mas berikan. Uangnya ada direkeningku, nanti aku transfer ke rekeningmu mas."
"Jangan, tahan dia.. jangan boleh dia melakukannya. Aku akan minta ma'af," kata pak Broto menghiba. Hilang wajah garangnya yang setiap kali muncul ketika ia memerintahkan sesuatu.
"Sudah terlanjur dikirimkan mas dan Galang tak mungkin dihentikan. Aku tau sifat anak itu."
"Lalu bagaimana dengan Putri?" tanya bu Broto yang sejak tadi terdiam.
"Galang mengatakan bahwa Putri akan tetap menjadi isterinya."
"Apa? Akan dihidupi dengan apa anakku? Dia kan tidak punya apa2 lagi?" teriak pak Broto. Wajahnya kembali mengeras.
"Galang bilang, Putri bersedia menjalani kok."
"Tidak bisa, mana mungkin anakku hidup sengsara?"
Bu Broto pun bingung, tak tau harus berkata apa.
"Bu, sebetulnya ingin aku menelephone Galang, tapi lebih baik ketemu langsung saja. Ayo bu ..bersiaplah, kita ke Jakarta sekarang,"perintahnya pada sang isteri.
"Kamu juga ikut Sapto, aku akan memesan tiket sekarang."
***
Tapi setiba di Jakarta hanya simbok yang ada dirumah, sedang mengemasi baju2 Putri dimasukkannya kedalam koper.
"Apa yang akan kamu lakukan mbok?" tanya bu Broto melihat kesibukan simbok.
"Lha ini.. jeng Putri menyuruh berkemas karena akan pindah rumah bu,"jawab simbok polos.
Bu Broto memandangi pak Broto yang duduk dikursi tamu dengan wajah muram. Pak Sapto merasa bahwa tak akan ada gunanya mencegah keinginan Galang.
Simbok yang buru2 membuatkan teh untuk majikannya juga tak bisa mengatakan kemana mereka pergi.
"Coba kamu telephone anakmu Sap, kemana mereka," perintah pak Broto kepada pak Sapto.
"Tadi sudah, berkali kali, nggak diangkat."
"Cobalah lagi."
Untunglah kali ini diangkat.
"Hallo bapak.." jawab Galang dari seberang.
"Dimana kamu?"
"Tadi muter2 cari rumah kontrakan, tiba2 Putri muntah2. Ini kami sedang ada di sebuah klinik."
"Rumah kontrakan?"
"Iya pak, kan kami nggak lagi punya rumah sekarang."
Tiba2 pak Broto meminta ponsel pak Sapto.
"Hallo.. Galang, ini pakde."
Galang terkejut.
"Pakde?"
"Ya, dimana kamu? Ini kami ada di Jakarta."
"Pakde ada di Jakarta? Ini lagi ngantar Putri di klinil bersalin. Tadi Putri muntah2."
"Bawa dia pulang cepat. Kami akan membawanya pulang ke Solo.
***
besok.lagi ya
No comments:
Post a Comment