SEKEPING CINTA MENUNGGU PURNAMA 13
(Tien Kumalasari)
Putri tertegun. Begitu cepatnya Teguh mendapatkan calon isteri. Ada perih teriris dihati Putri. Bagaimanapun cinta itu masih mengendap dihatinya. Tak mungkin bisa hilang begitu saja. Dan mendengar bahwa Teguh memiliki calon isteri? Aduhai sakitnya. Begitu dangkal cinta Teguh terhadapku. Rintih Putri dalam hati. Dan tak terasa air matapun menetes membasahi pipinya. Pelan Putri mengelus perutnya..
"Ini adalah buah cinta yang tersesat.. tapi sangat sulit melupakanmu Teguh,"
Putri mengusap air matanya. Rasa sakit itu menumbuhkan kemarahan dan benci dihati Putri.
"Tidak, tak akan ada lagi air mata buat kamu Teguh, akan aku buang jauh2 bayang2mu," bisiknya lirih. Tapi tak urung menetes juga air mata yang kemudian membasahi pipinya.
***
Siang itu ketika Teguh pulang dari kuliah langsung menuju kekamarnya. Ponselnya tertinggal dikamar, khawatir ada pesan2 penting ia langsung membukanya. WA dari beberapa teman.. pinjam buku.. datang jam berapa.. hari minggu ada acara nggak... Teguh tersenyum sendiri membava WA terakhir.. maukah mengantarku kepesta ultah kerabatku.. hari ini aku nggak ke kampus karena lagi M. Mumet maksudnya.. hahaa.. Itu dari Retno. Gadis cantik yang satu tingkat dibawahnya. Siapa sih yang nggak suka sama Teguh? Dia ganteng, tubuhnya tinggi tegap, senyumnya menawan, baik hati kepada siapapun juga. Tapi mereka hanya berteman biasa karena Retno tau bahwa yang dicintai Teguh adalah Putri. Ia juga tau sa'at Teguh kehilangan Putri karena Teguh juga meceritakan semuanya pada Retno.
Dibalasnya WA Retno karena tadi nggak ketemu di kampus.
"Aku mau, jam berapa?"
Tak lama dia dapat balasan.
"Nanti aku kabarin."
Teguh tersenyum. Retno selalu bisa menghiburnya. Ia suka bercanda. Karena candaan itu setiap kali ada Retno ia sedikit bisa melupakan Putri.
"Waduuh.. pulang2 langsung WA nan," suara lantang menyebalkan itu melongok dipintu kamar Teguh.
Teguh mengibas kibaskan tangannya untuk memberi tanda bahwa ia menyuruhnya pergi. Naning, gadis itu cemberut.
"Makan siang sudah disiapkan ibu, ibu lagi kepasar, aku mau pulang dulu, sayangku," kata Naning lalu menutupkan pintunya. Teguh mengangkat bahunya dengan sebal. Tapi ia tak bisa membenci Naning. Naning itu lugu, kadang tak tau malu, tapi hatinya sangat baik. Ia membantu ibunya dengan rajin. Semua bisa dikerjakannya. Belanja, memasak, bersih2 rumah, dan membantu berjualan makanan. Tak pernah mengeluh. Satu yang membuay Teguh kesal, yaitu ia merasa bahwa dirinya adalah jodohnya.
Tiba2 pintu terkuak kembali dan kepala si centhil itu melongok lagi.
"Oh ya aku lupa, tadi ada yang menelpon kamu, aku yang mengangkatnya."
"Dari siapa?"
"Nggak tau, seorang petempuan, aku nggak nanya namanya."
"Kenapa nggak nanya?"
"Habis dia buru2 menutup ponselnya."
"Ngomong apa dia?"
"Cuma nanya Teguh ada, aku bilang kuliah, ponselnya ketinggalan. Trus dia nanya aku siapa, aku bilang bahwa aku calon isterimu."
Teguh terkejut.
"Kamu bilang begitu?"
"Ya.."
"Bodohh !! Lain kali jangan sekali2 kamu menyentuh ponselku!!" hardik Teguh marah. Dan Naning menutupkan lagi pintunya dengan keras, lalu pergi setengah berlari.
Teguh membuka ponselnya untuk melihat siapa yang menelpon. Jam 10.10' dari seseorang, tanpa nama. Teguh berdebar debar. Apakah Putri?
Lalu Teguh memutar nomor itu... ada jawaban operator.. nomor yang anda putar sedang dialihkan.. silahkan menunggu beberapa sa'at lagi.
Diulangnya memutar, jawabannya sama. Teguh menghela nafas panjang. Rasa rindu pada Putri kembali memenuhi dadanya. Ia merebahkan tubuhnya ke pembaringan dan mendekap ponselnya ke dadanya. Ia lupa mengganti pakaiannya dan mencuci kaki tangannya sepulang kuliah, seperti pesan ibunya yang selalu diingatnya. "Kalau pulang dari bepergian itu harus langsung cuci kaki tangan dan ganti bajumu dengan yang bersih."
Ia tertidur, mimpi bertemu Putri dan melepaskan kerinduan mereka disebuah taman penuh bunga.
***
Siang itu Galang baru ketemu ayahnya setelah makan siang. Pak Sapto sejak pagi pergi membezoek temannya yang sedang dirawat dirumah sakit.
"Sudah lama kamu datang le?" tanya pak Teguh begitu datang dan melihat anaknya duduk diteras. Pak Sapto memang hidup sendirian sejak isterinya meninggal beberapa tahun lalu. Karenanya rumah selalu terkunci apabila pak Sapto bepergian.
"Sudah dari pagi pak, malah sudah makan siang juga .. habisnya lapar."
"Walaah.. kok nggak tilpun bapak.."
"Galang menelpon berkali kali tapi nggak diangkat sama bapak."
Pak Sapto merogoh saku celananya dimana ia selalu menyimpan ponselnya setiap kali pergi.
"Waduh.. ponselku ketinggalan dirumah kayaknya. Sebentar bapak cari dikamar.
Pak Sapto masuk kedalam diikuti Galang, yang kemudian duduk di kursi didepan kamar ayahnya.
Pak Sapto keluar dari kamar sambil membawa ponselnya.
"Iya le.. panggilan tak terjawab banyak sekali. Ya.. begini ini namanya orang tua. Sering kelupaan tentang banyak hal."
Galang menunggu dengan gelisah. Ia ingin mengatakan sesuatu yang sebenarnya bertentangan dengan hatinya.
"Sebenarnya ada apa kamu pulang. Agak aneh pengantin baru pulang sendiri."
"Ya pak..."
Galang memandangi ayahnya yang tampak semakin tua. Apakah nanti ayahnya akan kecewa mendengar penjelasannya?
"Wajahmu tampak tidak bahagia, kok pengantin baru nggak tampak sumringah? Apa isterimu masih belum mau kamu dekati?" tanya pak Sapto sambil tersenyum.
Galang tak menjawab. Memang benar sih, tapi bukan itu masalahnya.
"Kamu harus sabar le, Putri itu masih sangat muda dan setelah dewasa ini kan kalian lama sekali nggak bergaul. Lha apa kamu lebih suka perempuan yang nyah nyoh.. langsung siap," pak Sapto masih ingin menggoda anaknya.
"Bapak...," akhirnya Galang yang tanpa senyum mendengar canda ayahnya ini buka suara.
"Ada apa to le?"
"Galang ingin mengembalikan harta dan semua yang telah diberikan pakde Broto."
Pak Sapto tercengang
***
besok lagi ya
No comments:
Post a Comment