Wednesday, August 28, 2019

SEKEPING CINTA MENUNGGU PURNAMA 41

SEKEPING CINTA MENUNGGU PURNAMA  41

(Tien Kumalasari)

Widi terkejut, ia tak menyangka pak Haris akan melakukan hal sejauh itu. Memeriksakan keperawanan? Gemetar seluruh tubuhnya.

"Galang, aku sudah mendengar semua penjelasan dari kamu, dan aku bisa menerimanya. Baiklah, apa yang akan aku lakukan selanjutnya akan aku pikirkan. Sekarang kamu boleh kembali keruangan kamu." kata pak Haris kepada Galang; 

Galang merasa lega bisa mengatakan semuanya, walau Widi masih menuduhnya melakukan hal yang tak pantas malam itu. Tadi pak Haris akan membawanya ke dokter, jadi akan terbuktikan semuanya nanti.

Galang beranjak dari kursinya.

"Terimakasih pak," katanya, kemudian ia melangkahkan kakinya keluar ruangan.

Widi masih terpekur dikursinya. Hatinya gundah bukan alang kepalang.

"Coba lihat ponsel kamu," kata pak Haris tiba-tiba.

Widi terkejut, Masa ia harus menyerahkan ponselnya? Bagaimana kalau pak Haris melihat rekaman itu? Tadi ia mengatakan tak ada rekaman apapun tentang kejadian malam itu. Ia sungguh malu kalau kelakuannya dilihat oleh om nya.

"Mana?!" hardik pak Haris sambil menadahkan tangannya kearah Widi.

"Tapi om."

"Cepaat!!"

Gemetar tangan Widi ketika merogoh ponsel didalam tasnya. Lama sekali ia memasukkan tangannya kedalam tas itu. Widi menyesal telah membawa tas tangannya keruangan pak Haris setelah pulang dari makan siang bersama Galang. Ia masih  terlihat mencari cari, dan tak sabar pak Haris berdiri, lalu mendekati Widi dan menarik tas itu dari pangkuan Widi.

"Biar aku bantu kamu mencarinya."

Widi benar-benar ketakutan. Telapak tangannya basah oleh keringat dingin yang mengalir.

Dan dengan mudah pak Haris mendapatkan ponsel itu didalam tas Widi.

"Begini gampang, kenapa lama sekali kamu mengambilnya.." gerutu pak Haris sambil membuka buka ponsel itu.

Widi bertambah menunduk. Sejak berada diruangan pak Haris ia merasa berkali kali dijatuhkan. kebohongan dalam dirinya. Semuanya terbuka dan ia tak bisa menyanggahnya. Sekarang.. ponsel itu.

"Ya Tuhan, Widi.. benarkah kamu ini keponakanku? Kamu ini benar-benar perempuan tak tau malu Widi.Kamu berbohong tak punya rekaman itu dan ternyata ada, dan ini menjijikkan." Keras dan berapi-api suara pak Haris sambil mengacungkan ponsel itu.

Widi kembali terisak..Ia hampir meloncat dari tempat duduknya ketika merdengar suara keras dihadapannya. Pak Haris membanting ponsel itu sehingga hancur berkeping keping.

"Kamu itu ya, pembohong, pendusta, tak tau malu dan menjijikkan!!"teriak pak Haris semakin keras.

"Aku tidak memaksamu menunjukkan ponsel itu begitu kamu mengatakan tidak ada rekaman di ponselmu, karena apa, karena ada Galang, dan aku masih ingin menjaga martabatmu yang aku kira masih ada sedikit tersisa. Sekarang, Galang sudah tak ada disini, dan aku memaksamu meminta ponsel itu, ternyata kamu bohong, ternyata aku melihat pemandangan menjijikkan yang kamu lakukan."

"Tapi dia..."

"Tidak, jangan bilang Galang melakukannya. Aku melihat Galang tak berdaya, tak sadar atau terlelap, tak bergerak ketika kamu melakukan rekaman itu, dan kamulah yang membuat seolah olah seperti terlihat Galang melakukannya. Itu akal-akalan kamu, kamu bohong bukan?"

Widi terisak, ia tersudut, dan sangat malu. Ingin ia pingsan disa'at itu juga sehingga tak merasakan apapun ketika pak Haris memaki-maki dirinya. Tapi tubuhnya masih kuat bertahan. Telinganya mendengar dan matanya melihat. Ketika diliriknya pak Haris, Widi melihat nyala api menyembur dari mata setengah tua yang sedang dibakar amarah itu. Widi kemudian menundukkan kepalanya.

"Kalau kamu berkeras mengatakan bahwa Galang memperkosa kamu, aku akan membawamu ke rumah sakit sekarang juga. Aku harus yakin bahwa kamu sudah tidak perawan. Dan satu lagi, sejak berapa lama kamu tidak perawan, jangan-jangan kamu sudah berkali kali melayani laki-laki."

Widi tetap menunduk. Kali ini ia tak kuasa lagi mengangkat kepalanya. Semua upaya untuk menjerat Galang ternyata gagal. 

"Bagaimana? Katakan apakah Galang menodai kamu?"

Widi tak mampu mengatakan apapun. Om Harisnya bukan orang bodoh yang mudah ditipunya. Ia tak berani lagi berbohong.

"Tidak bukan? Baiklah, sekarang satu lagi. Benarkah kamu meracuni Galang?"

"Ti..tidak om....tidaak.."

"Tidak? Kamu sangat pintar berbohong, jadi aku tidak begitu gampang mempercayai kamu. Oke, botol dan air sisa yang tadi diminum Galang sedang diperiksa di laborat. "

"Tapi itu kan belum tentu kalau saya yang memberikan."

"Ya, tapi kata Galang botolnya itu botol air minum yang biasa kamu minum. Tapi baiklah, Galang akan melaporkan semuanya pada polisi, dan polisi pasti lebih ahli dalam mencermati suatu masalah. Resikonya.... kalau kamu terbukti salah maka kamu akan dipenjara. Lihat ini..."

Tiba-tiba pak Harus mengeluarkan sebuah botol putih dari dalam tas Widi. Widi terkejut bukan alang kepalang. Sejak tadi memang tasnya ada ditangan pak Haris.

"Botol ini isinya apa?"

"Oh.. it..itu.. obat pusing ... punya saya om."

"Okey, obat pusing ya, aku akan menyimpannya. Besok kan kata Galang hasil pemeriksaan dari laborat itu sudah selesai, dan akan diketahui kandungannya apa, atau tidak ada apa-apa nya yang berbahaya dari dalam air itu. Nanti....kalau kandungannya adalah sama dengan obat didalam botol ini, kamu akan berkata apa?"

Kali itu Widi benar-benar ingin mengambil sebilah pisau yang akan dihunjamkannya kedadanya. Tapi tak ada pisau disana. Tubuh Widi lemas, tak bertenaga. Kalau saja ia sedang berdiri maka pasti ia akan jatuh terkulai kelantai. 

"Jawab Widi !!

Widi hanya menggeleng geleng.. tak mampu mengucapkan sepatah katapun.

Pak Haris menatap keponakannya. Ada rasa iba melihat keadaan Widi, tapi ia sungguh marah mengetahui segala kebusukannya.

"Baiklah, sekarang tanpa menunggu pemeriksaan laborat, tanpa menunggu polisi akan menyeret kamu dan kemudian memenjarakanmu, semuanya sudah terjawab. Kesalahan kamu adalah, satu, kamu korupsi. Dua, kamu berbohong. Tiga kamu melakukan tindakan kriminal dengan meracuni orang. Empat, kamu sebagai perempuan sungguh tak tau malu, dan menjijikkan !!"

"Sa'at ini juga kamu aku pecat. Dan pulanglah ke Semarang. Jangan lagi menampakkan mukamu ke hadapanku.!!~

Dan kata-kata itu terucap bagai gelegar guntur disiang bolong, menjatuhkannya kelobang kehinaan yang telah digalinya sendiri.

***

 Pagi harinya, ketika Galang sudah sampai diruangan kantornya, ia tak melihat Widi. Bahkan sampai satu jam kemudian tak tampak bayangan Widi dikantornya. Galang tak perduli. Beberapa hari ini kepalanya sering terasa pusing, yang kemudian berkurang setelah ia bisa tertidur. Ia ingin memeriksakannya ke dokter setelah keadaan menjadi tenang. Ia merasa belum menyelesaikan persoalannya dengan pak Haris, karena Widi masih menuduhnya telah menodainya. Dan Widi juga masih menolak tuduhan telah meracuninya. Galang sedang mencari cari obat gosok dilaci mejanya  ketika Raharjo muncul dihadapannya.

"Aku sudah mengambil hasil lab nya mas, ini, memang mengandung obat yang bisa membuat orang terbius."

"Terimakasih Jo, aku akan membawanya kehadapan pak Haris sekarang, lalu akan melaporkannya pada polisi."

"Silahkan mas, aku mau langsung keruanganku, karena tadi aku cuma minta ijin untuk terlambat datang, habis aku harus segera mengambil hasil labnya."

"Baiklah Jo, terimakasih banyak, aku akan menghadap pak Haris sekarang."

***

Tapi siang itu pak Haris menerimanya dengan sangat ramah. Wajahnya yang keras dan matanya yang tampak garang tak tampak lagi disana. Mata itu begitu teduh dan itulah sesungguhnya pak Haris yang biasa dilihatnya sehari hari.

"Selamat siang," sapa Galang hati-hati.

"Siang, duduklah Lang."

"Saya ingin menyerahkan hasil lab yang sudah jadi," kata Galang sambil mengangsurkan kertas hasil lab itu kehadapan pak Haris.

"Ya, terimakasih Lang. Tapi saya kira ini semua tak usah dipermasalahkan ya," kata pak Haris yang belum dimengerti artinya oleh Galang.

"Maksudku begini. Okey, masalah uang  itu saya anggap sudah selesai. Aku sudah tau uangnya dikorupsi oleh Widi. Dan hampir saja kamu terlibat didalamnya. Aku mempercayai kamu Lang."

"Terimakasih banyak pak," jawab Galang senang.

"Lalu permasalahan pribadi kamu sama Widi, aku sudah tau duduk persoalannya. Aku sudah tau kalau Widi mengecoh kamu dengan obat tidur, lalu sa'at kamu tak sadar dia telah melakukan hal-hal yang sangat memalukan."

"Widi mengakuinya?"

"Aku melihat rekaman yang dibuatnya."

"Rekaman?"

"Sesungguhnya dia memang merekamnya, tapi dia malu kalau aku sampai melihatnya. Tapi aku tidak percaya. Aku memaksa melihat ponselnya dan melihat semuanya."

Galang menarik nafas panjang. Ia sendiri belum pernah melihat rekaman itu. Apa sebenarnya yang telah Widi lakukan dalam keadaan dirinya tak sadar?

"Kamu jangan khawatir, rekaman itu sudah aku hancurkan. Tidak ada tanda-tanda perkosaaan."

Galang bernafas lega.

"Dan memang dia yang meracuni kamu. Semuanya sudah terungkap. Dengan caraku."

Galang benar-benar lega.

"Untuk semua itu, aku minta ma'af," dan dengan tak disangka, pak Haris berdiri dan menyalami Galang dengan hangat. Galangpun segera berdiri,lalu pak Haris menepuk nepuk pundak Galang.

"Mulai hari ini Widi sudah aku pecat. Ia sudah mengakui semua perbuatannya," kata pak Haris sambil kembali duduk dikursinya. Tapi Galang sudah menduganya.

"Apa kamu tetap akan melaporkannya pada polisi?"

Tiba-tiba Galang jadi ragu-ragu. Sesungguhnya ia bukan orang jahat. Kalau ia tadinya ingin melaporkannya pada polisi, itu karena Widi sellu memojokkannya. Bahkan pernah mengatakan... BAGAIMANA KALAU AKU HAMIL? Ya Tuhan, Galang bersyukur semuanya sudah lewat. Tidak, ia tak akan melaporkannya pada polisi, karena menurut pak Haris Widi sudah mengakui semua perbuatannya.

"Bagaimana Galang? Kalau kamu mau melapor ya silahkan saja, itu kan hak kamu,"

"Tidak pak, kalau Widi sudah mengakui semua perbuatannya, saya tidak akan membawanya ke jalur hukum. Saya senang semuanya sudah selesai."

"Baiklah, sekali lagi aku minta ma'af."

"Tidak apa-apa pak, bapak tidak bersalah."

"Dengar Galang, akan ada perombakan status pegawai staf yang ada di perusahaan ini. Kamu akan menggantikan Widi menjadi manager keuangan."

Galang terkejut.

"Saya masih baru pak, saya harus banyak belajar."

"Kamu sudah banyak belajar dan kamu akan menjalankan kewajianmu mulai bulan depan. Kamu akan berdampingan dengan Raharjo sebagai manager pemasaran."

Galang tak mampu menjawab apapun. Ia tak menyangka akan mendapat kedudukan setara dengan kedudukan Widi. Penguasa keuangan diseluruh kantor pusat dan anak cabang berusahaan besar ini.

"Kembalilah ke ruanganmu."

Galang berdiri dengan perasaan tak menentu, tapi sebelum melangkah keluar pak Haris kembali memanggilnya.

"Galang, dua bulan lagi perusahaan ini akan merayakan ulang tahun berdirinya. Dan seperti biasa, akan ada pesta untuk semua anak buahku. Dengar, aku ingin ada pertunjukan menari yang ditarikan oleh anak buahku, tari Jawa Lang."

"Bagus pak."

"Aku dengar Raharjo pintar menari, coba pikirkan, siapa yang kira-kira bisa menjadi pasangan penarinya."

***

besok lagi ya

m


















No comments:

Post a Comment

M E L A T I 45

  M E L A T I    45 (Tien Kumalasari)   Melati merasa gelisah. Dia tahu, Nurin bersikap baik kepadanya, tapi ia mengkhawatirkan sikap ibunya...