Monday, August 26, 2019

SEKEPING CINTA MENUNGGU PURNAMA 39

SEKEPING CINTA MENUNGGU PURNAMA  39

(Tien Kualasari)

Galang merasa kesal, ia ingin merebutnya dari Widi. Entah mengapa sikap itu justru membuat Widi curiga.Galang merasa takut kehilangan botol itu, karenanya sangat khawatir kalau Wdi membuangnya. Namun sikapnya membuat Widi bertanya-tanya.

"Apa sebetulnya ini?"

"Itu air keras! Tau? Awas kalau terkena tanganmu sedikit saja bisa meleleh daging dan tulangmu," ancam Galang melebih-lebihkan. Dan itu berhasil. Widi segera meletakkan kembali botol itu dimeja. Galang merasa lega, lalu memasukkannya kembali kedalam plastik dan disimpannya didalam almari mejanya.

"Untuk apa kamu membawa bawa air keras?"

"Untuk menyiram kamu kalau kamu berani mendekati aku," jawab Galang sekenanya.

"Iih, jahat banget kamu. Bohong kan? Mana mungkin air keras dimasukkan dalam botol plastik."

"Suka-suka aku lah."

Galang mengambil ponselnya, ia menulis WA untuk Raharjo. Maksudnya supaya Raharjo datang dan membawa botol itu, supaya tidak menjadi bahan pertanyaan bagi Widi.

"Aku mau keruang om Haris dulu, membetulkan laporanku. Sekarang selisih itu sudah tidak ada lagi. Terimakasih Galang," kata Widi sambil berusaha mencium Galang, tapi Galang menghindar sehingga Widi hampir jatuh terjerembab kedepan.

"Kamu benar-benar jahat Galang. Kamu sudaah melakukannya lebih dari ini."

"Diam Widi ! Hentikan bicara kacau itu."

"Benar kan?Dan ingat Galang, bagaimana kalau nanti ternyata aku hamil?" kata Widi sambil mengambil map dari mejanya, lalu keluar dari ruangan.

Galang berdebar-debar. Hamil? Benarkah itu bisa terjadi? Tidak, Galang tak percaya. 

Ketika kemudian Raharjo muncul, Galang merasa senang.

"Ada apa mas?"

"Tolong Jo, bawa botol ini keruangan kamu saja, nanti pas istirahat aku akan membawanya ke laborat."

"Oh ya, nggak apa-apa, apa dia mencurigai botol ini?"

"Mungkin karena aku sangat melarangnya ketika dia mau mengambilnya, lalu dia jadi curiga. Sekarang tolong bawa saja dulu."

"Nanti aku akan mengantar mas Galang. Alamat laborat itu aku sudah tau mas."

"Syukurlah Jo, ini.. bawa saja dulu."

"Kemana dia?" tanya Raharjo.

"Lagi menghadap pak Haris. Aku akan segera membeberkan semuanya Jo, aku sudah menandatangani nota palsu, itu bukan kemauanku."

"Ya ampun mas, dia itu benar=benar jahat," kata Raharjo sambil mengambil botol itu.

"Semua harus segera diakhiri. aku tak tahan lagi."

"Sabar mas, setelah hasil dari laborat keluar,  terserah mas Galang mau melakukan apa. Sekarang ini kan mas Galang nggak takut akan ancaman dia ? Oh ya, bagaimana semalam?"

"Waduh Jo, sampai lupa cerita. Ya itu, setelah aku mengatakan semuanya, tampaknya dia langsung shock. Dia dibakar cemburu dan bertindak diluar akal sehatnya. Tapi sekarang dia sudah tenang Jo, syukurlah."

"Aku ikut senang mas, sebuah masalah sudah terlepaskan ikatannya, sekarang mas Galang nggak perlu takut lagi akan ancamannya, justru harus bisa membongkar semua kejahatannya."

"Baiklah Jo, semoga semuanya baik-baik saja..

"Sekarang saya kembali keruangan saya ya mas, nani kalau mbak Widi tau pasti akan lebih curiga lagi.

"Baiklah, terimakasih ya Jo.:

***

Untunglah Raharjo sudah keluar karena Widi hanya sebentar meninggalkan ruangannya.

"Om Haris sedang ada tamu, laporan tertunda. Tapi berkas sudah aku tinggalkan dimejanya." kata Widi tapi Galang tak mengtakan apa-apa, ia sibuk dengan pekerjaannya. Sebenarnya ia ingin membatalkan kesepakatannya dengan Widi tentang nota itu, tapi diurungkannya. Ia harus menemukan bukti kuat untuk melakukan semua itu. Widi harus diberi pelajaran. 

"Galang, nanti temani aku makan siang ya?" tiba-tiba Widi memecahkan kesunyian yang beberapa sa'at lamanya mencekam di ruangan itu.

"Ma'af, aku sudah janjian untuk makan bersama Raharjo."

"Oh, kalau begitu kita makan bersama-sama saja," kata Widi nekat.

"Apa?"

"Kita bisa makan bersama, mungkin Raharjo juga akan mengajak Retno, jadi boleh dong bersama aku juga."

"Tidak, hanya aku sama Raharjo saja," kata Galang tandas. Bukankah ia dan Raharjo juga akan ke laborat demi air minum itu?

"Memangnya kenapa sih, cuma makan aja kan bisa beramai-ramai?"

"Nggak sama, selera kita berbeda, aku sama Raharjo cuma mau makan diwarung murahan, nggak level kan buat kamu?"

"Nggak apa-apa, aku juga mau kok.. "

"Nggak usah, aku yang nggak mau." Galang juga nekat.

"Galang, sombong amat, aku ingin kita makan ramai-ramai.. nanti boleh ajak Retno juga, aku yang traktir."

Tanpa menunggu jawaban Galang, Widi sudah memanggil Retno dan Raharjo, mengajak makan bersama sa'at istirahat nanti. Ia yakin akhirnya pasti Galang akan menuruti kemauannya.

"Kamu apa-apaan sih?" Galang merasa kesal, ia bingung bagaimana caranya pergi ke laborat kalau ada Widi bersama mereka.

"Mereka juga mau kok, siapa sih yang nggak suka kalau ada yang mau traktir makan?" kata Widi penuh kemenangan. Galang terdiam.Kemudian ia  mengirimkan pesan melalui WA kepada Raharjo.

"Bagaimana ini, dia mau ikut makan bersama kita, dan nekat, dan mengajak Retno juga," pesan Galang di WA nya.

"Tidak apa-apa mas, tenang saja, nanti aku yang atur." jawab Raharjo dengan WA juga.

Galang tak tau, apa rencana Raharjo, tapi mengetahui Raharjo akan mengatur semuanya, dia merasa sedikit tenang. Raharjo itu pintar, punya banyak cara untuk menyelesaikan masalah, tidak seperti dirinya yang suka bingung dan kehabisan akal.

Mereka kemudian diam membisu, dan Widi mengira Galang menurut karena takut akan ancamannya. Widi senang, ia punya angan-angan.. ia bermaksud mengajak Galang untuk pergi kesuatu tempat, yang sepi.. yang hanya mereka berdua disana, dan apakah Galang bisa menlaknya seandainya ia masih memegang rekaman itu? Widi tersenyum senyum sendiri, merasa bahwa ia telah berhasil menguasai Galang sepenuhnya. Mana berani Galang menentang kalau dia sudah mengeluarkan senjatanya? Galang pasti takut kalau isterinya mengetahui peristiwa itu. Sendainya Widi tau....

Tiba-tiba Galang teringat kata-kata Widi tadi... KALAU AKU HAMIL, BAGAIMANA? Gila.. kata-kata itu sangat megganggunya. Galang ingin segera menyelesaikan masalah ini dan keluar darinya.

Ketika waktu istirahat tiba, Widi sudah mengontak Raharjo daan Retno. Mereka segera masuk keruangan Widi yang dengan gembira menyambutnya. 

"Bagus, sekarang sudah kumpul semuanya, ayo kita beraangkat, mau makan dimana?" tanya Widi ramah. 

"Terserah mbak Widi saja, kan mbak Widi yang mau mentraktir." jawab Raharjo sambil mengedipkan sebelah matanya kearah Galang. 

"Okey, ayo berangkata sekarang. Galang, kok kelihatannya ogah-ogahan begitu, o.. mau digandeng sama aku?" Widi berjalan kearah meja Galang dan menarik tangannya. Galang mengibaskannya dan berdiri kemudian mengikuti Raharjo yang sudah menuju kepintu.

"Galang, iih.. " teriak Widi kesal.

***

Mereka makan disebuah rumah makan mewah. Tak ada yang protes karena Widi bilang dialah yang akan mentraktirnya.

"Beruntung kita bisa makan enak siang ini. Terimakasih mbak Widi," kata Raharjo sambil tersenyum.

"Tapi kenapa kamu hanya memesan minum dan makan hanya sepiring salad?"

"Sudah kenyang mbak, lagian ini aku mau pamit sebentar, ada urusan." kata Raharjo yang tiba-tiba berdiri. Ia melirik kearah Galang yang memandanginya penuh tanda tanya.

"Lho, mau kemana Jo?Kok nggak sama Retno?" tanya Widi.

"Ada perlu mbak, nanti aku titip Retno sekalian dibawa kembali ke kantor, aku mau langsung saja."

Galang memndangi Raharjo masih penuh tanda tanya. Tapi ia tak mengatakan apapun. Ia dan Retno melanjutkan makan.

Ketika kemudian ada kiriman WA, Galang membacanya, dari Raharjo.

"Tenang mas, aku sudah menyimpan botol itu di mobil Retno, sekarang aku akan membawanya ke laborat." pesan di WA itu.

Galang tersenyum. Jadi ini rencana Raharjo? Mau tak mau ia harus berterimakasih pada sahabatnya itu.

"Dari siapa, kok senyum-senyum?" tanya Widi yang merasa curiga.

"Dari isteriku lah, ia kan selalu menanyakan apakah aku sudah makan atau belum?" jawab Galang berbohong. Dilihatnya Widi mencibirkan bibirnya, tapi Galang tak perduli.

"Oh ya Galang, besok Minggu aku mau ajak kalian ke Puncak." kata Widi tiba-tiba

"Apa? Acara apa?" tanya Retno.

"Cuma refreshing, capek. Habis gajihan tuh, tapi jangan khawatir, semua aku yang bayar. Hotel, makan, rekreasi kemanapun.. aku semua, kan aku yang ngajak.Cuma kita berempat, aku, Galang, Retno dan Raharjo. Raharjo pasti senang, bisa berduaan dalam suasana yang tenang, melihat pemandangan indah, hm... bukankah kalian pacaran?"

 "Aaap..apa?" tanya Retno gugup. Baru sekali ini ada orang mengatakannya pacaran sama Raharjo. Tiba-tiba Retno berdebar debar.

 "Retno, aku lihat kamu itu cocog sama Raharjo. Dia gagah, tampan, hm.. suka punya sepupu seperti dia."

 Wajah Retno memerah, untung Raharjo nggak ada. Kalau ada pasti ia akan merasa sangat malu. Retno mencoba bertanya pada hatinya, sukakah ia sama Raharjo? Srjak kuliah dulu mereka sangat dekat, tapi tak pernah mengucapkan kata saling cinta. Perasaan Retno terhalang oleh cinta Raharjo atau Teguh kepada Putri, yang sampai sekarang belum diketahui dimana keberadaannya. Itu benar, selama Raharjo masih mencintai Putri, Retno akan memendam perasaan hatinya, yang belum dia sadari, apakah ia suka, apakah cinta, atau hanya bersahabat biasa. Ia tak perduli, ia sudah merasa senang bisa selalu berdekatan dengan Raharjo, saling menjaga dan memperhatikan.

"Aku nggak ikut." tiba-tiba kata Galang membuyarkan lamunan Retno.

"Galang, kenapa?" kata Widi sambil memandang tajam kearah Galang. Galang melihat mata itu penuh ancaman, Galang tau kemana arahnya, tapi sekarang Galang tidak takut. Isterinya sudah tau semuanya, apa yang ditakutinya?

"Nggak ingin ikut saja, aku mau jalan-jalan sama isteri dan anakku." kata Galang sambil menyendok makanannya.

"Galang, ini salah satu acara kantor juga, refreshing diawal Minggu, jadi kamu harus ikut, kata Widi sambil menandaskan kata harus. Dalam hati Widi berencana akan mengadakan acara itu disetiap awal Minggu, agar banyak kesempatan berdua sama Galang, dan ia tak harus memaksanya dengan kata-kata karena merasa punya senjata.

"Tapi aku nggak mau," tandas kata Galang.

"Galang," Widi menatap tajam kearah Galang. Galang terus menikmati makanannya.

"Baiklah, aku akan menelpon isterimu, barapa nomornya? Ia pasti akan memberi ijin suaminya untuk pergi bersamaku."

Galang sudah menyendok suapan terakhirnya, lalu meneguk minumannya dengan nikmat.

"Terimakasih telah mentraktir makanan lezat ini," kata Galang sambil mengusap mulutnya dengan selembar tissue.

"Galang..." 

Widi heran Galang tak perduli akan ucapannya.Apa karena merasa bahwa Widi tak punya nomor ponselnya Putri?

"Baiklah, kalau nggak bisa menelpon, aku kerumah saja." kata Widi lagi sambil tak pernah melepaskan pandangannya kearah Galang.

"Sudah lama kita disini, sa'atnya kembali ke kantor, yuk, ajak Galang tanpa memperdulikan kata-kata Widi. Widi sangat heran melihat Galang tampak tenang.

Ia ingin mengatakan sesuatu ketika tiba-tiba ponselnya kembali berdering. Dari pak Haris.Tapi suaranya tampak tak bersahabat.

"Widi ! Kamu dimana?"

"Lagi makan om, diluar."

"Kembali ke kantor, cepat !! Nggak beres ini. "

"Ada apa om?"

"Kamu nggak beres! Kamu membuat laporan palsu!!"

"Palsu bagaimana om?"

"Ada nota keluar untuk Yayasan Putra Bakti. Aku sebelum itu sudah menyumbang dana untuk mereka sebanyak 20 juta!! Mana mungkin kamu membayarnya lagi 10 juta?"

Wajah Widi pucat pasi.

"Kembali kekantor sekarang dan menghadap aku!!"

***

besok lagi ya

No comments:

Post a Comment

M E L A T I 45

  M E L A T I    45 (Tien Kumalasari)   Melati merasa gelisah. Dia tahu, Nurin bersikap baik kepadanya, tapi ia mengkhawatirkan sikap ibunya...