Monday, August 26, 2019

SEKEPING CINTA MENUNGGU PURNAMA 38

SEKEPING CINTA MENUNGGU PURNAMA  38

(Tien Kumalasari)

 

Retno berdebar-debar, apakah ia menabraknya? Matikah? Beberapa sa'at kemudian orang -orang yang semula merubungi samping mobilnya telah buyar.  Raharjo mencari-cari, dimanakah perempuan yang tadi terjatuh didepan mobil? Hari telah gelap, dan suasana remang tak membuat matanya bisa jelas melihat perempuan itu.

"Bagaimana Jo?" tanya Retno ketikaa melihat Raharjo kembali menaiki mobil disampingnya.

"Sudah pergi, tadi hanya terjatuh, lalu kemudian lari pergi, itu kata orang-orang yang tadi berkerumun disitu.

"Mobilku tidak menabraknya?" masih berdebar jantung Retno.

"Hampir, dia terjatuh disamping mobil. Tapi kemudian  sudah pergi, berarti tidak terluka."

"Syukurlah, aduh Jo, tolong bawa mobilnya ya," kata Retno yang kemudian turun lalu berpindah kesamping kemudi, sementara Raharjo menggeser tubuhnya ketempat  duduk didepan kemudi.

"Kita jadi kerumah mas Galang?" tanya Raharjo.

"Ya jadi, katanya kamu pengin kenalan sama bu Galang."

"Bukan aku, mas Galang yang ingin kita kerumahnya."

Tiba-tiba dilihatnyaseorang laki-laki  menyeberang, tampak mencari-cari. Raharjo seperti mengenali laki-laki itu. Tapi merasa aneh melihat pakaian yang dikenakannya.

"Itu mas Galang?"

"Lho, kenapa berpakaian seperti itu? Bukan ah," sanggah Retno

"Iya... sebentar." kata Raharjo sambil melompat turun dan tiba-tiba sudah menghadang dihadapan laki-laki itu.

"Mas Galang?"

"Jo?"

"Kenapa mas Galang ini? Apa yang sedang mas Galang lakukan?"

"Aku mencari isteriku Jo, dia lari dari rumah." jawab Galang sambil kepalanya melongok kesana kemari.

"Lho.. lari? Ayo naiklah dulu ke mobil mas, bicara didalam," kata Raharjo sambil menarik tangan Galang diajaknya masuk kemubilnya.

"Mas Galang?" tanya Retno heran.

Galang tampak gelisah.

"Isteriku lari keluar rumah, setelah aku mengatakan semuanya. Tentang Widi, aku mengejarnya sampai nggak sadar berpakaian seperti ini," keluh Galamg.

"Ya ampun mas, mari kita cari, "

"Mas, jangan-jangan perempuan yang tadi hampir tertabrak mobilku..." celetuk Retno tiba-tiba.

"Apaa??" pekik Galang terkejut.

"Ia menyeberang tiba-tiba, hampir tertabrak, ia terjatuh disamping mobil, tapi ketika aku turun dia sudah pergi. Kata orang-orang kesebelah sana," kata Raharjo sambil menunjuk ke satu arah.

 "Cepat Jo, ayo kita cari," kata Retno.

Raharjo menjalankan mobilnya pelan, sambil menoleh kesana kemari. Galang mengamati orang demi orang yang terlewati dengan seksama.

 "Sebenarnya kami mau kerumah mas Galang tadi," kata Retno.

***

Simbok menidurkan Adhita yang telah pulas, pikirannya kacau melihat kedua momongannya bersikap seperti itu. Biasanya sangat rukun, mesra, manis.. kok tiba-tiba seperti itu. Jelas mereka sedang bertengkar. Lalu karena apa? Seribu satu pertanyaan berkecamuk di kepala simbok. Ia berjalan keteras, menunggu dengan hati khawatir.

"Ada apa, jeng Putri dan suaminya..." keluh simbok lirih. Kemudian mulutnya berkomat kamit, sepertinya simbok berdo'a untuk keselamatan kedua momongannya.

Tiba-tiba dilihatnya bayangan memasuki pintu pagar. Simbok mengamatinya dengan seksama karena hari sudah malam dan lampu didepan tak begitu menyala terang.

"Ya ampun, jeng Putri," teriak simbok, yang kemudian merangkul Putri, diajaknya masuk kedalam. Putri langsung masuk kekamarnya dan berbaring dengan mendekap guling. Dilihatnya Adhitama terlelap tidur, dielusnya pipinya lembut, sementara simbok berlari kebelakang untuk mengambilkan minum bagi Putri.

"Sayang, haruskah ibu mempercayai bapakmu? Ibu membayangkan yang tidak-tidak, sakit hati ibu nak," lalu meneteslah air mata Putri, Adhitama merengek karena terganggu tidunnya, ia membuka matanya sebentar, kemudian Putri menepuk nepuk pahanya dan Adhit kembali terlelap.

"Jeng, ini minum dulu," kata simbok sambil membawa segelas air putih.

Putri bangkit sambil mengusap air matanya.

"Ada apa ta jeng, selama ini kan baik-baik saja, simbok senang melihat jeng Putri dan pak Galang sangat mesra, saling mengasihi, lha tadi kenapa kok tiba-tiba seperti itu?"

Putri diam, lalu meneguk air yang diulurkan simbok.

"Dengar ya jeng, perempuan... seorang isteri.. tidak pantas meninggalkan rumah dengan amarah. Kata orang-orang tua, itu saru. Kalau ada masalah ya diselesaikan dirumah. Coba apa yang dikatakan orang ketika melihat suami isteri berkejaran diluar sana, dijalanan, apa nggak memalukan?"

"Mana mas Galang?"

"Lha tadi mengejar jeng Putri, cuma pakai celana pendek, nggak karuan wajahnya, sampai sekarang belum kembali."

"mBok, tolong telepone mas Galang, bilang kalau aku sudah dirumah," kata Putri penuh sesal. Ia sedang terbakar cemburuwaktu itu dan tak bisa mengendalikan diri. Sekarang mendengar suaminya mengejar hanya dengan celana pendek, Putri sangat sedih. Apa kata orang kalau melihat suaminya berpakaian seperti itu. Ia membayangkan suaminya berlari-lari sambil memanggil-manggil namanya. 

"Tolong mbok," rintih Putri sambil kembali menangis.

"Lha wong pak Galang tidak membawa ponsel..."

"Ya Tuhan, aku telah berdosa membuat suamiku seperti itu. Aku akan mencarinya mbok," kata Putri sambil berdiri.

"Lha mau mencari kemana? Malah nanti saling mencari, jadi bingung semua."

"Aku harus bagaimana mbok?" Putri kembali terduduk ditepi ranjang.

"Lebih baik ditunggu saja dirumah, nanti kalau pak Galang mencari tidak ketemu juga pasti akan pulang kerumah."

"Ya Tuhan, kembalikan suamiku..." keluh Putri lalu kembali menangis.

Simbok menuju ke teras, ia seorang pembantu yang santun, walau tau kedua momongannya sedang ada masalah, ia tak ingin bertanyaa apa sebabnya. Ia hanyalah seorang abdi, yang sangat erat menjaga kesantunannya, tak berhak terjun kedalam masalah majikannya.

Hari telah malam, ia tau jeng Putrinya pasti masih tenggelam dalam tangisannya, tapi simbok tetap menunggu diteras, dan berdo'a agar momonganny segera pulang.

Hampir tengah malam katika sebuah mobil berhenti didepan pagar. Simbok bangkit dari duduknya dengan harap-harap cemas.

Memang benar, Galang turun dari mobil, disambut simbok.

"Jeng Putri sudah dikamar, menunggu pak Galang," kata simbok.

Galang hampir melonjak kegirangan. Ia membalikkan tubuhnya menuju kearah mobil yang masih menunggunya didepan pagar.

"Dia sudah ada dirumah Jo," kata Galang.

"Syukurlah mas, ma'af ini sudah malam, saya sama Retno pamit dulu ya," kata Raharjo.

"Terimakasih banyak Jo, dan ma'af juga sudah merepotkan kalian."

"Nggak apa-apa, senang mendengar bu Galang sudah kembali. Semoga permasalahan segera selesai ya mas.," kata Raharjo sambil menstarter mobilnya.

Galang melambaikan tangannya ketika mobil itu menjauh.

***

Simbok menyambut Galang dengan secangkir teh hangat, yang segera diteguknya habis.

"Terimakasih mbok," kata Galang sambil mengulurkan cawan yang telah kosong, lalu ia melangkah kekamar dengan hati-hati.

Dilihatnya isterinya terbaring diranjang, membelakanginya. Perlahan ditariknya tangan Putri sehingga tidur tertelentang. Matanya sembab karena terlalu lama menangis, dan kini air mata itu kembali meleleh begitu melihat suaminya. Galang mendekapnya, Membuatnya duduk dan merangkulnya erat.

"Putri, jangan lakukan lagi, aku bisa mati karena kehilanganmu," bisik Galang.

Putri merebahkan kepalanya dipundak galang, kembali menangis disana. Galang merasa lega, karena sikap Putri ini menunjukkan bahwa amarahnya telah mereda.

"Percaya padaku Putri, aku tak mungkin melakukan hal buruk itu."

"Ma'af mas, aku dibakar cemburu dan lupa segalanya. Aku takut kehilangan mas."

"Sayang, kamu tak akan kehilangan aku, aku juga tak ingin kehilangan kamu."

Biarkan malam semakin larut, dan biarkan cinta saling bertaut. 

 ***

Walau hampir semalaman tak tidur, tapi Galang bangun bersemangat. Ia sudah siap berangkat kekantor.

"Putri, tolong berikan botol berisi air itu."

"Mas akan membawanya sekarang?"

"Aku akan ke laboratorium untuk memeriksakan kandungan apa yang ada didalam cairan itu."

Putri masuk kedalam kamar dan mengambilkan botol yang diminta suaminya.

"Terimakasih sayang. Semoga aku bisa menemukan buktinya dan menyeretnya ke pengadilan."

Galang memandangi wajah isterinya yang tampak sembab, tapi mata itu bersinar cerah, tak tahan Galang mengecup pipi isterinya, kemudian juga bibirnya. Putri mendorongnya pelan sambil tersenyum.

"Ada simbok," bisiknya.

Galang juga tersenyum senang, lalu dikecupnya pipi Adhitama.

"Jaga ibu ya nak," selalu kata itu yang diucapkannya pada anaknya setiap hendak pergi.

Galang menuju mobilnya dengan membawa tas plastik berisi botol. Ia akan kekantor dulu, kemudian baru akan ke laboratorium. Ia perlu mencari dulu alamat laborat yang bisa membantunya.

***

Ketika tiba dikantor, dilihatnya Widi sudah duduk dikursinya.

"Hai sayang, bangun kesiangan ya?"

"Ma'af, jalanan macet," jawab Galang singkat.

 "Bawa apa itu?" kata Widi sambil mendekati meja Galang.

Galang meletakkan bungkusan botol itu dimeja.

"Apa ini?" Widi begitu saja mengambil bungkusan plastik itu dan mengeluarkan isinya.

"Jangaaan," sergah Galang.

"Kamu bawa bekal minum dari rumah?" kata Widi tanpa melepaskan botol itu.

"Berikaaan, lancang kamu buka2 bungkusan orang," kata Galang sewot.

"Cuma begini saja kok marah, ada apa dengan botol ini?"

***

besok lagi ya

No comments:

Post a Comment

M E L A T I 45

  M E L A T I    45 (Tien Kumalasari)   Melati merasa gelisah. Dia tahu, Nurin bersikap baik kepadanya, tapi ia mengkhawatirkan sikap ibunya...