Saturday, August 24, 2019

SEKEPING CINTA MENUNGGU PURNAMA 37

SEKEPING CINTA MENUNGGU PURNAMA  37

(Tien Kumalasari)

Widi berjalan lunglai keruangannya. Ia tak mengira pak Haris akan memriksa keuangannya hari itu.Dan Widi juga tak mengira bahwa pak Haris akan semarah itu. Begitu masuk keruangannya dilihatnya Galang masih bersandar pada kursi kerjanya, matanya terpejam.

"Kamu tidur ?" kata Widi sambil mendekati meja Galang.

Galang membuka matanya, tapi tak menjawab sepatah katapun.

"Kamu harus menolong aku Galang,"

"Maksudnya.. menemani kamu makan?"

"Bukaaan... nafsu makanku sudah hilang," kata Widi sambil dudu dihadapan Galang.

"Lalu....?"

"Laporan keuanganku kacau, ada selisih banyak, dan om Haris meminta pertanggung jawabanku atas selisih uang tersebut."

Galang masih saja diam, masa seorang direktur keuangan tidak bisa mempertanggung jawabkan uang yang dikelolanya>

"Galang, kalau aku tidak bisa mempertanggungjawabkan laporan itu, aku pasti dipecat,"

"Itu sudah pasti. .."

"Apa maksudmu?"

"Kalau tidak bisa mempertanggungjawabkan apa yang menjadi tanggung jawabnya... ya pastilah dipecat."

"Kamu mensyukuri nasibku?"

"Itu bukan nasibmu, itu tanggung jawab yang harus dipikul .."

"Kamu harus membantu aku."

"Aku bisa membantu apa? Jangan libatkan aku dengan ketidak mampuanmu..aku punya tanggung jawab sendiri."

"Jadi kamu tak mau membantu aku?"

"Membantu bagaimana ?"

"Aku mau membuat surat keterangan atas keluarnya beberapa juta uang. Ditanggal yang berbeda. Tapi kamu harus tanda tangan."

"Apa? Dan surat keterangan itu fiktif?"

"Aku hanya tak ingin bersusah payah menelusuri kemana larinya selisih uang itu, aku hanya akan membuat surat tanda keluar uang saja."

"Iya, aku tau maksudmu, tapi itu palsu kan? Menipu kan? Nggak..aku nggak mau, ma'af, itu bukan sifatku. Bekerjalah yang lurus2 saja supaya selamat. Jadi kalau memang ada pengeluaran sebanyak seliisih itu, ya buat sesuai apa yang sudah kamu keluarkan, bukan fiktif, bukan bohong, menipu.."

Galang kambali menyandarkan kepalanya, dan itu membuat Widi sangat kesal.

"Galang, kamu membantu atasanmu.. tidak maukah?"

"Membantu dengan membuat suatu kebohongan? Tidak...," kata Galang tanpa mengangkat wajahnya.

"Galang, oh ya, apakah isterimu ada dirumah? Oh ya, nomor telepone dia berapa, boleh aku minta?"

Galang menegakkan tubuhnya.

"Apa maksudmu..?"

"Aku kangen sama Putri, lama nggak ketemu ya, aku mau kesana siang ini juga. Habisnya, mau ngomong lewat telepone nggak tau nomornya," kata Widi sambil berdiri lalu melangkah kearah mejanya.

Galang merasa cemas. Rupanya rekaman yang dibawa Widi bisa dipergunakan untuk mengendalikan dirinya seoerti mengendalikan sebuah robot. Ia ingin melawannya, tapi kalau Widi lebih dulu menemui Putri, bagaimana?.

"Galang, kalau aku kesana sekarang, kamu mau nitip apa?" tanya Widi sambil tersenyum mengejek.

"Widi, surat apa yang kamu ingin aku menanda tangani?" kata Galang pelan, dengan sangat berat hati.

"Bagus Galang, jadi kamu ingin membantu aku?"

"Apa boleh buat..." keluh Galang.

"Terimakasih sayang, aku akan membuatnya dulu, kamu tinggal tanda tangan..bukankah setiap uang keluar kamu juga harus ikut tanda tangan?"

***

Hari itu Galang pulang dengan wajah muram. Ia telah terpaksa membuat kebohongan, dan sesungguhnya itu berbahaya. Kalau ketahuan resikonya dia harus ikut dipecat. Keluar dari tempatnya bekerja sih boleh saja, ia justru ingin melakukannya, tapi dengan cara dipecat karena melakukan kebohongan? Aduhai, jangan sampai hal itu terjadi. Baiklah, hari ini tak ada jalan untuk keluar dari jeratan Widi, tapi Galang berjanji akan membuka semuanya pada suatu hari nanti.

"Mas, kok wajahnya muram begitu?" sapa Putri ketika melihat suaminya tampak tak bersemangat.

"Kangen sama kamu," Galang mencoba bercanda dengan menggoda isterinya. Mereka sedang duduk berdua sementara Adhit digendong simbok diteras.

"Ah, mas Galang nih..," kata Putri sambil mencubit suaminya.

Galang tersenyum, direbahkannya kepalanya dipangkuan isterinya . Putri membelai kepala suaminya. Ia merasa suaminya sedang gelisah.

"Oh ya, tentang botol air itu mas, sebenarnya ada apa?"

"Aku sudah melihatnya dikamar, Terimakasih sayang."

"Simbok hampir membuang isinya, untuk dipakai wadah minyak goreng katanya."

"Wadhuh, belum kan?"

"Nggak jadi, apa sangat penting air itu buat mas?"

"Besok aku akan membawanya ke laborat."

"Lhoh.. ada apa?"

"Aku merasa didalam air itu terkandung suatu zat yang berbahaya."

"Dan mas sudah meminumnya?" tanya Putri khawatir.

"Putri, aku sangat sedih bila mengingatnya. Tapi sebelum aku cerita banyak, aku ingin tau, apakah kamu mencitai aku?"

"Mas kok bertanya lagi, apa semua sikap dan yang aku lakukan, tidak cukup untuk mengatakan seperti apa perasaanku sama mas?"

"Kalau begitu peluk aku,"

"Mas, iih.. kolokan deh..."

"Peluk aku Putri, supaya batinku merasa tenang."

Putri memeluk kepala Galang, sangat erat dan Galang balas merangkulnya. Putri merasa sedang ada masalah menimpa suaminya. Ketika pelukan itu  dilepaskan, ia melihat ada bulir air mata membasahi pipi Galang. Putri mengusapnya lembut. Ada apa kah si tampan nan pekasa ini sampai menitikkan air mata?  Bukankah setiap sa'at ia selalu menyediakan dada bidangnya untuk Putri bersandar dan itu membuatnya merasa nyaman dan terlindungi ? Putri memandangi wajah suaminya lekat-lekat. Aduhai, kemana larinya mata bening dan senyum nan menawan itu?

"Mas Galang, aku adalah isterimu, marilah kita berbagi dalam suka dan duka kita. Agar aku bisa ikut memikulnya mas."\

"Aku merasa ternodai, Putri," lirih suara Galang.

"Ayo mas, cerita. Jangan pendam derita mas seorang diri," kata Putri sambil membelai rambut suaminya, seperti seorang ibu yang menyayangi anaknya. Galang sekali lagi memeluk Putri.

"Putri, taukah kamu bahwa aku sangat mencintai kamu? Bahwa tak ada wanita manapun didunia ini yang bisa menggantikan kamu? Bahwa hidupku tak ada artinya tanpa kamu?"

Putri mengangguk angguk. Dalam hati ia berfikir, itu kan rayuan seseorang yang baru saja jatuh cinta? Tapi Galang mengucapkannya lagi, sangat tandas dan dengan memeluknya erat. Tiba-tiba Putri berdebar-debar. Ada bayangan yang melintas dikepalanya, jangan jangan.... oh jangan.. Putri mengibaskan bayangan itu. Tak mungkin... tak mungkin..

"Putri, kalau kamu mendengar cerita ini, tetaplah mempercayai aku, tetaplah mencintai aku.. dan jangan pernah meninggalkan aku."

Tiba-tiba bayangan buruk itu melintas lagi. Kata-kata Galang semakin memperjelas bayangan yang melintas dikepalanya.

"Putri, sayang, air dalam botol itu, terminum olehku separohnya. Aku tidak sadar itu milik siapa, isinya apa.. tapi itu telah membuatku pusing kemudian tak sadarkan diri."

"Ya Tuhan, mas.. lalu apa yang terjadi?"

"Perempuan jalang itu membuat rekayasa yang sangat menjijikkan dalam ketidak sadaranku, sungguh aku tidak melakukan apa-apa, tapi dia mengatakan bahwa aku melakukannya."

Wajah Putri pucat pasi. Pelukan itu dilepaskannya, dipandanginya suaminya seperti memandangi orang asing yang baru saja dikenalnya.

"mBak Widi bukan?" bisiknya lirih, menahan pilu.

"Putri, bukankah aku sudah mengatakan bahwa setelah mendengar ceritaku kamu harus tetap mempercayai aku? Harus tetap mencintai aku dan tak pernah meninggalkanku?" kata Galang memelas.

Putri terisak, kemudian lari kedalam kamar. Ia menelungkupkan wajahnya pada bantal, membiarkan tangisnya meledak disana.

Galang yang mengejarnya, memeluknya dari belakang.

"Sungguh Putri, aku tak sadar, bagaimana aku bisa melakukannya?

Putri merasa sakit. Ia bayangkan suaminya tidur persama perempuan jalang yang disebutkan suaminya..dan itu cukup menyakiti hatinya, membuatnya teriris sampai berdarah darah.

"Putri, percayalah sama mas Galangmu ini....sungguh aku tidak melakukan apapun, dia hanya mengecoh aku. Dia yang mengisi obat tidur kedalam minuman itu dan membuatku tak sadar. Besok aku akan memeriksakan air itu ke laboratorium, dan kalau bukti aku dapatkan aku akan melaporkannya pada polisi."

Putri masih terisak , dan Galang juga masih memeluknya.

"Kalau aku memang melakukannya, untuk apa aku menceritakan semuanya sama kamu?"

Putri belum merasa tenang, Tiba-tiba ia bangkit, lalu mengganti bajunya dengan baju yang lebih pantas. Ia menyapu air matanya dan melumurinya dengan bedak.

Galang terkejut.

"Putri, mau kemana kamu?"

Putri tak menjawab, itu terus berjalan keluar rumah, setengah berlari, sampai kejalan besar. Galang mengejarnya, hanya dengan celana pendek dan kaos rumahan yang sejak tadi dikenakannya.

Simbok yang masih berdiri diteras dengan menggendong Adhit juga terkejut melihat adegan itu. Tapi ia tak berani mengejar. Hari mulai gelap, Putri masih tetap berjalan, setengah berlari. Galang yang mengejarnya bingung karena dalam keramaian itu Putri menghilang entah kemana.

"Putriii.." Galang berteriak. Tapi tak ada jawaban. Orang2 yang melintas disana hanya berfikir, pasti suami isteri sedang bertengkar.

Tiba-tiba Putri melintas menyeberangi jalan. Rem mobil berderit sangat kencang. 

Pengemudi mobil itu meminggirkan mobilnya, nafasnya terengah engah.

"Retno, aku sudah bilang, biar aku saja menyetir mobilnya. Hampir saja kamu menabrak perempuan itu."

"Jo, turun dan lihatlah, apa dia terjatuh? Aku tak sampai hati melihatnya."

Dan Raharjo pun turun.

***

besok lagi ya

No comments:

Post a Comment

M E L A T I 45

  M E L A T I    45 (Tien Kumalasari)   Melati merasa gelisah. Dia tahu, Nurin bersikap baik kepadanya, tapi ia mengkhawatirkan sikap ibunya...