SEKEPING CINTA MENUNGGU PURNAMA 11
(Tien Kumalasari)
Siang itu pak Broto dan bu Broto duduk2 diteras. Dirumah itu hanya tinggal mereka berdua karena simbok mengikuti Putri yang diboyong ke Jakarta untuk mengikuti suaminya. Putri yang minta agar simbok menemaninya. Seminggu lalu Putri menikah di Jakarta. Pernikahan mewah itu dihadiri oleh kerabat dan rekan2 bisnis pak Broto. Namun tak satupun keluarga Solo diundang dalam perhelatan itu. Pak Broto tak ingin pernikahan itu sampai terdengar oleh Teguh, karenanya ia menikahkan Putri jauh dari kota Solo.
"Sepi ya pak nggak ada Putri, nggak ada simbok," keluh bu Broto.
"Ya bu, aku juga merasa kesepian. Bagaimanapun aku ini kan juga ayahnya yang sangat mencintainya. Jadi rasa sepi ini juga terasa.. "
"Seandainya tidak ada peristiwa memalukan itu, pasti sekarang Putri masih bersama kita."
"Gara2 bocah kurangajar itu..," kata pak Broto penuh geram.
"Ya sudah nggak usah diingat ingat lagi ya pak, barangkali memang demikian ini garis hidup kita."
"Hm.. iya bu. Sedih sebetulnya.. tapi mau bagaimana lagi. Yah.. sekarang ini untunglah ada jalan keluar untuk menutupi aib itu."
"Tapi kok bapak nggak mau berterus terang sama Galang bahwa Putri sedang mengandung, nanti kalau jadi masalah bagaimana?"
"Nggak... mana mungkin akan jadi masalah.. Galang pasti bisa menerima karena aku sudah memberi dia banyak harta, kedudukan.. mana bisa dia mendapatkan semua itu tanpa aku?"
Bu Broto terdiam, tapi dalam hati dia tak setuju atas pendapat suaminya.
"Tapi habis makan.. perut kenyang kok terus ngantuk aku. Kelamaan nggak kekantor malah bawaannya ngantuk melulu."
"Ya sudah bapak sare saja, ibu mau kedapur."
Tiba2 didengarnya sepeda motor berhenti didepan gerbang. Pak Broto menghentikan langkahnya dan memandang kearah jalan.
"Itu seperti Teguh," desis bu Broto pelan.
Seorang pemuda tegap berjalan kearah teras. Pak Broto dan bu Broto berdiri menunggu. Kata2 kasar sudah siap dimuntahkan ketika Teguh membungkuk dengan santun.
"Selamat siang pak, bu..," sapanya penuh hormat.
"Siang nak," sambut bu Broto sedikit ramah. Bagaimanapun anak muda itu datang dengan kesopanan yang tinggi. Namun pak Broto menuding wajah Teguh dengan kemarahan berapi api. Bahwa anak muda itulah penyebab segala petaka, kesedihan dan kehilangan dirumah itu, pak Broto tak bisa melupakannya begitu saja.
"Mau apa kamu datang kemari?" hardiknya.
Teguh yang sudah bersiap menerima caci maki manunduk menyembunyikan luka hatinya. Memang aku pantas dicaci maki, pikirnya.
"Saya mohon ma'af, tapi kedatangan saya kemari hanya untuk mengetahui keadaan Putri."
"Oh.. Putri bb..."
"Putri baik2 saja, untuk apa kamu menanyakannya?" potong pak Broto sebelum isterinya selesai bicara.
"Ma'af bapak, terakhir kalinya saya tau bahwa dia sakit, setelah pentas itu. Lalu saya tidak mendengar kabarnya lagi."
"Sekarang aku jawab bahwa Putri baik2 saja dan jangan harap kamu bisa bertemu karena dia sudah aku pindahkan kekota lain."
Teguh tercengang. Ada yang hilang dari hatinya. Ia terdiam dan tak mampu berkata kata.
"Ya sudah.. tunggu apa lagi?"
Kata2 itu berarti mengusir. Teguh menguatkan hatinya dan mengangguk.
"Baiklah bapak, ibu, saya mohon pamit, serta mohon dima'afkan kalau kedatangan saya mengganggu."
"Ya jelas mengganggu to," kata pak Broto yang segera dicubit lengannya oleh bu Broto.
"Hati2 ya nak..,"
Teguh melangkah keluar dari halaman lalu melarikan motornya menuju pulang.
"Ibu tuh kenapa.. pake nyubit2 aku segala.. terus berpesan supaya hati2..," pak Broto mengomel sambil masuk kedalam rumah diikuti isterinya.
"Ya jangan kasar begitu to pak, kan dia datang dengan baik dan sopan."
Pak Broto tidak menjawab, langsung masuk kekamarnya dengan wajah cemberut.
***
Teguh memasukkan sepeda motornya kesamping rumah. Wajahnya kusut, matanya kemerahan, ada bekas air mata masih mengambang disana.
"Heiiii... kekasihku sudah pulang.."
Teriakan itu tak digubris Teguh. Sudah biasa Naning mengoceh seperti itu. Teguh langsung masuk kekamarnya. Tapi Naning mengikutinya.
"Mas.. teh anget.. apa kopi panas.. apa wedang jahe dikasih susu ?"
"Nggak semuanya dan keluarlah !" kata Teguh sedikit kasar.
"Ya ampuun.. dilayani baik2 kok malah ngusir," kata Naning cemberut.
"Kamu itu nggak sopan, ini kamar laki2, nggak pantas kamu masuk kemari. Sudah aku ingatkan berkali kali kan?"
"Lha aku kan cuma mau nawarin kamu minum."
"Aku nggak pengin minum, jadi cepatlah keluar. Aku mau ganti baju nih."
"Waah..asik donk.. aku boleh bantuin nyiapin baju kamu?"
"Heee.. apa kamu bilang.. aku mau telanjang nih.."
Tapi dasar Naning yang lugu dan sedikit bodoh, ia malah menutup wajahnya dengan tangan tapi jari2nya terbuka lebar sambil terkekeh senang. Teguh menyeret Naning keluar lalu mengunci kamarnya.
"Halah mas.. besok2 pasti aku juga bisa melihatmu telanjang kan?" suara Naning dari luar kamar tapi semakin menjauh dari sana. Teguh menggeleng gelengkan kepalanya.
"Orang gila," keluhnya, lalu direbahkannya tubuhnya ke pembaringan. Pikirannya sedang kacau. Ia benar2 sudah kehilangan Putri. Ayahnya tak mau mengatakan dimana Putri disembunyikan. Kalau saja Teguh tau bahwa Putri sedang mengandung anaknya.. Ya, tak tau karena tak seorangpun memberinya tau. Hubungan terputus setelah pentas itu.
***
Sudah seminggu lebih Putri hidup di Jakarta bersama Galang yang sudah menjadi suaminya. Putri begitu pasrah karena tak ada yang bisa dilakukannya. Kata2 ibunya bahwa ia harus merelakan Teguh agar dia bisa menyelesaikan kuliahnya dan meraih cita2nya, terpateri dalam ingatannya. Cintanya suci dan ia harus berkorban agar Teguh menjadi "orang".
Galang selama ber hari2 sibuk mengurus perusahaan yang dipercayakan oleh ayahnya. Selama ini Galang memperlakukan Putri dengan sangat baik. Ia tau Putri belum siap meladeni keinginan Galang untuk bermesraan seperti pengantin baru pada umumnya, dan Galang tak ingin memaksanya.
Tapi malam itu, sa'at memasuki kamar, dilihatnya Putri sedang berganti pakaian. Malam itu sangat gerah dan
Putri yang tak menyangka suaminya sudah pulang, sedang melepas pakaiannya untuk menggantikannya dengan yang lebih tipis.
Galang terpana. Didekatinya Putri yang belum sempat mengenakan baju yang sudah disiapkannya. Putri sangat terkejut. Ia mundur beberapa langkah sambil menutupi tubuhnya dengan baju yang belum sempat dikenakannya. Namun dibelakangnya adalah tempat tidur dan Putri jatuh tertelentang diatasnya.
Galang mendekat. Ada sesuatu yang ingin dilakukannya dan selalu ditahannya selama ber hari2.
"Putri..," nafas Galang tersengal. Putri ketakutan.
"Jangan mas.." katanya sambil beringsut mundur.
"Putri, kamu isteriku, dosa kamu menolaknya," bisik Galang lembut.
Tiba2 Putri berhasil merosot turun dari samping tempat tidur yang lain. Ia berjongkok dan dengan cepat mengenakan bajunya.
"Putri...," keluh Galang.
"Galang.. ada yang kamu belum tau, aku sedang mengandung."
***
besok lagi ya
No comments:
Post a Comment