Friday, July 5, 2019

SA'AT HATI BICARA 43

SA'AT HATI BICARA  43

(Tien Kumalasari(

Perempuan itu masih muda, cantik, berkerudung, sedang tersisak ditempatnya duduk. Tadi tiba2 beberapa laki2 menangkapnya, hanya karena terus menerus memandangi Sasa, yang tampaknya tertarik pada balon dagangannya. Beberapa laki2 membawanya, menyeretnya dan memaksanya masuk kedalam mobil. Ia tak tau apa kesalahannya. Mereka menuduhnya akan menculik anak kecil, memaksanya mengaku. Dia menjawab tidak dan hanya menangis tak henti2nya.

"Bukan Santi.." desis Agus.

"Nama saya Sartini, mereka memaksa saya mengaku bernama Santi," kata perempuan itu sambil masih terisak.

"Ma'af ya mbak, kami salah orang. Sekarang mbak boleh pergi. Ini, harga seluruh balon mbak saya bayar ya," kata Panji sambil mengulurkann beberapa lembar ratusan ribu.

"Terimakasih mas, tapi ini terlalu banyak...,"

"Nggak apa2, biar itu untuk mbak semua, dan sekali lagi kami minta ma'af."

***

Maruti pun kecewa, tadinya ia mendapat berita tentang tertangkapnya seorang perempuan yang pura2 menjual balon karena sedang mengincar anak kecil. Mereka mengira itu Santi, karena sudah lama memperhatikan Sasa. Maruti pulang ketika Agus dtang menjemput Sasa. Kasihan juga, anak sekecil itu harus dijadikan umpan.

"Apa nak Laras sudah membaik?" tanya bu Tarjo sore itu ketika Maruti sudah ada didekatnya sepulang kerja.

"Sudah mendingan bu, tapi belum sembuh benar."

"Dita masih mnemani disana?" 

"Mm.. iya bu, begini.. Dita nggak tega meninggalkan Laras sendirian disana. Ibu bisa mengerti kan? Kasihan Laras."

"Ya, tentu, ibu bisa mengerti."

Maruti selalu kebingungan setiap kali ibunya menanyakan Dita. Sekarang ini ada alasan yang sesungguhnya baru saja ditemukannya untuk membuat ibunya tak terlalu berharap bertemu Dita. Sakitnya Laras.

"Ya Tuhan, sampai kapan aku harus berbohong terus? Tolonglah Tuhan, temukan Dita dan selamatkan dia.." jerit Maruti dalam hati.

"Apa yang kamu fikirkan Ruti? "

"Oh, enggak bu... nggak mikirin apa2, ya mikir sakitnya ibu itu.. cepat sembuh ya bu," jawab Maruti menghibur ibunya.

"Tapi kok ibu merasa ... kamu itu sepertinya kok lagi memikirkan sesuatu.."

Maruti mendekati ibunya, mengelus tangannya lembut.

"Ibu, kalau Ruti sedih, ya pastilah sedih, ibunya sedang sakit, siapa orangnya yang tidak sedih ?"

"Ibu kan sudah nggak apa2.. nanti kalau dokternya kesini, ibu mau minta pulang saja."

"Lho, ibu nggak boleh begitu, kalau memang ibu sudah siap untuk pulang, nanti dokternya yang mengatur, bukan ibu yang minta pulang."

"Ibu sudah nggak apa2... bosan tiduran terus.."

"Luka2 ibu itu masih harus terus dibersihkan pagi sore, dikasih obat.. lha kalau dirumah, sementara Ruti bekerja, siapa yang akan merawat ibu?"

"Kan ada Dita.."

Maruti terperangah. Aduh.. bagaimana ini.. kembali lagi ke Dita.. apa yang harus dijawabnya lagi?

"Ya kan ? Masa Dita nggak mau ngerawat ibunya?"

"Ibu, Dita itu belum tentu bisa. Ini pekerjaan perawat, nanti malah salah ngerawatnya,. gimana?"

"Cuma gitu aja, ibu kira ibu juga bisa sendiri kok," kata bu Tarjo ngeyel.

"Sudahlah bu, bersabarlah dulu dalam dua tiga hari ini, nanti kalau sekiranya sudaha bisa dirawat sendiri dirumah, bolehlah."

Bu Tarjo tak menjawab. 

"Sabar ya bu," kata Maruti sambil terus mengelus tangan ibunya.

***

Sore itu Agus pulang dengan membawa Sasa setelah Maruti berpamit untuk kerumah sakit. Agus ingin mampir menjenguk Laras, tapi ada Sasa bersamanya. 

Sasa senang sekali karena pulang membawa banyak balon yang tadi siang diinginkannya. Begitu turun dari mobil dia berlari lari kecil sambil membawa beberapa balon yang diikatnya menjadi satu.

"Nggak usah lari2 sayang, hati2, nanti terjatuh," kata Agus sambil turun dari mobil.

"mBak, nanti balonnya ditaruh dikamar Sasa ya," teriak Sasa kepada perawatnya.

"Ya, nanti mbak taruh dikamar Sasa."

"mBak, nanti malam aku mau pergi sebentar, jangan lupa kunci pintu, dan jangan pernah membukanya walau siapapun yang datang, kecuali aku," pesan Agus kepada Endang.

"Baik pak."

Agus berencana akan kerumah sakit menjenguk Laras. Entah mengapa, ingatannya tak bisa lepas dari gadis itu. Gadis manis yang lincah, yang sedikit cerewet, yang tawanya renyah dan senyumnya bukan main manisnya. Ya Tuhan, mengapa baru sekarang Agus memikirkannya? Gadis manis yang tergolek ditempat tidur, kesakitan dan pucat, tapi tak pernah hilang paras manisnya. Sangat manisnya. Dan gadis itu adalah penyambung nyawa anaknya. Dan gadis itu tak pernah menolak kedatangannya, dan gadis itu begitu senang menerima boneka Hallo Kitty yang diberikannya. Ketika ia pulang kemarin, ia mendekap boneka itu didadanya, dan Agus merasa bahwa dialah yang sedang didekapnya. Ya ampuun, mengapa tiba2 aku tergila gila begini? Sekarang.. Mengapa tidak kemarin2? Apa karena ada Maruti yang semula diharapkannya? Maruti yang tampak ketakutan setiap kali dia memandangnya, dan Agus merasa seperti ada penolakan halus dari padanya. Tapi kan sekarang ada Laras, dan getar2 didadanya memang jauh berbeda. Agus merasa bahwa ini adalah jatuh cinta. Tapi maukah Laras menerima seandainya dia melamarnya? Dia kan cuma seorang duda, beranak satu, pasti berat menjadi isteri seorang duda. Benarkah?

"Papaaaa," tiba2 Sasa mengejutkannya, datang dengan membawa balon, tapi balon itu kempes.

"Lho, ada apa ini?"

"Kata mbak, balonnya gembos... papa.. ditiup dong," rengek Sasa.

"Sasa, balon Sasa kan masih banyak, ya nggak apa2 kalau gembos satu. Sudah, dibuang saja."

"Kok dibuang."

"Ya dibuang, namanya itu sudah rusak. Main sama balon yang lainnya saja ya, tapi mandi dulu biar cantik, trus makan, trus main lagi deh."

Sasa berlari, dan meninggalkan balonnya yang kempes didepan papanya. Agus membuangnya. Ia jadi teringat Hallo Kitty yang diberikannya pada Laras. Ah, kok kesana lagi? Agus berjalan kekamar dan bermaksud mandi. Tak lama lagi ia akan bertemu Laras. Agus sedang berfikir, apa lagi yang akan dibawanya untuk si manis yang menarik hatinya?

***

Hari sudah malam, Sasa masih asyik bermain dengan balon2nya. Endang menemaninya sambil membaca buku cerita. Menarik sekali barangkali buku cerita itu, sehingga Endang tak memperhatikan kemana Sasa bermain. Endang merasa sudah mengunci semua pintu, dan itu berarti aman bagi Sasa. Endang masih asyik membaca, dan Sasa berjalan kearah depan rumah. Ada sosok mengendap endap yang sudah beberapa sa'at lamanya menunggu dihalaman. Seorang perempuan berkerudung, bertubuh langsing semampai. Ia tau Sasa bermain diserambi depan. Ia juga tau bahwa rumah itu terkunci. Tapi dia kan pernah tinggal dirumah itu, dan juga pernah memiliki kunci ganda ketika masing2 tak jelas kepulangannya.  Agus sedikit teledor karena dimabuk cinta, dan Endang sedikit ceroboh karena keasyikannya membaca. Terdengar kunci terbuka, klik, pelan saja, tapi pintu itu terbuka. Sasa yang sedang bermain terkejut, tapi sebelum ia berteriak, tubuh rampng itu telah menggendong dan menutup mulutnya. Pintu kembali tertutup, dan hening kembali mencekam. Buku bacaan masih erat digenggam sang perawat. Tampaknya buku yang bercerita tentang cinta itu membuatnya tenggelam dalam alur yang menghanyutkan. 

Tiba2 dentang jam dinding terdengar nyaring menggelitik kuping. Tujuh kali. Endang terkejut. Sudah lewat waktunya membuat susu bagi Sasa. Diletakkannya buku bacaan dan dicarinya Sasa. 

"Sasa... Sasa... mbak buatkan susu dulu ya," kata Endang sambil berjalan kebelakang. Belum disadarinya bahwa tak ada siapapun dirumah itu kecuali dirinya.

***

Dirumah sakit itu Agus asyik bercanda dengan Laras. Ada saja lelucon yang diceriterakannya dan membuat Laras terpingkal pingkal. Entah membaca dari buku mana sehingga Agus banyak mendapatkan cerita lucu untuk perempuan yang dikaguminya. Oh ya, seikat bunga indah masih didekap didada Laras, ketika Panji tiba2 juga datang kesana.

"Waduuh, sial benar aku ini. Mengapa kedatanganku selalu terlambat. Jangan bilang aku mengganggu ya, aku bawa oleh2 kali ini, kesenanganmu." kata Agus sambil meletakkan bungkusan diatas meja.

Laras tertawa melihat ulah kakak sepupunya.

"Ini sudah habis jam bezuek, aku sudah mau pulang," kata Agus.

"Yaa, kalau begitu kita pulang sama2 saja, ada yang ingin aku bicarakan sama kamu."

"Lhoh, kok baru datang mau pulang." Laras kecewa.

"Aku sudah datang kemalaman, jangan2 nanti diusir sama penjaga karena melewati jam bezoek."

Tiba2 ponsel Agus berdering. Dari Endang.

"Hallo... ada apa? Hei, mengapa menangis? Apaaa?"

Teriak Agus mengagetkan semua orang.

"Ada apa?"

"Sasa hilang."

***

Malam itu Dita duduk diteras depan rumah itu. Sudah sejak siang Santi pergi, entah kemana. Ia juga segan menyentuh makanan yang ditinggalkan dimeja. Sa'at ini keinginannya hanya pulang, tapi jalan untuk itu belum juga ditemukan. Dita termenung, dan tiba2 dilihatnya sesosok bayangan mendekati rumah itu. Tapi itu seorang lelaki. Dita terkejut. Rasa takut segera merayapi hatinya.  Laki2 itu berjalan kearah pintu, dan melongok melalui kaca berterali besi, dari sela2 korden yang sedikit tersingkap. Laki2 itu seperti melihat dirinya, duduk lemas dikursi yang memang menghadap kearah pintu.

"Permisi..." suara berat laki2 itu.

Dita terkesiap, ia tak ingin berdiri menyambutnya. Kakinya gemetar, lemas oleh rasa takut yang menyergapnya.

***

besok lagi ya


No comments:

Post a Comment

KETIKA BULAN TINGGAL SEPARUH 02

  KETIKA BULAN TINGGAL SEPARUH  01 (Tien Kumalasari)   Arumi berlarian di pematang sawah sambil bersenandung. Sesekali sebelah tangannya men...