Sunday, June 30, 2019

SA'AT HATI BICARA 37

SA'AT HATI BICARA  37

(Tien Kumalasari)

Bergegas dipanggilnya taksi yang kebetulan mangkal didepan rumah sakit itu. Hatinya gundah gelisah. Bagaimana kalau terjadi apa2 dengan adiknya? Ya Tuhan, selamatkan dia.. selamatkan dia.. bisiknya dalam hati. Jalanan yang masih sepi itu sesungguhnya sangat lancar bagi pengendara apapun untuk melaju. Maruti sudah meminta driver agar mempercepat laju kendaraannya, tapi bagi Maruti semuanya serasa bagai merayap lambat dan menyebalkan. Ingin Maruti melompat dan berlari sendiri sekencang kencangnya agar segera tiba dirumah.

Maruti merasa lega ketika akhirnya tiba didepan rumahnya, namun dilihatnya pak Karsono berdiri sendrian, tegak seperti patung didepan teras rumahnya. Dimana Dita, sudah sadarkah, lalu tidur dikamar?

Maruti mendekati pak Karsono setengah berlari.

"Bagaimana Dita pak, dimana dia sekarang?"

"Maruti, baru saja dokternya kemari dan membawanya kerumah sakit."

Maruti tercengang.

"Dokter siapa pak?

"Seorang dokter cantik. Tadi Dita sudah sadar setelah dirawat beberapa ibu2, dan tiba2 dokter itu datang. Dita mengenali kok, jadi kami biarkan dokter itu membawanya."

"Oh, dokter Santi?"

"Ya, begitulah tadi Dita menyebutnya."

"Oh, baiklah pak, terimakasih banyak."

"Ini kunci rumahmu nak," kata pak Karsono memberikan kunci rumah. 

"Oh ya, terimakasih pak."

Maruti membalikkan tubuhnya untuk menyusul Dita yang dibawa dokter Santi kerumah sakit,  

***

Pagi itu sebelum berangkat kekantor  Panji pergi kerumah sakit dimana bu Tarjo dirawat.Ia ingin bertemu Dita dan bertanya tentang Santi. Namun tak ditemuinya seorangpun diantara Dita ataupun Maruti. Ketika ditanyakannya pada perawat, katanya Maruti pulang pagi2 sekali. Dita tidak tampak sejak semalam. Kemudian Panji memutuskan untuk pergi saja kerumahnya, mungkin dirasanya lebih enak bicara dirumah daripada dirumah sakit. Namun dirumah Maruti ia juga tak menemukan mereka, bahkan keterangan dari pak Karsono tetangganya sangat mengejutkannya.

"Dokternya bernama Santi telah membawanya kerumah sakit. Maruti pun ketika pulang juga tak ketemu adiknya," kata tetangga yang menolongnya.

Panji terpana, Santi membawanya?Ini celaka.. segera diteleponenya Maruti.

"Hallo..mas Panji?" jawab Maruti dari seberang sana.

"Maruti, kamu dimana ?"

"Aku sedang menyusul Dita yang dibawa dokter Santi kerumah sakit mas, tadi pagi dia pingsan dirumah, aku masih dirumah sakit menunggui ibu waktu itu."

"Kamu dimana sekarang?"

"Aku sudah dirumah sakit tempat dokter Santi praktek mas. Ada apa?"

"Tunggu aku disitu, dan jangan kemana mana."

"Tapi aku harus mengetahui keadaan Dita dulu mas."

"Dita tak akan ada disitu, [ercayalah."

"Apa maksud mas Panji?"

"Pokoknya tunggu aku disitu."

Maruti kebingungan, bagaimana Panji tau bahwa Dita tak ada disitu? Maruti nekat masuk kedalam rumah sakit itu. Ia mencari dokter Santi, tapi perawat jaga bilang dokter Santi tak datang kesana, apalagi membawa pasien bernama Dita.

Maruti bingung, tampaknya ada sesuatu yang terjadi dan itu membuatnya takut. Ia kelobi depan menunggu Panji yang katanya akan menyusulnya. Sambil menunggu itu berkali kali Maruti menghubungi Dita, tapi ponselnya tidak aktif dari semalam. Tiba2 rasa takut menyergapnya. Apakah sakit Dita bertambah parah? Ya Tuhan, mana mas Panji yang katanya mau menyusulnya, ia butuh seseorang untuk menguatkan hatinya yang gundah.

Ketika dilihatnya mobil Panji datang, tak sabar Maruti datang menghampiri. Panji membuka pintu disampingnya dan mempersilahkan Maruti masuk.

"Apa yang terjadi? Bagaimana Dita? Dirumah sakit mana?" tanya Maruti cemas.

Panji menjalankan mobilnya keluar dari area rumah sakit. Maruti memandanginya dengan wajah pucat. Yang difikirkannya adalah sakit Dita bertambah parah, atau mungkin sesuatu telah terjadi pada adiknya. Atau.. enam bulan yang dijanjikan itu datang lebih cepat?

"Mas...."

"Santi membawa kabur Dita."

"Apa mas? Membawa kabur bagaiana? Aku bingung mas, aku cemas, aku tidak mengerti, pagi tadi aku dikabari tetangga bahwa Dita pingsan dihalaman. Ketika aku buru2 pulang untuk melihatnya, tetangga bilang bahwa Dita telah dijemput oleh dokter Santi, dibawa kerumah sakit. Tapi dirumah sakit itu aku tidak menemukannya."

"Ya, tentu, karena Santi membawa kabur Dita."

"Aku tidak mengerti.."

"Dengar Maruti, Santi itu penjahat. Dia membuat laporan palsu."

"Laporan apa?"

"Laporan kesehatan Dita. Sebenarnya Dita tidak sakit apapun. Dia sehat."

"Apa?"

Gemetar Maruti mendengarnya, apakah itu benar? Jadi dia tidak akan kehilangan Dita secepat itu? Tapi Panji belum menjelaskannya, Maruti mendengarnya seperti sebuah mimpi. Semuanya serba membingungkan.

"Itu benar. Dita tidak sakit apapun. Santi telah berbohong."

"Mengapa mas?"

"Entahlah, jawabannya ada pada Dita, tapi sekarang Santi membawa kabur Dita. Aku akan melaporkannya pada polisi kalau hari ini tidak bisa menemukannya."

Kepala Maruti tiba2 berdenyut kencang. Panji menceriterakan semuanya. Tentang nama dokter Baroto yang ternyata tidak ada, tentang laporan lab yang pastilah palsu. Dan semuanya membuatnya semakin pusing.

"Kalau kamu tidak percaya, periksakan saja lagi Dita ke dokter lain yang lebih ahli. Apa yang dikatakan Santi itu palsu."

"Tapi dimana sekarang Dita?" kecemasan Maruti kini tertuju pada keselamatan Dita. Aoakah Santi akan mencelakainya? Keringat dingin mengucur dari seluruh tubuhnya, tangannya gemetar, air mata mulai menitik perlahan dan membasahi pipinya.

"Dimana Dita sekarang?"

"Kita akan mencarinya. Lebih dulu kerumah Santi."

Tapi seperti kemarin, pagar rumah Santi tergembok, dan pintu rumah tertutup rapat.

"Rumah ini kosong.."

"Belum tentu, aku akan memanjat pagar dan masuk kedalam, siapa tau dia bersembunyi didalam dan mengelabui orang dengan gembok itu supaya mengira dia pergi.

Panji berusaha masuk dengan memanjat pagar. Berhasil, lalu mendekati rumah yang sepi dan tertutup rapat. Tapi memang benar tak ada siapa2 didalam. Panji mengintip kepintu garasi melalui lobang angin yang ada, tapi mobilnya juga tak ada. Beraarti Santi tak ada dirumah. Panji kembali ke mobilnya.

"Kemana Dita dibawa mas?" rintih Maruti.

"Kita akan mencarinya, kalau perlu lapor polisi."

"Mengapa dia membawa Dita?"

"Dia melakukan kejahatan itu atas sepengetahuan Dita. Pasti Dita akan dijadikan tameng oleh dia."

"Ya Tuhan....bagaimana ini?"

"Tenanglah Maruti, aku akan berusaha mencari ketempat lain. Kalau hari ini tidak ketemu aku benar2 akan lapor polisi."

***

Sementara itu Dita dan Santi ternyata berada disebuah rumah terpencil yang ada jauh diluar kota. Bukan hanya Dita, Santi pun sesungguhnya merasa takut.

"Mengapa dokter membawa saya kemari? Ini rumah siapa?" tanya Dita yang belum hilang rasa takutnya dari kemarin.

"Rumah siapa kamu tidak usah perduli, aku sudah membayarnya dan kita akan aman disini."

"Dokter, sebenarnya ada apa ini? Mengapa kita harus bersembunyi?" 

"Diamlah Dita." sentak Santi kasar. Dia sendiri sedang merasa tak tenang, dan Dita seperti anak kecil yang merengek rengek tak henti2nya.

"Tapi aku takut dokter."

"Tentu, aku juga takut, apa kamu mau dipenjara bersama aku?"

"Ini kemauan dokter, bukan aku, mengapa aku juga harus dipenjara?"

"Bodoh! Ini kemauan kamu. Kamu yang menginginkan Panji dan aku hanya membantu kamu, jadi kamu juga harus bertanggung jawab.

"Tapi dokterlah yang berbohong."

"Kamu membantu berbohong Dita, jangan bodoh. Dan diamlah, aku sedang memikirkan bagaimana caranya kabur dari masalah ini."

"Tapi aku ingin melihat ibuku.. "

"Ibumu sudah ada yang menangani, fikirkanlah dirimu sendiri."

Dita menangis tak henti2nya, membuat Santi kesal kemudian meninggalkannnya didalam rumah yang kemudian dikuncinya dari luar. Entah apa yang akan dilakukannya.

***

besok lagi ya

 


No comments:

Post a Comment

M E L A T I 45

  M E L A T I    45 (Tien Kumalasari)   Melati merasa gelisah. Dia tahu, Nurin bersikap baik kepadanya, tapi ia mengkhawatirkan sikap ibunya...