Sunday, June 23, 2019

SA'AT HATI BICARA 28

SA'AT HATI BICARA  28

(Tien Kumalasari)

"Untuk apa mas ketemu Santi?" tanya Laras kecewa karena kesanggupan Panji seperti ada syaratnya.

"Aku harus bertanya tentang penyakit Dita terlebih dulu."

"Mas tidak percaya ?"

"Bukan tidak percaya, tapi tiba2 ada vonis seperti itu, aku kan harus tau karena aku dan kamu juga mungkin sangat awam tentang penyakit dan pengobatannya.

"Baiklah, itu tidak apa2, yang penting mas punya perhatian terhadap Dita, maksudku Maruti."

***

"Mas tidak percaya sama keterangan dokter?" kata Santi ketika Panji menemuinya diklinik tempatnya berpraktek.

"Salahkah aku kalau aku ingin mengetahui penyakit Dita?"

"Sebenarnya dokter tidak boleh membeberkan penyakit pasiennya kepada orang lain, ma'af mas."

"Tapi aku bukan orang lain."

"Bukan orang lain? Apa maksud mas?"

"Mereka keluargaku, dan aku calon suami Dita." 

"Wauuwww.... " Santi bertepuk tangan.

"Selamat ya mas.." lanjut Santi sambil tersenyum.

?Kamu belum menjawab pertanyaanku Santi," sahut Panji kesal.

"Mas, kalau mas calon isteri Dita, pasti mas telah mengetahui semuanya, pasti keluarganya telah mengatakan sejelas jelasnya, bukan?"

"Tapi aku ingin mendengar sendiri dari kamu."

"Oh, ada hasil2 lab yang bisa aku tunjukkan sama mas.. lihatlah.." kata Santi sambil mengeluarkan sebuah map, yang berisi hasil2 pemeriksaan. 

"Ini keterangan hasil lab Dita?" Tanya Panji sambil menerima map itu.

"Kan ada tulisannya didepan itu.. nah.. ini hasil photo rongen.. ini kanker yang menyerang lambung dan sudah menyebar.. ini..ini ..Ini keterangan ketika pemeriksaan darah, laparoscopy dan keterangan2 lainnya. Sudah sangat parah dan dokter sudah angkat tangan."

Panji tak begitu memahami hasil lab itu, ia hanya membaca map berwarna biru yang ada tulisannya Anindita..

"Siapakah dokter ahli yang menangani?"

"Oh, itu dokter Baroto, dia seorang onkolog, pernah dengar?"

"Itu ahli kanker kan?"

"Ya, terkemuka .."

"Boleh aku menemuinya?"

Dokter Santi berdiam sejenak, seperti memikirkan sesuatu, sambil membuka buka catatan, entah catatan apa.

"Oh, sayang sekali pak Baroto sedang pergi keluar negeri. Agak lama karena beliau sedang memperdalam ilmunya."

"Kapan dia kembali?"

"Saya kurang tau mas, tidak ada kontak dengan dia selama keberangkatannya yang baru kemarin. Nanti aku akan kabari setelah bisa terhubung."

Panji keluar dari ruangan dokter Santi dengan rasa tidak puas, apa yang ditunjukkan sungguh membuatnya ngeri. Separah itukah? Sayang ia belum bisa menemui dokter ahli yang katanya menanganinya.

***

Siang hari itu Dita sedang menulis nulis di buku hariannya. Kali itu dengan seri yang tampak cerah. Bu Tarjo memperhatikannya dengan terharu.

"Dita, ibu sudah memasak ca brokoli pesananmu. Mau makan sekarang?"

"Sebentar bu, Dita selesaikan dulu menulisnya," jawab Dita sambil menulis .

"Cerita apa lagi yang kamu tulis nduk?"

"Ah, ibu mau tau ajah, "Dita tersenyum dan menutup buku kecilnya.

"Ayo makan, sudah ibu siapkan dimeja."

"Ibu, mengapa ibu yang harus meladeni Dita? Kan Dita sudah sembuh..?"

"Ya, benar, tapi ibu ingin meladeni kamu karena biarpun sembuh kan kamu habis sakit, ibu khawatir kalau kecapean bisa lebih parah penyakitmu."

"Ah, ibu... ya enggaklah, Dita sudah sehat kok."

Tiba2 telephone Dita berdering.

"Oh.. dari dokter Santi, Dita terima dikamar ya bu?"

"Kok dikamar, disini saja, biar ibu dengar perkembangan penyakitmu."

"Ini pasti bukan karena sakitnya Dita bu, kan Dita sudah nggak sakit lagi. Sebentar ya." jawab Dita sambil kembali masuk kekamarya. Diam2 bu Tarjo yang merasa curiga menempelkan kupingnya dipintu kamar Dita. Ia ingin tau, mungkin dokter Santi berbicara tentang penyakit anaknya.

"Hallo dokter... ya.. baik.. ada.. ada perkembangan.. suka kok.. hehe.. terimakasih dokter.. oh ya.. kapan.. baru saja..? Lalu... waaah.. pintar sekali dokter.. ya.. aku mau.. pastinya.. (tertawa renyah) ooh.. gitu...? Waduuh... ya.. ya.. bisa.. akan Dita lakukan... bisa... terimakasih dokter."

Dita menutup ponselnya sambil berjalan kearah pintu. Terkejut sekali dia melihat ibunya berdiri disana.

"Ibu... ibu mendengarkan pembicaraan dengan dokter Santi?

"Oh, ya.. ma'af nak.. ini tidak sopan ya, tapi sungguh ibu hanya menghawtirkan kesehatanmu." kata bu Tarjo sedikit tersipu karena ketahuan mencuri dengar ketika Dita sedang bertelephone.

"Nggak apa2 bu, ibu jangan khawatir, dokter Santi hanya mengingatkan bahwa kemarin harusnya obat Dita sudah habis."

"Lha harusnya kan kamu kontrol , kok nggak bilang."

"Dita nggak merasakan sakit kok bu."

"Ya sudah nanti ke dokter kontrol, ibu antar ya?"

"Nggak usah bu, besok saja. Sekarang Dita pengin makan ya, ayo ibu juga.."Jawab Dita sambil duduk di kursi makan.

"Baiklah, ibu temani kamu makan ," kata bu Tarjo sambil duduk pula didepan anaknya,

"Ini ayam goreng dari mas Panji masih ada, ayo kita habiskan. hm.. baik bener mas Panji sama Dita ya bu."

"Iya, dia baik, apa kamu suka sama dia?" pancing bu Tarjo.

Dita tampak tersipu, ia tak menjawb kecuali hanya tersenyum, kemudian menyendok nasi serta lauknya dan makan dengan lahap. Bu Tarjo memandanginya dengan terharu. Bisakah Maruti meminta Panji agar bisa mencintai Dita? Dalam hati bu Tarjo bertanya tanya, penuh harapan.

***

"Jadi mas, belum bisa menemui dokter ahli yang menangani penyakit Dita?" tanya Laras ketika siang itu Panji kembali lagi kerumah Laras.

Panji menggeleng.Ada keraguan yang sesungguhnya memenuhi hatinya tentang vonis itu.Ia ingin bertemu dokter Baroto, tapi terhalang karena katanya sedang keluar negri.

"Baiklah, kita tunggu saja keterangan sejelas jelasnya nanti dari dia, tapi maukah selama ini mas Panji bersikap manis sama Dita?"

"Bersikap manis bagaimana ?"

"Ya bersikap baik lah mas, seakan akan mas memang suka sama dia."

"Waduuh.. kamu ada2 saja.. itu tidak gampang Laras, bagaimana mungkin orang bisa berpura pura suka sementara sebenarnya dia tidak suka? Aku baik sama Dita karena dia adik dari Maruti, gadis yang sesungguhnya aku cintai."

"Mas, aku kira tidak berlebihan kalau mas bersikap baik .. ya.. nggak usah harus mesra2 begitu.. pokoknya baik.. yah.. seperti dulu.. ketika belum ada peristiwa ini.

"Hm. kamu itu Laras.. " keluh Panji.

"Cobalah mas, misalnya datang kerumah, menemui dia, bawa oleh2 buat dia, aku kira dengan begitu Dita pasti bahagia. Nggak usah bicara so'al pernikahan dulu lah.. siapa juga suruh cepat2 menikah.. Mungkin mengetahui bahwa mas sangat perhatian sama dia, dia sudah sangat bahagia kok."

Panji hanya terdiam. Dia kasihan pada Maruti, pasti sangat sedih mendengar penolakannya untuk menerima Dita.

Tiba2 telephone Panji berdering.

"Dari Maruti ," bisiknya. 

"Ada apa mas, coba diterima, kok malah dipandangi begitu," tegur Laras.

"Takut dia bicara sambil nangis2 kayak kemarin," tapi diangkatnya panggilan telephone itu.

"Hallo Maruti, ya.. ada apa.. jangan menangis lagi Maruti, tenangkan hatimu," kata Panji.

"Mas, datanglah kerumah.." tapi suara dari seberang benar2 sambil menangis.

"Ada apa? Aku sedang memikirkan kata2mu sore kemarin."

"Mas, datanglah sekarang juga. Tiba2 Dita kesakitan luar biasa, baru saja ibu menelpon mas," tangis Maruti semakin keras.

"Tidak dibawa ke dokter?"

"Nggak mau mas, katanya menunggu mas.."

Wadhuh....

***

besok lagi ya

 

 

No comments:

Post a Comment

M E L A T I 45

  M E L A T I    45 (Tien Kumalasari)   Melati merasa gelisah. Dia tahu, Nurin bersikap baik kepadanya, tapi ia mengkhawatirkan sikap ibunya...