Saturday, January 26, 2019

SEPENGGAL KISAH 147

SEPENGGAL KISAH  147

(Tien Kumalasari)

 

Asri berlari mendekati mobil, yang kemudian terbuka, lalu dia menggendong Pandu sambil menciumi sepuas puasnya.

"Anakku, sayangku.. cintaku.. Pandu... "

"Ibu jangan menangis lagi, Pandu sudah pulang." Kata Pandu sambil mempererat pelukannya pada ibunya.

Mereka berjalan keteras rumah, dimana pak Marsam sudah menunggu, dan disudut sofa itu Damar mengamatinya dengan wajah sayu.

Bowo tak lama juga turun, kemudian di mobil satunya lagi Ongki juga turun dan bersama memsuki rumah.

Bowo dan Ongky tertegun, melihat Damar ada diteras itu. Seketika kemarahan Bowo yang sudah teredamkan, kembali meluap.

"O, dia ada disini ? Apa kamu ingin menagih janji isteriku?" katanya sambil duduk menyilangkan kakinya dihadapan Damar.

Ongky yang kemudian duduk didekat Bowo menepuk nepuk punggung Bowo untuk menenangkannya.

Damar tak menjawab, matanya yang sayu memandangi Bwo tanpa berkedip. Asri sudah masuk kedalam, membasuk kaki tangan Pandu dan menggantikan bajunya yang dari pagi masih juga dipakai.

"Benarkah? Mau menagih janji?"  Bowo melanjutkan kata2nya.

"Aku minta ma'af..." lirih suara Damar.

"Ya, pasti, sudah lama aku mema'afkan kamu, dan aku juga sudah merelakan isteriku." kata Bowo sengit.

"Tidak.. bukan itu."

Tapi Bowo kemudian membalikkan tubuhnya, naik keatas mobilnya dan keluar dari sana. Ia tak perduli walau Ongky berteriak memanggil manggil, sambil mengejar.

"Bowooo, dengar dulu Bowooo !!"

Mobil Bowo telah menghilang . Ongky membanting banting kakinya karena kesal.

"Heran, mengapa dia jadi keras kepala begitu?" keluhnya sambil kembali masuk ke teras. Dilihatnya Asri sudah keluar lagi, dan terkejut mendengar Ongky berteriak teriak.

"Ada apa mas?" Mana mas Bowo?" tanyanya sambil melihat lihat, dan tak ada lagi mobil suaminya dihalaman.

"Dia pergi lagi?"

"Dia itu kepala batu! Keras kepala!" 

Damar tertunduk diam. Perasaannya semakin tersiksa melihat Bowo tak bisa menerima permintaan ma'afnya dan masih saja salah terima.

"Aku hanya ingin minta ma'af, tidak ada selain itu." ujar Damar lemah. 

Tiba2 Ongky menyadari, betapa pucatnya wajah Damar. Ia ingat pagi tadi masih berbicara dengan lancar, dan bersemangat memajukan perusahaan yang dikelolanya bersama. Mengapa tiba2 ada disini dalam keadaan lesu lelah dan tampak kesakitan.

"Tunggu Damar, bagaimana kamu tiba2 ada disini?"

Ponsel Ongky berdering, dari seberang didengarnya suara Nancy.

"Hallo om.."

"Nancy, ada apa?"

"Om, papa lari dari rumah sakit tempat dia dirawat sejak siang tadi. " kata Nancy sambil menangis.

"Dirawat? Jadi papa kamu dirawat dirumah sakit, lalu lari atau pergi tanpa pamit, begitu ?"

"Om, tadi pagi papa Damar memaksa pergi ke Solo. Ia ingin menemui ibu Asri, tapi dijlan tiba2 pingsan, dan Nancy membawanya kerumah sakit. "

"Astaga, sampai begitu ?" Lalu kamu kemana sampai tidak tau dia pergi?"

"Nancy baru keluar untuk membeli sesuatu,Nancy kira papa Damar tidur. Ketika kembali dia sudah tidak ada, dan Nancy mencari kemana mana tidak ketemu. Dia juga tidak pulang kerumah grandma"

"Tenanglah Nancy, dia bersama aku."

"Benarkah?" suara Nancy gembira.

"Ya, sekarang juga aku akan mengantarnya kerumah sakit, tunggu saja disitu, oke?"

"Baiklah om, terimakasih."

Ongky memandangi Damar yang masih tertunduk.

"Damar, intinya aku sudah tau apa yang kamu maksud, hal yang belum pernah tercetus dari bibir kamu didepan keluaga ini, sekarang sudah jelas, kalau ada yang belum jelas aku yang akan mengatakannya. Yang penting sekarang aku harus membawamu kembali kerumah sakit."

Ongky mendekati Damar, membantunya berdiri dan memapahnya berjalan kearah mobilnya.

"Asri, Damar kesini mau minta ma'af, ia merasa berdosa karena telah memaaksamu untuk menjanjikan sesuatu yang sesungguhnya bukan keinginanmu. Bukankah begitu Damar? " Ongky berbicara kepada Asri kemudian menoleh kearah Damar.

Damar mengangguk sambil mengikuti langkah Ongky. Ketika melewati tempat dimana Asri berdiri, ia mengulurkan tangannya, yang disambut Asri dengan rasa memelas, lalu dibiarkannya Damar mencium tangannya.

Keduanya berlalu, menaiki mbil dan menghilang dibalik pagar rumah Asri.

Mata Asri ber kaca2, sesungguhnya dia merasa iba, tapi itu bukan cinta. Mengharu biru menyaksikan keadaan tubuh Damar yang tadinya gagah dan mempesona, sekarang tampak layu, kuyu, tanpa semangat. Tampak tua, lebih tua puluhan tahun dari usia yang sebenarnya.

"Semoga kamu bisa sembuh Damar." bisiknya lirih, sambil mengusap air matanya. 

Namun Asri masih merasa sedih karena suaminya masih salah paham atas kedatangan Damar.

 

Diperjalanan kerumah sakit, Damar berpesan pada Ongky.

"Tolong mas, temukan Bowo, dan katakan seperti katamu tadi.."

"Bahwa kamu merasa bersalah dan tidak berkeinginan seperti janji Asri waktu itu?"

"Ya mas.."

Setelah mengantarkan kembali Damar kerumah sakit, dan wanti2 agar Damar benar2 istirahat menenangkan hati, juga selalu menuruti nasihat dokter, kemudian Ongky mencari Bowo, tapi ia tak tau Bowo pergi kemana. Dihotel tempatnya tadi pergi bersama Pandu juga tak ada. Sambil menjalankan mobilnya pelan2, matanya mencari cari, barangkali Bowo sedang makan disuatu rumah makan, atau di cafe tempat orang minum2. Tapi bayangan sahabatnya tak juga ditemukan.

"Dasar kepala batu. Keras kepala.!! Ongky mengumpat umpat.

Ia juga mencari kerumah orang tua Bowo, tapi juga tak ada. Namun pagi harinya Ongky menemukannya dikantor Bowo. Masih dengan pakaian yang kemarin, tampak lusuh, dan tak ada sedikitpun berkas diatas mejanya. Pertanda bahwa Bowo tidak sedang mengerjakan apapun. Dilihatnya sahabatnya itu bertopang dagu, danntampak tak bersemangat.

"Bowo, kamu jangan salah sangka."

"Apa maksudmu Ongky? Kamu itu temannya, sahabatnya, sudah selayaknya kalau kamu membela dia."

"Bowo, tidakkah kamu melihat keadaannya>? Wajahnya yang pucat, tubuhnya yang kurus kering dan tak bersemangat? Apakah kamu merasa bahwa dia sehat?"

Bowo terdiam.

" Begini, sudah sejak lama Damar merasa menyesal, bahkan merasa berdosa karena telah meminta hal yang tak pantas pada Asri. Ia sering mengatakan itu. Bahkan karena merasa berdosa dia tak ingin disembuhkan, memaksa pulang."

"Dia pulang bukan karena sembuh ?" 

"Dia memaksa pulang karena tak ingin sembuh. Dia berkali kali mengatakan bahwa dia memilih mati dari pada mengoyak kebahagiaan Asri dan kamu."

#adalanjutannyaya#

 

No comments:

Post a Comment

M E L A T I 45

  M E L A T I    45 (Tien Kumalasari)   Melati merasa gelisah. Dia tahu, Nurin bersikap baik kepadanya, tapi ia mengkhawatirkan sikap ibunya...