Friday, January 25, 2019

SEPENGGAL KISAH 145

SEPENGGAL KISAH  145

(Tien Kumalasari)

 

Bowo mengangkat Pandu yang tergolek di jok belakang. Bowo terkejut, badan Pandu panas. Bergegas Bowo memesan sebuah kamar, dan membawa anaknya kekamar itu lalu menidurkannya.

"Pandu.. Pandu, kamu sakit?" Kata Bowo cemas.

"Aku mau ibu.."" mulut kecil itu berbisik lirih

Bowo kebingungan, ia tak punya persediaan obat untuk Pandu. Badan Pandu panas sekali. Ia berlari keluar, bingung harus melakukan apa. Ia sadar, rupanya tak mudah menjaga anak kecil. Biasanya Asri yang melakukannya. Bowo masuk kembali kekamar, dan dilihatnya Pandu masih memejamkan mata. Diam tak bergerak.  Ia lari lagi keluar menanyakan kepada penjaga apakah punya obat panas untuk anak kecil, tapi tidak ada. Bowo kembali masuk kekamar, digendongnya Pandu, lalu dibawanya ke mobil Satu2nya jalan  adalah membawa Pandu kerumah sakit.

Pandu tak bergerak, Bowo sangat panik. Ia merasa tak berdaya. Mengapa semua menjadi seperti ini? Bowo mencari cari, apa yang salah dalam langkahnya. Sesungguhnya hatinya dibakar cemburu. Dan semuanya menjadi gelap, dan semuanya berjalan seperti tanpa arah. Ia juga bingung bagaimana menghadapi anaknya yang rewel dan hanya mau bersama ibunya. Masa ia harus membawanya pulang? Semuanya serba membingungkan.

Begitu sampai dirumah sakit Bowo segera membawa Pandu keruang pemeriksaan. Ia menunggu dengan perasaan gelisah. Berjam jam menunggu, dan dokter mengatakan bahwa Pandu sudah sadarkan diri. Bowo masuk kedalam, dilihatnya Pandu tergolek lemah, tapi begitu melihat ayahnya Pandu langsung memalingkan muka.

"Pandu, kamu tidak apa2?" Kata Bowo sambil memegangi kepala anaknya. Sudah tidak sepanas tadi.

"Aku mau ibu.." hanya itu yang diucapkannya.

Tiba2 seorang gadis cantik masuk kedalam ruangan itu, menemui salah seorang perawat dan berbicara sesuati. Bowo merasa pernah melihat gadis itu, tapi agak lupa. Namun Pandu tiba2 berteriak.

"Nancy .."

Gadis itu menoleh, dan setengah berlari mendekati Pandu.

"Pandu... Pandu.. kamu sakit apa? Pak Bowo.. kenapa dia? tanya Nancy ..

""Hanya panas sedikit, kata dokter nggak apa2."

"Nancy.. antarkan aku pulang... aku mau ibu.." bisik Pandu lirih.

Nancy agak heran mendengar kata2 Pandu. Namun Bowo yang enggan mengatakan hal yang sebenarnya, balik bertanya.

"Kamu sakit, Nancy?"

"Bukan, papa Damar masuk rumah sakit lagi. Ia harus dirawat untuk beberapa hari."

"Oh, aku ikut prihatin." hanya itu yang diucapkan Bowo.

"Ma'af pak Bowo, Nancy akan mengambil obat dulu untuk papa Damar, so'alnya harus segera diberikan."

"Silahkan Nancy."

"Nancy..." Pandu memanggilnya sambil tangannya melambai kearah Nancy. Nancy berbalik dan mendekati Pandu.

"Pandu sayang, Nancy harus mengurus obatnya papa Nancy dulu ya, nanti Nancy kesini lagi."

Nancy mencium kening Pandu dan berlalu.

Rupanya dokter tidak menyuruh Pandu untuk opname dirumah sakit. Pandu hanya mendapatkan obat yang harus diminumnya dirumah.

Bowo menerima resep dari dokter dan diambilnya di apotik. Setelah menyelesaikan semuanya, Bowo menggendong Pandu untuk diajaknya pulang. Lebih tepatnya diajaknya kembali ke hotel.

Pandu terus merengek memanggil manggil ibunya. "Oh ya, kita belum makan, makan dulu ya, di restoran yang ada es krim nya.."

"Aku mau sama ibu.."

"Baiklah, bapak aka membeli makanan saja dan kita makan bersama dihotel.  Kamu suka ayam goreng kan?"Bowo berhenti disebuah rumah makan, ia keluar, mengunci mobilnya dan berjalan kearah rumah makan.

Pandu kecil berbaring di jok belakang,Ia hanya diam, dan bingung menghadapi keadan seperti itu. Ia tak tau mengapa ayahnya tak mau mengajak ibunya serta. 

Tiba2 seseorang mengetuk kaca mobilnya dari luar. Pandu bangkit dan dusuk, ia mengenali laki2 yang ada diluar mobil.

"Om Ongky !!"

Ongky berusaha membuka pintu mobil tapi memang erkunci. Ia menoleh kesana kemari, dn melihat Bowo sedang menenteng tas berisi bungkusan.

Bowo terkejut melihat Ongky.

"Apa yang kamu lakukan Bowo?"

Bowo tak menjawab, ia membuka pintu mobil dan meletakkan bungkusan itu diatas jok depan. 

"Bowo, mau kemana kamu? Aku mencari kamu.."

Bowo tak menjawab. Ia naik keatas mobilnya dan menjalankannya.

Ongky berlari kearah mobilnya dan mengikuti kemana Bowo pergi.

Asri duduk termangu dissofa kamar tamuya. Ia berharap Pandu akan kembali. Tpi sampai menjelang sore tak ada berita tentang Pandu. Pak Marsam duduk didepannya, keduanya terdiam, tak tau apa yang akan dibicarakannya. Mereka hanya menunggu. Menunggu keajaiban, menunggu terbukanya hati Bowo, menunggu belas kasihan dari Allah sesembahan meraka agar segala kemelut segera berakhir.

Tiba2 ponsel berdering, Asri segera mengangkatnya, dari Ongky.

"Hallo mas,"

"Asri, aku menemukan Bowo dan anakmu," kata Ongky dari seberang sana.

"Oh ya mas, mas Ongky sudah berbicara? Bagaimana mas Bowo? Maukah kembali pulang mas? Katakan mas.." jawab Asri bersemangat.

"Aku baru mengikuti mobilnya. Tadi mereka membeli makanan.. belum bicara sama dia, dia langsung mengendarai mobilnya, sekarang aku mengikutinya."

"Dimana mas, aku boleh menyusul?"

"Jangan Asri, biar aku saja yang berbicara nanti. Sudahlah, tenangkan hatimu, Bowo tak akan tahan mendengar rengekan anakmu."

"Selalu kabari aku ya mas?"

"Jangan khawatir Asri."

Asri merasa agak lega mendengar Ongky sudah tahu dimana Bowo membawa Pandu. 

 

Sore itu Nancy masih dirumah sakit. Damar sesungguhnya ingin pulang tapi dokter melarangnya . Nancy juga wanti2 agar papa Damarnya bersabar untuk beberapa hari.

"Tapi aku ingin kerumah Asri terlebih dulu."

"Nanti kalau papa sudah baik Nancy akan antar papa kesana. Papa tau? Tadi Nancy ketemu pak Bowo di klinik."

Damar terkejut.

"Dia mengantar Pandu yang lagi sakit. Nancy heran, Pandu merengek minta diantr pulang oleh Nancy. Mengapa dia bilang begitu sama Nancy ya pa? Sepertinya pak Bowo memaksa Pandu untuk ikut bersamanya. Nancy kasihan sama Pandu, dia tampak sedih."

Damar semakin miris, tampaknya seperti yang didengarnya ditelpon pagi tadi, Bowo sudah berhasil membawa Pandu pergi.

"Aku mau pulang sekarang." kata Damar sambil bangkit dari ranjangnya."

#adalanjutannyaya#

No comments:

Post a Comment

M E L A T I 45

  M E L A T I    45 (Tien Kumalasari)   Melati merasa gelisah. Dia tahu, Nurin bersikap baik kepadanya, tapi ia mengkhawatirkan sikap ibunya...