Monday, January 21, 2019

SEPENGGAL KISAH 140

SEPENGGAL KISAH  140

(Tien Kumalasari)

 

Asri memegang tangan Bowo yang kemudian ditepiskan oleh suaminya.

"Jadi dia mau karena kamu sanguup meninggalkan keluargamu?"

"Tunggu mas, dengar dulu penjelasanku.."

"Ya.. ya.. aku sudah mengerti tanpa kamu menjelaskannya, aku sudah tau Damar berangkat karena kamu berjanji seperti itu, dan .. baiklah.. aku terima itu."

Bowo berdiri, masuk kedalam rumah. Asri mengikutinya sambil menangis.

"Mas Bowo, aku kan belum selesai ngomong, dengar dulu mas.. aku hany bilang ya, tapi aku tidak bersungguh sungguh. Aku hanya melakukannya suyapa dia mau berobat mas.. aku tidak bersungguh sungguh.."

"Jadi kamu mempermainkan perasaan orang lain, membohonginya, lalu bagaimana kamu menebusnya? Kamu akan mengingkari janjimu? Apa itu pebuatan terpuji?" Omel Bowo sambil masuk kedalam kamar, lalu merebahkan tubuhnya ditempat tidur.

 Asri merebahkan tubuhnya disamping suaminya, merangkulnya dari belakang.

"Mas, ma'afkan Asri mas... Asri salah, tapi mas harus tau, Asri melakukannya demi nyawa seseorang."

"Lalu apa yang akan kamu lakukan kalau dia pulang nanti?" Jawab Bowo tanpa membalikkan tubuhnya.

"Mas, aku akan mencari jalan terbaik nanti, supaya dia tidak menuntut.."

"Jalan terbaik apa? Kamu akan mengingkari janjimu, dan dia akan mengejarmu, dan itu akan membuat hidup kita tidak tenang selamanya."

"Kita akan bicara baik2.. aku akan katakan sebabnya..dan...."

"Diamlah.. aku ingin beristirahat..." Bowo menarik sebuah bantal yang kemudian ditutupkannya pada telinganya.

Asri  terguguk dalam tangis. Ia berharap suaminya bisa mengerti, ia berharap bisa mengurangi beban yang disandangnya, tapi Bowo justru marah dan tak mau mendengarkan kata2nya. Asri merasa putus asa.. yak tau lagi harus mengatakan apa.

Pagi hari itu ketika Asri terbangun, dilihatnya suaminya tak lagi berbaring disampingnya, Bergegas Asri bangkit dan mencari keluar, dikamar mandi.. dimeja makan.. diteras... dan dijenguknya garasi mobil..  mobil suaminya nggak ada... Asri melangkah kedalam..

"Bapaak..." Asri memanggil pak Marsam. Dilihatnya pak Marsam sedang memandikan Pandu ..

"Bapak.. mas Bowo sudah berangkat ?"

"Lho, sudah tadi pagi2 sekali, dia minta aku yang mengantar Pandu karena ada perlu pagi2, gitu nduk, kamu malah nggak tau?"

"Oh, iya.. ? Asri baru bangun bapak.. ya sudahlah.. "Asri masuk kedapur menyiapkan makan pagi untuk Pandu. Pikirannya melayang kemana mana. Tampaknya suaminya benar2 marah sehingga pergi pagi2 tanpa mau membangunkannya.  Asri sedih, ia akan mencoba menelponnya setelah Pandu sarapan kemudian berangkat kesekolah.

"Ibu.. , ibu buat nasi goreng buat Pandu?" teriak Pandu dari meja makan.

"Ya, sayang.. sama telur dadar bukan?"

"Telurnya di iris iris ya bu?"

"Baiklah .."

Asri melayani sarapan anaknya. Untunglah tak ada protes pagi itu tentang sarapan yang disiapkannya.

"Bapak sarapan sekalian saja," pinta Asri.

"Bapak nanti saja sepulang dari mengantarkan Pandu. Apa kamu mau pergi?"

"Mungkin mau kerumah Danik, sambil belanja sekalian."

"Baiklah, nanti bapak sarapan sendiri saja.

Setelah Pandu berangkat, Asri mencoba menelpon Bowo, namun berkali kali Bowo nggak mau mengangkatnya. Yang terakhir malah kemudian Bowo mematikan ponselnya.

"Ya ampun mas Bowo, Asri hanya mencintai kamu, Asri nggak akan meninggalkan kamu." bisik Asri sedih.

Kemudian Asri menelpon Ongky, untuk mengadukan sikap Bowo setelah Asri berterus terang. Namun lama sekali juga tidak bisa nyambung. Asri kebingungan dan tidak tau harus melakukan apa. Perlahan air matanya mengalir lagi. Ia menyesal tak berani berterus terang kepada suaminya sejak awal. Sekarang sudah terlambat, dan suaminya tidak mau menerima alasan dia melakukannya.

Pasti nanti Danik juga akan menyalahkan aku, pikir Asri, yang kemudian mengurungkan niyatnya menemui Danik. Orang yang akan  disambatinya hanyalah Ongky, Lagipula Ongky yang menyarankan ia berterus terang pada suaminya. 

Lalu dicobanya lagi menelpon Ongky. Namun tiba2 Ongky sudah ada didepannya. Langsung masuk kerumah dan melongok kedalam. Rupanya dia naik taksi, tidak membawa mobilnya sendiri.

"Mana Bowo?"

"Mas Bowo sudah pergi pagi2 sekali."

"Oh ya? Tumben? Ada acara apa sepagi ini?"

"Dia lagi marah2 sama aku.."

"Marah? Kenapa?"

"Bukankah mas Ongky yang menyuruh aku berterus terang pada mas Bowo mengenai keberangkatan Damar itu ?"

"Jadi dia marah karena itu ?"

"Marah sekali dan tidak mau mendengar penjelasanku. Mas.. tolong aku, sungguh aku nggak mau kehilangan dia.. aku harus bagaimana mas?"

"Aku kan sudah bilang ini berat bagi kamu dan suamimu. Ya jelaslah suamimu marah, kamu mengambil keputusan yang sangat berani, dan bersiap untuk berbohong nanti. "

"Mas Ongky jangan memarahi aku lagi dong, tolong aku." kata Asri sambil berlinang air mata.

"Aku ini terburu buru Asri, hari ini juga aku mau berangkat menemui Damar, Nancy sudah menelpone aku berkali kali, jadi aku selesaikan pekerjaanku dulu baru berangkat."

"Tapi mas, mas Bowo bagaimana?" 

"Biarkan saja dulu, nanti kalau marahya reda kan bisa diajak bicara."

Kata Ongky sambil berdiri dan melangkah keluar.

"Mas, .." Asri benar2 menangis. Ongky merasa iba.

"Asri, aku harus berangkat sekarang, nanti aku ketinggalan pesawat. Tapi aku janji, aku akan menelpon Bowo nanti."

"Mas..."

Ongky melangkah kearah taksi yang menungguinya dihalaman.. lalu melambaikan tangannya, apa boleh buat, ia harus pergi, dan meninggalkan Asri yang berdiri dipintu sambil berlinang air mata.

Hari itu Asri nggak jadi pergi.. ia bermalasan dirumah sambil meratapi langkahnya yang semua orang menganggapnya keliru. 'Dulu dia pernah berkata, kalau ini dosa, biarlah aku yang menanggungnya, kalau ini membuatku menderita, pasti akan ada jalan keluarnya. Tapi mana jalan keluar itu? Sudah adakah dalam gambaran atau angan2anya? Baru selangkah dia bersikap, hasilnya sudah demikian menyakitkan.

Tapi tanpa diduga, malam itu Bowo pulang. Wajahnya masih kaku, tapi Asri menyambutnya dengan sebaik baiknya seorang isteri menyambut suaminya. Tapi Bowo menolak ajakan makan yang sudah disiapkannya. Ia menunggu Asri diteras rumah untuk mengatakan sesuatu. Dan dengan berdebar Asri mendekatinya. Duduk disamping suaminya, dan bermaksud menyandarkan kepalanya dibahu bidang yang selalu dipakainya untuk tempat bertumpu. Tapi Bowo menghindar. Pedih hati Asri.

"Mas, aku kan sudah mina ma'af." bisik Asri pilu,

"Baiklah, aku ma'afkan kamu. Tapi aku sudah mengambil keputusan."

Asri menatap suaminya, wajah tampan yang penuh wibawa dan kasih sayang itu tampak muram. Asri ingin mengelusnya, tapi diurungkannya. Ia takut Bowo akan menepiskannya lagi.

"Mas..."

"Asri, aku tak ingin isteriku jadi pembohong."

"Ya mas, ma'af..  aku salah.."

"Dan aku juga tak ingin kamu mengingkari janjimu kepada Damar."

Asri masih tak mengerti, wajah itu begitu kaku, membuat hatinya bergetar.

"Aku ikhlas.."

"Apa maksudmu mas?"

"Kamu boleh meninggalkan aku dan Pandu, untuk menepati janjimu sama Damar."

"Tidaaaaak......" Asri menjerit histeris.

 

#adalanjutannya#

 


No comments:

Post a Comment

M E L A T I 45

  M E L A T I    45 (Tien Kumalasari)   Melati merasa gelisah. Dia tahu, Nurin bersikap baik kepadanya, tapi ia mengkhawatirkan sikap ibunya...