Sunday, January 20, 2019

SEPENGGAL KISAH 139

SEPENGGAL KISAH  139

(Tien Kumalasari)

 

Ongky sedih, apakah dengan begitu Damar tak bisa disembuhkan?

Benarkah Damar hanya akan bertahan paling lama 6 bulan seperti perkiraan dokter, atau bahkan kurang dari itu? Ongky memang belum lama dikenalnya, kalau dibandingkan dengan persahabatannya dengan Bowo yang berjalan sejak mereka masih sama2 kuliah. Ongky mengenal Damar ketika mereka ternyata menggeluti dunia bisnis yang sama, dan bersatu ketika Damar menemukan kenyataan tentang kedua orang tuanya , yang tertipu oleh teman bisnisnya, yang terbunuh juga oleh upaya orang yang sama. Namun mereka sudah sangat dekat, melebihi seorang saudara. Ketika mereka saling berdebat, bermarahan, kemudian bercanda, semuanya adalah warna2 dalam kehidupan mereka, yang tak bisa dilupakannya begitu saja.

Sekarang ketika Damar sakit, hati Ongkypun ikut merasakan pedihnya. Segala upaya ingin dilakukannya agar sahabatnya bisa pulih seperti sedya kala.

Namun seminggu kemudian sebuah keajaiban terjadi. Nancy menelpon dengan suara sedikit riang, tidak lesu seperti biasanya.

"Tapi om, kata dokter lagi keadaannya membaik , Artinya kanker itu perlahan bisa dimatikan." Lanjut Nancy.

"Benarkah? Jadi masih ada harapan?"

"Kata dokter ini semua mujizat, dan hanya Tuhan yang bisa melakukannya. Cuma mungkin memakan waktu yang agak lama. Entahlah, ini diluar jangkauan ilmu kedokteran yang manapun juga, "

"Ya Tuhan, terimakasih... semoga dia semakin membaik," bisik Ongky sambil menadahkan kedua tangannya keatas, sebuah permohonan kepada Tuhannya, yang dilakukannya dengan segenap hatinya.

"Om, apakah om akan kemari dalam waktu dekat ini?"

"Ya Nancy, setelah semua urusan disini aku bereskan. Tapi bagaimana dengan papa kamu? Apakah dia masih juga ingin pulang?"

"Sering bilang begitu, tapi Nancy berhasil membujuknya. Tadinya Nancy merasa bahwa papa memang sudah putus asa dan tak ingin sembuh. Ini keajaiban"

 

Berita itu sudah disampaikan pada Bowo sahabatnya yang menerima berita itu dengan suka cita pula. 

"Ini sebuah keajaiban Ongky, mudah2an itu benar, mudah2an dia bisa segera pulih." kata Bowo ditelephone ketika Ongky mengabarinya.

Asri mendengarkan berita itu dengan harap2 cemas. Harapan untuk kesemduhan Damar, itu pasti,tapi kecemasan juga mulai merayapi hatinya. Ada yang haru dilakukannya ketika nanti   Damar menagih janji. Dan itu sekarang memang sedang menyiksanya. Apalagi ia menyembunyikann hal itu dari suaminya. Ini terasa berat. Asri bingung harus melakukan apa.

Kegelisahan itu hanya disampaikannya pada Ongky, sahabat suaminya. Tampaknya Asri ingin bertemu Ongky, dan mengeluhkan perasaan gelisahnya. Pasti Ongky akan menyalahkannya. Tapi bagaimana lagi, ternyata ia tak sanggup menahan beban itu seorang diri. Harus ada seseorang yang bisa memberinya jalan untuk keluar dari kemelut hatinya ini. 

 

Keinginannya bertemu Ongky itu kesampaian ketika Ongky menelpon dan ingin pergi kerumah bu Surya dengan mengajaknya. Ongky bilang sudah meminta ijin dari Bowo suaminya. Tapi sebelum berangkat Asri mangajaknya bicara.

"Aku kan sudah bilang, ini akan berakibat buruk. "

"Ya, aku tau mas Ongky akan bilang begitu."

"Apa yang harus kamu lakukan? "

"Justru itu aku ingin omong2 sama mas Ongky."

"  Kan kamu yang punya mau?"

"Tolong aku mas, katakan aku harus bagaimana?"

"Kamu dulu begitu yakin akan bisa mengatasinya, sekarang kamu kebingungan. Apa sebaiknya kita do'akan saja supaya Damar nggak jadi sembuh?"

"Mas Ongky jahat. Masa mendo'akan seperti itu?"

"Kan permasalahannya akan datang kalau Damar sembuh lalu menagih janji?"

Asri terdiam, ia sudah tau bagaimana jawaban Ongky kalau dia mengajaknya bicara. Tapi Ongky kemudian merasa kasihan melihat kegelisahan Asri.

"Aku tau jalan yang harus kamu lalui."

"Gimana mas?"

"Pertama kali, kamu harus berterus terang pada suamimu."

Asri termenung. Pernah tersirat keinginan itu, tapi dia tidak berani melakukannya. Bagamana kalau suaminya marah? Lalu membencinya, lalu mengira dia tidak setia, lalu..." Ya Tuhan, aku tak berani membayangkannya. " keluh Asri

"Apapun akibatnya, lakukanlah itu. Hanya itu saranku."

Mestinya Ongky akan mengajak Asri menemui bu Surya, tapi kemudian Asri menolaknya. Ia ingin mereka reka kalimat yang akan dikatakannya ketika suaminya pulang nanti.  Hatinya gelisah, dia hanya terdiam dikamar dan terus mencari kelimat terbaik yang bisa diterima nalar suaminya.

Ia tak mendengar suara mobil ketika suaminya datang, dan terkejut ketika tiba2 Bowo muncul dikamar. Hari masih siang, rupanya Bowo pulang lebih awal.

"Kamu sakit ?" tanya Bowo khawatir.

"Tidak, Ma'af mas, baru selesai menata baju2 di almari." jawab Asri sekenanya.

"Oh, baiklah, aku mau ganti baju dulu."

"Aku siapkan makan siang ya mas.." kata Asri yang langsung keluar dari kamar.

Ketika menata meja itu Asri masih saja mereka reka kalimat yang tadi sudah disusunnya kemudian buyar lagi. 

"Asri, kamu meletakkan sendoknya terbalik." tegur pak Marsam yang datang bersama Pandu.

"Haa.. kan sendok letaknya dikanan ibu, garpunya dikiri," cela Pandu sambil tertawa.

"Oh.. iya, gimana ibu ini.. " Asri mencoba tertawa sambil membetulkan letak sendok garpu disamping piring suaminya.

"Tadi Pandu sudah menatanya, kamu membalikkannya, gimana sih?" tegur pak Marsam lagi.

"Iya bapak, Asri linglung."

Dimeja makan itu Asri tidak mengatakan apapun tentang janjinya kepada Damar. Ia sungkan karena ada ayahnya, lagi pula ada Pandu yang pasti belum bisa menerima keadaan itu.

Baru setelah malam, dan mereka duduk berdua diteras, Asri bersiap melakukannya. Kata Ongky, ini jalan terbaik untuk mengurangi beban pikirannya, jadi ia harus melakukannya.

"Kok dari tadi diam ? Tegur Bowo 

"Diluar hawanya segar, Asri jadi ngantuk.."

"Kalau begitu ayo tidur saja," ajak Bowo.

"Tunggu mas, m.. Asri ingin mengatakan sesuatu.

"Oh ya, apa itu ?" Bowo menatap wajah Asri yang tampak gelisah. Asri mengingat ingat lagi kalimat yang tadi sudah disusunnya.

"Ada apa sih? Sepertinya serius banget.."

"Mas.. mas kan tau.. 

"Nggak, aku nggak tau..." canda Bowo..

"Maaas.. serius nih mas.. ini tentang Damar.."

"O... tentang Damar... 

"Mas kan tau.. dulu Damar nggak mau diajak berobat keluar negeri oleh mas Ongky."

"Ya, dan kamu berhasil membujuknya kan?"

"Benar...."

Lalu Asri terdiam, mengingat lagi kalimat berikut yang harus diucapkannya. Aduh.. Asri lupa, Asri sangat gugup.. sungguh..

"Trus kenapa?"

"Mm.. ketika itu Damar mengajukan syarat.."

"O.. ya, syarat apa?"

"Ia mau, ... asalkan..." Asri tak sanggup mengatakannya, harusnya dia memulainya dari .. bukan kalimat yang tadi, gimana sih.. kacau banget..

"Begini... dia mau.. 

"Asalkan..." Bowo yang melanjutkan kalimat itu, walau belum tau kelanjutan kalimatnya.

"Dia ingin aku ..aku.. meninggalkan mas Bowo..."

Dan Bowo langsung berdiri, memandangi Asri dengan pandangan tak percaya. Ada kilatan kemarahan dimata Bowo, yang membuat hati Asri sangat kecut.

#adalanjutannyaya#

No comments:

Post a Comment

M E L A T I 45

  M E L A T I    45 (Tien Kumalasari)   Melati merasa gelisah. Dia tahu, Nurin bersikap baik kepadanya, tapi ia mengkhawatirkan sikap ibunya...