Sunday, January 20, 2019

SEPENGGAL KISAH 138

SEPENGGAL KISAH  138

(Tien Kumalasari)

 

Bu Surya kebingungan ketika Ongky menelpon dari Cina, dan mengatakan bahwa Damar ingin pulang saja. 

"Bagaimana mungkin nak Ongky? Bukankah sudah sampai disana? Sudahbu, malah sudah masuk rumah sakit karena di pesawat tadi keadaannya memburuk."

"Kalau begitu biar saja diteruskan pengobatannya nak, kasihan.. sudah sampai mengapa harus balik lagi?"

"Dia tampak bingung,"

"Tapi bagaimana kata dokternya nak?"

"Lebih baik dirawat saja dulu sambil menunggu perkembangannya."

"Kalau begitu bujuk dia dulu nak, dia itu memang seperti orang bingung. Kami mendo'akan supaya semuanya berjalan lancar dan mendapatkan hasil yang baik."

"Grandma, bolehkah Nancy menyusul kesana?"

Nancy yang mendengar hal itu menawarkan diri untuk menyusul, dan Ongky segera menyetujuinya.

Namun bu Surya merasa gelisah. Entah mengapa perasaan2 itu muncul begitu saja. Perasaan akan kehilangan Damar, perasaan yang ... ya Tuhan.. bu Surya tak bisa membayangkannya. Damar seperti anak kandungnya sendiri. Ayah ibunya adalah sahabatnya, dan dia sudah berjanji akan merawatnya. Tapi mengapa kemudian menjadi seperti ini? Apakah yang harus disesali? Semuanya terjadi begitu saja.

"Ya Tuhan, sembuhkanlah dia... sembuhkanlah dia.." bisiknya lirih sambil menadahkan tangannya." Semoga Nancy bisa membuatnya lebih tenang." harapnya.

 

Namun ketika Asri kemudian juga mengatakan kepada Danik sahabatnya tentang janjinya kepada Damar, Danik marah2. Ia menyalahkan Asri yang begitu tega membuat akal2an.

"Kamu keterlaluan Asri, akibatnya akan buruk. Kamu akan menyesalinya nanti."

"Ya aku tau, tapi tak ada ja lan lain. Aku ingin dia sembuh Danik."

Mata Danik menatap wajah Asri lekat2.. ia mencoba mencari, apa yang sesungguhnya tersembunyi dibalik wajah cantik itu.

"Mengapa kamu memandangi aku seperti itu?"

"Apa sesungguhnya yang ada dalam pikiranmu Asri?"

"Aku hanya ingin membantu, mengapa semua orang mencurigai aku?"

"Bukan begitu, langkahmu diluar akalku Asri."

"Aku sudah bilang sama mas Ongky, kalau ini dosa, biarlah aku yang menanggungnya, kalau ini menyengsarakan hidupku, aku percaya pasti akan jalan keluarnya."

Danik menggeleng gelengkan kepalanya. Tapi seperti juga Ongky, Danik meraba, masih ada rasa cinta dihati Asri. Mungkin Asri tidak merasakannya karena rasa itu tenggelam didasar hatinya yang paling dalam.

 

Bowo yang mendengar dari Ongky tentangkeinginan Damar untuk membatalkan pengobatannya juga menyesali niyat itu. Ia menyuruh Ongky agar terus membujuknya.

"Sayang kalau dia memaksa pulang, siapa tau disana bisa tertolong bukan?" kata Bowo kepada isterinya.

"Benar mas, harusnya dicoba dulu lalu dilihat bagaimana perkembangannya. Dokter menyarankan akan mengoperasinya, memotong hati yang terkena kanker, tapi belum diputuskan kapan. Tampaknya menunggu kondisi tubuhnya lebih baik."

"Ya, Ongky juga mengatakan itu. Kabarnya Nancy akan menyusul kesana."

"Bagus itu mas, mereka kan dekat, siapa tau bisa menenangkan hati Damar. Kapan Nancy berangkat?"

"Mungkin sekarang sedang mengurus semuanya, dan secepatnya dia pasti berangkat. Kamu hubungi saja dia bagaimana perkembangannya."

"Baiklah mas,"

 

Tapi Nancy menghubunginya ketika sehari sebelum keberangkatannya. 

"Apakah ibu ingin titip sesuatu?" tanya Nancy di telephone.

"Aku hanya menitipkan do'a, semoga semua baik2 saja. Jaga papa kamu dan tenangkan hatinya supaya dia sabar menunggu sampai masa pengobatan itu selesai."

"Baiklah ibu. Apakah juga ada salam untuk papa Damar dari ibu?"

"Salam dari saya dan mas Bowo buat dia, "

Nancy tau, wanita yang dicintai papa Damarnya ini sangat menyayangi keluarganya. Dia mengerti kalau salam itu bukan hanya dari dirinyaa tapi dari suaminya juga. 

"Baiklah ibu."

"Hati2 dijalan dan terus kirimi kami kabar ya?"

 

Memang Damar tampak senang ketika melihat Nancy datang, tapi itu tak menyurutkan keinginannya untuk pulang.

"Aku sudah baik sekarang, dan lebih baik aku pulang."

"Papa, apakah papa ingin mengecewakan kami semua yang menyayangi papa? Kalau kesembuhan ini belum tuntas, lebih baik papa bersabar. Bukankah sekarang papa merasa lebih baik?"

"Itulah sebabnya aku ingin pulang saja. Ada beban berat yang aaku sandang, dan kamu tidak perlu mengetahuinya."

"Mengapa Nancy tidak boleh mengetahuinya?"

"Nanti kamu akan tau pada sa'atnya. Lagipula aku enggan menjalani operasi yang mungkin akan dilakukan dokter."

"Tapi kalau memang itu perlu, mengapa tidak?"

"Entahlah... "

"Papa harus tetap bersemangat dan terus berharap untuk sembuh. Kata dokter, semangat untuk sembuh itu merupakan obat yang sangat  manjur..disamping terus berusaha."

Damar terdiam, ada sesuatu yang dirasakannya, sesuatu yang aneh, sesuatu yang membuatnya enggan menjalani operasi itu.

 

 Seminggu setelah kedatangan Nancy , Ongky pamit untuk kembali dulu ke Indonesia. Operasi belum bisa dijalankan sambil menunggu perkembangan.Wanti2 ia berpesan pada Nancy agar selalu menjaa papanya dan memberinya semangat agar mau bersabar.

"Aku senang kamu mau datang kemari Nancy, itu sangat membantu, bukan hanya untuk kesembuhan papa kamu, tapi juga untuk kepentingaan pekerjaanku, yang juga pekerjaan papa kamu tu."

"Ya om, Nancy malah merasa tidak tenang kalau hanya mendengar berita melalui telephone, dengana melihat sendiri keadaan papa, Nancy merasa lebih senang. Nancy juga sudah mengabarkan keadaan papa Damar kepada mama dan grandma."

"Ya, apakah menurutmu dia tampak lebih baik?"

"Ya, tampak lebih baik. Berbicara banyak, dan tidak tampak kesakitan."

"Syukurlah, semoga ini adalah awal yang baik, dan itu sebabnya maka kamu harus membujuknya supaya bersabar sampai pengobatan itu selesai. Dan kabari om terus setiap perkembangan yang terjadi."

"Baiklah om.."

 

Dan Nancy dengan sabar selalu meladeni papanya. Banyak berceritera tentang apa saja, supaya Damar melupakan keinginannya untuk pulang.

Namun sesungguhnya Damar merasa tidak lebih baik.  Entah mengapa, hanya dia sendiri yang bisa merasakannya dan tak ingin orang lain mengetahuinya.

 

Namun seminggu kemudian Ongky mendapat kabar bahwa operasi itu tidak bisa dilakukan, karena kanker sudah terlanjur menyebar

 

#adalanjutannyaya#

 


No comments:

Post a Comment

M E L A T I 45

  M E L A T I    45 (Tien Kumalasari)   Melati merasa gelisah. Dia tahu, Nurin bersikap baik kepadanya, tapi ia mengkhawatirkan sikap ibunya...