Thursday, November 29, 2018

SEPENGGAL KISAH XLVIII

Bowo heran, laki2 yang keluar itu juga menampakkan wajah heran.

"Ma'af, mau ketemu siapa ya?" tanya laki2 yang masih tergolong muda itu.

"Saya mau ketemu Asri, eh pak Marsam.."

"O, pak Marsam sudah pindah, saya menyewa rumah ini sejak tiga hari yang lalu. Tapi baru kemarin pindah kemari.

Bowo terkejut. Pak Marsam sudah pindah? Mengapa sampai dia tidak mengerti? 

"Pindah kemana ya?"

"Wah, saya tidak tau mas.. mereka tidak mengatakan mau pindah kemana. Ketika saya bertanya juga mereka tidak mengaku. Tampaknya memang kepergiannya tidak mau diketahui orang lain."

Lemas seluruh tubuh Bowo.. bagai orang kehilangan akal ketika dia berdiri tegak dihadapan laki2 muda itu. 

"Saya baru saja menikah, dan kebetulan ada yang mau menyewakan rumah ini."

Bowo masih tegak terdiam. Tapi laki2 itu berpikir lain.

"Apa mereka punya hutang sama mas?"

Bowo terkejut, pertanyaan itu menyadarkannya. :" Ok tidak,  tidak, mereka itu keluarga saya. Saya hanya terkejut kenapa mereka tidak memberitahu saya kalau mau pindah. Baiklah saya permisi dulu. Ma'af sudah mengganggu." Dan Bowo pun berlalu dengan beribu pertanyaan mengganggu benaknya.

"Mereka itu menghindari kita. Tak mau diganggu oleh kita." kata pak Prasojo ketika Bowo melaporkan kejadian itu. " Sudah kamu coba menelpon dia? "

"Tidak aktif semua." Bowo menyandarkan kepalanya disandaran kursi yang didudukinya.

"Ya sudah, orang sudah pergi ya biarin saja." tiba2 bu Prasojo menyela sambil ikut duduk bersama suami dan anaknya.

"Ibu itu ngomong apa, sudah.. nggak usah ikutan ngomong kalau memang mau bikin rame." tegur pak Prasojo yang kesal mendengar perkataan isterinya.

"Kita sudah banyak memberi untuk mereka, lha kalau mereka ingin pergi ya mengapa kita susah2 memikirkannya. Wong diberi ya nggak mau, masa harus dipaksa." bu Prasojo masih mengomeli suami dan anak nya yang kelihatan merasa kehilangan dengan kepergian pak Marsam dan anaknya.

Bowo berdiri dan langsung masuk kekamar, diikuti pak Prasojo yang juga langsung meninggalkan isterinya yang masih saja mengomel.

"Heran aku, seperti kehilangan emas satu kwintal saja."

Kemana perginya Asri dan pak Marsam?

Ada sebuah rumah dipinggiran kota, yang mungil, rapi dan bersih, dengan halaman yang tak begitu luas, tapi dipenuhi dengan pot2 tanaman bunga. Sa'at itu banyak mawar berkembang, beraneka warna.. ada kuning, merah, salem, ada yang berbintik2.. semuanya indah dan sedap dipandang mata. Disebuah kelompok yang lain, ada bunga2 aster dengan warna2 yang tak kalah indahnya.Ada juga bunga sedap malam yang sedang berkembang dan menebarkan aroma yang sangat wangi Itu sebuah kebun bunga yang cantik sekali. Seorang gadis muda, sore itu tampak menyirami bunga2 itu, sambil mencabut rumput2 yang tak berguna dan mengganggu tanaman bunganya.

"Lihat nduk, yang sebelah sini sudah mulai berkuncup pula." seorang laki2 tua mendekat sambil menunjuk kearah pohon bunga yang tumbuh disudut halaman.

"Benar pak.."

Seorang perempuan muda masuk kehalaman itu." mbak Asri, mana bunga pesanan saya?" tanya perempuan itu.

"Ini bu, sudah saya siapkan, saya taruh dikeranjang." 

Gadis itu memang Asri dan pak Marsam bapaknya. Rupanya mereka berpindah kepinggiran kota, dan menjadi penjual bunga. Asri senang melakukannya,dan merasa nyaman setiap hari bergumul dengan bunga2 cantik yang disukainya, sekaligus mendapatkan uang sebagai penghasilannya. Terkadang ada rasa rindu dihatinya, mengenang kasih sayang Bowo yang diberikan padanya. Lalu dipeluknya setangkai mawar kedadanya. Ah.. mengapa aku ini, bisiknya. Asri kemudian heran pada dirinya ketika terkadang ada rasa rindu yang menyesak dadanya. Lalu ia ketakutan sendiri pada perasaannya. Ada apa aku ini? Apa aku juga mencintainya? Tidaaak.. jangaan..

'Ini uangnya mbak," Asri terkejut dan terbebas dari lamunannya. Ia lupa kalau ada tamu yang mengambil pesanan bunganya.

"Oh..eh.. iya bu, terimakasih banyak bu."

"Wah, bagusnya.. terimakasih mbak Asri, besok kalau ada yang baru saya mau lagi lho." ujar perempuan itu sambil mengambil keranjang yang sudah disiapkan Asri.

Perempuan itu berlalu, dan Asri kembali sibuk dengan tanamannya.

Berbulan mereka tinggal dan sudah banyak langganan yang menyambanginya setiap hari. Terkadang Asri harus pergi untuk membeli lagi bunga2 baru yang menarik dan yang pasti disukai para pelanggannya. 

"Besok ada bunga2 baru yang harus saya ambil, dan itu bunga2 yang lain pak."

"Oh ya, kemarin ada yang pesan dan minta diantar kerumah, bapak lupa menyampaikan.." pak Marsam masuk kerumah dan keluar lagi dengan membawa selembar kertas kecil.

" Agak jauh rumahnya ini pak, mengapa tidak bapak suruh mengambil saja kesini?Ini kan pak Jodi yang dulu pernah kesini bersama isterinya"

"Katanya ia ingin memberi kejutan pada isterinya, dan ingin kamu yang mengantarnya. Ada catatan bunga yang dipesannya."

"Ini bunga sedap malam dan aster, ada sih.. tapi kalau harus mengantar tidak bisa sekarang, kan ini sudah sore."

"Nanti dia kecewa  karena hadiah itu kan harus diterima hari ini. Biar bapak saja yang mengantar." 

"Ya sudahlah pak, biar saya saja."

Asri bergegas menyiapkan tanaman bunga yang dipesannya, dan segera berangkat untuk mengantar pesanan.

"Bapak jangan kemana mana ya?"

Asri menstarter sepeda motornya setelah berpesan pada ayahnya.

Pak Marsam mengemasi alat2 yang tadi digunakan anaknya kemudian diletakkannya ditempat yang biasa Asri meletakkannya.Pak Marsam bernar2 bersykur karena bisa menyewa tempat yang nyaman, dan terbebas dari tekanan2 orang lain, baik yang sangat membenci keluarganya dan yang sangat memperhatikannya. Biarlah aku dan Asri hidup lebih tenang disini, dan aku merasa sangat sehat sekarang. Batin pak Marsam. Ia duduk dikursi depan dan menghirup sisa teh yang tadi dihidangkan anaknya.

Hari mulai gelap, namun Asri belum juga pulang kerumah. Pak Marsam sangat khawatir. Ia keluar masuk rumah dengan perasaan gelisah.

#adalanjutannya lho#

2 comments:

M E L A T I 45

  M E L A T I    45 (Tien Kumalasari)   Melati merasa gelisah. Dia tahu, Nurin bersikap baik kepadanya, tapi ia mengkhawatirkan sikap ibunya...