Friday, November 23, 2018

SEPENGGAL KISAH XL

Bowo terkejut. Ia memapah Dewi yang tampak kesakitan.Ia mengangguk kearah orang2 yang berkerumun. "Ini saudara saya, tidak apa2 kok."

Untuk menghindari kerumunan banyak orang tersebut Bowo kemudian menaikkan Dewi keatas mobilnya, dan menjalankannya menjauh dari sana.

"Kok bisa sampai sini?" 

"Dari rumah teman, sedang menunggu taksi, diseberang jalan.Ma'af mengganggu."

"Ma'af....Mengapa tidak melihat jalan? Kalau mobilku jalannya kencang pasti kamu luka parah. Sekarang ada yang luka?"

"Tidak, terkilir sedikit. Aduuh...." Dewi merintih ketika memegang kaki kanannya, didekat mata kaki.

"Kita beli obat gosok dulu." Tanpa menunggu jawaban, Bowo menghentikan mobilnya didepan sebuah apotik. Dia turun dan memasuki apotik tersebut.

Dewi tersenyum. Entah apa yang tersembunyi dibalik senyumnya tersebut.

"Ini baru awal.." desis Dewi perlahan.

Ketika Bowo kembali dan mengulurkan obat gosok tersebut, Dewi menerimanya sambil meringis kesakitan. "Terimakasih mas,  tapi nanti biar aku gosok dirumah saja."

"Kok dirumah, sekarang saja, nanti terlanjur bengkak."

"Tapi.. aku tidak bisa menggosoknya, sakit sekali.. punggungku juga terasa sakit" Dewi masih meringis kesakitan.

Bowo terpaksa mengambil kembali obat gosok itu. "Mana yang sakit?"

Dewi mengingkapkan rok nya.. " Ini mas.. diatas mata kaki sebelah kanan..

Bowo merasa Dewi menyingkapkan roknya terlalu tinggi kalau memang yang sakit diatas mata kaki. Ada sebagian betis yang kelihatan, atau memang diperlihatkannya, tapi Bowo tak perduli. Ia menggosok bagian atas mata kaki, dan membiarkan Dewi merintih kesakitan, dan memegangi bahunya keras2.

"Sudah, sekarang aku harus mengantarmu kemana?" Bowo naik keatas mobil dengan wajah kesal. Ia merasa bahwa Dewi sangat keterlaluan. 

"Kalau mau kerumah saya, saya sangat berterimakasih, tapi kalau tidak, saya akan mencari taksi saja."

"Baiklah, saya antar kamu sampai kerumah."

Bowo menjalankan mobilnya kearah yang ditunjuk Dewi. Disebuah rumah kecil Dewi minta berhenti. Dewi juga minta dipapah karena tak bisa berjalan. Dirumah mereka disambut bu Harlan yang terkejut melihat anaknya dipapah papah.

"Ada apa Wi? Kenapa ini? Lho.. ini kan...."  Bu Harlan menghentikan ucapannya melihat Bowo. Ia mengenali wajah itu karena bu Prasojo pernah memberikan foto Bowo padanya.

"Ini mas Bowo bu.. aduuh.. kakiku terkilir bu.."

Bowo mendudukkan Dewi kesebuah sofa. Ia menyalami bu Harlan.

"Dewi terjatuh, hampir tertabrak mobil saya.. "

"Aku yang salah, menyeberang jalan tanpa melihat kiri kanan. Untung ada mas Bowo yang menolong ."

"Kamu itu memang ceroboh. Ayo nak.. duduklah dulu.. ibu akan membuatkan minuman.." bu Harlan sangat ramah, ia senang melihat anaknya diantar Bowo, dan tentu saja ada harapan2 lebih. "Aku kan sudah bilang.. anakku itu cantik... batin bu Harlan..

"Tidak bu, terimakasih banyak, saya baru pulang dari kantor." Bowo menyalami kembali bu Harlan dan berlalu.

Bu Harlan melihat Dewi tersenyum senyum. Kemudian dengan heran dilihatnya Dewi berjalan kearah kamarnya. Berjalan sendiri tanpa harus dipapah.

"Dewi, bagaimana kau ini?"

Dewi tertawa. "Cuma pengin digendong orang ganteng."

Bu Harlan melongo ..

 

Begitu memasuki rumah, bu Prasojo menyambut anak lelakinya dengan senyum semringah. Tampaknya dia senang sekali.

"Bowo, kamu tadi bersama Dewi?"

Bowo heran, begitu cepat berita itu tersebar sampai kerumah. Berarti bu Harlan sudah menelpon kerumah sehingga ibunya sudah mengetahui kejadian itu. Tiba2 Bowo teringat bahwa ibunya ingin menjodohkannya dengan Dewi. Kemudian Bowo juga teringat sikap Dewi yang tadi kesakitan dan minta agar dia menggosok kakinya, lalu ia menyingkapkan rok nya terlalu tinggi. Itu sungguh tidak pantas. Tak ada sedikitpun rasa simpatinya pada gadis itu. Dan ibunya begitu gembira mendengar bahwa dia telah mengantar Dewi kerumah.

"Kau hampir menabraknya, apa kau sudah minta ma'af?"

"Sudah..." Bowo berlalu dan terus masuk kedalam rumah, tanpa memperdulikan ibunya yang tampaknya masih ingin bicara. Sesungguhnya Bowo kesal pada ibunya, tapi ditahannya demi janjinya pada Asri. Lagian Bowo tau, kalau dia menegur ibunya pasti kebenciannya pada Asri semakin bertambah. Sambil duduk diatas pembaringan, Bowo mencoba berfikir tentang kebencian ibunya pada  Asri. "Ibu juga ingin agar Dewi bekerja dikantorku. Apa karena itu maka Asri yang tidak berdosa harus dibencinya? Dan karena itu pula maka Asri ingin keluar dari pekerjaannya?" bisik Bowo sambil merebahkan tubuhnya diatas kasur. Bowo sungguh merasa letih, lahir dan batinnya.

Malam itu Asri gelisah dipembaringannya. Ia memikirkan kata2 Bowo yang menyatakan cintanya. Sungguh Asri belum pernah mendengar seorangpun laki2 mengatakan.. Asri, aku mencintaimu.  Damarpun tidak. Mereka belajar bersama, main bersama, jalan2 bersama.. tapi tak pernah terucap kata itu. Rasa itu mengalir begitu saja dan mereka sudah memahami perasaan satu dan lainnya. Tiba2 rasa rindu pada Damar menyergapnya. Didekapnya guling erat2.. dan berbisik lirih..:" Damar.. sedang apa kau disana? Apakah kau sudah menikah dengan Mimi? Bahagiakah kau sekarang? Atau kau sudah melupakan aku?" Lalu ucapan Bowo kembali terngiang ditelinganya. Benarkah dia mencintai aku? Seorang pengusaha kaya.. ganteng pula.. mencintai anak seorang sopir.. tak berpendidikan.. dan..

Tiba2 terdengar bunyi telephon dari ponselnya.

#adalanjutannyaya#

No comments:

Post a Comment

M E L A T I 45

  M E L A T I    45 (Tien Kumalasari)   Melati merasa gelisah. Dia tahu, Nurin bersikap baik kepadanya, tapi ia mengkhawatirkan sikap ibunya...