Friday, November 23, 2018

SEPENGGAL KISAH XXXIX

Ketika Bowo masih mengamati bungkusan baju itu, tiba2 Asri keluar membawa segelas air. Asri terkejut melihat Bowo memegangi bungkusan itu. Asri bingung harus menjawab apa. Asri juga menyesal karena tak menyimpan bungkusan itu didalam kamar...

"Asri.. ini apa?" Bowo mengangkat bungkusan itu.. dan Asri bingung untuk menjawabnya. Ia meletakkan gelas diatas meja, tapi karena tangannya gemetar maka tergulinglah gelas itu dan airnya tumpah membasahi taplak meja serta sebagian membasahi lantai. Tergopoh Asri mengambil pel kebelakang. Bowo mengikutinya.

"Ma'af mas...," masih gemetar Asri ketika Bowo memegang lengannya.

"Nanti aku bantu mengepel lantaimu, sekarang jawablah dulu pertanyaanku.. ini baju yang kamu memilih ditoko itu bukan? Yang aku berikan pada ibu dihari ulang tahunnya?"

"Mas... itu..." Asri tak menemukan jawaban untuk pertanyaan itu. Jawaban yang membuat semuanya menjadi baik tak ada permusuhan dan kemarahan. Aduhai.. jawaban apa..

"Asri...." Bowo memegangi kedua lengan Asri. Asri masih gemetar. Kedua telapak tangannya dingin berkeringat."Mengapa kau tak mau menjawabnya?

Bowo teringat raut muka ibunya ketika ia mengatakan bahwa Asri yang memilihkan bajunya. Wajah yang tadinya berseri penuh bahagia, mendadak berubah seperti langit tertutup mendung. Bowo kemudian menduga duga.. apa ibunya sangat membenci Asri sehingga tidak sudi memakai baju pilihan Asri? Lalu memberikan baju itu pada Asri? Itu pasti sesungguhnya dugaan yang benar, tapi Bowo ingin Asri sendiri mengucapkannya, mengatakannya terus terang.

"Asri.. kau takut mengatakannya? Baiklah.. ibuku tak suka baju pilihanmu.. lalu memberikannya untukmu. Begitu kah?"

Tapi Asri diam membisu. Air mata mulai mengambang dipelupuk matanya. Bowo merasa kasihan. Pasti Asri takut mengatakannya. Kemudian Bowo menuntunnya agar duduk dikursi. Bowo tidak mengerti, mengapa ibunya membenci Asri. Gadis baik yang pintar dan tak pernah melukai siapapun. Gadis yang bersedia menutupi luka hatinya agar tak membuat ada kemarahan dan sakit hati bagi yang lainnya.

"Apa dugaanku benar?"Bowo meraih tissue yang ada dimeja itu dan memberikannya pada Asri. Asri mengusap setitik air matanya dan menguatkan batinnya. 

"Ada satu permintaan saya," kata Asri gemetar. Bowo mengangguk. dan Asri melanjutkan kata2nya sambil kembali mengusap air matanya. "Kalau saya mengatakan hal ini.. jangan sampai mas Bowo marah. Kepada saya.. juga kepada bu Prasojo..

Bowo terdiam. Separuh dugaannya benar. Kekagumannya pada Asri sungguh tak terkira. Ia bisa membayangkan, ibunya yang kesal..marah dan tidak suka.. bisa mengucapkan kata2 apa saja, tidak perduli melukai atau tidak. Tapi Asri bisa menahannya, merhasiakannya.. dan  bahkan melarang dirinya agar tak marah pada ibunya. Padahal sesungguhnya dia marah. Namun demi gadis yang dikagumi dan disayanginya, Bowo mengangguk.

"Memang benar, bu Prasojo memberikan baju itu. Tapi tidak mengucapkan sepatah katapun. Beliau datang, memberikan sebuah bungkusan berisi baju ini, lalu pergi, sehingga saya juga tak sempat berkata apapun. Namun saya bisa menangkap semuanya. Bu Prasojo tidak suka baju pilihan saya setelah saya yakin pasti mas Bowo memang mengatakannya pada ibu  bukan?"

"Benar, aku mengatakan pada ibu, supaya ibu memujimu,"

"Ternyata tidak bukan? Saya juga tidak mengerti mengapa bu Prasojo membenci saya." Asri menghela nafas. Lega karena telah melepaskan sebagian beban yang bergayut dihatinya. 

"Mas Bowo sudah berjanji untuk tidak marah bukan? Pada saya.. juga pada bu Prasojo, saya akan pegang janji itu."

Bowo ingin sekali memeluk Asri dan mendekap kedadanya. Tapi tidak, Bowo sangat menjaga kehormatan wanita yang dicintainya, ia cukup menepuk nepuk pundaknya sambil menahan segala perasaannya.

"Asri, aku mencintai kamu," kata2 itu meluncur begitu saja, seperti arus deras mengalir tak tertahan karena sudah memenuhi isi dadanya.

Asri sangat terkejut. Ia mundur beberapa langkah dan memandang Bowo dengan pandangan tak mengerti. Ia berlari kebelakang mengambil kain pel dan kembali untuk membersihkan air yang membasahi meja dan lantainya. Bowo meemgangi tangan Asri, merebut kain pel itu dan mengelap air yang masih menggenang dimeja itu.

"Ma'af Asri, jangan marah.. tapi kata2 itu keluar dari lubuk hatiku.Kau tak perlu membalasnya sekarang. Tapi aku lega bisa mengatakannya. Perasaan ini yang sudah lama ingin aku katakan padamu."

Bermacam perasaan masih meng aduk2 hati Bowo ketika ia sendirian dalam perjalanan pulang. Tentang ibunya..tentang ungkapan perasaannya.. Sesungguhnya ia marah sekali pada ibunya. Asri kan tidak melakukan kesalahan apapun. Mengapa ibunya menumpahkan kekesalannya pada Asri? Ia memilihkan baju yang sesunggahnya ibunya suka, mengapa setelah tau bahwa Asri yang memilihnya kemudian seperti marah pada Asri?Haa.. apa itu juga yang membuat Asri kemudian menulis surat pengunduran diri?  Sesampai dirumah nanti aku harus bertanya pada ibu. Tapi.. Bowo kemudian teringat janjinya pada Asri.. dia tidak akan marah.. tidak akan marah.. baiklah.. tidak akan marah..Tapi ada sedikit rasa lega ketika dia sudah berhasil mengungkapkan perasaannya pada Asri. Coma ia tidak tau apa jawaban Asri nanti. Akankah dia menerima.. atau menolaknya?

Bowo mengendarai kendaraannya dengan pelan, karena merasa bahwa pikirannya tidak tenang. Namun tiba2 sesorang menyeberang didepannya. Berderit bunyi rem dari mobilnya. Ya ampuun, tidak sampai menabrak, tapi orang itu terjatuh. Bowo turun dari mobilnya dan membantunya berdiri. Ia mengamati apakah ada yang terluka dari orang itu. Tapi Bowo terkejut, yang nyaris ditabraknya adalah Dewi. Bagaimana Dewi bisa sampai kesana sementara rumahnya seharusnya tidak melewati jalan itu?

#adalanjutannyalho#

No comments:

Post a Comment

M E L A T I 45

  M E L A T I    45 (Tien Kumalasari)   Melati merasa gelisah. Dia tahu, Nurin bersikap baik kepadanya, tapi ia mengkhawatirkan sikap ibunya...