Thursday, November 22, 2018

SEPENGGAL KISAH XXXVIII

Bowo agak kesal karena keinginan untuk mengutarakan isi hatinya gagal lagi. Dipandanginya perempuan yang agaknya pegawai rumah makan itu. Dan tiba2 Asri juga mengenalnya.

"mBak Dewi?"

Haa.. sekarang Bowo baru ingat. Dewi.. yang pernah bertemu ketika ia membelikan baju hadiah untuk ibunya, dan dia adalah Dewi anaknya bu Harlan.

"Selamat sore mas, mas Bowo lupa ya sama saya?" Dewi begitu ramah.. 

" Oh.. mm.. ya.. lupa2 ingat.. habisnya baru ketemu sekali. Bekerja disini?"

"mBak Dewi bekerja disini?" Hampir bersamaan Asri juga mengutarakan pertanyaan yang sama.

"Ya, baru dua hari ini.. Baru pulang dari kantor?"

"Benar, pulang kantor.. terus tiba2 haus."

"Mengapa bekerja disini ?" tanya Asri tiba2

"Nggak apa2.. ini rumah makan punya teman, aku hanya membantu.Tuh.. di kasir. Nggak apa2 kok, aku senang."

Asri jadi merasa nggak enak. Dulu ketika datang kekantor, bu Prasojo pernah bilang bahwa Dewi lebih pantas duduk dikursinya. Tapi sekarang Dewi malah jadi pegawai restoran, tampak senang lagi. Tiba2 ia menjadi merasa bersalah.

"Ayolah disampaikan, mau tambah pesen apa lagi?" tanya Dewi ramah.

"Aku kenyang.."jawab Asri lalu memandangi Bowo.

"Ya, kami hanya ingin minum, terimakasih."

"Lain kali datanglah kemari lagi lalu kita bisa ngobrol bersama."

Namun ketika keduanya pergi,  entah mengapa, ada sedikit rasa cemburu dihati Dewi. Bowo itu gagah..ngganteng.. kaya.. mengapa harus bersanding dengan Asri? Tadinya Dewi tak lagi memikirkannya, tapi melihatnya kembali berdua sore ini, ada rasa aneh yang menggelitik pikirannya. Dan kemudian Dewi berjanji dalam hati :"Aku akan merebut mas Bowo dengan caraku, jangan dengan campur tangan ibu."

Diperjalanan Asri masih mengingat ingat ketika bu Prasojo ingin Dewi bekerja dikantor Bowo.Seandainya ia keluar sekarang, apakah Dewi bisa bekerja disana.

"Mengapa diam saja? Apa yang kau pikirkan?

"Kasihan mbak Dewi. Sebetulnya ia lebih pantas menjadi sekretaris mas Bowo."

Bowo tertawa. "Mengapa kamu mengatakan itu? Pantas dan tidaknya itu kan aku yang menentukannya."

"Seandainya aku keluar, apakah mas Bowo mau menjadikan mbak Dewi sebagai sekretaris?"

"Ada2 saja. Suatu pekerjaan tidak bisa ditukar begitu saja dari satu orang ke orang yang lain. Lagipula sudahlah.. kenapa kita harus memikirkan itu?"

Asri kemudiana merasa bahwa Dewi tidak senyinyir ibunya ataupun bu Prasojo yang memandangnya dengan sinis. Bertemu dua kali setelah kedatangan mereka Asri merasa bahwa Dewi orangnya baik. Dia ramah dan sedikitpun tidak membencinya walau sebenarnya dulu menginginkan kedudukan seperti dirinya dikantor Bowo. 

Sesungguhnya Bowo merasa kesal karena keinginannya sore itu gagal total. Salahkah Dewi, atau memang Tuhan belum mengijinkan dia mengutarakan cintanya pada Asri.

Kemudian keduanya tenggelam dalam lamunannya masing2.

"Sesungguhnya di restoran mana Dewi bekerja jeng?"tanya bu Prasojo ketika ia bertamu kerumah bu Harlan sore itu.

"Ini lho nama restorannya. " Bu Harlan mengangsurkan sebuah kartu yang sejak tadi tergeletak dimeja didepan mereka.

"Saya jadi merasa bersalah jeng, mengapa tidak segera bisa menyingkirkan Asri dari sana lalu Dewi bisa menggantikannya.

"Dulu mbakyu bilang Asri mau keluar."

"Benar, tapi Bowo dan bapaknya melarangnya. Jadi ya tetaplah dia masih bekerja disana. Tapi sesungguhnya ada posisi lain..entah dimana nanti.. aku akan terus membujuk bapaknya Bowo."

"Sudah jeng, Dewi sudah nggak mau. Dia sudah suka bekerja dirumah makan temannya itu. Nanti kalau saya paksa dia .. malah dia marah2 sama saya. "

"Mengapa begitu ya, apa dia tidak suka sama Bowo anak saya?"

"Dewi tetap merasa bahwa Bowo menyukai Asri. Dia bilang tak ingin mengganggunya."

"Itu nggak mungkin jeng, masa aku harus berbesan sama Marsam sopirku sendiri. Waduuh.. mau saya taruh dimana muka ini? Tidak.. tidak.. amit2 ..amit2.. jangan sampai.." jawab bu Prasojo dengan wajah seakan melihat sesuatu yang menjijikkan.

Sampai mobil itu didepan rumah Asri mereka masih terdiam. Tapi kali itu Bowo ingin mengatakan cintanya dirumah Asri saja. Itulah sebabnya dia ikut turun dan mengikuti Asri dari belakang. Asri heran dan menatap Bowo penuh tanda tanya.

"Sampai disini saja mas, terimakasih banyak." 

"Aku haus lagi, bolehkah minta segelas air putih? Tanya Bowo. Ia sungguh ingin sekali mengatakan perasaannya sore itu, supaya ia segera tau apa jawab Asri setelah mendengar isi hatinya.

Oh, baiklah.. silahkan masuk,, "Asri membukakan pintu dan mempersilahkannya duduk. Pak Marsam belum pulang sehingga rumah itu sepi sekali. Hati Bowo berdebar debar , ia sedang mereka reka kata2 yang pantas dia ucapkan nanti. Tapi alangkah gelisah ia memikirkannya. Sambil menunggu Asri  mengambilkan air putih yang dimintanya, ia memandangi ruangan yang walau sederhana tapi tampak bersih dan rapi. Dipojok sana dilihatnya foto perempuan berkebaya  sedang memangku seorang gadis kecil. Bowo berdiri mendekat..dan menduga duga, Ini pasti ibunya Asri dan Asri yang masih kecil, pantas Asri cantik, ibunya juga cantik.

Tiba2 Bowo melihat sesuatu, sebuah bungkusan tergeletak diatas almari kecil didekat foto itu. Ia mengenali bungkusan itu, yang dengan berdebar kemudian dibukanya. Gaun ibunya, yang diberikannya ketika ibunya berulang tahun. Mengapa ada disitu?

#adalanjutannyalho#

No comments:

Post a Comment

M E L A T I 45

  M E L A T I    45 (Tien Kumalasari)   Melati merasa gelisah. Dia tahu, Nurin bersikap baik kepadanya, tapi ia mengkhawatirkan sikap ibunya...