Thursday, November 22, 2018

SEPENGGAL KISAH XXXVII

Bowo terkejut dengan apa yang baru saja diucapkannya. Demikian juga Asri. Mereka berpandangan sejenak. Bowo tersenyum lalu mobil itu menepi.

"Ma'af ya.. aku melamunkan yang tidak2. Itu tentang cinta. Cinta seorang laki2 yang tak terbalas. Sungguh kasihan... " Bowo seperti bicara pada dirinya sendiri. Asri memandanginya tak mengerti. 

"Maukah mau mendengarkan ceriteraku? " Bowo sendiri bingung akan mengatakan apa. Daripada bingung lebih baik ia berterus terang.

"Asri..apakah kau tega meninggalkan aku?"

"Maksud bapak?" Asri pun juga bingung..

"Kalau kau resign.. berarti kau meninggalkan aku." 

"Tapi..."

"Tidak bukan?Kau tidak akan pergi?"

"Saya bingung..."

"Aku sungguh tidak mengerti..aku juga bingung. Aku yakin ada yang membuatmu membuat keputusan itu. Aku yakin kau akan tetap meninggalkan pekerjaanmu."

Kemudian Bowo sadar bahwa sesungguhnya bukan itu yang ingin dibicarakannya. Bukankah ia ingin menyatakan cinta? Aduuh... Bowo menepuk jidatnya.

"Kenapa pak?" Dan Bowo terkejut dengan kelakuannya sendiri, ia merasa seperti linglung, tapi kemudian ia membelokkan perhatian Asri.

"Asri.. ini bukan dikantor. Kau lupa pada permintaanku.. kalau diluar kantor  aku bukan pak Bowo tapi mas Bowo."

"Ya, ma'af.." Asri menjawab singkat. Sesungguhnya Asri juga bingung melihat sikap Bowo kali itu.

"Aku haus, kita mampir minum sebentar ya?" Tanpa menunggu jawaban Asri Bowo sudah keluar dari mobil. Bowo bertekat akan mengutarakan cintanya nanti, setelah batinnya tenang, barangkali setelah meneguk minuman dingin diwarung itu. Ia membukakan pintu samping dan menarik Asri keluar karena melihat gadis itu masih terdiam seperti patung.

"Temani aku ya?"

 

"Jadinya bagaimana pak?" bu Prasojo buru2 menanyakan pada suaminya begitu mereka duduk menghadapi secangkir kopi sepulang pak Prasojo dari kantor.

"Apanya yang bagaimana?"

"Asri jadi keluar ?" Bu Prasojo harap2 cemas menunggu jawaban suaminya.

Pak Prasojo kesal pada isterinya. Gara2 ingin mencarikan pekerjaan untuk Dewi dia sungguh berharap Asri akan keluar dari pekerjaannya.

"Pak..." ulang bu Prasojo ketika melihat suaminya tak bereaksi.  . malah memperhatikan acara televisi yang biasanya tak membuat suaminya tertarik.

"Jadi tidak pak?"

"Mengapa kau berharap Asri akan keluar? Tidak, Asri akan tetap bekerja untuk perusahaan kita."

"Mengapa tidak jadi?" itu pertanyaan konyol bukan? Harusnya bu Prasojo tau bahwa suami dan anaknya akan menahan Asri supaya tidak keluar.Tapi  bu Prasojo sudah terlanjur berjanji pada sahabat arisannya bahwa sebentar lagi Dewi akan mendapat pekerjaan.dan itu yang membuat dia menegaskan tentang jadi tidaknya Asri resign dari perusahaan

Dering telephone membuat bu Prasojo langsung berdiri. Pasti dari bu Harlan. Gimana menjawabnya nanti.. pikirnya ..

"Hallo... oh iya jeng.. ini saya lagi bicara sama bapaknya Bowo.. haa.. Dewi tidak mau? Lho.. bekerja dimana? Waduuh.. dirumah makan temannya? ... kenapa diijinkan jeng... yaaah.. susah2 saya merayu suami ... ya.. gimana.. sudah sejak kemarin ? Baiklah .. baik jeng.. besok kan ketemu.. kita bisa bicara lagi.. selamat sore...

Bu Prasojo meletakkan gagang telephone dan bergegas mendekati suaminya.

"Dengar pak.. Dewi sudah dapat pekerjaan."

"Ya baguslah.. bukankah itu yang diharapkan?"

"Tapi pak.. dia bekerja direstoran temannya. Sudah sejak kemarin.."

"Syukurlah.."

" Tapi dia menjadi pelayan restauran.."

"Memangnya kenapa kalau pelayan restoran? Apakah itu hina?"

"Tapi dia itu sarjana lho pak.. sarjanaaa!" Bu Prasojo menekankan kata "sarjana" pada kalimatnya.

"Ya tidak apa2 to bu..sarjana atau bukan.. dia boleh melakukan pekerjaan apa yang dipilihnya.. ada anak teman sekolah bapak yang cuma jadi tukang parkir. Dia juga sarjana kok."

"Ah.. kasihan bener.. yang bukan sarjana bisa duduk dikantoran,, yang sarjana cuma jadi pelayan. Kalau ibu ketemu akan ibu tegur dia  .."

"Ya.. tegur saja.." jawab pak Prasojo sekenanya.. dan itu membuat bu Prasojo sangat berang. Keinginannyaa tidak sejalan dengan keinginan suaminya.. sungguh menjengkelkan.

 

Rumah makan itu belum begitu ramai. Mungkin karena hari masih sore dan belum sa'atnya orang2 kelaparan. Bowo memilih tempat duduk agak kedalam agar jauh dari orang2 lain yang sedang makan atau minum.

Mereka duduk berhadapan.. lalu Bowo memesan minuman. 

"Kamu lapar?" Asri menggeleng. Baiklah, Bowo juga tidak lapar.. ia hanya ingin menenangkan pikirannya. Sepuluh tahun silam perasaan ini pernah dirasakannya. Perasaan cinta pada Dewi, bukan Dewi anaknya bu Harlan. Ini Dewi yang sesungguhnya akan menjadi isterinya. Sayang takdir menuliskan lain. Dewi meninggal akibat penyakit kanker darah yang disandangnya. Kala itu hati Bowo sempat hancur.. dan bertahun tahun lamanya ia baru bisa melupakannya. Banyak gadis berlomba mendekatinya, tapi Bowo tak pernah memperdulikannya. Laki2 ganteng yang punya senyum menawan ini baru merasakan kembali cinta.. setelah bertemu Asri. Gadis muda yang umurnya jauh dibawahnya., gadis belia inilah yang membuat pintu cintanya kembali terbuka.Gadis manis yang pintar, ..yang seakan tak pernah memperdulikan perasaan hati Bowo. Benarkah Asri tak pernah tertarik pada senyumannya, pada perhatiannya.. dan semua yang dia lakukan untuknya? Berdebar hati Bowo, tapi dia harus melakukannya.

Segelas minuman dingin itu telah dihabiskannya. Hati Bowo sedikit tenang. Dipandanginya gadis manis yang membuatnya jatuh bangun ini..Ia harus mengatakannya sekarang.. diterima atau tidak.. sekarang sa'atnya.

"Asri..." Asri mengangkat mukanya. Dari tadi ia hanya minum sedikit, dan lebih banyak waktunya dihabiskan dengan mempermainkan sendok pada minuman itu.

"Aku ingin mengatakan sesuatu."

"Ya...." 

"Sesungguhnya... aku.....

Tiba2 sebuah teriakan nyaring terdengar.. " Asri...!"

Bowo menghentikan kata2nya. Dilihatnya wanita cantik yang mendekati mejanya .. lalu ia mengingat ingat... karena merasa pernah bertemu dengannya.


#adalanjutannyalho#


No comments:

Post a Comment

M E L A T I 45

  M E L A T I    45 (Tien Kumalasari)   Melati merasa gelisah. Dia tahu, Nurin bersikap baik kepadanya, tapi ia mengkhawatirkan sikap ibunya...