Friday, December 5, 2025

HANYA BAYANG-BAYANG 05

 HANYA BAYANG-BAYANG  05

(Tien Kumalasari)

 

Puspa dan Nugi sudah menyelesaikan makannya. Puspa akan membayar semua makanan dan minuman itu, tapi Nugi sudah mendahuluinya.

“Nugi, biar aku saja.”

“Tidak pantas seorang gadis mentraktir teman laki-lakinya.”

“Nugi, bukankah aku yang mengajakmu, jadi sudah selayaknya aku yang membayarnya?”

“Tidak apa-apa, masih ada sisa uang saku yang aku simpan. Sekali-sekali mentraktir gadis kaya kan tidak apa-apa?”

“Nugi!”

Tukang soto tersenyum, sambil menyerahkan pengembalian uang kepada Nugi.

“Ayo kita kembali ke kampus.”

Kata Nugi sambil melangkah meninggalkan tukang soto yang menatap mereka sambil senyum-senyum sendiri. Barangkali dia teringat saat muda dan berpacaran dengan teman sedesanya.

“Nugi, kamu keterlaluan.”

“Kenapa?”

“Tadi itu, yang mengajak aku, masa kamu yang membayar?”

“Memangnya kenapa kalau aku yang membayar? Tidak boleh ya, orang miskin mentraktir orang kaya?”

“Nugi, kamu salah sangka. Ini bukan masalah miskin dan kaya. Ini masalah_”

“Sssst, diamlah. Dari jauh kita kelihatan seperti pasangan yang sedang bertengkar.”

“Nugi!”

“Ayo masuk, sebelum terlambat.”

Puspa mengikuti Nugi dengan mulut cemberut, Nugi hanya tersenyum-senyum menanggapinya. Walau begitu entah mengapa Puspa merasa senang. Makan bersama seorang pemuda ganteng di pinggir jalan, hanya soto murahan dengan kerupuk seharga duaribuan, dan tempe goreng seharga sama, bukan main. Puspa belum pernah merasakan makanan senikmat itu. Barangkali bukan masakan itu yang kelewat enak, tapi suasana hatinya yang entah mengapa tiba-tiba terasa riang,

***

Begitu pulang dari kuliah di siang hari itu, Puspa langsung menuju dapur untuk menemui bibik.

“Bibik masak apa hari ini?”

“Baru saja matang Non, lodeh keluwih dengan goreng bandeng presto. Mau makan sekarang?”

“Bik, besok Bibik masak soto ya?”

“Soto, Non?”

“Iya, soto.”

“Soto daging atau soto ayam, Non?”

“Soto ayam, kasih taburan keripik kentang.”

“Baik Non, besok akan saya buat.”

"Terima kasih, Bik.”

Ketika Puspa masuk ke kamarnya, Bibik menatapnya dengan heran. Bebarapa hari terakhir ini bibik merasa bahwa sikap Puspa sangat berubah.

Banyak bicara, banyak berkomunikasi dengan dirinya, dan ini sangat aneh. Walau begitu bibik merasa senang. Ia bukan hanya sekedar alat untuk bersih-bersih rumah, memasak, disuruh-suruh, tapi ia juga menjadi teman berbincang, terutama oleh nona majikan yang biasanya sangat acuh dan tak pernah memperhatikannya.

***

Pagi harinya, Srikanti heran karena sarapan paginya adalah soto ayam dengan taburan keripik kentang di atasnya.

“Kamu kan tahu aku tidak suka sayuran yang bening-bening begini Bik, mengapa kamu membuat soto untuk sarapan?”

“Maaf Nyonya, kemarin non Puspa yang minta.”

“Puspa? Masa dia minta sayur beginian?”

“Iya Bu, aku pengin sekali makan nasi soto ayam.”

“Tumben.”

“Bu, aku makan dulu ya, soalnya ada kuliah pagi,” kata Puspa yang langsung duduk di kursi makan.

“Bik, tolong bawakan juga nasi soto untuk aku bawa ke kampus.”

“Apa? Kamu ke kampus mau membawa bekal nasi?”

“Iya, lagi pengin, untuk makan siang nanti.”

“Nanti siang dingin dong Pus, mana enak makan soto dingin?”

“Nyonya, ada termos nasi dan termos untuk sayur. Kalau non Puspa mau akan saya siapkan sekarang.”

“Iya Bik, siapkan saja, yang agak banyak, mau makan bersama temanku. Bawakan juga dua mangkuk kosong dan sendok. Pokoknya perlengkapan makan lengkap. Taruh juga bersama makanan itu, dua botol minuman dari kulkas.”

“Apa? Kamu itu seperti orang nggak punya uang saja, harus ke kampus bawa bekal segala.”

“Lagi pengin. Ingat waktu masih SD dulu, ibu suka membawakan aku bekal kan?”

“Ketika SD kan kamu masih kecil, harus bawa bekal. Tapi sekarang kamu kan bisa keluar untuk mencari rumah makan dan makan di sana?”

“Sudahlah Bu, aku lagi pengin,” kata Puspa sambil terus menyendok makanannya.

“Masakan bibik enak sekali. Lebih enak dari masakan tukang soto yang mangkal dekat kampus.”

“Apa? Kamu makan di warung dekat kampus? Itu kan warung murahan? Memalukan sekali.,” omel sang ibu.

“Apa sarapan untuk kami pagi ini Bik?” tiba-tiba tuan Sanjoyo sudah berada di ruang makan.

“Bibik masak soto ayam,” kata Srikanti, karena bibik sedang menyiapkan bekal seperti yang diminta Puspa.

“Soto ayam? Lama sekali aku tidak makan lauk soto. Bagus sekali, aku suka.”

“Bapak suka? Biasanya kan nggak suka?” kata Srikanti sambil mendorong kursi roda tuan Sanjoyo ke depan meja makan.

“Aku sebenarnya suka, tapi kamu sendiri yang selalu minta sayur kental dengan santan. Soto itu segar.”

“Pak, maaf ya, Puspa makan duluan, soalnya ada kuliah pagi. Takut terlambat, dosennya galak sekali.”

“Tidak apa-apa, lanjutkan makannya, bapak kan bisa berangkat agak siang.”

Srikanti segera melayani suaminya, yang lebih dulu mengemil kerupuk dari toples.

“Baunya sedap. Soto masakan bibik pasti enak,” kata tuan Sanjoyo.

Puspa sudah selesai makan. Bibik keluar sambil menenteng rantang berisi makanan pesanan Puspa.

“Ini Non, sudah bibik siapkan. Sayurnya ada di dalam termos, supaya tidak menjadi dingin.”

“Terima kasih Bik, taruh di mobil, aku segera ke sana.”

“Puspa membawa bekal makan?” tanya pak Sanjoyo heran.

“Iya Pak, lagi pengin bawa bekal,” kata Puspa sambil mengusap mulutnya dengan sebet makan, kemudian meneguk minumannya sebelum berdiri.

“Maaf Pak, Puspa mau berangkat.”

Puspa bergegas ke depan, setelah mencium tangan ayah dan ibunya.

“Hati-hati di jalan.”

“Baiklah.”

Tak lama kemudian terdengar mobil menjauh, keluar dari halaman.

“Sotonya enak Bik.”

“Terima kasih, Tuan. Ini tadi sebenarnya pesanan non Puspa, katanya ingin makan soto ayam dengan taburan keripik kentang.”

“Oh ya? Tumben Puspa peduli pada lauk makannya. Tapi ini enak, sesekali buatlah masakan berkuah bening.”

“Baik Tuan.”

“Kalau aku tidak suka kuah bening. Yang enak itu yang bersantan, kental, banyak potongan dagingnya.”

“Tidak apa sesekali sayur berkuah.”

“Bik, jangan lupa Priyadi juga siapkan sarapannya, sebentar lagi tuan berangkat ke kantor.”

“Baik,” jawab bibik. Dan lagi-lagi dalam hati bibik menggerutu. Bertahun-tahun selalu disiapkan, tapi nyonya selalu saja masih mengingatkan. Maklumlah, sopir istimewa.

***

Ada bangku dan meja kecil di bawah pohon rindang di kampus itu. Biasanya saat istirahat, para mahasiswa duduk-duduk di sana. Puspa meletakkan rantang yang dibawanya diatas meja, dan sebungkus keresek berisi mangkuk kosong, sendok dan minuman dalam botol. Puspa tersenyum, kemudian matanya mencari-cari.

Tadi ia melihat Nugi keluar lebih dulu dari kelas, tapi mana dia?

Ia melongok lagi ke kelas, kosong. Lalu ia bertanya pada seorang temannya.

“Lihat Nugi?”

“Nugi kan kutu buku, lihat tuh, di perpus.”

“Oh, ya, terima kasih.”

Setengah berlari Puspa menuju perpustakaan. Begitu masuk ia melihat Nugi sedang memilih-milih buku.

Ia terkejut ketika mendengar orang memanggil namanya.

“Aku mencarimu ke mana-mana,” kata Puspa sambil mendekat.

“Ada apa?”

“Ayuk makan.”

“Makan lagi? Aku belum lapar.”

“Nugi, aku membawa nasi dan soto ayam untuk kita makan bersama.”

“Apa?”

“Nasi dan soto ayam. Ayuk ikut aku,” kata Puspa yang tanpa sungkan lalu menarik tangan Nugi.

Nugi heran ketika di atas meja tempat mahasiswa istirahat ada rantang dan bungkusan yang entah isinya apa..

“Ini apa?”

“Ayuk makan, ini sudah siang, jangan sampai kita kelaparan. Hari ini kuliah sampai sore.”

Puspa membuka tutup rantang dan meletakkan mangkuk-mangkuk yang memang sudah disiapkan bibik.

Nugi duduk sambil terbelalak melihat apa yang dilakukan Puspa.

“Kamu sedang piknik?” canda Nugi.

Puspa terkekeh. Ia meletakkan mangkuk-mangkuk di hadapan mereka berdua, mengambilkan sepotong paha ayam menaruh sayur kecambah dan soun, lalu menyiraminya dengan kuah yang masih panas. Oh ya, terakhir ditaburinya soto itu dengan  keripik kentang. Puspa senang, tanpa diperintah bibik sudah menyiapkan, semuanya lengkap, bahkan sambal kecap dalam botol kecil juga ada.

"Kamu ini kenapa?”

“Sudah, jangan banyak komentar. Pembantu di rumah aku sangat pintar memasak. Pagi ini dia masak soto ayam, lalu aku ingat bahwa kamu suka soto ayam, jadi aku minta bibik membawakannya untuk kita,” Puspa terus berceloteh sambil membubuhkan sambal dimangkuknya.

“Ayo di makan.”

“Heiii! Kalian lagi piknik?” teriak salah seorang temannya.

Puspa mengacungkan ibu jarinya sebagai jawaban.

Nugi terpaksa mengikuti kemauan Puspa, walau sebenarnya sungkan diledek teman-temannya.

“Diamkan saja mereka, kalau mau akan aku suruh saja makan bersama kita.”

“Enakkah?” lanjut Puspa.

“Enak. Ini mirip masakan ibu saya.”

Puspa terkejut. Ia ingin mengatakan kalau soto itu memang masakan ibunya tapi diurungkannya.

“Ibumu suka masak soto?”

“Dulu, waktu ibuku belum bekerja. Masakan ibu selalu enak. Kata orang, masakan yang dibuat dengan kasih sayang itu pasti enak.”

“Benarkah? Berarti pembantuku juga memasak dengan kasih sayang.”

Nugi diam saja. Tiba-tiba ia sangat merindukan masakan ibunya. Semenjak bekerja, ibunya jarang sekali pulang. Belum tentu sebulan sekali bisa pulang. Kata sang ibu, majikannya tidak suka kalau ibunya sering pamit pulang. Gajinya sih lumayan, tapi pekerjaannya juga banyak. Tidak hanya memasak, tapi juga bersih-bersih rumah dan terkadang juga belanja.

Nugi sama sekali tidak mengira kalau Puspa adalah anak majikan sang ibu.

“Besok lagi jangan lakukan ini. Sungkan dilihat teman-teman. Kelihatan aneh, makan di halaman kampus.”

“Biarkan saja, apa kita mengganggu mereka?”

“Bukan karena mengganggu. Melakukan hal yang tidak biasa akan kelihatan aneh.”

“Memangnya kenapa kalau aneh?”

“Menjadi perhatian itu tidak enak.”

“Nugi, kamu itu terlalu perasa. Hal-hal seperti itu tidak usah kamu hiraukan. Biar saja orang ngomong, yang penting tidak mengganggu. Ya kan?”

“Menjadi pembicaraan itu tidak baik, dan juga tidak nyaman.”

“Nugi, kamu aneh sekali. Tapi baiklah, aku akan memperhatikan apa yang kamu katakan. Soalnya aku itu sudah menjadi kebiasaan, suka bertindak semau sendiri, yang penting tidak mengganggu.”

“Aku mengerti. Kehidupan kamu dan kehidupan aku itu berbeda. Aku ini mungkin benar seperti yang kamu katakan, terlalu perasa, terlalu gampang merasa sungkan. Tapi semua itu ada segi baik dan buruknya. Asalkan tidak mengganggu, baiklah, kamu benar.”

“Sepertinya akan banyak yang harus aku pelajari dari kamu Nug. Bertindak semaunya itu barangkali juga kurang baik.”

Nugi tertawa.

“Belajar dari aku apanya? Jangan berlebihan, aku memiliki banyak kekurangan.”

“Kamu juga selalu merasa rendah diri. Nah, rendah diri itu tidak baik lhoh,”

“Aku merasa biasa saja. Kenyataannya memang aku tidak sama dengan yang lainnya.”

“Tidak Nugi, kita itu sama.”

“Hanya kamu yang berkata begitu.”

“Perasaan kamu saja yang terlalu perasa.”

“Ya sudah, aku bantu membereskan mangkuk kosong dan lain-lain ya. Kita harus masuk lagi, hari ini kita pulang sore setelah beberapa hari pulang agak siang.”

“Biarkan aku saja yang bereskan. Tenang saja.”

“Terima kasih makan siangnya.”

Puspa tersenyum. Ia senang Nugi tidak menolaknya.

***

Sore hari itu ketika pulang dari kampus, Puspa melihat ibunya sedang marah-marah di teras. Ada seorang pengemis yang kemudian membalikkan tubuhnya dan pergi dari hadapan ibunya. Puspa turun dari mobil dan menghentikan pengemis itu, lalu memberinya selembar uang lima ribuan. Pengemis itu berkali-kali mengucapkan terima kasih. Puspa mendengar ucapan terakhir pengemis itu yang berupa doa.

“Terima kasih Non, semoga Non sehat dan panjang umur,” katanya sambil berlalu.

Puspa merasa nyaman. Dulu dia tidak peduli pada peminta-minta, tapi kata Nugi, selembar uang bisa menciptakan sebuah doa. Dan itu benar.

Dari teras, sang ibu menatapnya marah.

***

Besok lagi ya.

39 comments:

  1. 🌟💐ðŸŒēðŸŠīðŸŒē💐🌟

    Alhamdulillahi Robbil'alamiin....
    HaBeBe_05 sudah tayang.

    Matur nuwun mBak Tien, salam sehat penuh semangat.
    ðŸĪðŸĪðŸ™

    🌟💐ðŸŒēðŸŠīðŸŒē💐🌟

    ReplyDelete
  2. ðŸŒļðŸŒŧðŸŒļðŸŒŧðŸŒļðŸŒŧðŸŒļðŸŒŧ
    Alhamdulillah 🙏ðŸĶ‹
    Cerbung HaBeBe_05
    telah hadir.
    Matur nuwun sanget.
    Semoga Bu Tien dan
    keluarga sehat terus,
    banyak berkah dan
    dlm lindungan Allah SWT.
    AamiinðŸĪē.Salam seroja 😍
    ðŸŒļðŸŒŧðŸŒļðŸŒŧðŸŒļðŸŒŧðŸŒļðŸŒŧ

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin. Matur nuwun jeng Sari
      Aduhai

      Delete
  3. Alhamdulillah HANYA BAYANG-BAYANG ~05 telah hadir.
    Maturnuwun Bu Tien 🙏
    Semoga tetap sehat dan bahagia senantiasa bersama keluarga, serta selalu berada dalam lindungan Allah SWT.
    Aamiin YRA..ðŸĪē

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin. Matur nuwun pak Djodhi

      Delete
  4. Alhamdulillah HaBeBe 05 sdh hadir. Matur nuwun Bu Tien, sugeng ndalu 🙏

    ReplyDelete
  5. Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin. Matur nuwun pak Endang

      Delete
  6. Terima ksih bunda HBB nya..slmt mlm slm istrhat .slm sht dll uno bunda sekel🙏ðŸĨ°ðŸŒđ❤️

    ReplyDelete
  7. Alhamdulillah...HBB 5 sdh hadir....selamat mlm bun...smg bunda dan pak Tom selalu sehat

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin. Matur nuwun ibu Supriyati

      Delete
  8. Matur nuwun mbak Tien-ku Hanya Bayang-Bayang telah tayang

    ReplyDelete
  9. Alhamdulillah.Maturnuwun Cerbung " HANYA BAYANG BAYANG ~ 05 " 👍ðŸŒđ
    Semoga Bunda dan Pak Tom Widayat selalu sehat wal afiat .Aamiin

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin. Matur nuwun pak Herry

      Delete
  10. Alhamdulillah sudah tayang
    Terima kasih bunda Tien
    Semoga sehat walafiat
    Salam aduhai hai hai

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin. Matur nuwun inu Endah.
      Aduhai hai hai

      Delete
  11. Alhamdulilah Cerbung HBB 05 sampun tayang .... maturnuwun bu Tien, semoga ibu sekeluarga selalu sehat dan bahagia .. salam hangat dan aduhai aduhai bun 🙏ðŸĐ·ðŸŒđðŸŒđ

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin. Matur nuwun ibu Sri
      Aduhai aduhai

      Delete
  12. Matur nuwun Bu Tien, semoga Ibu sekeluarga sehat wal'afiat....

    ReplyDelete
  13. Terima kasih Bunda, serial cerbung : Hanya Bayang Bayang 05 sampun tayang.
    Sehat selalu dan tetap semangat nggeh Bunda Tien.
    Syafakallah kagem Pakdhe Tom, semoga Allah SWT angkat semua penyakit nya dan pulih lagi seperti sedia kala. Aamiin

    Srikanti tdk menyadari dulu asal nya dari mana, skrng setelah jadi Nyonya Besar kelihatan arogan. Cepat atau lambat..wajah mu yang sdh di permak dan di dhempol...akan ketahuan oleh kel Tuan Sanjoyo...ha..ha..ha

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin. Matur nuwun pak Munthoni

      Delete
  14. Alhamdulillah, HANYA BAYANG-BAYANG (HBB) 05 telah tayang, terima kasih bu Tien, semoga Allah senatiasa meridhoi kita semua, aamiin yra.

    ReplyDelete

  15. Alhamdullilah
    Matur nuwun bu Tien
    Cerbung *HANYA BAYANG BAYANG 05* sdh hadir...
    Semoga sehat dan bahagia
    bersama keluarga
    Aamiin...



    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin. Matur nuwun pak Wedeye

      Delete
  16. Puspa berubaha karena cinta...
    Terimakasih Mbak Tien...

    ReplyDelete

HANYA BAYANG-BAYANG 06

  HANYA BAYANG-BAYANG  06 (Tien Kumalasari)   Puspa melangkah ringan, tanpa sadar sang ibu sedang menunggunya di teras dengan pandangan penu...