HANYA BAYANG-BAYANG 04
(Tien Kumalasari)
Ketika Puspa memasuki ruang kuliah, Nugi sudah duduk di barisan paling depan. Dosen yang ditunggu belum tampak batang hidungnya.
“Kamu dari mana?” tanya Nugi kepada Puspa.
“Ke belakang dulu tadi," jawab Puspa sambil tersenyum, kemudian duduk di samping Nugi.
Ketika duduk itu Puspa terus berpikir tentang Nugi dan bik Supi. Sama sekali Puspa tak menduga bahwa bik Supi punya anak secakap dan sepintar Nugi. Ya ampuun, Nugi yang aku kagumi, ternyata anak bik Supi?
“Hei, mengapa melamun?”
Puspa terkejut, ia memang sedang melamun. Ditatapnya laki-laki di sebelahnya sambil tersenyum. Bagitu tampan, begitu tenang dan sederhana. Ia laki-laki yang luar biasa. Sayangnya, dia hanya anak bik Supi.
“Mengapa menatap aku seperti itu?”
“Nugi, aku … hanya ingin bilang … nanti aku pinjam bahan kuliah hari ini ya, aku agak pusing, mau pulang dulu.”
“Apa? Aku ambilkan obat di klinik dulu,” kata Nugi yang langsung berdiri.
“Nugi, tidak … jangan … tidak usah,” teriak Puspa.
Tapi Nugi tetap melangkah, Puspa mengejarnya. Ketika sudah terkejar, Puspa menarik tangannya untuk menghentikan langkahnya.
“Tidak usah Nugi, hanya pusing sedikit. Aku tidak mau sedikit-sedikit minum obat.”
“Kamu bagaimana sih? Bener, tidak apa-apa. Aku takut kamu benar-benar sakit, lalu pingsan di dalam kelas. Entah aku akan kuat menggendong kamu atau tidak,” canda Nugi. Puspa terpana melihat senyumnya. Lalu ia memarahi dirinya sendiri. Dasar, tak tahu malu, mengapa aku tergila-gila padanya? Pada anak bik Supi? Kata batinnya.
“Kalau tidak mau minum obat ayo kembali ke kelas, jangan sampai kedahuluan dosennya.”
Puspa mengangguk, lalu melangkah kembali ke kelas.
“Oh iya, aku mengantongi obat gosok ternyata, ini, gosokkan di pelipis, juga di leher bagian belakang, pasti berkurang pusingnya,” kata Nugi sambil mengulurkan botol obat gosok kecil.
“Terima kasih Nugi, kamu baik sekali.”
Selama dosen memberi kuliah itu memang hati Puspa terasa tidak tenang. Ia benar-benar tak bisa menerima apa yang dikatakan sang dosen. Dan ketika pulang, Nugi memberikan catatannya kepada Puspa.
“Ini, bawa saja. Aku lihat kamu memang tidak konsentrasi sejak tadi.”
Puspa menerimanya sambil tersenyum.
“Terima kasih Nugi, kamu baik sekali.”
“Cuma begitu saja dibilang baik. Kamu tadi memang tidak konsentrasi sama sekali.”
“Aku benar-benar pusing.”
“Untunglah sudah saatnya pulang. Kamu setir sendiri ya?”
“Iya.”
“Hati-hati. Jam segini jalanan pasti ramai.”
“Terima kasih Nugi.”
***
Puspa mengendarai mobilnya sambil terus memikirkan Nugi. Ia sudah berteman sejak awal masuk kuliah, mengapa baru sekarang dia memikirkannya? Baru sekarang dia merasa terganggu karena tak bisa mengibaskan bayangan Nugi di benaknya? Apa karena mendengar bahwa Nugi anak pembantunya? Dan karena itu maka dia terus memikirkannya, lalu menyadari banyak kelebihan yang dimilikinya? Dia pintar, dan itu disadarinya sejak lama. Tapi dia tampan, penuh perhatian, Puspa baru menyadarinya.
“Sayangnya dia anak bik Supi,” gumamnya berkali-kali, yang kemudian dibantahnya. Memangnya kenapa kalau dia anak bik Supi? Apa aku tadinya menyukainya? Lalu bagaimana setelah mengetahui siapa dia sebenarnya?
Ketika sudah memasukkan mobilnya ke garasi dan masuk ke kamarnya, ia masih terus memikirkannya. Apakah aku jatuh cinta? Ini gila. Pikirnya.
Setelah membersihkan kaki tangannya dan berganti pakaian, ia menjatuhkan tubuhnya di ranjang, dan menutup wajahnya dengan bantal. Ia berharap bayangan Nugi akan lenyap dari benaknya.
Tiba-tiba pintu diketuk dari luar.
“Non? Tidur?”
“Oh, masuklah Bik.”
“Bibik hanya ingin menanyakan, apakah Non tidak mau makan dulu?”
Puspa bangkit, lalu menatap bibik sambil tersenyum. Ia benar-benar menatap pembantunya itu, dan mencari pada wajahnya, mana atau apanya yang mirip Nugi. Ah ya, hidungnya yang mancung, matanya yang tajam, dan bibir tipisnya, mirip sekali dengan Nugi.
“Non, mengapa Non menatap bibik seperti itu?”
Puspa tersenyum lebar.
“Bibik itu diwaktu mudanya pasti cantik sekali.”
“Eh, Non ada-ada saja. Mengapa tiba-tiba berpikir begitu? Bibik setiap hari bergelut di dapur, bersih-bersih rumah, mana bisa dibilang cantik?”
“Apa bibik bekerja di sini sejak masih muda?”
“Tidak muda sekali. Setelah anak bibik berumur lima tahun, lalu suami bibik meninggal, barulah bibik bekerja di sini. Siang ini non Puspa bicara yang aneh-aneh sih? Silakan makan dulu, bibik sudah menyiapkan semuanya di meja.”
“Apa ibu sudah makan?”
“Sudah, tapi kemudian masuk kembali ke kamar, kelihatannya lelah, dari pagi ada di kamar, hanya keluar untuk makan.”
“Sebentar lagi bapak pulang, aku menunggu bapak saja makannya.”
“Tuan biasanya sudah makan di kantor. Makan di rumah nanti malam. Tumben juga non Puspa pulang agak siang hari ini.”
“Memang kuliahnya hanya sampai siang. Ayuk, kalau begitu temani aku makan,” kata Puspa sambil turun dari ranjang, lalu langsung ke kamar makan. Gara-gara memikirkan Nugi, Puspa yang biasanya makan bersama teman-temannya langsung pulang ke rumah, dan mengikuti saran bik Supi untuk makan.
***
“Bibik tidak makan? Makanlah, temani aku,” kata Puspa di sela-sela makan.
“Bibik sudah makan Non, bibik temani non saja sambil duduk di sini."
“Anak Bibik tinggal di kampung?”
“Iya Non, bersama neneknya.”
“Dia sekolah?”
“Bibik suruh dia sekolah, supaya jadi orang pintar. Kalau tidak makan sekolahan, jadinya kan seperti bibik ini, hanya jadi pembantu.”
Puspa tersenyum. Ia ingin bicara tentang Nugi, dan mengatakan bahwa ia adalah teman kuliah Nugi, tapi diurungkannya. Lebih baik ia pura-pura tidak tahu, dan menyimpannya di dalam hati saja. Ia khawatir bibik jadi merasa sungkan kalau dia mengatakannya. Tapi ia benar-benar mengacungkan jempolnya untuk bibik. Ia hanya pembantu, tapi ingin agar anaknya pintar. Dibela-belain setiap bulan mengirimkan uang gajinya agar biaya kuliah anaknya tercukupi.
Bibik yang duduk agak jauh dari meja makan, sedang berpikir tentang non Puspa. Hari ini sikapnya sepertinya berbeda. Biasanya sikapnya acuh, tak banyak bicara, tapi kali ini ada saja yang ditanyakan Puspa. Tentang anaknya, tentang sekolah atau tidaknya. Tapi bibik tak mau mengatakan bahwa anaknya sudah kuliah dan hampir selesai. Bibik tak ingin dikira sombong, jadi dia hanya menjawab kalau anaknya sekolah, begitu saja.
***
Mendengar suara mobil suaminya memasuki halaman, Srikanti keluar dari kamarnya, setelah membenahi tatanan rambutnya. Ia selalu berpenampilan rapi, agar suaminya tetap menyayanginya. Bukan rasa sayang itu yang terpenting sebenarnya, tapi kalau suaminya senang kan dia bisa minta apa saja sesuka hatinya, dan sang suami pasti memberikannya, karena rasa sayang itu bisa membuat hati suaminya buta. Ya kan?.
Ia segera melangkah ke arah depan. Priyadi yang sudah membantu tuannya duduk di kursi roda, segera mendorongnya menuju rumah. Srikanti yang baru keluar kemudian buru-buru mendekat dan menggantikannya mendorong kursi roda itu masuk ke rumah.
“Kelihatannya Puspa sudah pulang?”
“Iya Mas, aku mendengar tadi dia sedang ada di ruang makan sama bibik.”
“Tumben lebih dulu dia dari aku, pulangnya.”
“Mungkin kuliahnya selesai agak siang.”
Srikanti segera mendorongnya ke kamar, membantu sang suami berganti pakaian.
“Capek ya Mas?” tanyanya lembut sambil memijit-mijit bahu suaminya.
“Enggak, sudah biasa begini. Apalagi kalau kamu sudah memijit-mijit bahuku begini."
Ketika duduk di ruang tengah, bibik sudah menghidangkan minuman hangat untuk tuan dan nyonya majikannya.
“Bik, jangan lupa juga minuman untuk Priyadi,” kata sang nyonya.
“Sudah saya buatkan nyonya.”
“Kalau ada cemilan juga, berikan. Setelah itu kan dia mau pulang.”
“Baik.”
Bibik melangkah ke belakang sambil mengeluh dalam hati.
Biasanya sudah selalu siap di meja dapur, tapi setiap kali sang nyonya selalu mengingatkan.
Setelah berbincang beberapa saat lamanya, Priyadi tampak mendekat dan pamit pulang.
“Pulang sekarang Pri?” tanya tuan Sanjoyo.
“Iya, Tuan.”
“Kapan kamu mau mengambil tempat tidur yang katanya untuk ibumu itu?”
“Iya Tuan, nanti kalau sudah ada waktu.”
"Katanya tempat tidur ibumu sudah lapuk kayunya, bawa saja yang di gudang itu, nanti keburu ambrol sementara ibumu lagi tidur.”
“Iya Tuan, secepatnya.”
“Pinjam pickup kantor untuk membawa dan minta tolong orang kantor untuk mengangkatnya. Itu kayu bagus, berat. Nggak akan kuat kalau diangkat dua orang saja," tanpa sadar kalau dibohongi, tuan Sanjoyo masih teringat bahwa ibu Priyadi membutuhkan ranjang baru.
“Baik, Tuan.”
Priyadi mengundurkan diri setelah membungkuk berkali-kali.
***
Pagi hari itu entah mengapa, Puspa berangkat kuliah pagi-pagi sekali. Setelah memarkir mobilnya, matanya menatap ke sekeliling. Ada yang dicarinya, tapi belum tampak. Hari masih pagi. Kuliah baru akan dimulai satu jam lagi. Ia tidak makan pagi di rumah, karena ingin mengajak Nugi makan pagi di tempat yang enak menurutnya.
Baru seperempat jam kemudian, tampaklah Nugi memasuki halaman dengan sepeda motor bututnya. Suara mesinnya yang keras dan agak kasar sudah ditandai oleh teman-temannya. Pokoknya kalau ada suara sepeda motor yang suaranya terdengar aneh, sudah dapat dipastikan kalau yang datang adalah Nugi.
Puspa berdiri dari tempat duduknya di bangku dekat pohon trembesi, lalu mendekati Nugi yang sedang memarkir motornya.
“Nugi, yuk temani aku.”
“Temani ke mana?”
“Aku tadi belum sarapan, bisa kelaparan kalau nggak sarapan dulu.”
“Biasanya kan sudah sarapan?”
“Tadi takut terlambat, ternyata masih ada waktu.”
“Tapi aku sudah sarapan.”
“Temani aku saja, nggak enak makan sendiri. Tungguin, aku ambil mobilku dulu.”
“Banyak warung di depan, mengapa harus naik mobil?”
“Tapi ….”
“Jalan saja, ayuk,” kata Nugi sambil mendahului berjalan. Puspa mengikutinya. Tadi ia bermaksud mengajak Nugi naik mobil, supaya Nugi bisa merasakan bagaimana enaknya naik mobil dan makan di restoran. Tapi ternyata Nugi menolak. Keduanya berjalan menyusuri jalanan.
“Mana? Nggak ada restoran enak di sini?”
“Mengapa harus makan di restoran. Tuh, ada tukang soto pakai gerobag. Ayo makan di situ saja. Kalau itu aku mau.”
“Apa? Lalu kita makan di bangku yang berjajar di pinggir jalan?”
“Memangnya kenapa? Itu enak.”
Nugi dengan enaknya kemudian duduk di depan gerobag tukang soto itu. Puspa mengikuti dengan ragu-ragu.
“Soto dua ya Pak,” tanpa bertanya Nugi langsung memesan.
“Teh panasnya dua,” lanjutnya.
Puspa mengerutkan kening. Ia menatap Nugi yang menunggu pesanan dengan gembira.
“Aku tadi sebenarnya sudah sarapan, tapi soto adalah makanan kesukaan aku.”
Ketika soto dihidangkan, Nugi mendahului menyendoknya sedikit, harus pelan-pelan, soalnya masih panas.
“Ayo, segera dimakan, terlambat lho nanti.”
Mau tak mau Puspa mengikuti ajakan Nugi. Ia menyendok soto dan mengecap-ngecapnya. Kok enak?
Nugi tersenyum melihat Puspa makan dengan lahap. Entah dia kelaparan, atau entah karena sotonya enak. Pokoknya Nugi senang. Ia tahu Puspa anak orang kaya, tadi karena dipaksa ikut menemani makan, Nugi mencoba mengajak Puspa makan makanan di pinggir jalan.
“Bagaimana?”
“Enak. Boleh nambah?”
“Boleh dong.”
Dan Puspa memang menghabiskan dua mangkuk soto, yang enaknya sangat menyengat di lidah.
Tiba-tiba seorang peminta-minta mendekat sambil mengacungkan tangannya.
Puspa merengut, merasa bahwa peminta-minta itu mengganggunya. Tapi Nugi merogoh saku bajunya dan memberikan selembar uang ribuan, yang diterima tukang minta-minta itu dengan berkali-kali mengucapkan terima kasih, bahkan diakhir ucapannya diselipkan juga sebuah doa.
“Semoga sehat dan selalu rukun ya Mas,” katanya kemudian pergi.
Puspa tersedak mendengar doa pengemis itu. Selalu rukun? Pasti pengemis itu mengira mereka suami istri.
“Tuh kan, hanya selembar uang ribuan kita mendapat serangkaian doa bagus.”
Puspa terpana. Pagi ini ia mendapat dua pelajaran.
***
Besok lagi ya.
This comment has been removed by the author.
ReplyDelete๐๐๐๐๐น๐
DeleteAlhamdulillahi....
HaBeBe_04 sudah hadir.
Apa ya bakal terjadi antara Puspa dan Nugi?
Terima kasih Bu Tien, salam SEROJA dan .....
Tetap ADUHAI.
๐๐๐๐๐น๐
Sami2 mas Kakek
DeleteADUHAI
๐ท☘️๐ท☘️๐ท☘️๐ท☘️
ReplyDeleteAlhamdulillah ๐๐
Cerbung HaBeBe_04
sampun tayang.
Matur nuwun Bu, doaku
semoga Bu Tien selalu
sehat, tetap smangats
berkarya & dlm lindungan
Allah SWT. Aamiin YRA.
๐ท☘️๐ท☘️๐ท☘️๐ท☘️
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun jeng Sari
This comment has been removed by the author.
ReplyDeleteAlhamdulillah, suwun mb Tien
ReplyDeleteSami2 Yangtie
DeleteMatur nuwun, Bu Tien
ReplyDeleteSami2 ibu Anik
DeleteMatur suwun Bu Tien HBB - 04 telah tayang.. Salam sehat selalu.
ReplyDeleteSami2 pak Indriyanto
DeleteSalam sehat juga
Alhamdulillah.Maturnuwun Cerbung " HANYA BAYANG BAYANG ~ 04 " ๐๐น
ReplyDeleteSemoga Bunda dan Pak Tom Widayat selalu sehat wal afiat .Aamiin
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Herry
Alhamdullilah bunda cerbung hbb sdh tayang..slm sht sll unk bunda sekel ๐๐ฅฐ๐น
ReplyDeleteMatur nuwun mbak Tien-ku Hanya Bayang-Bayang telah tayang.
ReplyDeleteSami2 pak Latief
DeleteAlhamdulilah HBB 04 sampun tayang, maturnuwun bu Tien ... salam hangat dan aduhai aduhai bun ❤️❤️๐๐
ReplyDeleteSami2 ibu Sri
DeleteSalam hangat afuhai aduhai
Wah....spt nya puspa jatuh hati deh sama nugi anak nya bik supi....mks bun selamat mlm.... sehat "ya bun
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Supriyati
๐
ReplyDeleteHamdallah
ReplyDeleteAlhamdulillah, HANYA BAYANG-BAYANG (HBB) 04 telah tayang, terima kasih bu Tien, semoga Allah senatiasa meridhoi kita semua, aamiin yra.
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Uchu
Alhamdulillah sudah tayang
ReplyDeleteTerima kasih bunda Tien
Semoga sehat walafiat
Salam aduhai hai hai
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Endah
Aduhai hai hai
ReplyDeleteAlhamdullilah
Matur nuwun bu Tien
Cerbung *HANYA BAYANG BAYANG 04* sdh hadir...
Semoga sehat dan bahagia
bersama keluarga
Aamiin...
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Wedeye
Maturnuwun cerbung HBB ke 4 dah tayang, ceritanya selalu menarik dan seolah kita sperti menonton sinetron di tv๐, semoga Bu Tien tetap sehat semangat dan bahagia bersama Kel tercinta.
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Tatik
Alhamdulillah, nwn bu Tien
ReplyDeleteSami2 pak Bam's
DeleteAlhamdulillah HANYA BAYANG-BAYANG ~04 telah hadir.
ReplyDeleteMaturnuwun Bu Tien ๐
Semoga tetap sehat dan bahagia senantiasa bersama keluarga, serta selalu berada dalam lindungan Allah SWT.
Aamiin YRA..๐คฒ
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Djodhi
Terima kasih Bunda, serial cerbung : Hanya Bayang Bayang 04 sampun tayang.
ReplyDeleteSehat selalu dan tetap semangat nggeh Bunda Tien.
Syafakallah kagem Pakdhe Tom, semoga Allah SWT angkat semua penyakit nya dan pulih lagi seperti sedia kala. Aamiin
Sip...Nugi dengan Puspa sedang PDKT nih. Semoga sehat dan selalu rukun ya Mas...๐๐
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Munthoni
Alhamdulillah HaBeBe 04 sdh hadir. Matur nuwun Bu Tien, sugeng ndalu ๐
ReplyDeleteSami2 pak Sis. Sugeng dalu ugi
DeleteMatur nuwun Bu Tien, semoga Ibu sekeluarga sehat wal'afiat
ReplyDelete..
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMaรพur nuwun ibu Reni
Alhamdulillah cerbung yg ditunggu sdh tayang mksh Bu Tien smg sll diberikan kesehatan
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMaรพur nuwun ibu Ida
Salam sehat juga untuk ibu Farida
ReplyDeleteLuar biasa...
ReplyDeleteTerimakasih Mbak Tien...