HANYA BAYANG-BAYANG 02
(Tien Kumalasari)
Tuan Sanjoyo menatap Sekar dengan tajam. Ia mengira Sekar mengada-ada. Tapi wajah Sekar tampak bersungguh-sungguh
“Mengapa Bapak menatap aku seperti itu?”
“Kamu kan tahu, Priyadi baru ijin karena ibunya sakit? Bagaimana kamu bisa mengatakan kalau dia sedang belanja di toko furniture?”
”Itu benar, Pak. Masa sih Sekar tidak mengenali Priyadi?”
“Kalau dia ijin karena ibunya sakit, maka harusnya dia bersama ibunya di kampung. Tapi belanja perlengkapan rumah tangga? Itu menunjukkan bahwa dia tidak disiplin. Sepuluh tahun dia ikut aku, aku sudah mengatakan berkali-kali kalau aku tidak suka orang yang suka berbohong,” kata tuan Sanjoyo kesal.
“Mas, sabar … jangan dulu Mas marah pada Priyadi. Begini, beberapa hari yang lalu Priyadi bilang, akan mengganti tempat tidur ibunya karena sudah lapuk. Sekarang saat ibunya sakit, barangkali dia ingin membelikan tempat tidur yang baru untuk ibunya.”
“Bukankah ibunya ada di kampung? Mengapa jauh-jauh beli ke kota ini untuk ibunya? Bukankah membawanya susah? Di kampung juga pasti ada toko peralatan rumah tangga.”
“Mas, di kampung pasti ada toko seperti itu, tapi mungkin juga Priyadi mencarikan yang mutunya bagus untuk ibunya.”
“Benar, itu toko furniture yang terkenal, mutunya bagus, tapi harganya juga bukan main mahalnya.”
“Mengapa Priyadi tidak bilang kalau butuh tempat tidur, di gudang ada tempat tidur yang tidak terpakai, bahannya jati tua, kuat dan modelnya juga bagus. Sedikit dipoles sudah seperti tempat tidur mewah.” kata tuan Sanjoyo lagi.
“Nanti aku akan marahi dia, masa dia tiba-tiba menghambur-hamburkan uang begitu,” kata Srikanti pura-pura marah, lalu mengambil ponselnya. Hanya itu yang bisa dilakukan, karena kalau dia terus-terusan membela pasti kelihatan aneh.
Maka kemudian ia mengambil ponselnya dan menelpon Priyadi.
“Hallo sayang,” jawaban dari seberang.
“Pri! Kamu ada di mana? Non Sekar melihat kamu sedang belanja di toko perabotan yang mahal.”
“Lhah iya, kan kamu yang menyuruh.”
”Jangan suka memboroskan uang untuk sesuatu yang tidak penting. Memang, beli tempat tidur untuk ibumu itu penting, tapi tidak usah beli yang mewah-mewah kenapa? Gaji kamu mana cukup untuk membeli ranjang mewah? Ibumu hanya ingin yang nyaman dipakai bukan? Beli yang sederhana saja, atau … kalau kamu mau, tuan bilang ada tempat tidur bagus di gudang, bahannya jati, modelnya bagus.”
“Apa? Kamu bilang apa, aku tidak mengerti.”
“Kamu harus mendengarkan apa kata tuan. Kamu tinggal panggil tukang plitur, tempat tidur itu sudah kelihatan mewah.”
“Sri, aku tidak mengerti.”
“Ya sudah, cari waktu yang baik, atau pinjam angkutan di kantor, bawa saja yang di rumah.”
Srikanti menutup telpon dan membiarkan Priyadi terbengong sampai melompong karena tidak tahu apa yang dikatakannya.
“Mengapa kamu tidak menanyakan kapan dia bisa masuk kerja?”
“Tidak Mas, nggak enak rasanya, kalau ibunya masih sakit, bagaimana?”
“Tapi Priyadi itu sopir kantor, kalau ijin ada peraturannya, kalau kelamaan bisa diberhentikan.”
“Ya ampun Mas, kalau orang tuanya sakit, bagaimana?”
“Cari orang yang bisa merawatnya, karena Priyadi kan harus bekerja? Kalau dia tidak mendapat gaji, apa yang dipakai untuk menghidupi orang tuanya?”
“Nanti aku akan menanyakannya lagi. Mas jangan emosi, nanti tensi Mas naik lagi, bagaimana?”
“Iya Pak, bapak harus tenang, jangan sedikit-sedikit marah. Tadi Sekar kan hanya mengatakan bahwa melihat Priyadi belanja furniture. Bapak tidak perlu marah.”
“Aku hanya memikirkan kamu, kemana-mana harus membawa mobil sendiri, sementara kalau ada Priyadi kan dia bisa mengantarnya."
“Tidak apa-apa Mas, aku bisa menjalaninya kok. Sudahlah, nanti aku telpon dia lagi, kalau ibunya sudah baikan dia harus segera masuk bekerja.”
Srikanti mengelus bahu suaminya. Tampak sekali kalau dia sangat menyayangi suaminya. Sekar melihatnya, dan merasa bersyukur, di hari tua sang ayah, ada yang merawatnya begitu tulus. Begitu pintarnya Srikanti menanamkan kepercayaan kepada semua orang.
Tapi tidak, ada seorang yang mengetahui kebusukan Srikanti. Dia adalah bibik pembantu. Ia seringkali melihat nyonya majikan berduaan di kamar bersama Priyadi ketika sang tuan berada di kantor. Tapi dia pura-pura tidak tahu. Apalah daya seorang pembantu, ketika melihat sesuatu yang tidak wajar. Melaporkannya kepada tuan majikan? Atau kepada anak-anaknya? Yang ada dia malah dipecat dengan tidak hormat, sehingga ia kehilangan pekerjaannya, sementara ia harus membiayai anak laki-lakinya yang juga kuliah. Karenanya menutup mulutnya rapat-rapat adalah hal terbaik, walau terkadang ia merasa iba kepada tuan majikan yang tidak tahu apa-apa, dan selalu menganggap istrinya adalah perempuan terbaik di dunia.
***
Pagi hari itu setelah mengantarkan tuan Sanjoyo ke kantor, Srikanti langsung menemui Priyadi di rumahnya. Rumah yang juga dibeli oleh Srikanti, agar menjadi istananya bersama Priyadi, dan sekarang sedang dibangun agar menjadi hunian yang mewah dan menyenangkan.
Begitu datang, Priyadi langsung menegur Srikanti, karena telpon yang membingungkannya kemarin siang.
“Duduk dulu, jangan bicara apa-apa. Apa maksudmu kemarin ngomong yang tidak-tidak di telpon? Siapa mau beli tempat tidur? Siapa yang disuruh mengambil tempat tidur dari kayu jati di gudang rumah tuan Sanjoyo? Kamu kan tahu ibuku sudah tidak ada? Mengapa kemarin juga menyebut-nyebut ibuku?”
Mendengar itu Srikanti justru terkekeh tak henti-hentinya.
“Aku ingin menelpon kamu, tapi takutnya kamu sedang berada di samping tuan Sanjoyo," lanjut Priyadi.
“Kamu itu sebenarnya kurang cerdas. Pada awal pembicaraan kan aku sudah bilang kalau non Sekar melihat kamu di toko perabotan? Harusnya kamu bisa menangkap bahwa yang aku katakan adalah hanya untuk mengelabui mereka. Aku bilang kamu sedang membelikan tempat tidur untuk ibumu yang sakit karena tempat tidurnya sudah tidak layak pakai. Jadi aku bicara seolah-olah aku memarahi kamu karena beli barang mahal untuk orang tua kamu. Karena itu pula maka tuan Sanjoyo menyuruh kamu mengambil tempat tidur yang ada digudang, maksudnya jangan membuang-buang uang.”
Priyadi mengangguk mengerti.
“Lain kali kamu harus cerdas melihat situasi.”
“Baiklah, aku mengerti.”
“Besok masuklah bekerja. Masalah bangunan bisa kamu lihat sesekali, tidak usah ditunggui seperti kemarin-kemarin.”
“Baiklah, memang semuanya sudah berjalan seperti apa yang kamu inginkan, aku bisa mengawasinya sesekali, kalau ada kesempatan keluar.”
“Bagus, itu lebih baik.”
“Apakah nanti setelah rumahnya jadi kamu akan tinggal di sini dan meminta cerai dari tuan Sanjoyo?”
“Jangan bodoh. Kita masih membutuhkan uangnya. Nanti kalau aku sudah bisa menguasai perusahaannya, entah dengan cara apa. Kamu harus bersabar.”
“Ya sudah, sekarang masalah perabotan bagaimana?”
“Lebih baik tidak usah tergesa-gesa. Kalau renovasi ini selesai, kita bisa memikirkannya. Sekarang aku mau belanja dulu. Kemarin gara-gara kelamaan di sini aku belum jadi belanja, soalnya tuan Sanjoyo ada di rumah. Pasti akan menimbulkan pertanyaan kalau aku pergi terlalu lama.”
“Aku antar?”
“Ya tidak. Kamu masih dalam rangka ijin beberapa hari. Tapi mulai besok kamu harus mulai bekerja kembali.”
***
Keesokan harinya, Priyadi masuk bekerja, seperti anjuran Srikanti. Ia datang pagi sekali, dan itu membuat tuan Sanjoyo senang. Priyadi, seperti juga Srikanti, pintar membuat majikannya senang. Ia bekerja rajin, selalu patuh, dan melakukan semua tugasnya dengan sangat baik.
“Bagaimana keadaan ibumu Pri?” tanya tuan Sanjoyo ketika pagi-pagi Priyadi sedang mengelap mobil.
“Atas doa Tuan, sudah baik.”
“Kamu butuh tempat tidur untuk ibumu? Di gudang ada tempat tidur bagus yang tidak terpakai, daripada kamu membuang uang, kan sayang.”
“Iya Tuan, nyonya sudah memberi tahu tentang hal itu.”
“Kapan-kapan kamu bisa membawanya. Itu barang bagus, tapi tidak terpakai setelah anak-anak sudah punya rumah sendiri.”
“Baik, Tuan, terima kasih banyak.”
“Bawa pickup kantor untuk mengangkutnya. Kamu bisa mengajak satpam atau siapa saja yang sedang senggang untuk membantu mengangkatnya.”
“Ya, Tuan. Tidak terlalu tergesa-gesa. Kemarin saya hanya melihat-lihat saja. Tapi harganya sangat mahal, karenanya tidak jadi membeli.”
“Kamu masuk ke toko barang-barang mewah sih.”
“Hanya melihat-lihat, Tuan.”
“Ya sudah, aku sudah siap, ayo kita berangkat.”
“Baik, Tuan.”
“Mas, obatnya belum diminum,” tiba-tiba Srikanti berlari-lari dari dalam, membawakan sebutir obat dan segelas air dalam gelas.”
“Hampir lupa,” kata tuan Sanjoyo sambil menerima obatnya dan menelannya dengan segelas air.”
“Hati-hati mengantarkan Tuan ya Pri,” pesan Srikanti kepada ‘sang sopir’.”
“Baiklah, Nyonya tidak usah khawatir,” kata Priyadi sambil membungkukkan badan.
Bibik yang ikut mengantarkan sang tuan, lalu mengambil gelas bekas minum obat, dan melihat sang nyonya dan sopirnya saling lirik walau badannya kemudian membungkuk hormat. Bibik mencibir dalam hati. Tapi ia tak peduli, ia bergegas ke belakang untuk melanjutkan pekerjaannya.
***
Sekar, putri sulung tuan Sanjoyo menjadi pimpinan di sebuah perusahaan. Ia cerdas dan bisa mengendalikan bisnis itu dengan baik. Walau begitu, suaminya tidak mau terlibat dalam usaha itu. Ia bekerja di luar kota dan hanya pulang sekali seminggu. Keduanya hidup bahagia, walau belum dikaruniai seorang anakpun.
“Bagaimana kabarnya bapak?" tanya Suwondo suami Sekar ketika pulang di minggu berikutnya.”
“Baik, tapi masih tetap belum bisa berjalan, ke kantorpun dengan kursi roda.”
“Bukankah bapak juga selalu rajin kontrol?”
“Iya, kemarin ibu bilang kalau hari Senin harus kontrol.”
“Tapi kelumpuhan di kakinya belum membaik ya?”
“Kata ibu, harus pelan-pelan. Yang penting selalu minum obatnya.”
“Sekali-sekali Mas karus menengok bapak. Kemarin Mas tidak bisa pulang kan?”
“Kebetulan ada tugas yang tidak bisa aku tinggalkan.”
“Besok kita ke sana?”
“Ya, tidak apa-apa, hari ini aku lelah sekali.”
***
Sore harinya di hari Minggu, Suwondo dan istrinya datang ke rumah sang ayah.
“Bapak tidak pernah jalan-jalan ya, selama kalau berjalan harus dengan kursi roda?” kata Suwondo dalam perjalanan.
“Sepertinya tidak. Bapak hanya aktif ke kantor, tapi kalau Mas ingin mengajak bapak jalan-jalan, aku juga suka. Barangkali pemandangan selain rumah dan kantor bisa menyenangkan hati bapak.”
“Nanti di sana kita bicarakan sama bapak,” kata Suwondo.”
“Mas benar, nanti kita ajak Puspa juga. Sudah lama kita tidak jalan-jalan bersama.”
“Kalau mas Suroto mau kita ajak sekalian.”
“Iya Mas, pasti menyenangkan kalau bisa ramai-ramai.”
Mereka sudah memasuki halaman rumah keluarga Sanjoyo. Tapi Sowondo menangkap sesuatu yang tidak pantas. Disamping rumah, ia melihat Srikanti sedang bercanda dengan Priyadi. Candaan yang aneh, karena tangan Srikanti kemudian mendorong tubuh Priyadi dengan terkekeh-kekeh.
Suwondo mengerutkan kening tanda tak suka.
***
Besok lagi ya.
Alhamdulillah
ReplyDeleteNuwun jeng In
DeleteSuwun mb Tien🙏
ReplyDeleteSami2 Yangtie
DeleteAlhamdulillah HaBeBe_02 sudah tayang.
ReplyDeleteTerima kasih Bu Tien... Salam SEROJA.
Semoga pusiang kepala sudah sembuh.
Kutunggu juga kehadiran Menur.
Aamiin Yaa Robbal'alamiin.
DeleteMatur nuwun mas Kakek
Matur suwun bu Tien salam sehat utk keluarga
ReplyDeleteSami2 pak Indriyanto
DeleteSalam sehat juga
🌻🌿🌻🌿🌻🌿🌻🌿
ReplyDeleteAlhamdulillah 🙏😍
Cerbung HaBeBe_02
sampun tayang.
Matur nuwun Bu, doaku
semoga Bu Tien selalu
sehat, tetap smangats
berkarya & dlm lindungan
Allah SWT. Aamiin YRA.
🌻🌿🌻🌿🌻🌿🌻🌿
Aamiin Yaa Robbal'alamiin.
DeleteMatur nuwun jeng Sari
Alhamdulilah.
ReplyDeleteTrima kasih. Bunda
Salam sehat tuk keluarga.
Sami2 bapak Endang
DeleteSalam sehat juga
Matur nuwun mbak Tien-ku Hanya Bayang-Bayang telah tayang
ReplyDeleteSami2 pak Latief
DeleteAlhamdulillah Habebe 02 sdh hadir.
ReplyDeleteMatur nuwun Bu Tien 🙏
Sami2 pak Sis
DeleteAlhamdylilah HBB 02 sudah tayang , maturnuwun bu Tien salam sehat dan aduhai aduhai bun ❤️❤️
ReplyDeleteSami2 ibu Sri
DeleteAduhai aduhai
Alhamdulillah HANYA BAYANG-BAYANG ~02 telah hadir.
ReplyDeleteMaturnuwun Bu Tien 🙏
Semoga tetap sehat dan bahagia senantiasa bersama keluarga, serta selalu berada dalam lindungan Allah SWT.
Aamiin YRA..🤲
Aamiin Yaa Robbal'alamiin.
DeleteMatur nuwun pak Djodhi
Alhamdulillah, HANYA BAYANG-BAYANG (HBB) 02 telah tayang, terima kasih bu Tien, semoga Allah senatiasa meridhoi kita semua, aamiin yra.
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin.
DeleteMatur nuwun ibu Uchu
Alhamdulillah.Maturnuwun Cerbung " HANYA BAYANG BAYANG ~ 02 "sudah tayang..
ReplyDeleteSemoga Bunda dan Pak Tom Widayat selalu sehat wal afiat .Aamiin
Aamiin Yaa Robbal'alamiin.
DeleteMatur nuwun pak Herry
Hamdallah sdh tayang
ReplyDeleteMks bun BAYANG BAYANG 02 sdh hadir.....selamat malam bun....sehat" ya
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin.
DeleteMatur nuwun ibu Supriyati
Matur nuwun Bu Tien, semoga Ibu sekeluarga sehat wal'afiat....
ReplyDeleteWAamiin Yaa Robbal'alamiin.
DeleteMatur nuwun ibu Reni
Maturnuwun Bu Tien🙏
ReplyDeleteSami2 ibu Tatik
DeleteHatur nuhun bunda..slmt sht dan aduhai unk bunda🙏🥰🌹
ReplyDeleteSami2 ibu.
DeleteSalam aduhai
Alhamdulillah sudah tayang
ReplyDeleteTerima kasih bunda Tien semoga sehat walafiat
Sal aduhai hai hai
Aamiin Yaa Robbal'alamiin.
DeleteMatur nuwun ibu Endah
Aduhai hai hai
Alhamdulillah mtrnwn Bu Tien
ReplyDeleteSami2 ibu Ida
Delete
ReplyDeleteAlhamdullilah
Matur nuwun bu Tien
Cerbung *HANYA BAYANG BAYANG 02* sdh hadir...
Semoga sehat dan bahagia
bersama keluarga
Aamiin...
Aamiin Yaa Robbal'alamiin. Terima kasih pak Wedeye
DeleteTerima kasih Bunda, serial baru cerbung : Hanya Bayang Bayang 02 sampun tayang.
ReplyDeleteSehat selalu dan tetap semangat nggeh Bunda Tien.
Syafakallah kagem Pakdhe Tom, semoga Allah SWT angkat semua penyakit nya dan pulih lagi seperti sedia kala. Aamiin
Srikanti dan Priyadi adalah setali tiga uang. Sdh tdk punya malu lagi..
Aamiin Yaa Robbal'alamiin. Terima kasih pak Munthoni
DeleteKalau begini ceritanya, maka Srikanti akan berakhir jadi Srikandi...
ReplyDeleteTerimakasih Mbak Tien...
Emang kenal prof sama Srikandi?
Delete